Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

OLEH

AGUSTINUS NGATIRAN
195140177P

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UMITRA INDONESIA
2019/2020
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan hidayah-NYA serta keluasan ilmu-NYA sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Keperawatan Kritis ini dengan baik.
Makalah yang berjudul “GAGAL JANTUNG KONGESTIF” disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis yang diampu oleh Bapak Ns.
Tuhbagus Erwin Nurdiansyah, M.Kep. Makalah ini telah kami susun dengan baik dan
saksama berdasarkan landasan teori dari seluruh referensi yang terkumpul sehingga
dari beberapa refrensi tersebut kami pilih untuk dijadikan referensi utama. Tidak pula
dipungkiri bahwa bantuan dari banyak pihak yang dengan sukarela membantu kami
sehingga mempermudah proses penyusunan makalah ini.
Kami sebagai penyusun menyadari akan adanya beberapa kekurangan dalam
susunan makalah kami, sehingga saran dan masukan dari pembaca kami harapkan
untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam susunan makalah ini di
penyusunan makalah berikutnya.
Besar harapan kami bahwa makalah ini bisa bermanfaat bagia siapapun yang
membacanya, serta dapat menjadi sumber kontribusi penambahan pengetahuan bagi
para pembaca.

Metro, Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Tanda dan gejala
E. Pemeriksaan diagnostik
F. Penatalaksanaan
BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN (GJK)
A. Pengkajian
B. Diagnosa dan intervensi keperawatan

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF)

merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia (PUSDATIN, 2013).

Jumlah gagal jantung di Amerika Serikat kira-kira 5,7 juta orang dewasa

dan 550.000 kasus baru didiagnosis setiap tahunnya diagnosis

(Mozaffarian, et al., 2016). Gagal jantung berkontribusi terhadap 287.000

kematian per tahun. Sekitar setengah dari orang yang mengalami gagal

jantung meninggal dalam waktu lima tahun setelah di diagnosis (Emory

Health Care, 2018).

Negara Indonesia menduduki peringkat keempat penderita gagal

jantung kongestif terbanyak di Asia Tenggara setelah negara Filipina,

Myanmar dan Laos (Lam, 2015) Prevalensi penyakit gagal jantung di

Indonesia tahun 2013 sebesar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan

gejala yang di diagnosis oleh dokter yaitu sebesar 530.068 orang. Provinsi

Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah terbanyak nomor 3 yaitu

sebanyak 43.361 orang, setelah Jawa Timur dengan jumlah 54.826 orang

dan Jawa Barat dengan jumlah 45.027 orang dari 33 provinsi yang ada di

Indonesia (PUSDATIN, 2013).

Gagal jantung kongestif disebabkan oleh kelainan otot jantung,

aterosklerosis koroner, hipertensi sistemik atau pulmonal, peradangan,

penyakit jantung lain seperti gangguan aliran darah, ketidakmampuan


jantung untuk mengisi darah atau pengosongan jantung abnormal (Brunner

& Suddarth, 2013). Rampengan (2014) menyebutkan gagal jantung

kongestif disebabkan oleh anemia, diet natrium, infeksi, gaya hidup, dan

kelelahan fisik.

Faktor risiko yang memicu terjadinya penyebab gagal jantung

diantaranya adalah merokok, hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, kurang

aktivitas fisik, diabetes melilitus, dan stres emosi (Aspiani, 2015). Faktor

psikologis dapat memicu peningkatan stres dan emosi negatif seperti

depresi, marah, rasa permusuhan dan ansietas yang berdampak pada

persepsi gejala, perilaku, kualitas hidup, dan penggunaan perawatan

kesehatan yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien (Kovach &

Moons, 2014). Pudiarifanti dkk. (2015) mengatakan bahwa adanya

pengaruh penyakit CHF terhadap emosi atau psikologis pasien. Hal ini

sejalan dengan Schustach (2008) yang menyatakan adanya hubungan

antara kepribadian yang selalu terlibat dengan aktivitas yang menimbulkan

stres, dan perkembangan penyakit jantung.

Kepribadian adalah ciri khas individu yang menunjukkan

keseluruhan sikap mental, karakter, perilaku, kualitas, emosi yang unik

bagi individu tersebut (Setyohadi, Soetoto, Arsana, Suryanto, & Abdullah,

2012). Menurut Hans Eysenck tipe kepribadian terbagi menjadi 2 yaitu

tipe kepribadian ektrovert dan introvert. Eysenck mengatakan bahwa

kepribadian ektrovert dan introvert merupakan dua kepribadian yang

berbeda (Alwisol, 2016). Tipe kepribadian ektrovert adalah individu

dengan
ciri tidak berpendirian tetap, histeris, acuh, tidak teliti, cepat, tidak

kaku, humoris, memperlihatkan hubungan interpesonal yang luas

dan optimis (Hambali, 2013). Sedangkan tipe kepribadian introvert

adalah individu dengan ciri mudah tersinggung, berburuk sangka,

takut, cemas, dan depresi. Selain itu individu dengan tipe

kepribadian introvert akan merasa sedih, sensitif, gugup, dan tidak

percaya diri apabila mengalami suatu kejadian (Ghazali & Ghazali,

2016).

Kepribadian seseorang dapat memberikan reaksi yang

berbeda pada tiap orang dalam menyikapi suatu kejadian.

Seseorang dengan tipe kepribadian introvert apabila mengalami

suatu kejadian mereka akan bereaksi menarik diri, berburuk

sangka, dan tidak mau bersosialisasi dalam menyikapi kejadian

yang dapat mengakibatkan stres dan tertekan (Feist & Feist, 2010).

Menurut Elvira dan Hadisukanto (2010) stres dapat memicu

terjadinya pelepasan katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) yang

dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah,

sehingga beban kerja jantung meningkat.


B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pada pasien gagal

jantung kongestif.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik pada pasien gagal jantung

kongestif.

b. Untuk mengetahui gambaran terhadap kualitas hidup pasien

gagal jantung kongestif.

C. Manfaat

1. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai tipe

kepribadian merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi penyakit gagal jantung kongesif.

2. Bagi institusi pendidikan

Sebagai sarana pendidikan dalam proses pembelajaran bagi

mahasiswa keperawatan khususnya dalam gambaran tipe

kepribadian pasien gagal jantung kongesif.


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Gagal jantung Kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk

memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi

jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau

disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2001).

B. ETIOLOGI

1. Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,

disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari

penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner,

hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi

2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena

terganggunya aliran darah ke otot jantung.

Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark

miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal

jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan

dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak

serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.


3. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load)

meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan

hipertrofi serabut otot jantung.

4. Peradangan dan penyakit myocardium degenerative.

berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung

merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

5. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang

sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung.

Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk

jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk

mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau

stenosis AV), peningkatan mendadak after load, Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan

beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam,

tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen

ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita

elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam

4 kelainan fungsional :

a. Timbul sesak pada aktifitas fisik berat.

b. Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang.

c. Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan.

d. Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat


C. PATOFISIOLOGI

Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan

metabolisme dengan menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi

untuk mempertahankan kardiak output, yaitu meliputi :

a. Respon system saraf simpatis terhadap barroreseptor atau kemoreseptor

b. Pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap

peningkatan volume

c. Vaskontriksi arterirenal dan aktivasi system rennin angiotensin

d. Respon terhadap serum sodium dan regulasi ADH dan reabsorbsi terhadap

cairan.

Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya

volume darah sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan

resistensi vaskuler oleh pengencangan jantung. Kecepatan jantung

memperpendek waktu pengisian ventrikel dari arteri coronaria.

Menurunnya COP dan menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat ke

miokardium. Peningkatan dinding akibat dilatasi menyebabkan

peningkatan tuntutan oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi)

terutama pada jantung iskemik atau kerusakan yang menyebabkan

kegagalan mekanisme pemompaan.

D. TANDA DAN GEJALA

Tanda dominan :
Meningkatnya volume intravaskuler

Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan

curah jantung. Manifestasi kongesti berbeda tergantung pada kegagalan

ventrikel mana yang terjadi.

1. Gagal Jantung Kiri :

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak

mampu memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi klinis yang

terjadi yaitu :

 Dispnea.

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu

pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat

mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal

Nokturnal Dispnea (PND)

 Batuk.

 Mudah lelah.

Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan

dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa

hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang

digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress

pernafasan dan batuk.

 Kegelisahan atau kecemasan


Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat

kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi

dengan baik.

2. Gagal jantung Kanan :

 Kongestif jaringan perifer dan visceral.

 Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema

pitting, penambahan BB.

 Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen.

terjadi akibat pembesaran vena hepar.

 Anoreksia dan mual.

terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.

 Nokturia.

 Kelemahan
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.

1. Foto toraks

Dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi

pleura yang menegaskan diagnosa CHF.

2. EKG

Dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan

iskemi (jika disebabkan AMI), Ekokardiogram.

3. Pemeriksaan Laboratorium.

Meliputi pemeriksaan Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar

natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya

kelebihan retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah.

F. PENATALAKSANAAN.

1. Terapi Non Farmakologis.

 Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.

 Oksigenasi.

 Dukungan diit.

Pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau menghilangkan

oedema.

2. Terapi Farmakologis :

 Glikosida jantung.

Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan

memperlambat frekuensi jantung.


Efek yang dihasillkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan

vena dan volume darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi

oedema.

 Terapi diuretic.

Diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.

Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan

hipokalemia.

 Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi

impadasi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini

memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena

sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.


BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG

KONGESTIF (GJK)

A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian Primer.

a. Airway :

batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot pernafasan,

oksigen, dll

b. Breathing :

Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal

c. Circulation :

Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katub jantung,

anemia, syok dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi jantung, irama

jantung, nadi apical, bunyi jantung S3, gallop, nadi perifer berkurang,

perubahan dalam denyutan nadi juguralis, warna kulit, kebiruan

punggung, kuku pucat atau sianosis, hepar ada pembesaran, bunyi

nafas krakles atau ronchi, oedema.

2. Pengkajian Sekunder.

a. Aktifitas/istirahat.

Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea saat

istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah

saat beraktifitas.
b. Integritas ego.

Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung.

c. Eliminasi.

Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada

malam hari, diare / konstipasi.

d. Makanan/cairan.

Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB signifikan.

Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam penggunaan

diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll.

e. Hygiene :

Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.

f. Neurosensori.

Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah

tersinggung.

g. Nyeri/kenyamanan.

Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah.

h. Interaksi sosial.

Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.

1. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah

jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau

emboli.
 Ditandai :

 Daerah perifer dingin, Nyeri dada.

 EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead tertentu.

 HR 100 X/menit, RR lebih dari 24 kali per menit.

 Kapiler refill lebih dari 3 detik.

 Gambaran foto toraks terdapat pembesaran jantung dan kongestif paru.

 Tekanan Darah 80 mmHg. 45 mmHg dan saturasi  80 mmHg, pa

CO2  120/80 mmHg, AGD dengan : pa O2 - HR lebih dari

100X/menit.

 Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL.

 Tujuan :

Gangguan perfusi jaringan berkurang atau tidak meluas selama

dilakukan tindakan perawatan

Kriteria :

Daerah perifer hangat, tidak sianosis,gambaran EKG tak menunjukkan

perluasan infark, RR 16-24 X/mnt, clubbing finger (-), kapiler refill 3-

5 detik, nadi 60-100X/mnt, TD 120/80 mmHg.

 Rencana Tindakan :

a. Monitor frekuensi dan irama jantung.

b. Observasi perubahan status mental.

c. Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa.

d. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya.

e. Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi.


f. Pantau pemeriksaan diagnostik dan lab. Missal EKG, elektrolit, GDA

(pa O2, pa CO2 dan saturasi O2), dan pemeriksaan oksigen.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan

sekret.

 Tujuan :

Jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di

RS.

 Kriteria hasil :

Tidak sesak nafas, RR normal (16-24 X/menit) , tidak ada sekret, suara

nafas normal.

 Intervensi :

a. Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu

pernafasan.

b. Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan/tidak adanya bunyi

nafas dan adanya bunyi tambahan missal krakles, ronchi, dll.

c. Lakukan tindakan untuk memperbaiki /mempertahankan jalan

nafas misal batuk efektif, penghisapan lendir, dll.

d. Tinggikan kepala / mpat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien.

e. Kaji toleransi aktifitas misal keluhan kelemahan/kelelahan selama

kerja.
3. Resiko penumpukkan cairan ekstravaskuler berhubungan dengan

penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan

tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma ( menyerap cairan

dalam area interstisial / jaringan.

 Tujuan :

Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan

tindakan keperawatan selama di rawat di RS.

 Kriteria :

Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan

darah dalam batas normal, tidak ada distensi vena perifer/vena dan

oedema 10%)dependen, paru bersih dan BB ideal (BB ideal = TB –

100 )

 Intervensi :

a. Ukur masukan/haluaran, catat penurunan, pengeluaran, sifat

konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.

b. Observasi adanya oedema dependen.

c. Timbang BB tiap hari.

d. Pertahankan masukan cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi

kardiovaskuler.

e. Kolaborasi : pemberian diit rendah natrium, berikan diuretic.

f. Kaji JVP setelah terapi diuretik.

g. Pantau CVP dan tekanan darah.


4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru,

hepatomegali, splenomegali.

 Ditandai :

Perubahan kedalaman dan kecepatan pernafasan, gangguan

pengembangan dada, GDA tidak normal.

 Tujuan :

Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatab selama di

RS, RR normal, tidak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot

Bantu pernafasan dan GDA normal.

 Intervensi :

a. Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi dan kespansi dada.

b. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas.

c. Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan.

d. Tinggikan kepala dan Bantu untuk mencapai posisi yang senyaman

mungkin.

e. Kolaborasi pemberian oksigen dan pemeriksaan GDA.

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan

miokard.

 Ditandai :

Gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam katifitas, terjadinya

disritmia dan kelemahan umum.


 Tujuan :

Terjadi peningkatan toleransi aktivitas pada klien setelah dilaksanakan

tindakan keperawatan.

 Kriteria :

Frekuensi jantung 60-100 X/mnt, TD 120/80 mmHg.

 Intervensi :

a. Catat frekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama dan

sesudah aktifitas.

b. Tingkatkan istirahat (ditempat tidur).

c. Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang

tidak berat.

d. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh

bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat

selama 1 jam setelah makan.


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Gagal jantung Kongestif merupakan ketidakmampuan jantung

untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya

kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah

untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau

kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian

ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2001).

B. Saran

Semoga makalah ini bisa memberikan tambahan pengetahuan serta

dapat menambah ketrampilan kita sebagai perawat untuk lebih

professional dalam melayani klien dengan kasus GAGAL GINJAL

KONGESTIF Semoga makalah ini dapat kita aplikasikan oleh kita

sebagai perawat dalam pelayanannya, dan menambah wawasan baru

untuk kita.
DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilyn C, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3 Jakarta: EGC,
1999.
2. Hudak, Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Edisi IV, Jakarta,
EGC: 1997.
3. Price, Sylvia, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi 4,
Jakarta: EGC, 1999.
4. Smeltzer, Bare, Buku Ajar keperawatan Medical Bedah, Bruner & Suddart,
Edisi 8, Jakarta, EGC, 2001.

Anda mungkin juga menyukai