Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

“ASMA”

DISUSUN OLEH:

RAMADAN
P05120218076

Diketahui oleh,
Dosen Pembimbing

(Ns. Sahran, S.Kep., M.Kep)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGAJURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATAPENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan


rahmat Nya penyusun masih diberi kesehatan sehingga laporan ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Laporan pendahuluan yang berjudul
“trauma dada” ini disusun untuk memenuhi laporan praktik klinik
mahasiswa dari mata kuliah kegawatdarutatan diprogram studi diploma
tiga keperawatan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan laporan ini dimasa akan datang.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa


khususnya dan pembaca pada umumnya. Semoga laporan ini dapat
dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa
dan pembaca lainnya.

Kepahiang, 18 Februari 2021

Penyusun

Ramadan

ii
iii
DAFTAR ISI

Halaman judul................................................................................................ i
Kata Pengantar............................................................................................... ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
Daftar lampiran.............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan penulisan......................................................................................... 2
D. Manfaat penulisan....................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep dasar penyakit................................................................................ 4
1. Definisi ................................................................................................ 4
2. Etiologi................................................................................................. 4
3. Klasifikasi ............................................................................................ 5
4. Patofisiologi ......................................................................................... 5
5. WOC .................................................................................................... 7
6. Manifestasi klinis.................................................................................. 8
7. Pemeriksaan penunjang........................................................................ 8
8. Penatalaksanaan.................................................................................... 9
B. Konsep dasar asuhan keperawatan............................................................. 10
1. Pengkajian............................................................................................. 10
2. Diagnosa keperawatan.......................................................................... 12
3. Intervensi keperawatan......................................................................... 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................. 18
B. Saran........................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 19

vi
DAFTAR LAMPIRAN

N Daftar Lampiran
O
1 Mind mapping konsep teoritis trauma dada
2 Mind mapping konsep dasar asuhan keperawatan trauma dada
3 Resume harian atau Laporan kasus
4 ADL
5 Absensi mahasiswa

vii
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
 Sehat menurut World Health Organization/WHO (2014), adalah kondisi
normal seseorang yang merupakan hak hidupnya. Sehat berhubungan dengan
hukum alam yang mengatur tubuh, jiwa, dan lingkungan berupa udara segar,
sinar matahari, diet seimbang, bekerja, istirahat, tidur, santai, kebersihan serta
pikiran, kebiasaan dan gaya hidup yang baik. Menurut Febri Endra (2010),
kesehatan adalah kondisi dinamik keadaan kesempurnaan jasmani, mental dan
sosial dan bukan semata-mata bebas dari rasa sakit, cedera dan kelemahan
saja,yang memungkinkan setiap orang mampu mencapai derajat kesehatan
yang optimal secara sosial dan ekonomi.
Sistem pernafasan merupakan hal penting pada manusia, salah satu organ
dalam sistem pernafasan yaitu paru-paru, fungsi utama paru-paru sebagai
tempat pertukaran oksigen dalam darah. Salah satu gangguan pernafasan yang
menghambat saluran pernafasan yaitu asma, yang mana disebabkan karena
adanya bronkospasme sehingga mengalami penyempitan saluran udara yang
berakibat kurangnya aliran udara yang masuk dan keluar pada paru-paru
(Andy, Abdul, & Adrian, 2014).
Menurut Global Intiative For Asthma/GINA (2011), asma merupakan
proses inflamasi kronik saluran pernafasan yang melibatkan banyak sel dan
elemenya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran mernafasan
menjadi , hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokontriksi,
edema, dan hipersekresi kelenjar, yang menghasilkan pembatasan aliran udara
disaluran pernafasan dengan menifestasi klinis yang bersifat periodik berupa
mengi, sesak nafas, dada terasa berat berat, batuk-batuk terutama pada malam
hari/subuh. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi, yang derajatnya
bervariasi dan bersifat reversible secara spontan maupun dengan atau tanpa
pengobatan.
WHO (2018) memperkirakan, pada tahun 2025 terdapat 300.000 jiwa
meninggal karena asma di seluruh dunia. Angka kematian akibat asma
1
sebagian besar atau 80 % justru terjadi di negara-negara berkembang.
National health interview survey di Amerika Serikat memperkirakan bahwa
setidaknya 7,5 juta orang penduduk negeri itu mengidap bronkhitis kronik,
lebih dari 2 juta orang menderita emfisema dan setidaknya 6,5 juta orang
menderita salah satu bentuk asma. Laporan organisasi kesehatan dunia WHO
(2015), menyebutkan bahwa 17,4% kematian di seluruh dunia disebabkan oleh
penyakit-penyakit paru utama dimana salah satunya adalah asma. Penyakit
asma di Indonesia termasuk dalam sepuluh besar penyakit penyebab kesakitan
dan kematian. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar/RISKESDAS (2018),
prevalensi nasional untuk penyakit asma bronchial pada semua umur adalah
(4,7) %, Pervelensi asma di Provinsi Bengkulu masih di bawah prevalensi
nasional yaitu (2.3)% . Prevalensi asma pada kelompok perempuan lebih tinggi
yaitu (2.4)% dan pada kelompok laki laki sebesar (2.3)%.( Kemenkes RI,
2018).
Berdasarkan data dari rekam medis RSHD Kota Bengkulu tahun 2019
jumlah penderita penyakit asma yaitu 33 orang pada semua umur, angka
tersebut naik ditahun 2020 yaitu 199 orang. Prevalensi asma pada kelompok
umur 35 tahun kebawah lebih tinggi yaitu 105 orang, dan pada kelompok
dengan usia 35 tahun keatas sebesar 94 orang (RSHD Kota Bengkulu, 2020).
Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan seperti berhadapan
dengan bulu binatang, uap kimia, perubahan temperature, debu, obat (aspirin,
beta-blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi sistem respirasi, asap rokok dan
stress. Asma yang berat selalu disertai dengan hipoksia. Hipoksia yang hebat
jika tidak segera ditangani dan tidak langsung diberikan oksigen pada penderita
asma dapat menyebabkan kematian (Kemenkes, 2017). Gejala asma tersebut
bertahan lama dan berdampak buruk bahkan dapat menyebabkan resiko
kematian ( Global Asthma Network, 2016).
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan,
cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi hiperreaktivitas
bronkus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma
menghasilkan imonoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada
2
reseptor dinding sel mast yang disebut sel mast tersensitisasi. Sel mast
tersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel mast yang mengalami
degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin dan
bradikinin (Price, 2005).
Penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi 2 golongan, akut dan
kronik. Asma akut adalah keadaan darurat dan membutuhkan bantuan medis
segera. Asma kronik yaitu pasien asma yang harus diupayakan untuk dapat
memahami sistem penanganan asma secara mandiri, sehingga dapat
mengetahui kondisi kronik dan variasi keadaan asma. Anti inflamasi salah satu
pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah
serangan, sedangkan Bronkodilator yaitu pengobatan saat serangan untuk
mengatasi eksaserbasi/serangan, atau dikenal pelega (Nuari, tri, dan
muhammad, 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teoritis asma?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien penderita asma?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mendeskripsikan konsep teoritis penyakit dan konsep dasar asuhan
keperawatan pada pasien asma.
2. Tujuan khusus
Melalui laporan pendahuluan ini penulis diharapkan mampu:
a. Mengetahui pengertian dari asma.
b. Mengetahui penyebab terjadinya asma.
c. Mengetahui klasifikasi asma.
d. Mengetahui Web Of Coution dari asma.
e. Mengetahui manifestasi klinis penderita asma.
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang asma.
g. Mengetahui penatalaksanaan asma.
h. Mengetahui pengkajian gawatdarurat pasien asma.
i. Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien asma.
3
j. Mengetahui intervensi keperawatan pada pasien asma.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi IGD RSUD Kepahiang
Meningkatkan pengetahuan tentang kasus gawatdarurat trauma dada
dan asuhan keperawatannya.
2. Bagi instansi pendidikan
Sebagai sumber informasi dan referensi dalam pemberian materi
tentang trauma dada dan menjadi referensi tingkatan selanjutnya dalam
membuat laporan pendahuluan pada jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Bengkulu.

3. Bagi penulis
Penulis berharap dapat memperoleh pengalaman dalam
mengimplementasikan konsep asuhan keperawatan pada pasien asma.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI


Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk
melakukan respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi
adalah untuk memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah
yang cukup untuk metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate &
Nair, 2011).

Gambar 2.1 Organ respirasi tampak depan (Tortora & Derrickson, 2014)

Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem


pernafasan bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring.
Sedangkan sistem pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru
(Peate & Nair, 2011).
a. Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama
dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian
internal. Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang
dan hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior dari
bagian eksternal hidung memiliki tiga fungsi :
1) Menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk.
2) Mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau).
5
3) Modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan
bergema.
b. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan
didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat dahak.
Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi batuk,
memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas (Peate & Nair, 2011).
c. Bronkus
bronkus kanan dan kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru
kanan dan kiri pula. Didalam masing-masing paru, bronkus terus bercabang
dan semakin sempit, pendek, dan semakin banyak jumlah cabangnya, seperti
percabangan pada pohon. Cabang terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole
(Sherwood, 2010).
d. Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga
lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua
paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi
jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis
yang disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura membatasi dinding
toraks sedangkan visceral pleura membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua
pleura terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan
antar kedua pleura sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain
saat bernafas. Cairan ini juga membantu pleura visceral dan parietal melekat
satu sama lain, seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah (Peate & Nair,
2011).
Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal. Di
bagian akhir bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara
kecil tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010). Dinding alveoli
terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel tipe I merupakan sel epitel skuamosa
6
biasa yang membentuk sebagian besar dari lapisan dinding alveolar. Sel
alveolar tipe II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada diantara sel
alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah tempat utama pertukaran gas. Sel
alveolar tipe II mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas yang
mengandung mikrofili yang mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini
mengandung surfaktan sehinggadapat menjaga permukaan antar sel tetap
lembab dan menurunkan tekanan padacairan alveolar. Surfaktan merupakan
campuran kompleks fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara ruang udara dan darah terjadi secara difusi melewati
dinding alveolar dan kapiler, dimana keduanya membentuk membran
respiratori (Tortora & Derrickson, 2014).
Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap berhubungan
yaitu respirasi seluler dan respirasi eksternal. Respirasi seluler mengacu pada
proses metabolism intraseluler yang terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal
adalah serangkaian proses yang terjadi saat pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara lingkungan eksternal dan sel-sel tubuh (Sherwood,
2014).
Menurut Peate & Nair (2011), Terdapat empat proses utama dalam proses
respirasi ini yaitu:
1) Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari paru
2) Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi
darah dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru
3) Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari paru
ke jaringan tubuh atau sebaliknya
4) Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan
karbondioksida diambil dari sel tubuh
e. Diapragma
Diafragma merupakan otot penting yang memisahkan rongga dada (berisi
organ-organ penting) dengan rongga perut. Biasanya ketika kita berbicara
mengenai diafragma, maka yang terpikirkan adalah diafragma thoraks
(Diafragma Dada). Fungsi utama diaphragma dada adalah sebagai bagian
7
dalam proses pernapasan, yaitu mengatur masuk dan keluarnya udara dari
dalam dan keluar tubuh melalui kontraksi dan relaksasinya. Diaphragma
mempunyai fungsi non-pernapasan, yaitu untuk membantu mengeluarkan
muntah yang membutuhkan peningkatan tekanan bagian rongga perut.
Diafragma merupakan sekat otot berserat yang berbentuk seperti kubah.
Permukaan atas diafragma berbentuk cembung (pada rongga dada), berbentuk
cekung pada permukaan bawah rongga perut, dan terdiri dari jaringan otot,
maka diafragma dapat melakukan kontraksi dan relaksasi.
B. KONSEP TEORI
1. Pengertian Asma
Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada jalan nafas yang
dikarakterisikkan dengan hiperresponsivitas, edema, mukosa, dan produksi
mukus. Inflamasi ini pada akhirnya berkembang menjadi episode gejala asma
yang berulang : batuk, sesak daada, mengi, dan dispnea. Pasien asma mungkin
mengalami periode bebas gejala bergantian dengan eksaserbasi akut yang
berlangsung dalam hitungan menit, jam, sampai hari ( Brunner & suddarth,
2016).
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
nafas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa batuk,sesak
nafas dan rasa berat di dada terutama pada malam atau dini hari yang
umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa pengobatan (Kemenkes
RI, 2018).
2. Etiologi Asma
Menurut Global Initiative for Asthma (2016), faktor resiko penyebab
asma dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
a. Faktor Genetik

1) Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya.

8
2) Hipereaktivitas bronkus Saluran napas sensitif terhadap berbagai
rangsangan alergen maupun iritan.
3) Jenis kelamin
Anak laki-laki sangat berisiko terkena asma. Sebelum usia 14 tahun,
prevelensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 dibanding anak
perempuan
4) Ras / etnik
5) Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Massa Index (BMI), merupakan faktor
risiko asma
b. Faktor lingkungan
Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan
kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lainlain).Alergen luar rumah
(serbuk sari, dan spora jamur).
c. Faktor lain
Alergen dari makanan, alergen obat-obatan tertentu, exerciseindused
atshma.
3. Klasifikasih Asma
Menurut Brunner dan Suddarth, (2001) berdasarkan penyebabnya, asma
bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-
obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.
b. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa
pernafasan dan emosi.
c. Asthma gabungan

9
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non alergik.
Tabel 2.1
Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis
Derajat Gejala Gejala Faal Paru
asma Malam
Intermitte Bulanan APE ≥ 80%
n 1. Gejala <1x/hari ≤ 2 kali 1. VEP1 ≥ 80% nilai
2. Tanpa gejala diluar sebulan prediksi
serangan 2. APE ≥ 80% nilai
3. Serangan singkat terbaik
3. Variabeliti APE <
20%
Persistem Mingguan APE ≥ 80%
Ringan 1. Gejala > 1 > 2 kali 1. VEP1 ≥ 80% nilai
kali/minggu, tetapi sebulan prediksi
<1x//hari 2. APE ≥ 80% nilai
2. Serangan dapat terbaik
mengganggu 3. variabeliti APE 20-
aktivitas dan tidur. 30%
Persistem Harian APE ≤ 80%
Sedang 1. gejala setiap hari >1x/mingg 1. VEP1 60-80%
2. serangan u nilai prediksi
mengganggu 2. APE 60-8-% niilai
aktivitas dan tidur terbaik
3. Membutuhkan 3. Variabeliti APE ≥
Bronkodilator setiap 30%
hari
Persistem Kontiyu APE ≤ 60%
Berat 1. gejala terus Sering 1. VEP1 ≤ 80% nilai
menurus prediksi
2. Sering kambuh 2. APE ≤ 00% nilai
3. Aktivitas fisik terbaik
terbatas 3. Variabeliti APE >
30%
Sumber : PDPI (2006)
4. Manifestasi Klinik
Menurut Brunner & Suddard (2016), menifestasi klinik asma yaitu :
a. Gejala asma yang paling umum adalah batuk (dengan atau tanpa disertai
produksi mukus),dispnea, dan mengi (pertama-tama pada
ekspirasi,kemungkinan bisa juga terjadi selama inspirasi).
10
b. Serangan asma paling sering terjadi pada malam hari atau pagi hari.
c. Esaserbasi asma sering kali didahului oleh peningkatan gejala selama
berhari-hari,namun dapat pula terjadi secara mendadak.
d. Sesak dada dan dispnea.
5. Patofisiologi
Asma disebabkan oleh hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda benda
asing luar. Asma di tandai dengan kontraksi spatic dari otot polos bronkhiolus
yang menyebabkan sukar bernapas. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi
diduga terjadi dengan cara seorang yang alergi mempunyai kecenderungan
untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan
antibody ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasi.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari
pada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi
paksa menekan bagian luar bronkiolus. karena, bronkiolus sudah tersumbat
sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal
yang menimbulkan obsruksi berat terutama selama ekspirasi.
Mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga
timbul edema mukosa, peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos
bronkiolus. Proliferasi dapat terjadi akibat sumbatan dan daya konsulidasi
pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat akibatnya
terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama
pada alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam
alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi, yang akan menyebabkan
terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam kapiler (hipoventilasi)
yang akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik (Musliha, 2010). Hal ini
dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam
pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida sehingga menyebabkan
konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan terjadilah gangguan difusi, dan
akan berlanjut menjadi gangguan perfusi dimana oksigenisasi ke jaringan
tidak memadai sehingga akan terjadi hipoksemia dan hipoksia.

11
Hipersekresi mukosa saluran pernafasan yang menghasilkan lendir
sehingga partikel-partikel kecil yang masuk bersama udara akan mudah
menempel di dinding saluran pernafasan. Hal ini lama-lama akan
mengakibatkan terjadi sumbatan sehingga ada udara yang menjebak di bagian
distal saluran nafas, maka individu akan berusaha lebih keras untuk
mengeluarkan udara tersebut. Itulah sehingga pada fase ekspirasi yang
panjang akan muncul bunyi-bunyi yang abnormal seperti mengi, dan
ronchi(Rengganis, 2008).

12
6. WOC
Bagan 2.1 WOC asma

Faktor infeksi Faktor non ifeksi


 Virus (respiratorysyntitalvitus)  Alergi
dan virus parainfluenza  Iritan
 Bakteri (perpusis dan streptoccus)  Cuaca
 Jamur (aspergilus)  Psikis

Reaksi hiperaktivitas

Antibody muncul (IgE)

Sel mast mengalami degranulasi

Mengeluarkan mediator (histamin dan bradikinin)

Edema Kontraksi otot polos bronkus

Sumbatan jalan nafas MK : Bersihan jalan


Peningkatan produksi mukus
nafas tidak efektif

Anoreksia Kesulitan bernafas

MK:Resiko Sesak nafas


MK:Pola
defisit nutrisi
nafas tidak
efektif

Hipoventilasi Hiperventilasi

Konsentrasi O2 dalam alveolus menurun Konsentrasi O2 dalam alveolus meningkat

Gangguan difusi
Gangguan difusi MK: gangguan pertukaran gas

Oksigenisasi dalam jaringan tidak memadai

Gangguan perfusi jaringan

MK: Intoleransi aktivitas

Sumber: Pearce(2013), SDKI (2016), SLKI(2018), SIKI(2018).

13
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis menurut Brunner & Suddarth (2010), yaitu:
a. Terapi farmakologis
Terdapat 2 golongan medikasi – medikasi kerja cepat dan kontrol kerja
lambat maupun produk kombinasi.
1) Agonis adrenergik –beta2 kerja-pendek.
2) Antikolinergik.
3) Kortikosterroid inhaler dosis-terukur (MDI).
4) Inhibitor pemodifikasi leukotrien / antilekotrien.
5) Metilxantin.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Ngastiyah (2005), ada beberapa pemeriksaan diagnostik bagi
para penderita asma, antara lain :
1. Uji faal paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil
provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan
penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal paru adalah peak flow meter,
caranya anak disuruh meniup flow meter beberapa kali (sebelumnya menarik
napas dalam melalui mulut kemudian menghembuskan dengan kuat) dan
dicatat hasil.
2. Foto toraks
Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru berkunjung pertama
kali di poliklinik, untuk menyingkirkan kemungkinan ada penyakit lain. Pada
pasien asma yang telah kronik akan terlihat jelas adanya kelainan berupa
hiperinflasi dan atelektasis.
3. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umum nya normal akan tetapi terdapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia atau asidosis. Kadang pada darah terdapat
peningkatan darah. SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit
kadang-kadang di atas 15.000/mm3 yang memdakan terdapatnya suatu

14
infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjdi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada wakru bebas dari serangan.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan mengalami hal- hal
berikut:
1) Kristal-kristak charcot leyden yang merupakan degraknulasi dari Kristal
eosinophil.
2) Spiral curhman, yakni yang merupakan cast cell atau sel cetakan
cabang bronkus.
3) Creole yang merupakan fagmen dari epitel bronkus
4) Netrofil dan eosinophil yang terdapat pada sputum umumnya bersifat
mukoid dengan viskosita yang tinggi
5) dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umum nya normal akan tetapi terdapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia atau asidosis. Kadang pada darah terdapat
peningkatan darah. SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit
kadang-kadang di atas 15.000/mm3 yang memdakan terdapatnya suatu
infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjdi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada wakru bebas dari serangan
C. Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
1. Airway
a) Kaji dan pertahankan jalan napas
b) Lakukan head tilt, chin lift jika perlu
c) Gunakan bantuan untuk memperbaiki jalan napas jika perlu
d) Pertimbangkan untuk di rujuk ke anesthetist untuk dilakukan
intubasi jika tidak mampu untuk menjaga jalan napas atau pasien
dalam kondisi terancam kehidupannya atau pada asthma akut berat
15
e) Jika pasien menunjukan gejala yang mengancam kehidupan,
yakinkan mendapat pertolongan medis secepatnya.
2. Breathing
a) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, dengan
tujuan mempertahankan saturasi oksigen >92%
b) Berikan aliran oksigen tinggi melalui non re-breath mask
c) Pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask-ventilation
d) Ambil darah untuk pemeriksaan arterial blood gases untuk menkaji
PaO2 dan PaCO2
e) Kaji respiratory rate
f) Jika pasien mampu, rekam Peak Expiratory Flow dan
dokumentasikan
g) Periksa system pernapasan – cari tanda:
1) Cyanosis
2) Deviasi trachea
3) Kesimetrisan pergerakan dada
4) Retraksi dinding dada
a) Dengarkan adanya:
1) wheezing
2) pengurangan aliran udara masuk
3) silent chest
a. Berikan nebuliser bronchodilator melalui oksigen – salbuta
Berikan prednisolon 40 mg per oral atau hydrocortisone 100 mg IV setiap
6 jam
c. Lakukan thorak photo untuk mengetahui adanya pneumothorak
3. Circulation/Sirkulasi
a. Kaji denyut jantung dan rhytme
b. Catat tekanan darah
c. Lakukan EKG
d. Berikan akses IV dan pertimbangkan pemberian magnesium sulphat 2
gram dalam 20 menit
16
e. Kaji intake output
f. Jika potassium rendah makan berikan potassium
4. Disability
a. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. Penurunan tingkat kesadaran merupakan tanda ekstrim pertama dan
pasien
membutuhkan pertolongan di ruang Intesnsive
5. Exposure
a. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan bronchitis
b. .jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik lainnya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresi yang tertahan
2. Pola napas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas
3. Ganguan pertukaran gas b/d ketidak seimbangan ventilasi perfusi
DX 1 :
1. Amankan pasien ke tempat yang aman R/ lokasi yang luas
memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien
2. Kaji tingkat kesadaran pasien R/ dengan melihat, mendengar, dan
merasakan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kesadaran
pasien
3. Segera minta pertolongan R/ bantuan segera dari rumah sakit
memungkinkan pertolongan yang lebih intensif
4. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut
pasien R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui
adanya penumpukan secret
5. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan
pasien setengah telungkup dan membuka mulutnya R/
memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas

17
9DX 2 :
1. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien R/ mengetahui tingkat usaha
napas pasien
2. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung
pasien serta pipi ke mulut pasien R/ mengetahui masih adanya
usaha napas pasien Pantau ekspansi dada pasien R/ mengetahui
masih adanya pengembangan dada pasien
DX 3 :
1. Pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh
nadi jugularis
2. Kaji adanya tanda-tanda sianosis

18
3. Intervensi keperawatan

NO Diagnosa keperawatan Tujuan/kriteria hasil Tindakan keperawatan


(SLKI) (SIKI)
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Setelah dilakukan asuhan SIKI: Penghisapan jalan nafas
sekresi yang tertahan keperawatan selama….. x… jam, 1. Indentifikasi kebutuhan dilakukan
Gejala & tanda mayor: maka diharapkan: penghisapan
Subjektif: SLKI: bersihan jalan nafas 2. Aukultasi suara nafas sebelum dan
 Tidak tersedia  Dipertahankan pada level… setelah melakukan penghisapan
 Ditingkatkan pada level… 3. Gunakan teknik aseptic
Objektif: Level: 4. Gunakan teknik penghisapan tertutup
 Batuk tidak efektif  1= Meningkat 5. Lakukan kultur dan uji sensitifitas
 Tidak mampu batuk  2= Cukup meningkat secret, jika perlu
 Sputum berlebihan  3= Sedang
 Mengi, wheezing dan/atau  4= Cukup menurun
ronkhi kering  5= menurun
 Mekonium di jalan napas (pada Kriteria hasil
neonates) 1. Dispnea 1/2/3/4/5
2. Bunyi nafas tambahan 1/2/3/4/5
Gejala & tanda minor: 3. Pusing 1/2/3/4/5
Subjektif: 4. Gelisah 1/2/3/4/5
 Dispnea 5. Nafas cuping hidung 1/2/3/4/5
 Sulit bicara
 Ortopnea

Objektif:
 Gelisah
 Sianosis
 Bunyi napas menurun

19
 Frekuensi nafas berubah
 Pola napas berubah
2 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan SIKI: Dukungan ventilasi
Data Mayor keperawatan selama….. x… jam, 1. Indentifikasi adanya kelelahan otot
Subjektif: maka diharapkan: bantu nafas
 Dispnea SLKI: tingkat nyeri 2. Indentifikasi efek perubahan posisi
Objektif  Dipertahankan pada level… terhadap status pernafasan
 Penggunaan otot bantu  Ditingkatkan pada level… 3. Pertahankan kepatenan jalan nafas
pernafasan Level: 4. Berikan posisi semi fowler
 Fase ekspirasi memanjang  1= Memburuk 5. Berukan oksigen sesuai kebutuhan
 Pola nafas abnormal  2= Cukup memburuk
Data minor  3= Sedang
Subjektif:
 4= Cukup membaik
 (tidak tersedia)
 5= membaik
Objektif:
Kriteria hasil
 Pemapasan pulsed-lip 1. Pola napas 1/2/3/4/5
 Pemasangan cuping hidung 2. Tekanan darah1/2/3/4/5
 Diameter toraks anterior 3. Tekanan nadi 1/2/3/4/5
posterior meningkat 4. Keluhan nyeri1/2/3/4/5
 Ventilasi semenit menurun
 Kapasitas vital menurun
 Tekanan expirasi menurun
 Tekanan insfirasi menurun
 Eksrusi dada berubah
3 Ganguan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan SIKI: Terafi oksigen
keperawatan selama….. x… jam, 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
Gejala & tanda mayor: maka diharapkan: 2. Monitor posisi alat terafi oksigen
Subjektif: SLKI: Pertukaran gas 3. Monitor tanda tanda hipoventilasi
 Dispnea 4. Berikan oksigen tambahan
 Ditingkatkan pada level… 5. Pertahankan kepatenan jalan nafas

20
 Dipertahankan pada level…
Objektif:
 PCO2 meningkat/menurun Level:
 PO2 menurun  1 = Meningkat
 Takikardi  2 = Cukup meningkat
 Ph Ateri meningkat menurun  3 = Sedang
 Bunyi nafas tambahan  4 = Cukup menurun
 5= Menurun
Gejala & tanda minor:
Subjektif: Dengan kriteria hasil:
 Pusing penglihatan kabur 1. pusing 1/2/3/4/5
 Penglihatan kabur 2. penglihatan kabur 1/2/3/4/5
3. takikardi 1/2/3/4/5
Objektif: 4. pco2 1/2/3/4/5
 Sianosi Diaforesis 5. Nafas cuping hidung 1/2/3/4/5
 Gelisah
 Nafas cuping hidung
 Pola nafas abnormal
 Warna kulit abnormal
 Kesadaran menurun

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asma adalah suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang
trakeobronkial terhadap berbagai rangasangan yang akan
menimbulkanobstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan(mengi dan sesak).
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi. Dan
sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas, seperti rasa berat
didada, dan pada asma alergi mungkin disertai pilek atau bersin, Meskipun
pada mulanya batuk tanpa disertai sekret. tetapi pada perkembangan
selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih
kadang-kadang
purulent.
B. Saran
Penulis mengetahui bahwa laporan pendahuluan ini jauh dari kata
sempurna sehingga penulis mengharapkan saran atau kritik yang
membangun dari pembaca sehingga laporan pendahuluan ini bisa mendekati
kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna
evaluasi untuk menyempurnakan laporan pendahuluan tentang Asma ini.

DAFTAR PUSTAKA

22
Arifuddin,A., Muh,JR., Nur,NH.(2019).Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Asma Di Wilayah Kerja Puskesmas Singani Kota Palu.Jurnal
Kesehatan Tadukaro Vol.5.No 1, januari 2019:1-62.Palu:FKM UNTAD.
Brunner & Suddarth (2001).Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2.Jakarta
EGC.
Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th
Edition. China : LWW.
Kementrian Kesehatan RI.(2013).You Can Your Control Ashma.InfoDatin Pusat
Data Dan Informasi ISSN 2442-7659. Jakarta:Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI.(2018). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:Kementrian
Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI.(2017). Profil Kesehatan Indonesia.Jakarta:Kemenkes
RI.
Menteri Kesehatan RI.Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit
Asma.Jakarta:Menkes RI.
Musliha.(2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.
Ngastiyah.(2005). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC
Price, S.A & Wilson, L.M.(2005). Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta: EGC
RSHD Kota Bengkulu.(2020).medical Record RSHD Kota
Bengkulu.Bengkulu:RSHD Kota Bengkulu.
Tortorra & Derrickson.(2014).Sanders Essential Of Anatomy And
Phisiology.Edisi 13th..Jakarta:EGC
WHO (World Health Organizatin).(2014).Cronic Respiratory Disease,Retrieved.
WHO (World Health Organizatin).(2016). Asthma Fact Sheets.

23

Anda mungkin juga menyukai