Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GAGAL NAFAS


KEDARURATAN SISTEM PERNAPASAN

Oleh
Kelompok 8

1. CINDI ERIKA PUTRI


2.
3. FEBIOLA AMELIA SARI (1914401017)
DESTI NOPITA (1914401039)
DANI APRIALDO (1914401043)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLTEKKES TANJUNG KARANG
TAHUN 2021/2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
segala berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelasaikan makalah
“Asuhan Keperawatan Pada Gagal Nafas,Kedaruratan Sistem
Pernapasan’’
Makalah ini dibuat bertujuan agar mahasiswa memahami tentang Ilmu
Pengetahuan. Dalam proses pembuatan makalah ini kami menyadari
adanya kekurangan dan keterbatasan namun berkat bimbingan dan
bantuan dari semua pihak sehingga makalah ini dapat selesai tepat
pada waktunya.

Tidak lupa penulis memohon maaf apabila dalam penulisan makalah


ini banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah inidapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandarlampung, 26 Juli 2021

Penyusun,

Kelompok 8
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.........................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................................4
1.3. Tujuan Penulisan.................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN...........................................................................................................................................4
A. Asuhan Keperawatan ARDS......................................................................................................4
B. Asuhan Keperawatan Pneumothorax dan Hemothorax......................................................5
C. Asuhan Keperawatan Efusi Pleura......................................................................................5
D. Asuhan Keperawatan Pneumotomy dan Pneumonectomi......................................................6
BAB III.................................................................................................................................................8
PENUTUP.................................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................................8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Acute respiratory distress syndrome merupakan salah satu

komplikasi lanjut yang sering terjadi pada pasien stroke. Penyakit ini

disebabkan oleh adanya gangguan pertukaran gas yang ada di paru-paru

sehingga pasien mengalami hipoksemia (Bos, 2018). Acute respiratory

distress syndrome ini juga merupakan salah satu penyebab mortalitas

pada pasien di Intensive Care Unit (ICU) (Santos et al., 2016).

Biomarker untuk menilai progresivitas dari acute respiratory distress

syndrome belum ditemukan, sehingga menjadi penyulit dalam menilai

progresivitas dari penyakit tersebut (García-Laorden et al., 2017).

Platelet berfungsi menjaga permeabilitas vaskuler pada paru-paru

dan memiliki fungsi barrier pada alveolus (Weyrich and Zimmerman,

2013). Jumlah platelet mengalami peningkatan seiring dengan

peningkatan luas infark pada stroke iskemik (Järemo et al., 2013). Saat

terjadi inflamasi paru-paru, jumlah platelet dapat menentukan tingkat

permeabilitas kapiler. Kondisi trombositopenia berat dapat menyebabkan

terjadi gangguan barrier endotel yang menyebabkan kebocoran air dan

protein keluar dari pembuluh alveolar dan sistemik (Middleton et

al.,2016a). Oleh karena itu, trombositopenia dapat meningkatkan


risiko mortalitas pada pasien acute respiratory distress syndrome (Wang

et al.,

2014). Penelitian mengenai hubungan jumlah platelet dengan derajat

acute respiratory distress syndrome belum pernah dilakukan.

Stroke merupakan penyakit cerebrovaskular yang menyebabkan

mortalitas tertinggi kedua dan berada pada urutan ketiga penyakit yang

sering menyebabkan disabilitas di dunia (Fisher et al., 2017). Menurut

data statistik yang dipaparkan oleh American Heart Association pada

tahun 2015, prevalensi stroke mencapai 42 juta kasus. Setiap tahunnya

sekitar 795.000 orang di dunia terkena stroke baik serangan stroke

pertama maupun serangan stroke ulang. Serangan stroke pertama terjadi

pada 610.000 orang, sementara itu serangan stroke ulang terjadi pada

185.000 orang (Benjamin et al., 2018). Kasus stroke di negara maju

seperti Amerika Serikat pun juga cukup banyak, yakni mencapai 795.000

kasus setiap tahunnya (Perna and Temple, 2015a). Berdasarkan hasil riset

yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI, terjadi peningkatan

prevalensi stroke dari 8,3 per 1000 pada tahun 2007 menjadi 12,1 per

1000 pada tahun 2013, dan penderita stroke di Indonesia sudah mencapai

1.236.825 (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Pada

tahun 2013, jumlah kasus stroke di Provinsi Jawa Tengah mencapai

40.792 kasus yang terdiri dari stroke hemorrhagik sebanyak 12.542 kasus

dan stroke non hemorrhagik (iskemik) sebanyak 28.430 kasus (Dinas


Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2014). Secara umum, kasus stroke

iskemik lebih banyak daripada stroke hemoragik. Pada stroke iskemik


terdapat 85% kasus, sedangkan pada stroke hemoragik terdapat 15%
kasus (Musuka et al., 2015).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lax,2017 platelet

berperan dalam proses patogenesis acute respiratory distress syndrome,

yaitu rekruitmen neutrofil, aktivasi makrofag, dan menjaga permeabilitas

vaskular, sehingga pada saat terjadi trombositopenia dapat meningkatkan

risiko terjadinya acute respiratory distress syndrome dan meningkatkan

mortalitas. Platelet dapat berperan dalam menjaga integritas vaskular

pada kondisi normal sekaligus meningkatkan permeabilitas vaskular saat

terjadi trombositopenia (Middleton et al., 2016b). Platelet menjaga

integritas vaskular dengan cara menstimulasi pertumbuhan sel endotel

dan sekresi faktor-faktor yang meningkatkan fungsi barrier (Ho-Tin-Noé

et al., 2011).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penelitian mengenai

hubungan jumlah platelet dengan derajat acute respiratory distress

syndrome perlu dilakukan.


1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara jumlah platelet dengan derajat acute

respiratory distress syndrome pada pasien stroke iskemik ?

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum


Mengetahui adanya hubungan antara jumlah platelet dengan derajat
acute respiratory distress syndrome pada pasien stroke iskemik.

1.3.2. Tujuan Khusus


Mengetahui keeeratan hubungan antara jumlah platelet dengan

derajat acute respiratory distress syndrome pada pasien stroke

iskemik.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Pengembangan Ilmu

Memberikan informasi mengenai hubungan antara jumlah platelet

dengan derajat acute respiratory distress syndrome pada pasien

stroke iskemik, sehingga dapat dijadikan referensi untuk penelitian


A.ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA GAGAL SISTEM
PERNAPASAN ARDS

1.DEFINISI
Gagal nafas akut/ARDS adalah ketidak mampuan sistem pernapasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (pao2),eliminasi karbondioksida
(paCo2) dan pH yg adekuat disebabkan oleh masalah fentilasi difusi atau
perfusi.
Gagal napas akut/ARDS adalah kegagalan sistem pernapasan untuk
mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon diogsida dalam jumlah yg
dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan.
2.TANDA DAN GEJALA
 Sesak napas.
 Napas cepat.
 Kelelahan otot dan kelemahan tubuh.
 Tekanan darah rendah.
 Kulit atau kuku yang berubah warna.
 Batuk kering.
 Demam.
 Sakit kepala.
 Denyut nadi lebih cepat.

3.PATOFISIOLOGI/PATHWAY ARDS
4.PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki masalah ancaman kehidupan
dengan segera antara lain:
 Terapi oksigen
 Ventilasi mekanik
 Positif end expiratory breathing(PEEB)
 Memastikan volume cairan yang adekuat
 Terapi farmakologi
 Pencegahan infeksi
 Dukungan nutrisi
ASUHAN KEPERAWATAN ARDS
A.PENGKAJIAN
 Identitas
 Keluhan utama
 Riwayat kesehatan
1).Riwayat penyakit saat ini
2).Riwayat penyakit dahulu
3).Riwayat penyakit keluarga
PENGKAJIAN PRIMER
Airway: Mengenali adanya sumbatan jalan napas
 Penimgkatan sekresi jalan napas
 Bunyi napas krekes ,rongki danmengki
 Jalan napas adanya sputum,secret,lendir,darah,dan benda asiing
 Jalan napas bersih atau tidak
Breathing
 Distress pernapasan :Pernapasan cuping hidung,takipneu/bradipneu,retraksi
 Frekuensi pernapasan:cepat
 Sesak napas atau tidak
Disability
 Keadaan umum :GCS,kesadarn,nyeri atau tidak
 Adanya trauma atau tidak pada thorax
 Riwayat penyakit dahulu /sekarang
 Riwayat pengobatan
 Obat-obatan/drugs

PEMERIKSAAN FISIK
MATA
 Konjungtiva pucat(karena anemia)
 Konjungtiva sianosis(karena hipoksia)
 Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
KULIT
 Sianosis perifer (vasokonstriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
 Sianosis secara umum (hipoksemia)
 Penurunan turgor(dehidrasi)
 Edema
JARI DAN KUKU
 Sianosis
 Clubbing finger
MULUT DAN BIBIR
 Membran mukosa sianosis
 Bernapas dengan mengerutkan mulut
HIDUNG
 Pernapasan dengan cuping hidung
VENA LEHER
 Adanya distensi /bendungan
DADA
 Retraksi ototbantu pernapasan (karena peningkatan aktifitas
pernapasan,dispnea,atau obstruksi jalan pernapasan)
 Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
 Tektil fremitus,thril(getaran pada dada karena udara /suara melewati
saluran/rongga pernapasan)
 Suara napas normal(vesikuler,bronchoveskuler,bronchial)
 Suara napas tdiak normal
POLA PERNAPASAN
 Pernapasan normal(eupnea)
 Pernapasan cepat(tacypnea)
 Pernapsan lambat(bradypnea)

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Gangguan ventilasi spontan b.d gangguan metabolisme/kelelahan otot pernapasan
2.Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas/hipersekresi jalan
napas/sekresi
Yang tertahan
3.Nyeri akut b.d agen pencidera fisiologis/atau agen pencedera kimiawi/agen
pencedera fisik

C.INTERVENSI KEPERAWATAN
N DIAGNOSA TUJUAN
O
1 Gangguann ventilasi Setelah dilakukan intervensi 1.identifikasi adanya
spontan b.d gangguan 3x24 jam maka ventilasi kelelahan otot bantu
metabolisme kelelahan spontan meningkat,dengan napas
otot pernapasan kriteria hasil: 2.monitor status
1.volume tidak menurun respirasi dan
2.dispnea menurun oksignsisasi
3.PCO2 membaik 3.pertahankan
kepatenan jalan napas
4.beri posisi semi
flower atau fowler
5.ajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan intervensi 1.identifikasi lokasi
penecedra keperawtan selamam 3x24 jam karakteristik
fisiologi/agenpencedera maka tingkat nyeri menurun ,frekuensi,kualitas,iten
kimiawi/agenpencedera dengan kreteria hasil: sitas nyeri
fisik 1.keluhan nyeri menurun 2.identifikasi
2.meringis menurun skalanyeri
3.pola napas membaik 3.identifikasi respon
nyeri
Noon verbal
4.identifikasi faktor yg
memperberat dan
memperingan nyeri
5.berikan teknik
nonfarmakologisuntuk
mengurangi rasanyeri
6.ajarkanteknik
nonfarmakologis
3 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan intervensi 1.monitor pola napas
tidak efektif b.d spasme keperawtan selamam 3x24 jam 2.monitor bunyi napas
jalan napas/hipersekresi maka bersihan jalan napas tambahan
jalan napas/sekresi yg meningkat dengan kreteria hasil: 3.monitor sputum
tertahan 1.batuk efektif meningkat 4.pertahankan
2.gelisah menurun kepatenan jalan napas
3.pola napas membaik head-tilt dan chin lift
5.ajarkan teknik batuk
efektif
6.kolaborasi
pemberian
bronkodilator,ekspekto
ran dan mukolitik
BAB 1
PENDAHUAN

1.1 Latar belakang

Pneumotorak adalah kelainan pleura yang cukup sering terjadi karena

banyak faktor yang dapat menyebabkan pneumotorak. Pneumotorak termasuk

salah satu kasus gawat darurat yang harus ditatalaksana dengan cepat dan tepat.

Salah satu rumah sakit di Inggris melaporkan kasus pneumotorak sebanyak 25

kasus setiap tahunnya (Ismail, et al, 2000). Penelitian yang dilakukan dari tahun

1997-2001 di Jamaika mendapatkan insiden pneumotorak spontan primer

1,4/100.000 penduduk dan pneumotorak spontan sekunder sekitar 0,56/100.000

penduduk setiap tahunnya (Wiliams, et al, 2007). Penelitian di RSUD Dr.

Moewardi mendapatkan kasus spontan primer 7,69% dari 39 pasien yang di rawat

dengan pneumotorak (Suradi, 2009)

Secara epidemiologi, laki-laki mempunyai faktor risiko lebih besar

daripada perempuan. Insiden pneumotorak di Negara Barat diperkirakan pada

laki-laki sekitar 7,4- 18/ 100.000 penduduk dan perempuan sekitar 1,2-6/100.000

peduduk setiap tahunnya (Noppen, 2010). Kasus pneumotorak primer sering

terjadi pada laki-laki dengan rentang usia 15-34 tahun. Pada pneumotorak

sekunder lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua yaitu diatas 55 tahun

(Ismail, et al, 2000). Penelitian di Jamaika mendapatkan (48%) pasien

pneumotorak sekunder dengan penyakit dasar PPOK (Wiliams, et al, 2007). Di

Israel juga melaporkan penyebab pneumotorak terbanyak adalah PPOK (77%).

Sedangkan pada penelitian tahun 2000-2004 yang dilakukan di RSU Dr. Soetomo

mendapatkan 77% penyebab pneumotorak adalah tuberkulosis paru. (Lihawa dan

Pradjoko, 2010)
Kasus pneumotorak di RSUP Dr. M. Djamil sebagian besar dirawat di

Bangsal Paru. Penelitian sebelumnya melaporkan jumlah penderita pneumotorak


yang dirawat di Bangsal Paru RS. Dr. M.Djamil Padang selama periode Januari

2007 sampai Desember 2011 sebanyak 62,3% orang dengan penyakit dasar

terbanyak yaitu TB Paru (Aulia, 2012). Berdasarkan latar belakang di atas,

peneliti tertarik untuk mengetahui dan meneliti profil pasien pneumotorak yang

dirawat di Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil periode Januari 2011 sampai

Desember 2013.

1.2 Rumusan masalah

Bagaimanakah profil pasien pneumotorak yang dirawat di Bangsal Paru

RSUP Dr. M. Djamil dari Januari 2011 sampai Desember 2013?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian umum

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui profil pasien

pneumotorak yang dirawat di Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil dari tahun 2011

sampai 2013

1.3.2 Tujuan penelitian khusus

1. Mengetahui angka kejadian pneumotorak yang dirawat di Bangsal Paru

RSUP Dr. M. Djamil dari tahun 2011 sampai 2013

2. Mengetahui karakteristik epidemiologi pasien pneumotorak yang

dirawat di Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil

3. Mengetahui keluhan utama pasien pneumotorak yang dirawat di

Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil

4. Mengetahui klasifikasi pneumotorak berdasarkan etiologi


5. Mengetahui klasifikasi pneumotorak spontan sekunder berdasarkan

penyakit yang mendasari

6. Mengetahui klasifikasi pneumotorak beradasarkan luas

pneumotoraknya

7. Mengetahui tindakan pengobatan awal yang dilakukan kepada pasien

pneumotorak yang dirawat di Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil

8. Mengetahui lama rawatan pasien pneumotorak yang dirawat di Bangsal

Paru RSUP Dr. M. Djamil

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat terhadap peneliti

a. Sebagai sarana menambah pengalaman dalam melakukan penelitian.

b. Sebagai sarana menambah ilmu pengetahuan mengenai penyakit

pneumotorak.

1.4.2 Manfaat terhadap masyarakat

Memberikan informasi dan ilmu pengetahuan kepada masyarakat

mengenai penyakit pneumotorak.

1.4.3 Manfaat terhadap Institusi

a. Memberikan informasi dan data mengenai gambaran pasien

pneumotorak yang dirawat di Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil.

b. Sebagai informasi bagi RSUP Dr. M. Djamil dalam mempersiapkan

kebutuhan sarana dan prasarana dalam menatalaksana pasien

pneumotorak.
1.4.4 Manfaat terhadap ilmu pengetahuan

a. Memberikan kontribusi bagi khazanah ilmu pengetahuan dalam

memberikan informasi baru mengenai profil pasien pneumotorak

b. Memberikan informasi ilmiah mengenai profil pasien pneumotorak

sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut

B.Asuhan Keperawatan Kritis Pada Gagal Sistem Pernapasan


Pneumothorax
DEFINISI PNEUMOTHORAX
Pneumothorax adalah kondisi ketika udara terkumpul di rongga pleura, yaitu
ruang di antara paru-paru dan dinding dada. Udara tersebut dapat masuk
akibat adanya cedera di dinding dada atau robekan di jaringan paru-paru.
Dampaknya, paru-paru jadi mengempis (kolaps) dan tidak bisa mengembang.
TANDA DAN GEJALA
-Nyeri tajam saat ekspirasi terutama pada paru yang sakit
-Peningkatan frekuensi napas
-Kecemasan meningkat
-Produksi keringat berlebihan
-penurunan tekanan darah
-penurunan suara napas
PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaa pneumothorak bergantung pada jenis pneumothoraks yang
dialaminya ,derajatKolaps,berat ringannya gejala,penyakit dasar,dan penyulit
yang terjadi saat melaksanakan pengobatan yang meliputi tindakan dekompresi
yaitu membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan
cara:(PDIPDI2009)
 Menusukan jarum melalui dinding dada hingga masuk kerongga
pleura,dengan demikian tekanan darah yang positif dirongga pleura akan
berubah negatif,.hal ini disebabkan karena udara keluar melalu jarum
tersebut
 Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil
 Tindakan bedah
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal
atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma
tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan
intervensi operasi. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada
foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada
tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko
terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam
memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga
memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur
diafragma traumatik. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan
perlunya indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume
darah yang kelura dari selang dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila
darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila
darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jamuntuk 2 sampai 4 jam, atau jika
membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah herus
dipertimbangkan. (Black & Hawks, 2014
1.2.Tujuan
Setelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu :
1. menjelaskan definisi hemotoraks
2. menyebutkan etiologi hemotoraks
3. menjelasskan kategori hemotoraks
4. menjelaskan patofisiologi hemotoraks
5. WOC 6. menyebutkan tanda dan gejala hemotoraks
7. menyebutkan komplikasi hemotoraks
8. Menjelaskan manifestasi klinis
9. menjelaskan diagnosis hemotoraks
10. menjelaskan penatalaksanaan keperawatan dan medis hemotoraks
11. melaksanakan asuhan keperawatan hemotoraks
Asuhan Keperawatan Kritis Pada Gagal Sistem Pernapasan
HEMOTHORAX
DEFINISI HEMOTHORAX
Hemothorax adalah kondisi adanya darah pada cavum pleura. Hemothorax sering
dikaitkan dengan trauma tembus thoraks atau trauma tumpul yang disertai
cedera skeletal. Penyebab lain yang lebih jarang misalnya penyakit pada
pleura, induksi iatrogenik, atau hemothorax spontan.
PENATALAKSANAAN MEDIS
 Resusitasi cairan
 Pemasangan wsd(water sealed drainage)
 Pasien yang sulit bernapas bisa memanfaatkan terapi oksigen suplemental
 Analgesic bisa diberikan untuk mengontrol nyeri
 Terapi in bisa digunakan untuk mengembalikn volume cairan
 Auto transfuse diperlukan jika pasien kehilangan darah yg signifikan
(lebih dari 1 liter)
 Torafotomi diperlukan jika pipa dada tidak memperbaiki kondisi pasien
untuk mengvakuasi darah dan gumpalan dan untuk mengontrol perdarahn.

C.Asuhan Keperawatan Kritis Pada Gagal Sistem Pernapasan Efusi Pleura


 DEFINISI
Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura .pleura
merupakan lapisan tinggi yang mengandung kologen dan jaringan elastis
yg melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura
visceralis).

 TANDA DAN GEJALA


-Batuk
-Dispnea berfariasi
-Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
-Pada efusi yg berat terjadi penonjolan ruang ruang yg interkosta
-Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yg mengalami
efusi
 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya pleural effusion tergantung pada keseimbangan
antara cairan dan protein dalam rongga pleura.dalam keadaan normal
cairan pleura dibentuk secara lambat secara filtrasi melalui pembuluh
darah kapiler.filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic
plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel
mesotelial masuk kedalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.

 PENATALAKSANAAN
-Prosedur thoracintesis apabila cairan pleura masih sedikit
-Pemasangan selang plastik khusus kedalam rongga pleura melalui bedah
torakotomi selama bebrapa hari untuk mengeluarkan cairan yang banyak
secara tterus menerus.
-Pleurodesis adalah pengobatan yang dilakukan setelah cairan berhasil
dikeluarkan
-Operasi
-Pleurectomy atau pengangkatan lapisan pleura juga merupakan pilihan
dalam kasus yang sangat parah.
BAB I

PENDAHUAN

1.1 Latar Belakang

Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura

yang disebabkan oleh produksi berlebihan cairan ataupun berkurangnya absorpsi.

Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling sering

dengan etiologi yang bermacam-macam mulai dari kardiopulmoner, inflamasi,

hingga keganasan yang harus segera dievaluasi dan diterapi.

Infeksi pleura (baik efusi parapneumonik maupun empyema) telah ada

sejak dulu, dilaporkan dalam teks-teks medis Yunani Kuno. Diperkirakan 4 juta

orang terkena pneumonia setiap tahunnya, dengan hampir separuhnya terkena

efusi parapneumonik. Infeksi pleura merupakan komplikasi pneumonia,

dilaporkan menyerang 65 ribu pasien per tahunnya di AS dan Inggris

(Rosenstengel dan Lee, 2012) dengan perkiraan total belanja kesehatan mencapai

USD $320 juta. Infeksi pleura meningkatkan morbiditas dan mortalitas infeksi

paru, dengan angka mortalitas pada orang dewasa mencapai 20% (Rosenstengel

dan Lee, 2012). Insidensinya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000

orang dalam 1 juta populasi tiap tahun. Di Amerika, dijumpai 1,5 juta kasus efusi

pleura setiap tahunnya (Sahn, 2008). Sementara perkiraan prevalensinya di

negara-negara maju lainnya mencapai 320 kasus per 100.000 orang (Sahn, 2006).

Sedangkan di Indonesia sendiri, catatan medik Rumah Sakit Dokter Kariadi

Semarang, menunjukkan prevalensi penderita efusi pleura semakin bertambah


setiap tahunnya yaitu terdapat 133 penderita pada tahun 2001 (Ariyanti, 2003).Di

tahun 2011, Tobing dan Widirahardjo mendapati kasus efusi pleura dalam setahun

di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik berjumlah 136 di mana laki-laki

lebih banyak dari perempuan (65,4% vs 34,6%), sedangkan etiologi tersering

adalah tuberkulosis (44,2%) diikuti tumor paru (29,4%) (Tobing dan

Widirahardjo, 2013). Ada lebih dari 55 penyebab efusi pleura yang telah dicatat.

Sedangkan insidensi berdasarkan penyebabnya sendiri bervariasi bergantung dari

area demografik serta geografisnya.

Efusi pleura digolongkan dalam tipe transudat dan eksudat, berdasarkan

mekanisme terbentuknya cairan dan biokimiawi cairan pleura. Transudat timbul

karena akibat ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dan tekanan hidrostatik,

sementara eksudat timbul akibat peradangan pleura atau berkurangnya drainase

limfatik. Pada beberapa kasus, cairan pleura yang dihasilkan dapat saja

menunjukkan kombinasi sifat transudat dan eksudat(Rubins, 2011).

Langkah awal dalam mencari penyebab efusi adalah dengan menentukan

apakah cairan itu transudat atau eksudat (Yetkinet al, 2006). Jika ternyata hasilnya

adalah transudat, maka kemungkinan penyebabnya relatif lebih sedikit, oleh

karenanya tidak perlu dilakukan prosedur diagnostik yang lebih jauh lagi terhadap

cairan pleura tersebut. Namun jika hasilnya adalah eksudat, ada banyak

kemungkinan penyebab yang mendasarinya sehingga pemeriksaan diagnostik

selanjutnya perlu dilakukan (Yataco dan Dweik, 2005)

Kriteria yang paling umum diterima untuk membedakan eksudat dan

transudat adalah dengan pengukuran kadar total protein dan Laktat Dehidrogenase
(LDH) di dalam serum dan di cairan pleura. Kriteria ini disusun oleh Light et al di

tahun 1972, dengan sensitivitas 99% dan spesifisitas 98%. Kriteria ini menetapkan

bahwa cairan efusi pleura exudatif setidaknya memiliki satu dari 3 hal berikut,

yakni rasio protein pada cairan pleura dibanding serum >0,5, rasio LDH cairan

pleura dibanding serum > 0,6 dan kadar LDH cairan pleura > 2/3 batas atas LDH

serum normal (Light, et al, 1972).

Setelah menetapkan efusi pleura exudatif, barulah kita lanjutkan dengan

mencari tahu penyakit tersering yang menjadi penyebabnya, antara lain

pneumonia(efusi pleura parapneumonik = EPP), tuberkulosis (TB), keganasan dan

tromboemboli paru (Porcell dan Light, 2013). Untuk menentukan penyebab efusi

pleura exudatif, beberapa studi sebelumnya telah mengajukan parameter seperti

pH, kadar amilase, kadar rheumatoidfactor, adenosindeaminase (ADA) dan

analisa lipid. Sayangnya, tidaklah murah untuk memasukan tes-tes ini ke dalam

pemeriksaan rutin efusi pleura.

Bilamana dicurigai ada infeksi, yang perlu diperiksa adalah pH, glukosa

LDH dan kultur mikrobiologi dari cairan pleura. Selain itu sitologi pleura dan

BTA pleura. Juga ada beberapa biomarker baru yang diteliti untuk mendiagnosis

efusi pleura karena infeksi seperti tumor necrosisfactor-alpha (TNF-α),

myeloperoxidase, C-reactive protein (CRP) dan procalcitonin (PCT). Namun, tak

satu pun dari parameter tersebut yang lebih unggul dari parameter klasik pH

pleura <7.20, atau glukosa pleura <60 mg / dL (Porcel, et al, 2009).

Semakin dini kita menegakkan diagnosis PPE, semakin baik pula outcome

penyakitnya. Namun, tidak semua RS memiliki fasilitas mikrobiologi untuk


mengerjakan baku emas dari kausa EPP, sementara kondisi pasien menuntut

untuk segera diberikan terapi empirik. Hal ini menjadi tantangan besar bagi

penyedia layanan kesehatan di perifer. Itulah sebabnya, peneliti ingin mengukur

sensitivitas dan spesifisitas kadar glukosa cairan pleura dalam memprediksi EPP.

Bila terbukti akurasinya tinggi, para penyedia layanan kesehatan di perifer dapat

mempertimbangkan tes ini sebagai tes diagnostik sehingga terapi empirik bagi

kausa efusi pleura dapat segera diberikan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah kadar glukosa cairan pleuramempunyai sensitivitas, spesifisitas,

dan akurasi yang baik dalam mendiagnosis efusi pleura parapneumonik?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui validitas kadar glukosacairan pleuradalam memprediksi

diagnosis efusi pleura parapneumonik.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui sensitivitaskadar glukosa cairan pleura dalam diagnosis

efusi pleura parapneumonik.

2. Mengetahui spesifisitas kadar glukosa cairan pleura dalam diagnosis

efusi pleura parapneumonik.


13

3. Mengetahui nilai prediksi positif kadar glukosa cairan pleura dalam

diagnosis efusi pleura parapneumonik.

4. Mengetahui akurasi kadar glukosa cairan pleura dalam diagnosis efusi

pleura parapneumonik.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat akademik

Memberikan informasi nilai sensitivitaskadar glukosa cairan pleura dalam

diagnosis efusi pleura parapneumonik.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Sebagai data ilmiah bahwa kadar glukosa cairan pleura dapat digunakan

sebagai alat diagnostik awal yang dapat dikerjakan secara praktis,

sederhana dan ekonomis untuk menegakkan diagnosis efusi pleura

parapneumonik.

2. Hasil kadar glukosa cairan pleura dapat digunakan sebagai acuan

penanganan awal pada penderita efusi pleura parapneumonik.

ASUHAN KEPERAWATN EFUSI PLEURA

Pengkajian
1.Anamnesis:
Pada umumnya tidak bergejala.makin banyak cairan yg tertimbun makin cepat
dan jelas timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak,disertai demam sub
febril pada tuberkolosis.

2.Kebutuhan istirahat dan Aktivitas


-Klien mengeluh lemah.napas pendek dengan sekuat-kuatnya,kesulitan
tidur,demam pada sore atau malam hari disertai keringat banyak
-Ditemukan adanya tachicardia,tachypneu/dyspneu dengan berusaha napas
sekuat-kuatnya.perubhan kedaran (pada tahap lanjut) ,kelemahan otot,nyeri
dan stiffnes(kekakuan).
14

3.Kebutuhan Integritas Pribadi


-Klien mengugkapkan faktor-faktor stress yang panjang,dan kebutuhan akan
pertolongan dan harapan.
-Dapat ditemukan perilaku denial(terutma pada tahap awal)dan kecemasan.

4.Kebutuhan Kenyamanan /Nyeri


-Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
-Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yg nyeri,distraksi,dan
kurang istirahat/kelelahan

5.Kebutuhan Respirasi

6.Kebutuhan Keamanan
-Mengungkapkan keadann imunosupresi misalnya kanker,AIDS,demam sub
febris
-Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris

7.Kebutuhan Intraksi Social


-Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yyang diderita
,perubahan pola peran.

Intervensi keperawatan
NO Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan 1.Monitor pola napas
tidak efeltif b.d intervensi keperawatan 2.Monitor bunyi napas
sekresi yg tertahan selam 3x24 jammaka tambahan
bersihan jlan napas 3.Monitor sputum
meningkat dengan 4.Pertahankan kepatenan jlan
kriteria hasil: napas dengan head-tilt dan chin
1.Batuk efektif lift
meningkat 5.Aajurkan teknik batuk efektif
2.Gelisah menurun 6.Kolaborasi pemberian
Pola napas membaik brokodilator ekspektoran dan
mukolitik
2 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan 1.Monitor ffrekuensi irama
gas b.d berkurangnya intervensi keperawatan kedalaman dan upaya napas.
keefektifan selama 3x24 jam maka 2.Monitor pola naps
permukaan paru dan pertukaran gas 3.Monitor kemampuan batuk
atalektasis meningkat ,dengan efektif
kriteria hasil: 4.Monitor adanya produksi
1.Dispnea menurun sputum
15

2.Bunyi napas 5.Monitor adanya sumbatan


tambahan menurun jalan napas
3.Pola napas membaik 6.Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
3. Intleransi aktifitasb.d Setelah dilakukan 1.Identifikasi gangguan fungsi
kelemahan umum intervensi keperawatan tubuh yang mengakibtkan
selama 3x24 jam maka kelelahan
Intoleransi aktifitas 2.Lakukan latihan rentang
meningkat,dengan gerak pasif atau aktif
kriteria hasil: 3.Anjurkantirah baring
1.Frekuensi nadi 4.Anjurkan melakukan akifitas
meningkat Secara bertahap
2.Keluhan lelah 5.Ajarkan strategi koping
menurun untuk mengurangi kelelahan
3.Frekuensi napas
membaik
16

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini banyak sekali penyakit yang baru pada saluran pernafasan
danpenyebabnya bermacam-macam, ada di sebabkan oleh virus, bakteri, dan
lainsebagainya. Dengan penomena ini harus menjadi perhatian bagi kita
semua.Melihat fenomeno tersebut banyak ahli yang melakukan risat untuk
mengobatipenyakit yang timbul. Dan sekarang ini sudah banyak cara yang
bisa digunakanuntuk mengobati penyakit-penyakit yang menyerang sistem
respirasi. Denganmelihat tingkat keseriusan atau tingkat keparahan dari
penyakit yang menyerangsistem respirasi bisa di tetapkan cara mana yang
akan digunakan untuk mengatasipenyakit tersebut. Salah satu pengobatan atau
tindakan yang digunakan adalahPneumonectomy yang akan kita bahas pada
materi berikut.

1.2 Rumusan Masalah


1.Apa yang dimaksud dengan Pneumonectomy ?
2.Bagaimana evaluasi diagnostik, prosedur operatif, dan
penatalaksanaanpraoperatif dari Pneumonectomy ?
3.Bagaimana proses keperawatan pasca operatif dari Pneumonectomi ?

1.3 Tujuan
1.Untuk mengetahui tentang Pneumonectomy
2.Mengetahui proses keperawatan evaluasi diagnostik, prosedur
operatif,penatalaksanaan praoperatif, dan proses keperawatan pasca operatif
17

D.Asuhan Keperawatan Kritis Pada Gagal Sistem Pernapasan Pneumotomy dan


Pneumonectomi

PENGERTIAN
Pneumotomy adalah pembedahan untuk menghapus keseluruhan dari salah satu
paru-paru.Pengkajian dan penatalaksanaan terutama sekali sangat penting pada
pasiennya yang akan menjalani bedah toraks .prosedur bedah toraks dilakukan
untuk beragam maslah.
Oprasi ini apabila kondisi dari paru paru sudah tidak dapat bekerja sebagaiman
mestinya.selain itu jika dibiarkan maka kerusakan tersebut dapat menjalar kearea
lain dari tubuh pasien itu sendiri.saat oprasi berlangsung pasien akan mengalami
pembiusan total.pasien dalam kondisi tidak sadar dokter akan membuat sayatan
pada dada.
Resiko dalam menjalankan roprasi pneumonectomi sendiri memiliki resiko yang juga
cukup besar jika terjadi kesalhan prosedur dan kesalahan penilaian keadaan maka
akan dapat berujung kematian pada pasien yg mengalami operasi.
Penyakit penunjang:Kanker paru dan penyakit paru obdtruktif kronik
18

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Sistem.pernaasan tau respirasi adalh sistem pda manusia yang berfungsi untuk mengambil
oksigen dari udara luar dan mengeluarkan krbodioksida melalui paru-paru.pernapasan adalh
suatu proses yg terjadi secara otomatis dalam keadaan tertidur sekalipun karena sistem
pernapsan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.halodoc.com/kesehatan/acute-respiratory-distress-syndrome
https://www.halodoc.com/artikel/kenali-gejala-dari-acute-respiratory-distress-syndrome
https://www.google.com/search?q=definisi+hemothorax&sxsrf=ALeKk01Q-
MwsMDj9hJarIYGnrVvmU2B5Mw%3A1627187271752&ei=R-
j8YLO3LZC7rQGQ64i4Cg&oq=definisi+hemothorax&gs_lcp=Cgdnd3Mtd2l6EAMyBA
gAEB46BwgjELADECc6BwgAEEcQsAM6BwgjELACECc6BAgAEA06BggAEA0QH
koECEEYAFCM5gNY544EYLKxBGgBcAJ4AIABuwGIAdgHkgEDMC43mAEAoAE
BqgEHZ3dzLXdpesgBCcABAQ&sclient=gws-
wiz&ved=0ahUKEwjz9sL6sP3xAhWQXSsKHZA1AqcQ4dUDCA4&uact=5
https://www.alodokter.com/efusi-pleura#:~:text=Efusi%20pleura%20adalah%20penumpukan
%20cairan,pada%20dinding%20dalam%20rongga%20dada.
https://www.docdoc.com/id/info/procedure/pneumonectomy
https://www.alodokter.com/pneumothorax
https://www.honestdocs.id/hemothorax
https://www.alodokter.com/efusi pleura#:~:text=Gejala%20Efusi%20Pleura&text=Sesak
%20napas,Batuk%20kering
https://www.sehatq.com/penyakit/thorakosintesis

Anda mungkin juga menyukai