Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

Konsep Anak Sakit: Berbagai Penyakit dan Masalah Kesehatan


yang Sering Terjadi pada Anak: Asma

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 1

AUFIYAH NUR AZIZAH : P07220121004

EVI NOVITA SARI : P07220121013

MONICA APRILIYA YOLANDA : P07221021021

RIANSYAH NUR : P07220121036

Dosen Pembimbing: Dr. Diane Supit, Sp. A.

Kelas: II. A

PRODI D3 KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


KALIMANTAN TIMUR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Konsep Anak Sakit:
Berbagai Penyakit dan Masalah Kesehatan yang Sering Terjadi pada Anak: Asma ”. Makalah
ini ditulis sebagai tugas mata kuliah keperawatan anak di D3 Keperawatan di Poltekkes
Kemenkes Kaltim. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Samarinda, 09 Februari 2023

Kelompok 1

ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................................1
1. Latar Belakang...........................................................................................................................1
2. Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
3. Tujuan........................................................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................................4
A. Konsep Sehat dan Sakit..................................................................................................................4
1. Konsep Sehat.............................................................................................................................4
2. Sakit...........................................................................................................................................5
3. Perilaku Sehat..........................................................................................................................11
4. Health Seeking Behavior..........................................................................................................13
B. Konsep Dasar Asma.....................................................................................................................17
1. Pengertian Asma......................................................................................................................17
2. Anatomi Sistem Pernafasan.....................................................................................................17
3. Fisiologi Sistem Pernafasan......................................................................................................20
4. Etiologi Asma...........................................................................................................................21
5. Patofisiologi Asma...................................................................................................................21
6. Klasifikasi Asma........................................................................................................................24
7. Manifestasi Klinis Asma...........................................................................................................26
8. Komplikasi Asma......................................................................................................................26
9. Penatalaksanaan Asma............................................................................................................27
10. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................27
C. Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Asma..............................................................................29

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyakit asma merupakan gangguan inflamasi kronis dijalan napas akibat

adanya inflamasi atau pembengkakan dinding dalam saluran napas. Akibatnya

saluran napas menyempit, dan jumlah udara yang masuk ke dalam paru berkurang.

Hal ini menyebabkan timbulnya napas berbunyi (wheezing), batuk-batuk, dada

sesak, dan gangguan bernapas (Soedarto, 2012).

Penyakit asma merupakan masalah kesehatan dunia yang terjangkit di negara

maju dan juga di negara berkembang. Menurut data dari WHO diperkirakan

sebanyak 300 juta orang di dunia terkena penyakit asma. Terdapat sekitar 250.000

kematian yang disebabkan oleh serangan asma setiap tahunnya, dengan jumlah

terbanyak di negara dengan ekonomi rendah-sedang. Prevalensi asma terus

mengalami peningkatan terutama di negara-negara berkembang akibat perubahan

gaya hidup dan peningkatan polusi udara (Ditjen Yankes, 2018). Survei

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2018 mencatat 57,5% orang

terkena penyakit asma di daerah Jawa Barat (RISKESDAS, 2018).

Penyakit asma salah satu penyebab kematian dikarenakan kontrol asma yang

kurang atau kontrol asma yang buruk (Depkes, 2015). Penyakit asma tidak bisa

disembuhkan, akan tetapi dengan penanganan yang tepat asma dapat terkontrol

sehingga kualitas hidup penderita dapat terjaga. Gejala klinis asma yang khas

adalah sesak napas yang berulang dan suara mengi (wheezing) akan tetapi gejala ini

bervariasi pada setiap individu, berdasarkan tingkat keparahan dan frekuensi

kekambuhannya (WHO, 2016).

1
Masalah keperawatan yang lazim muncul pada pasien asma seperti

ketidakefektifan pola nafas, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, penurunan curah

jantung, gangguan pertukaran gas, nutrisi kurang dari kebutuhan dan intoleransi

aktifitas. Ketidakefektifan pola nafas dapat disebabkan oleh peningkatan kerja otot

pernafasan (Nurarif dan Kusuma, 2015). Dalam hal ini perawat sebagai pemberi

asuhan keperawatan melalui tindakan mandiri dan kolaboratif, memfasilitasi pasien

untuk menyelesaikan masalah keperawatan dengan memberikan intervensi.

Intervensi yang diberikan berupa latihan nafas dalam (pernafasan buteyko) (Juwita

& Permata Sary, 2019) monitor tanda tanda vital, auskultasi bunyi napas,evaluasi

ada nyeri dada, kaji faktor yang menimbulkan keletihan, jelaskan semua prosedur

dan apa yang dirasakan selama prosedur, dan kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian oksigen.

Perawat sebagai tenaga kesehatan dapat memberikan kontribusi dalam

penanganan asma sesuai dengan perannya. Peran perawat tersebut sebagai pemberi

asuhan keperawatan secara komprehensif dengan memberikan terapi farmakologi

maupun non farmakologi. Dalam melakukan penanganan pola nafas tidak efektif

secara non farmakologi sangat efektif untuk memudahkan klien asma dalam

mengatur nafas. Peran perawat juga sangat dominan dalam melalukan latihan nafas

dalam (teknik buteyko) yang dapat merelaksasikan otot pernafasan klien asma.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang diuraikan diatas maka rumusan masalah
pada pembuatan makalah ini adalah bagaimana ketepatan menjelaskan beerbagai
penyakit dan masalah kesehatan yang sering terjadi pada anak khususnya penyakit
asma

2
3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Secara umum pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami
Konsep Anak Sakit: Berbagai Penyakit dan Masalah Kesehatan yang Sering
Terjadi pada Anak: Asma
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menguasai konsep asuhan keperawatan pada anak sakit:
minimalisasi dampak hospitalisasi/TAB
b. Mahasiswa mampu mendiskusikan konsep anak sakit dari buku ajar dan
sumber online tentang berbagai penyakit dan masalah kesehatan yang sering
terjadi pada anak.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Sehat dan Sakit

1. Konsep Sehat
Pepatah terkenal mengatakan “Mensana in Corporesano” yang artinya di
dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Pernyataan tersebut sudah
sejak lama dikenal oleh banyak orang. Kebenaran bahwa dalam tubuh sehat
memang terdapat jiwa yang kuat, sehingga orang rutin melakukan olah raga
agar memiliki tubuh yang sehat dan bugar. Tubuh yang sehat akan membuat
kita dapat melakukan kegiatan seharI-hari dengan baik, bersemangat, tidak
mudah lelah, dan tidak mudah terserang penyakit. Selain itu, di dalam tubuh
yang sehat, terdapat psikis atau jiwa yang sehat pula, selalu berprasangka baik,
mampu mengelola setiap emosi dengan baik pula. Semua tercermin dalam
menjalani kehidupan ini, seseorang melaluinya dengan tenang dan bahagia
apapun kondisinya.
Upaya mencapai kedamaian dengan diri sendiri merupakan suatu perjalanan
panjang. Memiliki kondisi sehat adalah sebuah upaya. Hal itu bisa dilakukan
oleh individu sendiri maupun bantuan orang lain yang memiliki kepedulian
terhadap sesama. Keyakinan akan sehat timbul pada setiap diri individu.
Seseorang merasa dirinya sehat akan tampak dari raut wajah dan semangatnya
dalam menghadapi kehidupan dan setiap permasalahan yang dihadapi. Raut
wajah yang segar, tegar, dan kuat sering kali ditampakkan badan diri
seseorang yang merasa sehat. Keyakinan ini sangat penting, sebagai bentuk
prasangka baik terhadap diri atas karunia Tuhan kepadanya.
Sehat adalah keadaan tubuh yang normal baik jasmani, rohani, dan sosial,
tidak terbatas dari suatu penyakit dan ketidakmampuan atau kecacatan
menurut WHO. UU No.36 tahun 2009, yang dimaksud kesehatan dimana
kondisi baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial dimana setiap orang
mampu hidup produktif baik sosial maupun ekonominya.
Ada pandangan bahwa tolok ukur yang digunakan untuk menetapkan
apakah seseorang sehat, haruslah berdasarkan kajian yang dilakukan oleh
profesional (Yuliandari, 2018: 20). Namun, ada juga pandangan bahwa
keyakinan sehat bergantung dari persepsi seseorang akan kondisi dirinya.

4
Berbicara tentang sehat yang berkaitan dengan kesehatan manusia
melibatkan dua aspek, yaitu aspek psikologi dan aspek psikososial. Karena
manusia adalah individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Konsep sehat
sangat berhubungan dengan sikap, nilai, perilaku yang berkembang. Sehat
merupakan tanggungjawab diri sendiri, sehingga pilihan akan makna sehat
yang sesungguhnya bergantung pada pandangan dan cara memperoleh
kesehatan setiap individu.
Menurut John Wayne (dalam Yuliandari, 2018: 24) bahwa ada 6 parameter
kesehatan, yaitu : 1) fungsi fisik, orang sehat tidak mengalami gangguan fisik,
2) kesehatan mental, dimana perasaan nyaman, mampu mengontrol emosi diri,
perilaku positif, 3) sosial well-being, hubungan interpersonal aktif, 4) fungsi
peran, tidak mengalami gangguan hubungan dengan sesama, 5) persepsi
umum, pandangan diri tentang kesehatan pribadi, 6) symtom-symtom, tidak
ada gangguan fisiologi maupun psikologi. Sehingga dari keenam parameter
tersebut saling berkaitan. Difinisi sehat yang di kemukakan oleh WHO:
a. Merekflesikan perhatian pada manusia.

b. Sehat dari sudut pandang lingkungan dari dalam dan luar.

c. Pemaknaan sehat sebagai pola hidup aktif berkarya dan berproduksi.

Dari beberapa pernyataan tentang keyakinan konsep sehat, maka dapat


penulis simpulkan bahwa konsep sehat adalah suatu keadaan/kondisi fisik
yang lengkap dan normal, dan kondisi mental serta sosial yang baik tanpa
gangguan yang berarti, sehingga akan menimbulkan kebahagian bagi diri
orang tersebut. orang sehat akan mampu menjalani aktivitas kehidupan dengan
baik.

2. Sakit
a. Pengertian Sakit
Kata penyakit dan sakit adalah dua kondisi yang berbeda, namun
penggunaannya sering tertukar. Kata sakit identik dengan sesuatu yang tidak
beres atau abnormal. Perlu kita bedakan orang yang sakit (gangguan
fisiologis/tubuh) dengan orang yang bermasalah. Penyakit adalah merupakan
istilah medis yang di gambarkan sebagai gangguan dalam fungsi tubuh yang

5
menghasilkan berkurangnya kapasitas. Penyakit terjadi saat tubuh tidak
seimbang serta keadaan yang tidak normal.
Menurut Hidayah (2014) sakit adalah suatu keadaan dimana emosional,
fisik, sosial, intelektual, perkembangan, atau seseorang terganggu atau
berkurang, bukan hanya kondisi terjadinya proses penyakit.
Secara umumnya dinyatakan terkena suatu penyakit apabila sudah
menimbulkan perubahan fungsi tubuh yang tidak semestinya dan keluhan lain
yang menyebabkan munculnya tanda atau gejala. Perwujudan penyakit dapat
meliputi hipofungsi (seperti konstipasi), hiperfungsi (seperti peningkatan
produksi lendir) atau peningkatan fungsi mekanis (seperti kejang).
Ada dua jeins penyakit, yaitu kronis dan tidak kronis. Dikatakan kronis
bila gangguan kesehatan berlangsung lama, kebanyakan disebabkan oleh gaya
hidup yang tidak sehat. Apabila sudah terlanjur parah, bisa berujung kematian.
Biasanya menyerang usia produktif, yaitu diantara usia 25-50 tahun.
Hipertensi, stroke , diabetes, kanker, bahkan penyakit jantung yang rawan
menyerang usia produktif di karenakan pola hidup yang tidak sehat, seperti
merokok, obesitas, kurang aktif bergerak, dan pengelolahan stress yang buruk
merupakan beberapa penyebab seseorang menderita penyakit kronis di usia
muda.
Dari beberapa definisi sakit di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa
sakit adalah suatu kondisi tidak nyaman, adanya ketidaknormalan atau
gangguan pada sistem metabolisme tubuh, gangguan pada pola pikir atau
perasaan yang tidak nyaman atau yang berkaitan dengan psikologi seseorang,
sehingga akan berpengaruh pada terganggunya proses menjalani
kehidupannya.
Dari beberapa uaraian di atas, maka kita sangat perlu menjaga asupan
makanan dan minuman yang kita konsumsi, Tuhan menyediakan begitu
banyak makanan dan minuman yang berasala dari tanaman dan binatang yang
halal dan baik untuk menjaga tubuh kita tetap sehat. Pola dan gaya hidup sehat
dengan menjauhi makanan dan minuman yang berbahaya dan rajin
berolahraga menjadikan sistem kekebalan tubuh kita juga akan baik.
b. Penyakit Jantung
Berdasarkan data Kementrian kesehatan RI, Penyakit Tidak Menular
(PTM) menyumbangkan 63% sebagai penyebab kematian setiap tahunnya. 9

6
juta dari 36 juta kematian karena penyakit tidak menular terjadi meninggal
sebelum usia 60 tahun. Ironisnya hal itu 90% terjadi pada negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Sedangkan penyakit tidak menular
penyumbang terbesar adalah penyakit jantung.
Penyumbatan pembuluh darah adalah faktor penyebab penyakit jantung.
Ada banyak macam penyakit kardiovaskuler, tetapi yang paling umum dan
paling terkenal adalah penyakit jantung koroner dan stroke. Faktor resiko
terbagi menjadi resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat
dimodifikasi. Faktor yang dapat dimodifikasi contohnya, hipertensi, diabetes
melitus, dislipidemia, kurang aktivitas fisik, diet tidak sehat, stres. Sedangkan
faktor resiko yang tidak dimodifikasi antara lain: riwayat keluarga, umur, jenis
kelamin, dan obesitas.
Timbulnya penyakit jantung didasari oleh beberapa faktor resiko .
Menurut ahli penyait jantung (Soesetyo, 2003: 122), faktor resiko penyakit
jantung koroner dibagi menjadi dua kelompok, yaitu faktor mayor dan minor.
Yang termasuk faktor resiko mayor antara lain: hiperkolesterolema, hipertensi,
merokok, diabetes melitus, genetik/ riwayat keluarga. Sedangkan faktor resiko
minor, antara lain: laki-laki, obesitas, stress, kurang olah raga, menopouse, dan
lain-lain.
Penyumbatan yang mencegah darah mengalir ke jantung atau otak akan
mengakibatkan serangan jantung. Hal itu terjadi karena adanya timbunan
lemak pada dinding pembuluh darah, sehingga suplai darah ke hati atau otak
terhambat. Upaya mengenali tanda-tanda serangan jantung sebagai antisipasi
kemungkinan terjadinya serangan berkelanjutan dirasakan sangat perlu.
Pasien penderita penyakit jantung dalam upaya meningkatkan
kesehatannya, pasien harus menerapkan pola hidup sehat seperti
makanmakanan yang bergizi, olahraga teratur, istirahat tepat waktu,
menghidari merokok atau asap rokok. Selain itu juga menjalani sejumlah
pengobatan medis yang harus ditaati.
Menurut Claude Bernard (dalam Soesetyo, 2003: 172) stres merupakan
faktor utama penyebab kekambuhan pada pasien penderita gangguan pada
jantung. Kondisi ini mengakibatkan penggumpalan darah yang menyumbat
arteri. Oleh karena itu, seseorang yang menderita penyakit jantung di harapkan
dapat mengontrol emosi dengan baik, dikarenakan stress yang berkepanjangan

7
akan memperberat kinerja jantung. Semua akan beresiko serangan jantung
lebih besar dari pada seseorang pasien yang mampu mengelolah emosinya
dengan baik,maka penderita penyakit jantung harus dapat menghidari stress
dan lebih rileks saat beraktivitas.
Gejala yang sering di temui oleh penderita jantung adalah sebagai berikut
(Soesetyo, 2003: 130):
 Nyeri dada
 Sesak nafas ( terutama saat beraktivitas atau ketika berbaring datar).
 Rasa pegal pada pergelangan tangan dan jari.
 Disertai mual, muntah, badan lemas,, pusing, berdebar, dan keringat
dingin
Gejala yang timbul pada pasien jantung berbeda-beda. Ada orang yang
hampir tidak memiliki gejala sama sekali atau yang hanya merasakan gejala
ringan selama beberapa tahun. Namun, akibat sesak nafas yang semakin
memburuk maka pembengkakan jantung berada pada level parah.
c. Hubungan Stres Dengan Penyakit
Setiap manusia yang hidup di dunia ini tidak akan terlepas dari suatu
permasalahan. Selalu saja akan ada peristiwa atau kondisi dimana harapan
dan impian tidak seindah kenyataan yang harus dilalui. Hal itu yang
membuat diri kita merasakan stres, memikirkan secara berlarut-larut.
Membuat kepala kita pusing, bahkan mual hingga terkadang muntah. Hal itu
merupakan pertanda kita sedang mengalami stres.
Menurut Feldman (dalam Fausiah, 2005: 9), stres adalah suatu proses
yang menantang, mengancam, ataupun membahayakan dan individu
merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif, dan
perilaku. Beberapa peristiwa penyebab stres bisa juga sesuatu yang positif
(misalnya, merencakan pernikahan, merencanakan hajat qitan anak,
merencanakan melanjutkan kuliah di jenjang yang lebih tinggi, dan
sebagainya). Atau bisa juga sesuatu yang negatif (misalnya, kematian
anggota keluarga, kebakaran toko, dan sebagainya). Sesuatu didefinisikan
sebagai peristiwa yang membuat seseorang tertekan atau tidak, semua
bergantung dari respon individu yang menghadapinya.
Lazarus dan Folkman (dalam Ekawarna, 2018: 141) mengartikan stres
sebagai suatu kondisi ketidakmampuan individu menghadapi ancaman atau

8
bahaya dalam hubungannya dengan lingkungan hubungan antara individu
dengan lingkungan. Tanpa memandang usia, keadaan ekonomi, jenjang
pendidikan, maupun profesi, siapa saja bisa mengalami stres.
Jika otak tersa lelah, sulit berkonsentrasi, dan tidak mampu membuat
keputusan sederhana, masalah kecil seolah masalah besar, inilah adalah salah
satu gejala stress. Pikiran kacau dan bila dibiarkan terus menerus, maka
pikiran menjadi tegang, tidak punya kesabaran, merasa putus asa dan tidak
mempunyai semangat hidup. Chandra Patel (dalam Ekawarna, 2018: 204207)
merangkum gejala stress menjadi tiga gejala, yaitu gejala stress mental,
emosional, fisik, dan perilaku.
Gejala mental diantaranya: terganggunya konsentrasi, kesulitan membuat
keputusan sederhana, kurang percaya diri, penyimpangan memori, bingung,
pelupa, canggung, hilang gairah, hilangnya rasa humor, pandangan kosong,
mudah marah. Sedangkan gejala emosional terlihat seperti kemarahan
meledak, cemas, rasa takut, perasaan putus asa, merasa bersalah, sinisme,
depresi, mimpi buruk, bersedih/menangis, murung, takut akan kritik.
Gejala fisik antara lain: otot tegang, pernafasan tidak menentu, telapak
tangan berkeringat, jari-jari dingin, mulut kering, pusing, mual, gelisah,
rahang kaku, meningkatnya asam lambung, kekebalan tubuh menurun,
jantung berdebar, perut melilit. Sedangkan gejala perilaku antara lain:
banyak/sedikit makan, banyak/sedikit tidur, menggigit kuku, penarikan diri
secara sosial, mengabaikan penampilan, mengemudi sembarangan, berhenti
bicara, bicara aneh, hubungan personal tidak berfungsi, marah eledak-ledak,
dan lain sebagainya.
Sumber stres bisa berasal dari situasi umum dalam kehidupan yang tidak
dapat diprediksi, melebihi kapasitas dan tidak terkendali. Ketidakmampuan
seseorang dalam mengelola stres, akan berdampak pada perilaku yang buruk,
terganggunya kesehatan fisik dan psikologis.
Menurut Chandra Patel (dalam Soesetyo, 2018: 207-224), dampak dari
stres antara lain: sakit kepala, palpitasi dan ketidaknyamanan, migrain, alergi,
sakit punggung, batuk dan pilek, diabetes melitus, gangguan pramenstruasi,
tekanan darah tinggi, nyeri dada, serangan jantung, kelelahan
berkepanjangan. Stres telah menjadi wabah yang menakutkan, karena dalam

9
berbagai hal kehidupan terdapat sumber stres (stressor). yang menjadi
seseorang mengalami stress.
Selain itu stres juga akan berdampak pada munculnya penyakit fisik baru
akibat dari perilaku tidak sehat yang telah dilakukan. Stres yang tinggi akan
menyebabkan sakit, terutama bila seseorang memiliki kekurangan sumber
daya untuk mengatasi, atau menggunakan strategi yang tidak efektif dalam
mengalami stres (Ekawarna, 2018: 141).
Awal perkembangan penyakit agen patologi akan menyebabkan
perubahan pada proses biologis. Hal itu bisa dilacak dari hasil analisis
laboratorium, namun tidak memberikan gejala seperti pada penyakit gagal
jantung. Sedangkan beberapa penyakit termasuk gangguan fungsional
sebenarnya telah menunjukkan gejala klinis meskipun tidak disertai adanya
kerusakan pada organ.
Kemampuan tubuh setiap orang untuk mendapatkan pemulihan tergantung
kemampuan semua sel di dalam tubuhnya untuk dapat mempertahankan
stabilitasnya (hemostatis) ketika berhadapan dengan stressor. Terdapat tiga
struktur otak yang bertanggung jawab untuk mempertahankan homeostatis
yaitu:
a. Medulla oblongata, yang mengatur berbagai fungsi vital seperti
b. respilasi dan sirkulasi.
c. Kelenjar hipofisis, bertugas mengatur kelenjar lain untuk dapat
mengendalikan pertumbuhan.
d. Formasio retikularis, yaitu suatu jalinan sel-sel dan serambut-serambut saraf,
serta medulla spinalis yang membantu mengontrol semua refleks vital seperti
respirasi dan fungsi kardiovaskuler.
Salah satu contoh, penderita penyakit jantung berdampak terhadap
kehidupan penderitanya. Secara fisik penderita sering merasakan sesak nafas,
mudah merasa lelah, dada terasa nyeri (Rosidawati , 2015). Depresi dan
cemas juga sering dialami oleh penderita (Lane, 2003: 1908). Distres
spiritual bisa pula terjadi pada penderita seperti kanker. Hal tersebut juga bisa
dialami oleh penderita jantung karena penyakit ini kronis dan
membahayakan. Membutuhkan perawatan yang mahal dan penyesuaian gaya
hidup yang terkontrol sepanjang hidup pasien.

10
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat penulis simpulkan bahwa
kemampuan mengelola stres akan berdampak terhadap muncul atau tidaknya
suatu penyakit tertentu pada diri seseorang. Stres sangat berpengaruh
terhadap penyakit, penyakit akan menjadi semakin parah ataukah justru stres
akan menimbulkan penyakit baru. Oleh karena itu, pengelolaan stres yang
tepat sangat diperlukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Perilaku Sehat
Berbicara tentang sehat atau sakit, tidak sekedar pada dua kondisi yang
berlawanan tersebut. Akan tetapi juga berkaitan dengan lingkungan sosial
dimana individu itu tinggal. Sehat dan sakit adalah istilah yang biasa
digunakan untuk pengukuran dalam bidang medis. Sedangkan pada kajian
psikologi dikenal dengan istilah well-being atau kesejahteraan. Secara
sederhana kesejahteraan menggambarkan seberapa nyaman, bahagia dan
produktif sesuatu yang dimiliki individu dalam hidupnya.
Konsep well-being mengarah pada fungsi diri individu dan aktualisasi
kapasitas yang dimiliki (Yuliandari, 2018: 18). Hal ini menyangkut bagaimana
individu menjalani kehidupan sehari-hari, juga mengenai bagaimana individu
dapat menjalani kehidupan dengan optimal. Menurut WHO (Yuliandari, 2018:
19) kesehatan mental atau kesehatan psikologi (psychological well-being)
adalah bagian penting dari keberadaan individu dalam menjalani kehidupan
yang memuaskan, kemampuan untuk menciptakan dan mempertahankan
hubungan, belajar, bekerja atau mengejar keinginan, memanfaatkan waktu
luang dengan kegiatan menyenangkan, dan untuk membuat keputusan sehari-
hari tentang hal penting lain dalam hidup.
Kesejahteraan tidak hanya berlaku pada kondisi finansial saja, akan tetapi
kesehatan yang baik secara lahiriah dan batiniah juga bisa diartikan sebagai
kondisi yang sejahtera. Shanafelt et al. (dalam Hartanto, 2016: 1-16) dalam
pandangan ilmu psikologi tradisional, absennya stres tergambar pada keadaan
sejahtera dan kondisi mental, tidak ada rasa bersalah bahkan depresi,
kemampuan mengelola emosi diri dari hal-hal negatif lainnya sudah baik.
Namun pada era psikologi positif, menggeser pandangan tradisional tersebut
dan melengkapi defini kesejahteraan (well-being) yaitu puncak berfungsinya
sisi-sisi dalam diri individu yang mencakup fisik, sosio-emosional, spritual,
kognitif, dan perilaku secara optimal.

11
Secara bahasa, kesejahteraan dalam bahasa Inggris yaitu welfare, ellnes,
dan well-being. Penggunaan kata welfare lebih banyak digunakan dalam
bidang ekonomi. Sedangkan wellness dalam kamus Oxford didefinisikan
sebagai keadaan baik dalam kehidupan; kondisi sehat, bahagia, ataupun
sejahtera (McMohan, 2010).
Pada penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa pengelolaan stres
yang tepat akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan individu.
Clemente, Para peneliti menemukan bahwa psychological well-being sangat
berhubungan dengan stres. Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan
kesejahteraan, termasuk menanamkan rasa syukur sebagai dasar kepribadian
positif sebagai pondasi individu menjalani kehidupan. Kuatnya kepercayaan
kepada agama yang diyakini sangat penting.
Rasa syukur yang terbentuk tidak lepas dari proses pengalaman kehidupan
yang mengarah pada satu nilai yang sangat erat dengan nilai kepercayaan/
agama yang dianut, budaya maupun filosofi di sekitarnya (Haryanto &
Kertamuda, 2016: 109). Syukur didefinisikan sebagai perasaan bahagia, rasa
terima kasih, serta penghargaan atas hal-hal yang dinikmati dan dicapai selama
hidup, baik itu berasal dari Tuhan, sesama manusia, makhluk lain, dan alam
semesta, rasa syukur tersebut akan memotivasi dan menyemangati seseorang
untuk melakukan hal yang sama seperti yang diperolehnya (Listyandini dkk,
2015: 473).
Sedangkan Emmons & Mishra (dalam Prabowo, 2017: 260) menyatakan
pondasi kesejahteraan (well-being) dan kesehatan mental adalah
kebersyukuran. Well-being memiliki dua makna filosofi menurut Kahneman
(dalam Yuliandari, 2018: 20), pertama Hedonism bahwa well-being
merupakan hal-hal yang bersifat kesenangan dan kebahagiaan. Pandangan
kedua tidak sekedar membahas kesenangan, namun lebih banyak menekankan
pada aktualisasi potensi manusia, yang disebut eudaimonism yang kedua
pandangan tersebut menggambarkan halhal positif yang dimiliki seseorang
untuk bisa sejahtera dalam hidupnya. Menurut Ryff (kajian pustaka.com,
2015) tentang psikologi well-being meliputi:
1. Penerimaan diri, aspek ini menekankan penerimaan diri seseorang di
masa lalu, jika masa lalunya berdampak baik bagi diri sendiri dan
menerima aspek diri termasuk sifat baik dan buruk.

12
2. Interaksi dengan sesama, yang diartikan sebagai kemampuan mencintai,
ditandai dengan memiliki hubungan yang baik, saling percaya, perhatian,
peduli, memiliki rasa empati, sayang, serta memahami pandangan
memberi dan menerima dalam hubungan dengan sesama manusia.
3. Otonomi, maksudnya individu tersebut mandiri menentukan sikap,
mampu mengevaluasi diri sendiri.
4. Penguasaan lingkungan, yaitu kemampuan menciptakan lingkungan
sesuai keinginan dan kebutuhan. Individu mampu mengembangkan
dirinya secara kreatif melalui aktivitas fisik dan mental.
5. Tujuan hidup, memiliki target dan tujuan hidup yang jelas dan
memegang teguh kepercayaan tertentu yang membuat hidup lebih
berarti.
6. Pertumbuhan pribadi untuk tumbuh dan maju.
Berdasarkan uraian tentang well-being maka dapat disimpulkan bahwa
kesejahteraan (well-being) adalah kondisi dimana semua aspek baik fisik,
mental, keadaan ekonomi, spiritual, sosial emosional berada direntang aman
dan nyaman, mampu mengendalikan emosi dan bersikap positif sehingga
merasakan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.

4. Health Seeking Behavior


a. Pengertian Health Seeking Behaviour
Seseorang yang mengalami rasa sakit atau memiliki penyakit, pasti akan
berusaha untuk mencari pengobatan atau sekedar mengurangi rasa sakit
yang dirasakannya. Sekarang ini berbagai fasilitas medis sudah semakin
diperhatikan terkait perkembangan penyakit. Pelayanan kesehatan dengan
alat yang canggih dan tenaga profesional sudah mudah didapatkan. Namun,
semua itu tidak diiringi dengan kemajuan perilaku kesehatan
masayarakatnya. Respon seseorang terhadap rangsangan yang berhubungan
dengan sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan disebut sebagai perilaku sehat .
Perilaku menentukan seseorang untuk mencari cara pengobatan dikenal
dengan istilah health seeking behaviour. Notoatmodjo (2014: 15)
mengatakan bahwa ketika seseorang mengalami sakit, maka akan
memunculkan beberapa respon yaitu, tidak bertindak, tindakan mengobati

13
diri sendiri, mencari pengobatan tradisional, dan mencari pengobatan ke
fasilitas-fasilitas pengobatan.
Beliau menambahkan bahwa setiap masyarakat memiliki konsep sehat
dan sakit yang berbeda-beda, sehingga berpengaruh pada health seeking
behaviour ketika kondisi sakit. Akibatnya persepsi masyarakat terhadap
sehat dan sakit memiliki keterkaitan terhadap health seeking behaviour.
Terdapat dua jenis pengobatan yang sering digunakan oleh masyarakat
yaitu, pengobatan tradisional dan modern. Pengobatan tradisional menurut
WHO (2000) adalah akumulasi dari pengetahuan, keterampilan, dan ujicoba
berdasarkan terori-teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat sesuai adat
dan budaya masing-masing daerah, baik dijelaskan atau tidak, digunakan
dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa,
perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan mental. Keuntungan
pengobatan tradisional adalah segi biaya lebih murah, naum kelemahannya
pengobatan tradisional belum pernah melalui uji ilmiah, sehingga
kelayakannya masih dipertanyakan. Cara pengobatan tradisional misalnya
melalui metode pijat pada daerah tertentu, akupuntur, terapi menggunakan
obat-obat herbal atau olahan sendiri dari bahan alami seperti jamu dan lain
sebagainya.
Pengobatan modern adalah pengobatan yang berkembang saat ini, yakni
dengan metode medis dan kedokteran, pengobatan dilakukan dengan cara-
cara ilmiah atau telah diujicobakan dengan penelitian dan
dipertangunggjawabkan hasilnya. Kelebihan pengobatan modern
kelayakannya sudah diujicobakan dan terpercaya. Namun, kelemahannya
dari segi biaya lebih mahal dibandingkan pengobatan tradisional.

b. Health Belief Model


Pada tahun 1950-an, psikolog Irwin M.Rosenstock dan beberapa
rekannya dari Pusat Layanan kesehatan Publik Amerika Serikat membuat
Health Belief Model (HBM) atau model kepercayaan kesehatan sebagai
hasil pengembangan dari teori intrapersonal. HBM merupakan model yang
berisi penjelasan tentang pertimbangan seseorang sebelum ia berperilaku
untuk memutuskan sebuah upaya pencegahan penyakit.

14
Belief dalam bahasa Ingris artinya percaya atau keyakinan. Menurut
peneliti belief adalah keyakinan terhadap sesuatu yang menimbulkan
perilaku tertentu. Model merupakan seseorang yang bisa dijadikan
teladan/panutan atau tokoh dalam perilaku, memiliki tujuan hidup yang
akan dicapai oleh individu. Biasanya teori model ini sangat efektif
digunakan dalam membantu mengembangkan sosial emosional anak di usia
dini. Teori modeling di umpamakan sebuah issue atau pengalaman
pengobatan dari seseorang atau kita kenal dengan testimoni, cerita
pengalaman seseorang menderita suatu penyakit misalnya jantung hingga
memilih untuk menjalani pengobatan secara medis diikuti dengan
mengkonsumsi makanan dan minuman dari bahan alami.
Health belief model (HBM) di gunakan untuk menjelaskan perubahan
dan pemeliharaan dari perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, serta
sebagai sebuah kerangka pedoman dari intervensi perilaku kesehatan. HBM
menggambarkan, membandingkan, dan menganalisa dengan menggunakan
sebuah aturan yang luas dari beraneka ragam teknik analitik.
Health Belief Model merupakan suatu konsep yang menggungkapkan
alasan dari individu uuntuk mau atau tidak mau melakukan perilaku hidup
sehat (Janz & Becker, 1984). Health belief model digunakan untuk
menggambarkan kepercayaan individu terhadap perilaku sehat, sehingga
individu akan melakukan perilaku sehat berupa perilaku pencegahan
maupun penggunaan fasilitas kesehatan. Konsep utama dari health belief
model adalah perilaku sehat dipengaruhi oleh kepercayaan individu/persepsi
terhadap penyakit dan upaya untuk menghindari terjadinya suatu penyakit.
Gambaran Health Belief Model terdiri dari enam dimensi diantaranya
adalah sebagai berikut (Rosentstock, 1977: 354):
a. Kepercayaan bahwa penyakit muncul akibat perilaku tertentu
(perceived susceptibility)
b. Yakin akan bahaya suatu penyakit (perceived severity).
c. Yakin terhadap manfaat dari metode yang disarankan untuk
mengurangi resiko penyakit (perceived benefits)
d. Percaya terhadap harga nyata dari perilaku sehat yang di lakukan
(perceived barrirs)

15
e. Segera berperilaku hidup sehat akibat suatu kondisi tertentu (cues to
action)
f. Percaya kemampuan diri bahwa kita mampu untuk melaksanakan
perilaku hidup sehat (self efficacy).
Health Belief Model menjelaskan tentang perilaku pencegahan individu.
Hal ini menjelaskan pengalaman individu dalam melakukan tindakan
pencegahan, skrining kesehatan, dan mengontrol penyakitnya.
Dari pengertian-pengertian mengenai Health Belief Model yang telah di
jelaskan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Health Belief Model adalah
model yang mengkhususkan bagaimana individu berpikir dan memahami
apa yang dirasakan, penyebab dan akibatnya lebih mendalam, kemudian
menentukan bagaimana memutuskan untuk melakukan perilaku sehat baik
sebagai upaya pencegahan maupun penyembuhan. Health Belief Model ini
menjadi dasar seseorang untuk memutuskan pengobatan apa yang akan
ditempuh untuk mendapatkan kembali kesehatan. Sehingga diambillah
kebijakan pengobatan mana yang akan dijalaninya.

16
B. Konsep Dasar Asma
1. Pengertian Asma
Asma adalah kondisi paru-paru umum yang menyebabkan kesulitan bernapas.
Ini sering dimulai pada masa kanak-kanak, meskipun juga dapat berkembang
pada orang dewasa, dan mempengaruhi orang-orang dari segala usia. Asma
disebabkan oleh pembengkakan dan penyempitan tabung yang membawa udara
ke dan dari paru-paru (WHO, 2020).

Asma merupakan suatu penyakit dengan adanya penyempitan saluran


pernapasan yang berhubungan dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trakea
dan bronkus berupa hiperaktivitas otot polos dan inflamasi, hipersekresi mukus,
edema dinding saluran pernapasan dan inflamasi yang disebabkan berbagai
macam rangsangan (Alsagaff, 2017 dikutip dari Danusantoso, 2018).

Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa asma adalah suatu penyakit


sistem pernafasan yang disebabkan karena adanya penyempitan pada saluran
pernafasan sehingga menyebabkan terjadinya kesulitan saat bernafas.
2. Anatomi Sistem Pernafasan

Gambar 2.1 Struktur Anatomi Pernafasan

Sumber : H. Syaifuddin(2012)

17
Menurut Sarwadi & Linangkung (2016) anatomi sistem pernafasan
terdiri atas:
1. Rongga Hidung
Rongga hidung berupa dua saluran sempit yang ditopang oleh beberapa
tulang yang didalamnya terdapat selaput lendir dan bulu hidung yang
berfungsi untuk:
(1) Menyaring debu maupun kotoran yang akan masuk bersama udara
(2) Menyelaraskan antara suhu udara dengan suhu tubuh
(3) Mengontrol kelembapan udara yang akan masuk ke tubuh
2. Faring
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan udara dengan
makanan. Faring berada di belakang rongga hidung dan mulut, di
dalamnya terdapat dua katup yaitu katup pangkal tenggorokan
(epiglotis) dan katup penutup rongga hidung (anak tekak). Fungsi anak
tekak adalah untuk menutup faring jika saat menelan makanan. Faring
terdiri dari tiga bagian,yaitu : Nasofaring, Orofaring, dan Laringofaring.
3. Laring (Pangkal Tenggorokan)

Gambar 2.2 Struktur Anatomi Laring

Sumber : H. Syaifuddin(2012)

Laring berada diantara faring dan trakhea. Laring terdiri dari katup
pangkal tenggorokan (epiglotis), perisai tulang rawan dan gelang-
gelang tulang rawan yang membentuk jakun. Suara manusia dihasilkan
oleh pita suara yang terletak di laring.

18
4. Trakhea
Bentuk batang tenggorokan seperti pipa bergelang-gelang, tulang rawan
yang panjangnya kurang lebih 10 cm, berada di bagian leher dan rongga
dada. Fungsi trakhea sebagai tempat lewatnya udara. Saat berbicara,
epiglotis akan turun menutupi saluran pernafasan dan akan terangkat
ketika menelan makanan.
5. Bronkus (Cabang dari Tenggorokan)
Bronkus merupakan cabang dari trakhea yang bercabang menjadi dua,
yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Bronkus bercabang tiga menuju
paru-paru kanan dan bercabang dua menuju paru-paru kiri. Setiap
cabang dari bronkus akan bercabang lagi membentuk saluran yang lebih
kecil yang disebut bronkiolus.
6. Bronkiolus
Cabang dari bronkus yang membentuk saluran kecil disebut bronkiolus.
Cabang-cabang dari bronkiolus akan semakin halus. Cabang-cabang
paling halus dari bronkiolus akan masuk ke gelembung paru-paru atau
alveolus. Fungsi alveolus ialah sebagai tempat oksigen untuk masuk
kedalam darah dan melepaskan air dan karbondioksida dari darah.
7. Alveolus
Saluran yang paling ujung dari alat pernafasan ialah alveolus, yang
berupa gelembung-gelembung udara. Alveolus mempunyai fungsi
sebagai tempat pertukaran gas, yaitu tempat masuknya oksigen ke
dalam darah dan mengeluarkan karbondioksida dan air dari darah.
Terdapat sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter
masing-masing rata-rata 0,2 milimeter.

19
8. Paru-paru

Gambar 2.3 Struktur Paru-paru

Sumber : H. Syaifuddin (2012)

Paru-paru terletak di rongga dada di bagian atas diafragma. Paru-paru


tersusun oleh dua bagian, yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang
terdiri dari tiga gelambir dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri
dari dua gelambir. Paru-paru berfungsi menjadi tempat terjadinya difusi
oksigen ke dalam darah dan pengeluaran karbondioksida dari darah.
Selaput tipis yang berfungsi membungkus paru-paru disebut pleura.
Selaput bagian dalam yang langsung menyelubungi paru-paru disebut
pleura dalam (pleura visceralis). Sedangkan selaput yang langsung
menyelubungi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk
disebut pleura luar (pleura parietalis)
3. Fisiologi Sistem Pernafasan
Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri atas tiga tahapan, yaitu :
(Tarwanto, 2010)
1. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli
atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a. Semakin tingginya suatu tempat, maka tekanan udaranya semakin rendah
b. Adanya kondisi jalan nafas yang baik
c. Adanya kemampuan thoraks dan alveoli pada paru-paru untuk mengembang
di sebut dengan compliance

20
d. Adanya recoil yaitu kemampuan untuk mengeluarkan CO2 atau
kontraksinya paru-paru
2. Difusi
Merupakan pertukaran O2 dari alveoli ke kapiler paru-paru dan CO2 dari
kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a. Luasnya permukaan paru-paru
b. Tebal membrane respirasi yang terdiri atas epitel alveoli dan intertisial
Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi penebalan,
perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini dapat terjadi karena tekanan O2
dalam rongga alveoli lebih tinggi dari pada tekanan O2 dalam darah vena
pulmonalis.
3. Transportasi
Merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2
jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor:
a. Curah jantung (cardiac output)
b. Frekuensi denyut nadi

4. Etiologi Asma

Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma diketahui dengan pasti
penyebabnya, akan tetapi hanya menunjukkan dasar gejala asma yang inflamasi dan
respon saluran nafas berlebihan.

Sebagai pemicu timbulnya serangan-serangan dapat berupa infeksi (infeksi virus


RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu, sisa-sisa
serangga mati, bulu binatang, bau asap), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapekan,
tertawa terbahak-bahak), dan emosi. (Nurarif, 2015).

5. Patofisiologi Asma

Proses terjadinya asma diawali dengan berbagai faktor pencetus seperti allergen,
stress, cuaca, dan berbagai macam faktor pencetus lain. Adanya faktor pencetus
menyebabkan antigen yang terikat Imunoglobulin E pada permukaan sel basofil
mengeluarkan mediator berupa histamin sehingga terjadi peningkatan permiabilitas

21
kapiler dan terjadinya edema mukosa. Adanya edema menyebabkan produksi sekret
meningkat dan terjadi kontriksi otot polos. Adanya obstruksi pada jalan nafas
menyebabkan respon tubuh berupa spasme otot polos dan peningkatan sekresi kelenjar
bronkus. Otot polos yang spasme menyebabkan terjadi penyempitan proksimal dari
bronkus pada tahap ekspirasi dan inspirasi sehingga timbul adanya tanda dan gejala
berupa mukus berlebih, batuk, wheezing, dan sesak nafas. Keluhan tersebut
merupakan bentuk adanya hambatan dalam proses respirasi sehingga tekanan partial
oksigen di alveoli menurun. Adanya penyempitan atau obstruksi jalan nafas
meningkatkan kerja otot pernafasan sehingga penderita asma mengalami masalah
ketidakefektifan pola nafas. Peningkatan kerja otot pernafasan menurunkan nafsu
makan sehingga memunculkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Asma di akibatkan oleh beberapafaktor pencetus yang berikatan dengan
Imunoglobulin E (IgE) pada permukaan sel basofil yang menyebabkan degranulasi sel
mastocyte. Akibat degranulasi tersebut mediator mengeluarkan histamin yang
menyebabkan kontriksi otot polos meningkat dan juga konsentrasi O2 dalam darah
menurun, Apabila konsentrasi O2 dalam darah menurun maka terjadi hipoksemia.
Adanya hipoksemia juga menyebabkan gangguan pertukaran gas dan gelisah yang
menyebabkan ansietas. Selain itu, akibat berkurangnya suplai darah dan oksigen ke
jantung terjadi penurunan cardiac output yang menyebabkan penurunan curah jantung.
Penurunan cardiac output tersebut dapat menurunkan tekanan darah dan menimbulkan
gejala kelemahan dan keletihan sehingga timbul intoleransi aktivitas (Nurarif dan
Kusuma, 2015).

22
Bagan 2.1 Pathways Asma

Faktor pencetus Antigen yang terikat Mengeluarkan mediator


- alergen IgE pada permukaan histamine platelet
- stress sel basofil
- cuaca
Edema meningkat, Permiabilitas kapiler
sekresi produktif, meningkat
kontriksi otot polos

Spasme otot polos, sekresi Konsentrasi O2 dalam


kelenjar bronkus darah

Penyempitan proksimal Asidosis metabolik Hipoksemia


dari bronkus pd tahap
ekspirasi dan inspirasi Suplai darah dan O2
ke jantung berkurang
- Mucus berlebih
- Batuk Penurunan Penurunan
- Wheezing curah jantung cardiac output
- Sesak nafas
TD menurun
Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas Intoleransi aktivitas Kelemahan, keletihan

Tekanan partial O2 Gangguan pertukaran gas


dialveoli

Hiperkapnea Suplai O2 keotak Suplai O2 ke jaringan

Ansietas Koma Perfusi jaringan perifer

Nafsu makan Peningkatan kerja otot Penyempitan


menurun pernafasan jalan pernapasan

Ketidakseimbangan nutrisi Ketidakefektifan pola Kebutuhan O2


kurang dari kebutuhan napas
Hiperventilasi

Asidosis respiratorik Retensi O2


Sumber : (Nurarif, 2015)

23
6. Klasifikasi Asma
Asma dibagi manjadi dua tipe menurut Muttaqin (2012) yaitu:

1. Asma Tipe Atopik (Ekstrintik)


Asma yang dijumpai pada 70-80% penderita asma dan dipicu oleh reaksi alergi
terhadap alergen seperti debu dan lainnya. Pasien asma atopik mungkin datang
dengan riwayat terlebih dulu sudah mengalami gangguan atopik (alergi terhadap
obat-obatan atau makanan) sebelum mengalami sesak nafas yang dirangsang
terutama oleh stimulus fisik (udara dingin, bau bauan) yang mencurigakan
sebagai asma (Dahlan 2012).

2. Asma Tipe Non-Atopik (Instrintik)


Asma nonalergik (asma instrintik) adalah asma yang dicetuskan oleh faktor yang
tidak berhubungan dengan alergik. Ditandai oleh obstruksi dan inflamasi jalan
nafas yang sekurang-kurangnya reversible secara parsial terhadap pemberian
obat, namun gejala dari asma tipe ini tidak terkait dengan alergi. Gejalanya sama
seperti asma atopik (batuk, mengi, sesak dada), tetapi asma atopik dicetuskan
oleh faktor lain seperti udara dingin atau udara kering, hiperventilasi, asap.
Asma non atopik terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran
pernafasan bagian atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat, dan tekanan
jiwa atau stres psikologis (Dahlan 2012).

24
Tabel 2.1Klasifikasi Keparahan Asma

Klasifikasi Frekuensi Gejala Gejala Di Malam


Hari

Interniten 1. Tidak lebih dari dua kali Tidak lebih dari


seminggu dua kali sebulan

2. Serangan singkat (beberapa


jam hingga hari) dengan
intensitas beragam.
3. Asimfomatis dan kecepatan
aliran ekspirasi puncak (peak
expiratory flow/PEF) normal
antara serangan.
Persisten ringan 1. Lebih dari dua kali seminggu, Tidak lebih dari
tetapi kurang dari satu kali dua
sehari.
2. Eksaserbasi dapat
mempengaruhi aktivitas.
Persisten sedang 1. Gejala harian Tidak lebih dari
satu

2. Penggunaan bronkodilator
kerja singkat setiap hari.
3. Eksaserbasi mempengaruhi
aktivitas
4. Eksaserbasi lebih dari dua kali
seminggu; dapat bertahan
selama beberapa hari
Persisten hebat 1. Gejala berlanjut Sering

2. Aktivitas fisik terbatas

3. Eksaserbasi sering

Sumber : (Zullies, 2014)

25
7. Manifestasi Klinis Asma

Menurut Naga (2014) serangan asma sering terjadi pada tengah malam
dengan batuk-batuk kering tanpa sputum. Penderita serta orang disekitarnya akan
mendengar suara napas mengi. Penderita juga merasakan adanya kontriksi di dalam
dadanya. Setelah beberapa jam kemudian, meskipun tanpa pengobatan, penderita
akan mengeluarkan sputum dan serangan akan berhenti. Warna sputum tampak
keputih-putihan dengan bentuk spiral yang bercabang-cabang dan banyak
mengandung eosinofil.
Salah satu komplikasi asma adalah adanya pneumonia. Pneumonia akan
cepat diketahui jika asma tersebut disertai dengan adanya demam tinggi. Gejala-
gejala seperti ini tidak akan menghilang begitu saja, bahkan bisa jadi tambah parah.
Pada kondisi seperti ini, penderita menjadi sangat gelisah, napas sangat sesak,
pucat dan sianosis. Nadi juga berdenyut cepat dan dapat hilang saat inspirasi.

Saat asma menyerang, otot pernapasan pembantu juga akan terasa lebih aktif,
dan penderita merasakan sesak. Apabila dilakukan pemeriksaan, dada tampak
mengembang, perkusi paru hipersonor, diafragma terletak sangat rendah dan
hampir tidak bergerak saat terjadi pernafasan. Pada penderita asma yang sangat
berat, bising napas tidak terdengar. Ini merupakan satu tanda bahaya karena
penderita telah sampai pada kondisi yang disebut status asmatikus.

8. Komplikasi Asma

Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pola nafas
tidak efektif menurut Bararah & Jauhar (2013), yaitu :
1. Hipoksemia
2. Hipoksia
3. Gagal Nafas
4. Perubahan pola napas

26
9. Penatalaksanaan Asma

Penatalaksanaan pada pasien asma dibagi menjadi penatalaksanaan


farmakologis dan nonfarmakologis.

1. Terapi farmakologis :
Berdasarkan penggunaannya, maka obat asma di bagi menjadi 2
golongan yaitu pengobatan jangka panjang untuk mengontrol gejala
asma, dan pengobatan cepat (quick-relief medication) untuk mengatasi
serangan akut asma. Beberapa obat yang digunakan untuk pengobatan
jangka panjang antara lain : inhalasi steroid, β2 agonis aksi panjang.
Sedangkan untuk pengobatan cepat sering digunakan suatu bronkodilator
β2 agonis aksi cepat, antikolinergik, Kortikosteroid oral.
2. Terapi Nonfarmakologi
(1) Penyuluhan
Penyuluhan ini untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang
penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada
tim kesehatan.
(2) Menghindari Faktor Pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang
ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi
klien.
(3) Fisioterapi
Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.

10. Pemeriksaan Penunjang

1. Spirometer : dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup


(nebulizer/inhaler)
2. Sputum : eosinofil meningkat
3. Eosinofil darah meningkat

27
Eosinofil adalah salah satu sel inflamasi allergen selain sel mast dan
limfosit T, yang berperan utama dalam proses inflamasi kronik saluran
nafas penderita asma Infiltrasi eosinofil di saluran napas, merupakan
gambaran khas untuk penderita asma. Inflamasi saluran napas ini dapat
dinilai secara langsung dengan mengukur jumlah eosinofil dan
eosinophyllic cationic protein (ECP) atau secara tidak langsung dengan
mengukur eosinofil darah. Inhalasi alergen menyebabkan peningkatan
eosinofil 21 pada cairan bilasan bronkoalveolar lavage. Terdapat
hubungan langsung antara jumlah eosinofil pada darah perifer dan pada
bilasan bronkoalveolar lavage dengan hiperresponsif bronkus. Karena
pentingnya peranan sel-sel inflamasi terutama sel eosinofil didalam
mencetuskan asma (Fadilah, 2017).
4. Uji kulit
5. Rongent dada yaitu patologis paru/komplikasi asma
6. AGD : terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan
hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan
hiperkapnia (PCO2 naik)
7. Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior
membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang
tersebar. (Nurarif, 2015)

28
C. Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Asma
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data yang relevan dan

berkesinambungan tentang respon manusia, status kesehatan, kekuatan dan

masalah klien (Dermawan, 2012).

Adapun komponen-komponen dalam pengkajian yaitu :

a. Pengumpulan Data

(1) Identitas pasien/biodata

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,

umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orangtua, pekerjaan orang

tua, tanggal masuk rumah sakit, nomor medrec, tanggal pengkajian,

diagnosa medis.

(2) Identitas penanggung jawab

Biodata penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,

hubungan dengan klien dan alamat.

b. Riwayat Kesehatan

(1) Keluhan Utama

Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dispnea

(bisa sampai sehari-hari atau berbulan-bulan), batuk, mengi (pada

beberapa kasus lebih banyak proksimal).

(2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pengkajian riwayat kesehatan sekarang yang mendukung keluhan

utama dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai sesak

nafas yang dialami klien secara PQRST menurut Rohman dan Walid

(2012) yaitu :

29
P : Provokatif –Paliatif

Apa yang menyebabkan gejala, apa yang bisa memperberat, apa

yang bisa mengurangi.

Q : Qualitatif/quantitatif

Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala dirasakan.

R : Region

Dimana gejala dirasakan

S : Skala-Severity

Seberapa tingkat keparahan dirasakan, pada skala berapa.

T : Time

Kapan gejala mulai timbul, seberapa sering gejala dirasakan, tiba-

tiba atau bertahap, seberapa lama gejala dirasakan.

(3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya

infeksi saluran pernafasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis,

dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan

alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat

pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma (Muttaqin,

2012).

(4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit

asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena

hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor

genetik dan lingkungan (Muttaqin, 2012).

30
c. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kesehatan pada gangguan sistem pernafasaan : asma

meliputi pemeriksaan fisik umum secara persistem berdasarkan hasil

obsevasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, dan

pengkajian psikososial. Biasanya pemeriksaan berfokus pada dengan

pemeriksaan penyeluruh pada sistem pernafasan yang dialami klien.

(1) Status kesehatan umum

Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan

suara bicara, tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan yang

meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan, sianosis,

batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien.

(2) Integumen

Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,

turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, serta

adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut di kaji

warna rambut, kelembaban dan kusam atau tidak.

(3) Kepala

Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat

trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kejang

ataupun hilang kesadaran.

(4) Mata

Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang

dirasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainnya.

31
(5) Hidung

Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis alergi dan

fungsi olfaktori.

(6) Mulut dan laring

Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan

mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara.

(7) Leher

Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesaran tiroid

serta penggunaan otot-otot pernafasan.

(8) Thorax

a. Inspeksi

Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke

bawah disebabkan oleh udara dalam paru-paru susah untuk

dikeluarkan karena penyempitan jalan nafas. Frekuensi pernafasan

meningkat dan tampak penggunaan otot-otot tambahan.

b. Palpasi

Pada palpasi dikaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil

fremitus. Pada asma, paru-paru penderita normal karena yang

menjadi masalah adalah jalan nafasnya yang menyempit.

c. Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor

sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah disebabkan karena

kontraksi otot polos yang mengakibatkan penyempitan jalan nafas

sehingga udara susah dikeluarkan dari paru-paru.

32
d. Auskultasi

Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi

lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, bunyi pernafasan

wheezing atau tidak ada suara tambahan.

(9) Kardiovaskuler

Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan

hiperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang

meningkat.

(10) Abdomen

Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi

karena dapat merangsang serangan asma frekuensi pernafasan, serta

adanya konstipasi karena dapat nutrisi.

(11) Ekstrimitas

Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada

extremitas karena dapat merangsang serangan asma

d. Aktivitas Sehari-hari (ADL)

(1) Nutrisi

Untuk klien dengan asma sering mengalami mual dan muntah, nafsu

makan buruk/anoreksia.

(2) Eliminasi

Pola eliminasi biasanya tidak terganggu.

(3) Pola Istirahat

Pola istirahat tidak teratur karena klien mengalami sesak nafas.

33
(4) Personal hygine

Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan

aktivitas sehari-hari.

(5) Aktivitas

Aktivitas terbatas karena terjadi kelemahan otot.

e. Data Psikologi

Dengan keadaan klien seperti ini dapat terjadi depresi, ansientas, dan

dapat terjadi kemarahan akibat berpikir bahwa penyakitnya tak kunjung

sembuh.

f. Data Spiritual

Bagaimana keyakinan klien akan kesehatannya, bagaimana persepsi

klien terhadap penyakitnya dihubungkan dengan kepercayaan yang

dianut klien, dan kaji kepercayaan klien terhadap Tuhan Yang Maha

Esa.

g. Data Sosial

Hubungan ketergantungan dengan orang lain karena ketidakmampuan

melakukan aktivitas mandiri, sendiri dan hubungan sosialisasi dengan

keluarga.

h. Data Penunjang

(1) Spirometer : dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer/inhaler)

(2) Sputum : eosinofil meningkat

(3) Eosinofil darah meningkat

(4) Uji kulit

(5) Rongent dada yaitu patologis paru/komplikasi asma

34
(6) AGD : terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan
hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan
hiperkapnia (PCO2 naik)

(7) Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada foto
lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar. (Nurarif, 2015)
2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Nurarif (2015) diagnosa yang mungkin muncul pada gangguan sistem

pernafasan : asma, yaitu :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam

jumlah berlebihan, peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli dan

bronkospasme.

b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan

dan deformitas dinding dada

c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakbilitas dan

volume sekuncup jantung

3. Intervensi Keperawatan

Bersihan jalan Setelah dilakukan tidakan Manajemen jalan nafas

nafas tidak keperawatan selama 3x24 Observasi

efektif jam diharapkakn bersihan  Monitor pola nafas

(D.0001) jalan nafas membaik dengan  Monitor bunyi nafas

kriteria hasil: tambahan

 Batuk efektif  Monitor sputum

meningkat (5) (jumlah,warna,aroma)

 Produksi sputum Terapeutik

 Pertahankan kepatenan

35
menurun (5) jalan nafas

 Mengi menurun (5)  Posisikan semi fowler

 Gelisah menurun (5) atau fowler

 Lakukan fisioterapi

dada,jika perlu

 Lakukan pengisapan

lendir kurang dari 15 detik

 Berikan oksigen,jika

perlu

Edukasi

 Anjurkan asupan cairan

2000ml/hari,jika tidak

kontraindiksi

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian

bronkodilator,

ekspektoran,mukolitik,jik

a perlu

Pola nafas Setelah dilakukan tidakan Pemantauan Respirasi

tidak efektif keperawatan selama 3x24 Observasi

(D.0005) jam diharapkan pola nafas  Monitor pola

membaik dengan kriteria nafas,monitor saturasi

hasil: oksigen

 Dispnea menurun  Monitor frekuensi,irama,

 Penggunaan otot kedalaman dan upaya

36
bantu nafas menurun nafas

 Frekuensi nafas  Monitor adanya sumbatan

membaik jalan nafas

 Kedalaman nafas Terapeutik

membaik  Atur interval pemantauan

respirasi sesuai kondisi

pasien

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan

prosedur pemantuan

 Informasikan hasil

pemantauan ,jika perlu

Penurunan Setelah dilakukan Tindakan Perawatan jantung

curah jantung keperawatan selama 3x24 Observasi

(D.0008) jam diharapkan penurunan  Identifikasi tanda/gejala

curah jantung membaik primer penurunan curah

dengan kriteria hasil : jantung

 Tekanan darah  Identifikasi tanda/gejala

menurun sekunder penurunan curah

 CRT menurun jantung

 Palpitasi menurun  Monitor tekanan darah

 Distensi vena  Monitor intake dan output

jugukaris menurun cairan

 Gambaran EKG  Monitor saturasi oksigen

aritmia menurun  Monitor keluhan nyeri

37
 Lelah menurun dada

 Monitor EKG 12 sadapan

Terapeutik

 Posisikan pasien semi

fowler dengan kaki ke

bawah atau posisi nyaman

 Berikan diet jantung yang

sesuai

 Fasilitasi pasien dan

keluarga untuk

memotivasi gaya hidup

sehat

 Berikan terapi relaksasi

untuk mengurangi stres,

jika perlu

 Berikan dukungan

emosional dan spiritual

 Berikan oksigen untuk

mempertahankan saturasi

oksigen >94%

Edukasi

 Anjurkan beraktifitas fisik

sesuai toleransi

 Anjurkan beraktifitas

secara bertahap

38
 Anjurkan berhenti

merokok

 Anjurkan pasien dan

keluarga mengukur berat

badan

 Anjurkan pasien dan

keluarga mengukur intake

dan output cairan harian

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat memberikan

intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap pasien.Implementasi

keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu

klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatuskesehatan yang baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Tujuan Implementasi Keperawatan adalah

Melaksanakan hasil dari rencana keperawatan untuk selanjutnya di evaluasi untuk

mengetahui kondisi kesehatan pasien dalam periode yang singkat,Mencegah komplikasi

,Menemukan perubahan system tubuh.

Implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang

berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk membantu

masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria hasil yang telah

ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan

keperawatan yang telah diberikan.

39
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk

menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan

dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan.Evaluasi

merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengetahui sejauh mana

tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini dilakukan dengan cara

membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat

dalam rencana keperawatan.Secara umum, evaluasi ditujukan untuk:

1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.

2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.

3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai

Tahapan Evaluasi dilakukan ketika program telah dilaksanakan. Untuk menentukan tingkat

kemajuan pelaksanaan rencana dibandingkan dengan rencana sebelumnya.

40
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Asma adalah suatu penyakit sistem pernafasan yang disebabkan karena adanya
penyempitan pada saluran pernafasan sehingga menyebabkan terjadinya kesulitan saat
bernafas. Sebagai penyebab timbulnya asma dapat berupa infeksi (infeksi virus RSV), iklim
(perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu, sisa-sisa serangga mati, bulu
binatang, bau asap), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapekan, tertawa terbahak-bahak), dan
emosi. Asma dibagi manjadi dua tipe menurut Muttaqin (2012) yaitu:Asma Tipe Atopik
(Ekstrintik) dan Asma Tipe Non-Atopik (Instrintik).

2. Saran
Makalah ini dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi institusi pendidikan
dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa mendatang dan dapat
digunakan sebagai referensi serta memberikan pengalaman yang nyata untuk melakukan
observasi dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Asma dengan Kesiapan
Peningkatan Manajemen Kesehatan dan untuk menambah pengetahuan peneliti khususnya
dalam penatalaksanaan keperawatan pada pasien asma.

41
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta
PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta
PPNI, 2019.  Standart  Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta
Mega,Dwi. Asuhan keperawatan pada pasien asma dengan ketidakefektifan pola
nafas.http://repository.bku.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/777/Dwi
%20Mega-1-59.pdf?sequence=1&isAllowed=y ,diakses pada 1 Januari 2023 pukul
16.09 WITA
Abenita,Paulina. 2019. Asuhan keperawatan pada pasien asma.
http://repository.poltekeskupang.ac.id/1008/1/Karya%20Tulis%20Ilmiah-
dikonversi.pdf , diakses pada 1 Januari 2023 pukul 17.57 WITA

42

Anda mungkin juga menyukai