Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.Proses penuaan adalah
siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya berbagai
fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap
berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada
sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin
dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia
sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ (Fatmah, 2010).
Jumlah proporsi lansia di Indonesia juga bertambah setiap tahunnya.
Di Indonesia jumlah lansia pada tahun 2000 sekitar 15 juta jiwa atau 7,2% dari
total populasi,tahun 2006 jumlah lansia meningkat menjadi 19 juta jiwa atau
8,5% dari total populasi,tahun 2010 jumlah lansia meningkat menjadi 24 juta
jiwa atau 9,7%, tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa (9,3%), dipredeksi tahun
2021 meningkat menjadi (27,08) jiwa, tahun 2025 (33,69) juta jiwa, tahun
2035 (48,19) juta jiwa . Hal ini menunjukkan bahwa jumlah lansia meningkat
secara konsisten dari waktu ke waktu, ((Riskesdas,2017) dan Kemenkes RI
2017).
Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk
akan berpengaruh pada peningkatan UHH di Indonesia. Berdasarkan laporan
Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-2005 UHH adalah 66,4
tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini
akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan UHH menjadi 77,6
tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). Begitu
2

pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan UHH.
Pada tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase
populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada
tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun
2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%)
(Kemenkes RI 2017).
Kualitas tidur yang buruk dalam hal ini masih belum menjadi
sorotan masyarakat luas sebagai sesuatu yang serius. Namun bagi orang-orang
atau lansia khususnya yang menyatakan bahwa tidur itu merupakan kewajiban,
mereka pasti akan mengeluhkan bahwa kondisi sulit tidur merupakan masalah
yang sangat berat (Damayanti, 2011).
Masyarakat saat ini belum terlalu mengenal masalah gangguan tidur
terutama kualitas tidur yang seharusnya, sehingga untuk sekarang ini mereka
jarang melakukan pengobatan untuk mengatasinya. Padahal kualitas tidur
yang buruk tersebut secara tidak langsung membuat banyak orang
mengalami kecelakaan dan bahkan sampai kehilangan nyawanya. (Amir,
2007).

Menurut Stanley dan Beare (2007) terdapat perubahan-perubahan pada


lansia yang sangat berpengaruh pada seluruh sistem tubuhnya, yaitu
perubahan sistem panca indera, sistem integumen, sistem muskuloskeletal,
sistem neurologis, sistem kardiovaskuler, sistem pulmonal, sistem endokrin,
sistem renal dan urinaria serta perubahan psikologis. Namun ada salah satu
perubahan pada lansia yang sangat berpengaruh pada kondisi fisiknya
tersebut, yaitu perubahan kualitas tidur. Perubahan kualitas tidur pada lansia
disebabkan oleh kemampuan fisik lansia yang semakin menurun. Penurunan
kemampuan fisik mengakibatkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh
turut terpengaruh (Prasadja, 2009).

Menurut National Sleep Foundation sekitar 67% dari 1.508 lansia di


Amerika usia 60 tahun keatas mengatakan bahwa mereka mengalami
gangguan tidur sebanyak 7,3 %, lansia mengeluhkan gangguan memulai dan
3

mempertahankan tidur atau sering disebut sebagai insomnia (Breus, 2007).


Diperkirakan bahwa sejumlah 54% wanita Taiwan yang berusia tua atau
lansia memiliki kualitas tidur yang buruk, dan padahal kualitas tidur bagi
mereka merupakan masalah kesehatan yang penting (Blay et al., 2008; Yao
et al., 2008).

Menurut (Amir, 2007), setiap tahun di Indonesia banyak lansia yang


melaporkan mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan tidur yang cukup
meningkat yaitu sekitar 76%. Kelompok lansia mengeluh mengalami sulit
tidur sebanyak 40%, sering terbangun pada malam hari sebanyak 30% dan
sisanya gangguan pemenuhan kebutuhan tidur lain.

Tanda dan gejala gangguan tidur yang sering dialami lansia meliputi
sering terbangun pada malam hari menjelang dini hari dan sulit untuk
memulai tidur, memiliki rasa lemas, lelah, gangguan mood, kurang
konsentrasi, ketidakstabilan tanda-tanda vital serta kerentanan terhadap
penyakit (Maryam, 2012).

Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian Parera (2015) dimana


lansia cenderung terbangun lebih dari 4 kali pada malam hari mencapai
67%. Dan hasil penelitian Sumantrie (2015) bahwa 23% lansia sering
bangun terlalu cepat dipagi hari. Keadaan ini, akan semakin mengganggu
keadaan fisik dan psikologis lansia akibat tidak terpenuhinya kebutuhan
tidur yang maksimal.

Gangguan tidur pada lansia dapat menyebabkan dampak yang cukup


berat, sehingga mengakibatkan kondisi mudah marah, depresi, kelelahan,
pusing, cemas, serta stres yang dapat mengakibatkan bunuh diri (Siregar,
2011). Teori ini didukung oleh hasil penelitian Dahroni (2017) bahwa
frekuensi stres berat pada lansia menyebabkan gangguan kualitas tidur
14,9% dan stress emosi sedang adalah 25,7%. Penelitian lain oleh
Hermayudi (2012) bahwa lansia yang mengalami depresi sedang 62,2%
dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan tidur. Oleh sebab itu, perlu
4

adanya upaya penanganan dalam mengurangi dampak gangguan tidur yang


dialami lansia.

Minyak aroma terapi sereh merupakan salah satu terapi komplementer


yang juga dapat digunakan dalam mengatasi gangguan tidur (Kaina, 2006).
Sereh merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang mempunyai
kandungan utama minyak asitri, yang terdiri dari sitrat, sitroneral, linalool,
geraniol, sitronelal, dan farsenol, yang memiliki efek menenangkan,
menyeimbangkan, stimulansia, antidepresan dan efek vasodilator dari sereh
dapat membantu peningkatan kualitas tidur (Price, 2007).

Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Triyadini (2010)


bahwa sebelum dilakukan terapi massage punggung dengan sereh 66,67%
lansia menderita insomnia sedang, namun setelah pemberian terapi massage
backrub menjadi 40,8%. Hasil penelitian Setiawan (2017) bahwa kualitas
tidur lansia sebelum pemberian massage backrub adalah 11,80% dan setelah
pemberian terapi menurun menjadi 7,60%. Dari beberapa hasil penelitian
diatas dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian terapi massage backrub
dengan minyah sereh pada lansia dengan masalah gangguan tidur dapat
membantu meningkatkan kualitas tidur yang efektif.

Backrub merupakan suatu tindakan/proses masase bagian punggung


untuk mengurangi nyeri dan merelaksasi otot akibat stress. (Noonan, 2006).
Backrub dilakukan dengan menggunakan telapak tangan dengan gerakan
memutar di area punggung mulai dari area sakralis menuju ke pusat
punggung kemudian ke scapula, gerakan telapak tangan dengan lembut dan
tekanan berkelanjutan. (Kozier,dkk, 2011). Backrub dapat dilaksanakan 3
kali sehari pada jam 10.00, jam 15.00 dan jam 19.00 dengan waktu setiap
sesi 15-20 menit. Dimana backrub ini dilakukan pada hari ke dua sampai
hari ke empat hospitalisasi. (Jalalodini, dkk, 2016).

Backrub sangat efektif untuk mengatasi stress fisiologis dan psikologis


dengan merangsang penurunan kadar kortisol (hormone yang berperan dalan
kondisi stress) dan meningkatkan aliran darah, menghilangkan tekanan pada
5

otot serta meningkatkan rangsang saraf.(Nagata, 2015). Dan membantu


stimulasi serotonin dalam merangsang sekresi melantonin yang berperan
dalam proses tidur. (Wild, 2013).

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk


melakukan analisa “Penerapan Terapi backrub dengan minyak sereh
(lemongrass oil) pada lansia dengan Insomia di panti sosial tresna werdha
kota Bengkulu Tahun 2021.”

B. TUJUAN
1) Tujuan Umum
Mendeskripsikan pemberian terapi backrub dengan minyak sereh
(lemongrass oil) pada lansia dengan insomnia di Panti Sosial Tresna
Werdha Provinsi Bengkulu tahun 2021.

2) Tujuan Khusus
a. Dideskripsikan karakteristik pemberian terapi backrub dengan
minyak sereh (lemongrass oil) pada lansia dengan insomnia di
Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Bengkulu tahun 2021.
b. Dideskripsikan fase prainteraksi pemberian terapi backrub
dengan minyak sereh (lemongrass oil) pada lansia dengan
insomia di Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Bengkulu
tahun 2021.
c. Dideskripsikan fase orientasil pemberian terapi backrub dengan
minyak sereh (lemongrass oil) pada lansia dengan insomnia di
Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Bengkulu tahun 2021.
d. Dideskripsikan fase interaksi pemberian terapi backrub dengan
minyak sereh (lemongrass oil) pada lansia dengan insomnia di
Panti Sosial Tresna Werdha Provinsi Bengkulu tahun 2021.
C. Dideskripsikan fase terminasi pemberian terapi backrub dengan minyak
sereh (lemongrass oil) pada lansia dengan insomnia di Panti Sosial Tresna
Werdha Provinsi Bengkulu tahun 2021.
6

D. Batasan Masalah
Karya tulis ilmiah ini terarah pada kasus yang dituju, batasan
masalah yang penlis angkat dalam karya tulis ilmiah ini adalah asuhan
keperawatan yang berfokus pemberian terapi backrub dengan minyak
sereh (lemongrass oil) pada lansia dengan insomnia di Panti Sosial Tresna
Werdha Provinsi Bengkulu tahun 2021.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tambahan
tentang penerapan pemberian terapi backrub dengan minyak sereh
(lemongrass oil) pada lansia dengan insomnia berdasarkan Evidence Base
Practice in Nursing (EBPN) kepada pelayanan kesehatan , sebagai masukan
dan evaluasi yang diperkenalkan dalam praktek pelayanan keperawatan
ganguan tidur (Insomnia).
2. Bagi Akademik
Laporan Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menjadi referensi
dalam pengembangan asuhan keperawatan lansia bagi mahasiswa
selanjutnya yang tertarik untuk menulis tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan mengalami ganguan tidur (Insomnia).

3. Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk melakukan penelitian
yang serupa dengan kasus yang lain maupun dengan kasus yang sama yaitu
Insomia.selain itu,diharapkan dimasa mendatang akan banyak mahasiswa
ataupun tenaga keperawatan yang akan membuat jurnal keperawatan
berdasarkan pengalaman praktiknya dalam memberikan penerapan terapi
backrub dengan minyak sereh (lemongrass oil) pada lansia dengan
insomnia.
7
8

Anda mungkin juga menyukai