Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

TERAPI DIET PENYAKIT BRICHOPNEUMONIA


Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Dosen Pembimbing :
1. Mirthasari Palupi, SST.M.Kes
2. Frenky Arif Budiman, S.Gz., M.Gz.
3. Nuzul DU, DCN

Disusun oleh :

1. Anggi Meidia Madani ( 2017.05.002 )


2. Inggrid Ika Oktaviani ( 2017.05.009 )
3. Isna Hidayatul Mukaromah ( 2017.05.011 )
4. Nurul Laili Kharisma ( 2017.05.018)
5. Rwiyanti Kumalasari ( 2017.05.029 )

AKADEMI GIZI KARYA HUSADA KEDIRI


Jl. Soekarno – Hatta No.7 Telp./Fax. (0354)394909 Kode Pos 64225
PARE – KEDIRI
2019

i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
bisa menyelesaikan makalah “TERAPI DIET PENYAKIT
BRICHOPNEUMONIA”
Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan bantuan
pertolongan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
sudah ikut berkontribusi didalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh
dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu, kami terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah
sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.
Akhir kata kami meminta semoga makalah sederhana Dietetika Dasar dan
manfaatnya untuk masyarakan ini bisa memberi manfaat utaupun inpirasi pada
pembaca.

. Pare, 21 Mei 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................ i


Daftar Isi.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 4
1.1. Latar Belakang ................................................................. 4
1.2. Rumusan Masalah ........................................................... 5
1.3. Tujuan .............................................................................. 6
BAB II PEMBAHASAN ................................................................ 7
2.1. Definisi Paru .................................................................... 7
2.2. Definisi pneumonia dan bronchopneumonia ................... 10
2.3. Etiologi bronchopneumonia ............................................. 12
2.4. Epidemiologi bronchopneumonia .................................... 12
2.5. Fisiologi bronchopneumonia............................................ 13
2.6. Tanda dan Gejala.............................................................. 14
2.7. Patofisiologi bronchopneumonia ..................................... 15
2.8. Macam-macam komplikasi yang disebabkan
bronchopneumonia ........................................................... 16
2.9. Prognosis bronchopneumonia .......................................... 16
2.10. Manifestasi Klinis bronchopneumonia ............................ 16
2.11. Gangguan Metabolisme pada pendertita
Bronchopneumonia .......................................................... 17
2.12. Pemeriksaan penunjang bronchopneumonia .................... 18
2.13. Tata Laksana Penanganan dan Gizi bronchopneumonia . 20
2.14. Terapi Nutrisi ................................................................... 24
BAB III PENUTUP ........................................................................ 35
3.1 Kesimpulan ....................................................................... 35
3.2 Saran .................................................................................. 35
Daftar Pustaka ................................................................................. 36

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Anak merupakan hal yang paling penting artinya bagi sebuah keluarga.
Selain sebagai penerus keturunan , anak pada akhirnya juga sebagai generasi
penerus bangsa. Oleh karena itu, tidak satupun orang tua yang menginginkan
anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami
bronchopneumonia.bronkopneumonia adalah penyakit infeksi saluran nafas
bagian bawah. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak dan balita hampir
diseluruh dunia. Bila penyakit ini tidak segera ditangani, dapat menyebabkan
beberapa komplikasi bahkan kematian.Bronkopneumonia merupakan salah satu
bagian dari penyakit Pneumonia.
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai parenkim paru,
distal daribronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan
alveoli, sertan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran
gas setempat. Pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada balita di
dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan
tahun1992, 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai
kontribusibesar bagi kematian bayi dan anak di Indonesia. Pada Riset Kesehatan
Dasar(Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki tempat ke-2 sebagai
penyebabkematian bayi dan balita setelah diare dan tempat ke-3 sebagai penyebab
kematianneonatus.
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens pneumonia
anak dan balita di negara berkembang adalah 0,29 episode per anak- tahun atau
151,8 juta kasus pneumonia/ tahun, sejumlah 8,7% (13,1 juta) diantaranya
merupakan pneumonia berat dan perlu rawat intensif. Pneumonia berat ditandai
dengan batuk atau (juga disertai) kesukaranbernapas, napas sesak atau penarikan
dinding dada sebelah bawah ke dalam padabayi usia 2 bulan sampai anak usia
kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia inidikenal juga pneumonia sangat berat
dengan gejala batuk, kesukaran bernapasdisertai gejala sianosis sentral dan tidak
dapat minum.

4
Pada anak di bawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai dengan frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kaliper menit atau lebih atau (juga disertai) penarikan
kuat pada dinding dada sebelahbawah. Pasien dengan pneumonia berat sering
mengalami gagal napas akut yangmembutuhkan ventilasi mekanik invasif ataupun
noninvasif, sehingga merupakanindikasi perawatan di intensive care unit (ICU).
Pneumonia berat yang dirawat diICU menjadi perhatian khusus karena tingginya
angka mortalitas dan morbiditasnya. Sebaliknya pasien sakit kritis yang dirawat di
ICU dapatberkembang menjadi menderita pneumonia berat. Pasien tersebut harus
mendapatTatalaksana nutrisiperawatan segera secara tepat dalam mengendalikan
proses inflamasi dan mencegah disfungsi multi organ.
Terapi nutrisi yang adekuat harus diberikan pada anak sakit kritis yang
dirawat di ICU dengan tujuan meminimalkan efek fase akut. Sekitar 15-20%
anakmasuk ICU sudah dalam kondisi malnutrisi sebelumnya.
Malnutrisiberhubungan dengan deplesi cadangan protein dan lemak, penurunan
imunitas,peningkatan risiko infeksi, penyembuhan luka yang buruk dan
peningkatan morbiditas serta mortalitas. Proses stres katabolik yang berkelanjutan
pada anak dengan cadangantubuh yang lebih sedikit, kebutuhan energi dasar lebih
tinggi atau denganmalnutrisi akan mengakibatkan dampak yang lebih berat,
sehingga tujuan dukungan nutrisi yang kedua adalah memberikan asupan protein
yang adekuatuntuk menghasilkan imbang protein yang positif dan untuk
memelihara jaringan. otot.
Pada akhirnya terapi nutrisi harus dapat mendukung proses anabolisme
danpertumbuhan pada fase pemulihan sakit kritis.Terapi nutrisi merupakan aspek
penting dari perawatan anak sakit kritisyang dirawat intensif. Pemberian nutrisi
yang adekuat pada fase akut penyakitberat dapat memperbaiki akibat buruk yang
dapat terjadi akibat kurang gizi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan pneumonia dan bronchopneumonia ?
b. Bagaimana Etiologi brochopneumonia ?
c. Bagaimana fisiologi dari bronchopneumonia ?
d. Bagaimana patofisiologi bronchopneumonia ?

5
e. Bagaimana macam-macam komplikasi yang disebabkan oleh
bronchopneumonia ?
f. Bagaimana prognosis dari bronchopneumonia ?
g. Bagaimana manifestasi klinis bronchopneumonia ?
h. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk bronchopneumonia ?
i. Bagaimana tata laksana penaganan dan gizi brochopneumonia ?
1.3 TUJUAN
1.3.1 TUJUAN UMUM
a. Menjelaskan definisi pneumonia dan bronchopneumonia
b. Menjelaskan bagaimana Etiologi brochopneumonia
c. Menjelaskan fisiologi dari bronchopneumonia
d. Menjelaskan patofisiologi bronchopneumonia
e. Macam-macam komplikasi yang disebabkan oleh bronchopneumonia
f. Menejelaskan prognosis dari bronchopneumonia
g. Menjelaskan manifestasi klinis bronchopneumonia
h. Macam-macam pemeriksaan penunjang untuk bronchopneumonia
i. Menjelaskan tata laksana penaganan dan gizi brochopneumonia
1.3.2 TUJUAN KHUSUS
a. Mahasiswa mampu memahami bagaimana brochopneumonia dapat
menyerang dan bagaimana penatalaksaan gizi untuk penderita
brochopneumonia

6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Paru
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.
Pembentukan paru dimulai dari sebuah groove yang berasal dari
foregut.Selanjutnya pada groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh
suatujaringan yang disebut primary lung bud. Bagian proksimal foregut membagi
dirimenjadi dua, yaitu esofagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya
trakeaakan bergabung dengan primary lung bud yang merupakan cikal bakal
bronkus dan cabang-cabangnya. Bronchial tree terbentuk setelah embrio berumur
16 minggu, sedangkanalveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya
terus meningkat hinggaanak berumur 8 tahun. Ukuran alveoli bertambah besar
sesuai denganperkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan
perkembanganparu berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan
somatik berhenti.Saluran napas (tracheobronchial tree) berfungsi sebagai suatu
saluran udara yangmengalir dari dan ke alveolar-capillary complexes.
Saluran napas terdiri atastrakea dan bronkus utama kanan dan kiri serta
cabang-cabangnya, dengan caramembagi diri secara dikotomi. Cabang bronkus ini
dikenal sebagai bronkuslobaris, segmental, subsegmental, hingga cabang bronkus
yang lebih kecil lagi dancabang ini berakhir pada bronkiolus. Selanjutnya bagian
distal bronkus terdiri atasbronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakus
alveolaris. Bagian distalsaluran napas ini bersama-sama dengan sistem pembuluh
darah membentuk satuunit yang disebut alveolar-capillary complexes.
2.1.1 Anatomi Paru
Paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara yang
terletakdi rongga toraks. Paru terdiri dari susunan bronkus, bronkiolus, bronkiolus
respiratorik, alveoli, pembuluh darah, saraf dan sistem limfatik. Paru merupakan
alat pernapasan utama yang merupakan dua organ berbentuk kerucut denganapeks
diatas dan sedikit lebih tinggi dari klavikula. Paru dibagi menjadi beberapa lobus
oleh fisura.
Paru kanan terbagimenjadi 3 lobus dan paru kiri terbagi menjadi 2 lobus.
Paru mempunnyai hillusparu yang dibentuk oleh arteri pulmonalis, vena

7
pulmonalis, bronkus, arteribronkialis, vena bronkialis, pembuluh limfe, dan saraf.
Paru dilapisi oleh lapisantipis yang disebut pleura. Pleura terdiri dari pleura
viseralis yang melekat padaparu dan pleura parietalis yang melapisi sternum,
diafragma dan mediastinum.Ruang diantar kedua pleura tersebut dinamakan
rongga pleura, berisi cairan pleurayang memungkinkan paru untuk berkembang
dan berkontraksi tanpa gesekan.15
2.1.2 Fisiologi Paru
Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
danmembuang karbondioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat
dibagimenjadi empat peristiwa fungsional utama yaitu :
1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfir
dan alveoli paru
2. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah
3. Transpor oksiden dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan
dari sel
4. Pengaturan ventilasi dan hal lain dari pernapasan.
Paru dapat dikembang kempiskan melalui dua cara yaitu diafragmabergerak
turun naik untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, dandepresi elevasi
tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameteranteroposterior rongga
dada.
Pernapasan normal dan tenang dapat dicapai denganhampir sempurna
melalui metode pertama yaitu melalui gerakan diafragma. Saatinspirasi kontraksi
diafragma menarik permukaan paru ke arah bawah, dan saatekspirasi, diafragma
mengadakan relaksasi dan sifat elastis daya lenting paru(elastic recoil) dinding
dada, dan struktur abdominal akan menekan paru. Selamabernapas kuat, daya
elastis tersebut tidak cukup kuat untuk menghasilkanekspirasi cepat yang
diperlukan, sehingga diperlukan tenaga ekstra dari otot-ototabdominal yang
mendorong isi abdomen keatas melawan dasar diafragma.
Metode kedua untuk mengembangkan paru adalah dengan
mengangkatrangka iga. Pengembangan paru dapat terjadi karena saat posisi
istirahat igamiring kebawah, sternum turun ke belakang kearah kolumna
vertebralis. Tetapibila rangka iga dielevasikan, tulang iga langsung maju sehingga

8
sternum sekarangbergerak ke depan menjauhi spinal, membentuk jarak
anteroposterior dada kira-kira 20% lebih besar selama inspirasi maksimum
dibandingkan selama ekspirasi.Oleh karena itu, otot-otot yang mengelevasikan
rangka dada dapatdiklassifikasikan sebagai otot ekspirasi.
Paru merupakan struktur elastis yang akan mengempis seperti balon dan
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan
untukmempertahankan pengembangannya. Tidak terdapat perlekatan antara paru
dandinding dada kecuali pada bagian dimana paru tergantung pada hilum
darimediastinumnya. Paru sebetulnya mengapung dalam rongga toraks,
dikelilingilapisan tipis pleura dengan cairan pleura yang menjadi pelumas bagi
gerakan parudi dalam rongga. Selanjutnya cairan yang berlebihan akan diisap
kedalam saluranlimfatik.Selama pernapasan normal dan tenang, hanya 3 sampai 5
% dari energitotal yang dikeluarkan tubuh dipakai pada proses ventilasi paru.
Selama latihanyang berat jumlah energi yang dibutukan dapat meningkat hingga
50 kali lipat,terutama bila orang tersebut mengalami peningkatan resistensi jalan
napas atau penurunan compliance paru.
2.1.3 Metabolisme Paru dalam Kondisi Normal
Gas dapat bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain dengan cara
difusi,pergerakan ini disebabkan oleh perbedaan tekanan dari tempat pertama ke
tempatyang lain. Dengan demikian, oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam darah
kapilerparu karena tekanan oksigen (pressure of oxygen/PO2) dalam alveoli lebih
besardaripada PO2 dalam darah paru. Kemudian di dalam jaringan, PO2 yang
sangattinggi dalam darah kapiler menyebabkan oksigen berdifusi ke dalam
sel.Sebaliknya bila oksigen dimetabolisme dalam sel untuk
membentukkarbondioksida, tekanan karbondioksida (pressure of carbon
dioxide/PCO2)meningkat ke nilai yang tinggi sehingga karbondioksida berdifusi
ke dalamkapiler jaringan.
Demikian pula karbondioksida berdifusi ke luar dari darah masukke dalam
alveoli karena PCO2 dalam darah kapiler paru lebih besar daripada dalam alveoli.
Bila oksigen telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru, oksigenterutama
ditranspor kedalam bentuk gabungan dengan hemoglobin ke kapilerjaringan,
dimana oksigen akan dilepaskan untuk digunakan oleh sel. Adanyahemoglobin di

9
dalam sel darah merah memungkinkan darah untuk mengangkut30-100 kali
jumlah oksigen yang dapat ditranspor dalam bentuk oksigen terlarutdi dalam
cairan darah (plasma). Oksigen bereaksi dengan berbagai bahan makanan untuk
membentuksejumlah besar karbondioksida di dalam sel jaringan. Karbondioksida
ini masukke dalam kapiler jaringan dan ditranspor kembali ke paru.
Karbondioksida sepertioksigen juga bergabung dengan bahan-bahan kimia dalam
darah yangmeningkatkan transportasi karbondioksida 15-20 kali lipat.
Pada keadaan normal kira-kira 97% oksigen yang ditranspor dari paru
kejaringan dibawa dalam campuran kimiawi dalam hemoglobin dalam sel
darahmerah. Tiga persen sisanya dibawa dalam bentuk terlarut dalam cairan
plasma dansel. Dengan demikian pada keadaan normal, oksigen dibawa ke
jaringan hampirseluruhnya oleh hemoglobin. Molekul oksigen bergabung secara
longgar danreversibel dengan bagian heme dari hemoglobin. Bila PO2 tinggi
seperti dalamkapiler paru, oksigen akan berikatan dengan hemoglobin, tetapi bila
PO2 rendahmisalnya dalam kapiler jaringan, oksigen dilepaskan dari hemoglobin.
Darah orang normal mengandung sekitar 15 gram hemoglobin dalam setiap
100ml darah, dan tiap gram hemoglobin dapat berikatan dengan maksimal 1,34
mloksigen. Oleh karena itu rata-rata hemoglobin dalam 100 ml darah
dapatbergabung dengan total hampir 20 ml oksigen bila tingkat kejenuhannya
100persen.
2.2. Definisi Pneumonia dan Bronchopneumonia
2.2.1 Pneumonia
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi, seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ngastiyah,
2000:39).Pneumonia adalah infeksi akut paru-paru disebabkan oleh bakteri dan
virus (Biddulph, 1999: 208). Pneumoniapada anak merupakan masalah yang
umum dan menjadi penyebab utamamorbiditas dan mortalitas di dunia. Terjadinya
pneumonia pada anak seringkalibersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut
pada bronkus yang disebutbronkopneumonia.Pneumonia merupakan salah satu
masalah kesehatan dan penyumbangterbesar penyebab kematian anak usia di
bawah lima tahun (anak dan balita).Pneumonia membunuh anak lebih banyak
daripada penyakit lain apapun,mencakup hampir 1 dari 5 kematian anak-balita,

10
membunuh lebih dari 2 juta anakdan balita setiap tahun yang sebagian besar
terjadi di negara berkembang.
Oleh karena itu pneumonia disebut sebagai pembunuh anak nomor 1 (the
number onekiller of children). Di negara berkembang pneumonia merupakan
penyakit “yangterabaikan‟ (the neglected disease) atau “penyakit yang
terlupakan‟ (the forgottendisease) karena begitu banyak anak yang meninggal
karena pneumonia namunsangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah
pneumonia.
2.2.2 Brochopneumonia
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas
sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru
melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernapasan atau melalui
hematogen sampai ke bronkus. (Sujono Riyadi dan Sukarmin, 2009)
.Bronkopneumonia adalah merupakan peradangan pada parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang ditandai dengan
gejala panas yang tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah,
diare, serta batuk kering dan produktif. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008) .
Bronkopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam
bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer &
Suzanne C, 2005). Bronkopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat
oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk
gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris (Wong, 2008).
Bronchopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru dengan eksudasi dan
konsolidasi disebabkan oleh mikroorganisme.(Sarwonowaspadja,1997:735)
.Bronchopneumonia adalah radang paru yangdisebabkan oleh virus bakteri,jamur
dan benda asing lain yangmengakibatkan tersumbatnya alveolus dan bronkeolus
oleh eksudat.(Ngastiyah,1997:39)Bronchopneumonia merupakan salah satu jenis
pneumonia yangsering disebut pneumonia laburalis.
Pengertian penyakit ini adalahmerupakan konsolidasi bercak yang berpusat
disekitar bronkus yangmengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.
Daerah yangpaling sering terkena adalah segmen basal lobus bagian

11
bawah.(Thompson, 1997:67).Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwabronchopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru
ataualveoli yang disebabkan oleh virus,bakteri, jamur dan benda asing lainnya
yang mengakibatkan tersumbatnya alveolus dan bronkeolus oleh eksudat.
2.3 Etiologi Bronchopneumonia
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh
adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme
patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya
lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan
sekresi humoral setempat. Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus,
bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M.
Nettiria, 2005 antara lain:
1. Bakteri seperti Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, klebsiella,
Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus,
Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Clebsial Pneumoni) ,
Mycobacterium Tuberculosis.
2. Virus seperti Legionella pneumoniae, Respiratory Syntical Virus, Virus
influenza, virus sitomegalik.
3. Jamur seperti Aspergillus spesies, Candida albicans Citoplasma
Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides,
Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi
benda asing Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi
lambung ke dalam paru-paru
4. terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada
pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal
yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii,
Mycoplasma. (Smeltzer & Zusanne C, 2004 dan Sandra M .Nettina,2005)
2.4 Epidemiolgi

Pneumonia adalah penyakit infeksi menular yang merupakan penyebab utama


kematian pada balita di dunia. Di seluruh dunia terjadi 1,6 sampai 2,2 juta

12
kematian anak dan balita karena pneumonia setiap tahun, sebagian besar terjadi di
negara berkembang, 70% terdapat di Afrika dan Asia Tenggara. Pada tahun 2005
WHO melaporkan proporsi penyebab kematian anak dan balita di negara
berkembang adalah pneumonia 19%, diare 17%, malaria 8% dan campak 4%.
Disamping itu terdapat 37% penyebab kematian pada neonatus, 26% di antaranya
disebabkan oleh infeksi berat yaitu sepsis, meningitis dan pneumonia yang secara
klinis sukar dibedakan satu sama lain.
Data di atas menunjukkan bahwa pneumonia berkontribusi besar sebagai
penyebab kematian anak dan balita. Penurunan angka kematian pneumonia anak
dan balita menyebabkan penurunan angka kematian anak dan balita keseluruhan.
Data dari WHO memperkirakan insidens pneumonia anak dan balita di negara
berkembang adalah 0,29 episode per anak/tahun atau 151,8 juta kasus
pneumonia/tahun, 8,7% (13, 1 juta) di antaranya merupakan pneumonia berat dan
perlu rawat intensif. Di negara maju terdapat 4 juta kasus setiap tahun hingga total
di seluruh dunia ada 156 juta kasus pneumonia anak dan balita setiap tahun.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan tahun1992,
1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai kontribusibesar
terhadap kematian bayi dan anak di Indonesia. Sedangkan pada penelitian Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki tempat ke-2
sebagai penyebab kematian bayi dan balita setelah diare dan menduduki tempat
ke-3 sebagai penyebab kematian pada neonatus.4
2.5 Fisiologi
Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran
bagian atas,bagian bawah dan paru .
1. Saluran pernafasan bagian atas terdiri dari nafas anterior yang memuat
kelenjar sebaseus dengan di tutupi bulu yang kasar dan bermuara ke
rongga hidung.rongga hidung yang di lapisi selaput lendir yang
mngandung pembuluh darah.proses oksigenasi diawali dengan
penyaringan udara yang masuk melalui hidung.kemudian dihangatkan
sementara di lembabkan (Sandra M. Nettina, 2005) Faring, laring,
merupakan pipa yang memiliki otot memanjang dari dasar tengkorak

13
sampai esofagus yang terletak di belakang nasofaring di belakang mulut
dan di belakang faring.
Laring merupakan saluran pernafasan setelah faring yang terjadi dari atas
bagian dari tulang rawan yang di ikat bersama ligamen dan
membran,terdiri atas 2 lapisan yang bersambung di garis tengah Epiglotis
merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup laring pada saat
proses makanan.
2. Saluran pernafasan bawah terdiri dari Trakea sebagai batang
tengkorak,memiliki panjang kurang lebih 9 cm yang dimulai dari laring
sampai kira-kira ketingian Vertebrata torakalis kelima. Bronkus
merupakan bentuk percabangan/kelanjutan dari trachea yang terdari atas
percabangan kanan dan kiri. Bronchiolus merupakan saluran percabangan
setelah bronkus.
3. Paru merupakan organ utama dalam sistem pernafasan.paru terletak dalam
rongga toraks setinggi tulang selangka sampai tulang diafragma.
2.5 Tanda dan Gejala
Biasanya didahului ISPA selama beberapa hari
1. kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengku (sesak nafas)
c. Takipnea
2. Suhu naik 39oC- 40oC ,dangkal, kejang, gelisah.
3. Pernafasan cepat, dangkal disertai cuping hidung dan pucat disekitar
mulut dan hidung.
4. Perubahan bunyi nafas.Bunyi nafas di atas area yang menglami
konsolidasia.
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
5. Batuk mula -mula kering menjadi produktibatuk kental, produktif
Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau
berkarat.
6. Kadang disertai muntah dan diare.

14
7. Penurunan kesadaran.(Ngastiyah, 1997:41)
8. Serangan akut dan membahayakan.
9. Sakit kepala, Malaise.
10. Nyeri abdomen.(Suriadi, 2000:248)
11. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan.
12. Masalah-masalah psikososial ; disorientasi, ansietas, takut mati
2.6 Patofisiologi Bronchopenumonia
Proses bronchopneumonia dimulai dari akibat inhalasi mikrobayang ada
diudara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaranhematogen. Selain itu
juga berhasilnya kuman pathogen seperti virus,bakteri, jamur, mycoplasma dan
benda asing masuk kesaluran pernafasan yaitu ke bronkus sehingga terserap ke
paru perifer yang menyebabkanreaksi jaringan berupa udema, yang
mempermudah proliferasi danpenyebaran kuman. Bagian paru yang terkena
mengalami konsolidasi,yaitu terjadinya serbukan sel PMN (poli morfonuklear),
fibrin, eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli. Proses ini termasuk dalam
stadium hepatisasi merah, sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan
proses infeksi berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura.
Ditemukan pula fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis
yang cepat.Dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag
di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya kuman.
(Mansjoer,2000:465)Bakteri, virus atau jamur masuk ke dalam paru-paru melalui
saluran pernafasan secara percikan (droplet) .
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertam) kapiler melebar dan kongesti, serta di
dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak,
beberapa neutrofil dan makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya) lobus dan lobulus yang
terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, merah dan pada
perabaan seperti hepar. dalam alveolus didapatkan florin, leukosit,
neutrofil dan banyak sekali eritrosit dan kuman. stadium ini berlangsung
sangat pendek.
3. Stadium hepatisi kelabu (3-8 hari) lobus masih tetap padat dan warna
merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh

15
fibrin. alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fotositosis
pneumococcus.
4. Stadium resolusi (4-11 hari) eksudat berkurang dalam alveolus makrofag
bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak, fibrin
direabsorbsi dan menghilang (Sujono Riyadi &Sukarmin, 2009)
2.7 Macam – Macam Komplikasi yang Disebabkan Broncchopneumonia
Komplikasi yang dapat terjadi adalah empiema, otitis media akut, mungkin
juga komplikasi lain yang dekat seperti atelektosis, emfisema, abses pada paru-
paru,infeksi sistomik,endokarditis, atau komplikasi jauh seperti meningitis,
komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiotik secara tepat (Ngastiyah, 2005)
2.8 Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%. Bila pasien disertai Malnutrisi energi Protein
MEP dan pasien yang datang terlambat angka mortalitasnya masih tinggi
(Ngastiyah, 2005).
2.9 Manifestasi Klinis Bronchopneumonia
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di
saluranpernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita
bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil,
demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas
menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis. kadang-kadang disertai
muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit,
tetapi setelah beberapa hari mulaFmula kering dan kemudian menjadi produktif.
Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah auskultasi yang terkena. Pada
perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya
terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang. (Sujono Riyadi & Sukarmin,
2009)
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu mungkin pada perkusi
terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras.
(sujono Riyadi &Sukarmin, 2009)Terdengar adanya krekels di atas paru yang
sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh
eksudat (Sandra M. Nettina, 2005).

16
2.10 Gangguan Metabolisme pada Penderita Bronchopneumonia
2.10.1 Perubahan Metabolisme Karbohidrat
Pada keadaan normal sumber energi utama adalah glukosa yang masuk ke
dalamsirkulasi, dapat dari dalam (glikogenolisis dan glukoneogenesis) atau dari
luar(saluran cerna atau intravena). Glukosa akan dimetabolisme menjadi CO2, air
danenergi (ATP) atau dikonversi dan disimpan dalam bentuk glikogen atau
menjadilemak. Insulin memudahkan ambilan glukosa pada sel, merangsang
sintesisglikogen dan menekan glukoneogenesis, sebaliknya katekolamin,
glukagon dankortisol merangsang glikogenolisis dan glukoneogenesis hepatik
sehinggaketiganya disebut hormon kontra insulin. Hiperglikemia merupakan
respons metabolik yang paling menonjol setelahterjadi stres atau trauma.
2.10.2 Perubahan Metabolisme Protein
Meningkatnya hormon katekolamin, glukagon dan kortisol
menyebabkanpeningkatan katabolisme protein, terutama melalui jalur kompleks
ubikuitin-proteasom. Selama kondisi stres terjadi peningkatan turnover protein,
sintesisprotein fase akut mengalami peningkatan, sedangkan sintesis albumin
mengalami penurunan. Protein otot banyak didegradasi, dimana asam amino
alanin dari ototrangka menjadi substrat jalur alanin-glukosa di hepar sebagai
sumber energi.Glutamin di otot rangka banyak didegradasi sebagai sumber energi
di hepar,mukosa usus, ginjal, sel imun dan jaringan luka, sehingga kebutuhan
tubuh akan glutamin meningkat.
Di ginjal, rangka karbon yang terdapat pada glutamin merupakan substrat
utama untuk proses glukoneogenesis, menghasilkan amoniayang diekskresikan
melalui urin. Oleh karenanya, selain sebagai sumber energi,glutamin juga
berperan sebagai buffer amonia di ginjal. Rangka nitrogen padaglutamin
merupakan prekursor untuk sintesis nukleotida, terutama bagi sel yangcepat
membelah. Sehingga, pada kondisi trauma penting dilakukan pemberian glutamin
untuk mencukupi kebutuhannya yang meningkat.Asam amino yang ditransfer ke
hati akan digunakan untuk sintesis glukosadan protein fase akut seperti
fibrinogen, komplemen, C-reactive protein,haptoglobin feritin dan lain–lain.
Banyaknya sintesis protein fase akut seimbangdengan beratnya kerusakan

17
jaringan. Sintesis protein lain seperti albumin,transferin, retinol dan prealbumin
akan menurun.
Sintesis fase akut protein dipacuoleh IL-1, IL-6, TNF, glukokortikoid dan
lipopolisakarida bakteri. Pada anak dengan sakit kritis, saat fase akut dari stres
metabolik berakhir,menurunnya reaktan fase akut merupakan pertanda dimulainya
fase anabolisme,kemudian terjadi penurunan protein dan nitrogen urine total, serta
peningkatan kadar protein viseral. Hipoproteinemia yang terjadi dapat berakibat
padaterlambatnya pengosongan lambung, ileus berkepanjangan, peningkatan
risikoterlambatnya proses penyembuhan luka, lambatnya pembentukan kalus
tulang,peningkatan risiko infeksi. Anak yang sedang sakit akan mengalami stres
dengan akibat umum yaituterjadinya anoreksia, asupan makan berkurang, dapat
terjadi starvasi, danpeningkatan kadar hormon antagonis insulin (glukagon,
kortikosteroid,katekolamin, dan growth hormone). Pemecahan protein terus
berlanjut denganakibat wasting otot, termasuk otot-otot pernapasan dan juga otot
jantung denganakibat terjadinya atelektasis, pneumonia, dekompensasio kordis
dan kematian.Pemecahan protein berakibat pada penurunan daya tahan tubuh,
sehingga tubuhsemakin rentan terhadap sepsis.
2.10.3 Perubahan Metabolisme Lemak
Lemak dapat dipakai sebagai sumber energi atau disimpan. Trigliserida
rantaipanjang (long-chain triglyceride/LCT) yang dimakan akan dicerna menjadi
asamlemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas dapat dioksidasi menjadi energi
ataudiesterifikasi menjadi trigliserida kembali. Pada kondisi makan (insulin
tinggi)esterifikasi lebih dominan daripada lipolisis sebaliknya pada kondisi
kelaparan(rasio insulin : glukagon rendah) lemak dipecah menjadi asam lemak
bebas(lipolisis) dan dioksidasi menjadi energi yang diikuti dengan pembentukan
bendaketon oleh mitokondria hati yang selanjutnya dipakai sebagai sumber energi
olehorgan. Oksidasi lemak dari makanan menghambat lipolisis lemak
endogen.Mobilisasi lemak yang meningkatkan asam lemak bebas akan
menghambatambilan dan oksidasi glukosa oleh sel otot.
2.11 Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada bronkopneumonia untuk
menegakkan diagnosis diantaranya yaitu :

18
1. Rontgen dada : hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi distribusi
struktural : dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema
(stapilococcus) infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial) atau
penyebaran/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar
B dada mungkin bersih. foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-
bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris
terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
2. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan Fungsi paru untuk
preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau
mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
3. Pemeriksaan fungsi paru. pada pemeriksaan ini akan didapatkan
volume paru mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar) tekanan
jalan nafas mungkin meningkat dan komplain paru menurun, terjadi
hipoksemia.
4. Analisa gas darah. pada pemeriksaan darah ini biasanya akan
didapatkan hasil yang tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada
luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
5. Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu
atau beberapa lobus yang berbercak-bercak infiltrate
6. pemeriksaan laboratorium didapati lekositosit antara 15 000
sampai 40000/mm3.
7. Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien
mengalami imunodeviensi.
8. Pemeriksaan AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status
kardiopulmoner yang berhubungan dengan oksigen.
9. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan
biopsi jarum, untuk mengetahui mikroorganisme penyebab dan obat
yang cocok untuk menanganinya.
10. Pemeriksaan darahPada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil. (Sandra M. Nettina, 2005)

19
11. Pemeriksaan sputumBahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk
yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan
untuk kultur serta tes sensitifitas
2.12 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai
pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati
pada satu atau beberapa lobus. foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya
komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau
perikarditis. gambaran ke arah sel polimoronuklear juga dapat dijumpai diagnosis
etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena
pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan
kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan
pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. berdasarkan pedoman
tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan ;
- Pneumonia sangat berat : bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak
sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotika.
- Pneumonia berat : bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih
sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotika.
- Pneumonia : bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
>60 x /menit pada anak usia <2 bulan- H E0 B?menit pada anak usia !
bulan C " tahun
2.12 Penatalaksanaan
2.12.1 Penatalaksanaan menurut (Sujono Riyadi & Sukarmin, 2009)
a. Terapi diet &Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 U/KG
BB/Hari 1, ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/Kg BB/hari atau
diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin.
Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Pemberian obat
kombinasi bertujuan untuk menghilangkan penyebab infeksi yang

20
kemungkinan lebih dari & jenis juga untuk menghindari resistensi
antibiotik
b. Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena, biasanya diperlukan campuran glukusa 5% dan Nacl 0,9%
dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan Kcl 10 mEq/500ml/botol infus.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabilisme
akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai
dengan hasil analisa gas darah arteri.
d. Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik
pada penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafas.
e. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiakan inhalasi dengan
salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexotid dan ventolin. selain
bertujuan mempermudah pengeluaran dahak juga dapat meningkatkan
lebar lumen bronkus.
2.12.2 Terapi inhalasi
Terapi inhasi merupakan istilah yang menekankan pada berbagai terapi yang
melibatkan perubahan komposisi, volume, atau tekanan gas yang diinspirasi.
terapi ini terutama mencangkup peningkatan konsentrasioksigen pada gas yang
diinspirasi (terapi oksigen), peningkatan uap air yang terkandung di dalam gas
inspirasi (terapi humidifikasi), penambah partikel udara dengan zat lain yang
bermanfaat (terapi aerosol), dan pemakaian berbagai alat untuk mengendalikan
atau membantu pernafasan (ventilasi buatan, tekanan jalan nafas positif)(Wong,
2008) terapi inhalasi adalah pemberian obat secara inhalasi (hirupan" ke dalam
saluran respiratori (IDAI,2008). terapi inhalasi yaitu merupakan obat cair yang
mengandung larutan dalam udara (Ringel edward, 2012).
2.12.3 Terapi pneumonia pada anak
Terapi pneumonia segera diberikan setelah menilai apakah pasien perlu rawat
inap di rumah sakit atau rawat jalan. Indikasi rawat inap adalah pneumonia terjadi
pada usia yang sangat dini (<3 bulan) karena kondisi pasein dapat memburuk
dengan cepat dan lebih rentan terhadap hipoksemia dan bakteremia, hipoksemia
persisten yang membutuhkan oksigenasi suplemental, adanya faktor komplikasi

21
seperti dehidrasi atau muntah berat yang membutuhkan jalur intravena,
penampilan toksis atau adanya kondisi penyakit kronik yang mendasari. Selain
keadaan tersebut, pasien bisa dirawat jalan. Pada pasien rawat jalan, pada usia 3
bulan-5 tahun pneumonia biasa disebabkan oleh virus, sehingga bayi atau anak
yang hanya menderita demam ringan dan tidak demam dan pada pemeriksaan
tidak terdapat napas cepat tidak perlu diberikan antibiotik. Antibiotik yang
digunakan pada pasien rawat jalan Antibiotik Dosis (mg/kgBB/hari) Dosis
maksimum
a. Amoxicillin 80-100 dibagi BIB/TID 1 g TID
b. Cefdinir 14 dibagi QD/BID 600 QD
c. Cefuroxime 30 dibagi BID 500 BID
d. Cefpodoxime 10 dibagi BID 200 mg BID
e. Ceftriaxone 50 mg IM diberikan QD 2 g QD
f. Azithromycin 10 mg QD hari 1, 5mg QD hari 2-5,atau 10 mg QD selama
3 hari, 500 mg, 250 mg/hari, 500 mg/hari selama 3 hari
g. Doxycycline 4 mg dibagi BID 100 mg BID
h. Clindamycin 20-40 mg dibagi BID 600 mg TID
i. Amoxicillin-Clavulanate80-100 mg dibagi BID/TID 2 g BID
j. QD = 1x/hari, BID = 2x/hari, TID = 3 x/hari, IM = intramuskular
Pada beberapa kasus diperlukan rawat inap di rumah sakit. Bayi usia 3
minggu hingga 3 bulan yang menderita pneumonia biasanya dirawat di RS,
terutama jika terdapat demam, hipoksia, distress pernapasan atau dehidrasi. Bayi-
bayi yang lebih besar, anak dan remaja dengan tanda-tanda distress pernapasan
yang sedang berlangsung, termasuk takipnea, suara napas merintih, peningkatan
usaha bernapas atau hipoksemia, adanya dehidrasi atau panas tinggi dan
penampilan toksik juga harus dirawat. Perawatan perlu dipertimbangkan pada
anak dengan penyakit seperti jantung, paru, metabolik, imunologi, hematologi
(terutama penyakit sel sabit/sickle cell disease). Pasien rawat jalan yang tidak
membaik dengan pengobatan yang tepat, atau terjadi komplikasi seperti efusi atau
abses harus dirawat di rumah sakit. Antibiotik yang digunakan pada pasien rawat
inap Antibiotik Dosis intravena (mg/kgBB/hari) Dosis maksimum
a. Ceftriaxone 50 2 g

22
b. Ampicillin 200 dibagi QID 12 g
c. Vancomycin 40-60 dibagi BID 3-4 g
d. Clindamycin 30-40 dibagi TID 2,7 g
e. Levofloxacin Tidak direkomendasikan pada anak 750 mg
f. Azithromycin 10 mg hari 1,5 mg hari 2-5500mg,250 mg
g. Doxycycline Tidak direkomendasikan pada anak 200 mg
h. Nafcillin/Oxacillin 200 dibagi per 6 jam 12 g
i. Linezolid 30 dibagi TID < 12 tahun
j. 20 dibagi BID > 12 tahun
k. 600 mg BID
l. Ampicillin-Sulbactam 200 ampicillin dibagi per 6 jam 12 g
m. Piperacillin-Tazobactam 300 piperacillin dibagi per 6 jam 16 g
n. Meropenem 60 dibagi per 8 jam 3 g
o. QID = 1x/hari, BID = 2x/hari, TID = 3 x/hari, IM = intramuskulaR
Pada perawatan rumah sakit dilakukan foto rontgen thoraks, tes laboratorium
darah lengkap, kultur darah dan kimia darah. Hal ini penting untuk menentukan
patogen penyebab sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang optimal. Pada
anak yang lebih besar dan dapat mengeluarkan dahak, sputumnya harus diperiksa
untuk menemukan bakteri patogen. Pada beberapa tempat Mycoplasma,
Chlamydophila dan Legionella dapat ditentukan secara serologis. Perawatan di
rumah sakit termasuk oksigen suplementasi, suction, cairan intravena, analgetiK
dan antipiretik. Harus dilakukan pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik
secara berkala.
2.13 Pencegahan
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan pneumonia
pada anak terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan non-imunisasi. Imunisasi
terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan
strategi pencegahan spesifik. Pencegahan non-imunisasi merupakan pencegahan
non-spesifik misalnya mengatasi berbagai faktor-risiko seperti polusi udara
dalam-ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak sehat/bersih, perbaikan gizi dan
dan lain-lain. Imunisasi memberikan arti yang sangat penting dalam pencegahan
pneumonia. Pneumonia diketahui dapat menjadi komplikasi dari campak, pertusis

23
dan varicella, sehingga imunisasi dengan vaksin yang berhubungan dengan
penyakit tersebut akan membantu menurunkan insiden pneumonia.
Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophillus influenzae dapat dicegah
dengan pemberian imunisasi Hib. Pencegahan pneumonia yang berkaitan dengan
pertusis dan campak adalah imunisasi DPT dan campak dengan angka cakupan
yang menggembirakan; DPT berkisar 89,6 %-94,6 % dan campak 87,8 %-93,5 %.
Dari beberapa studi vaksin (vaccine probe) diperkirakan vaksin pneumokokus
konjungat dapat mencegah penyakit dan kematian 20-35% kasus pneumonia
pneumokokus dan vaksin Hib mencegah penyakit dan kematian 15- 30% kasus
pneumonia Hib. Pada saat ini di banyak negara berkembang direkomendasikan
vaksin Hib untuk diintegrasikan ke dalam program imunisasirutin dan vaksin
pneumokokus konjugat direkomendasikan sebagai vaksin yang dianjurkan.
Kekurangan yang mungkin masih ditemukan sehubungan dengan imunisasi
sebagai pencegahan spesifik terutama di beberapa negara berkembang adalah
cakupan imunisasi campak dan DPT/pertusis mungkin belum memuaskan,
imunisasi Hib belum termasuk imunisasi wajib, imunisasi pneumokokus tidak
efektif karena serotipe tidak sesuai, dan imunisasi terhadap patogen lain (RSV,
stafilokokus, Gram negatif) belum tersedia.
Disamping imunisasi sebagai pencegahan spesifik pencegahan non-imunisasi
sebagai upaya pencegahan nonspesifik merupakan komponen yang masih sangat
strategis. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan misalnya pendidikan kesehatan
kepada berbagai komponen masyarakat, terutama pada ibu anak dan balita tentang
besarnya masalah pneumonia dan pengaruhnya terhadap kematian anak, perilaku
preventif sederhana misalnya kebiasaan mencuci tangan dan hidup bersih,
perbaikan gizi dengan pola makanan sehat, penurunan faktor risiko lain seperti
mencegah berat badan lahir rendah, menerapkan ASI eksklusif, mencegah polusi
udara dalam ruang yang berasal dari bahan bakar rumah tangga dan perokok pasif
di lingkungan rumah dan pencegahan serta tatalaksana infeksi HIV.2
2.13 Terapi Nutrisi pada Anak Sakit Kritis dengan Penyakit Paru
Salah satu kesulitan dalam mempelajari hubungan antara nutrisi dan diet
denga penyakit pernapasan adalah kurangnya penelitian berbasis evidence
terutama dengan penyakit pernapasan yang spesifik, sehingga rekomendasi sulit

24
didapatkan. Beberapa penelitian mengenai hubungan antara asupan nutrisi dengan
penyakit paru hanya berdasarkan studi retrospektif dan bukan intervensi.
Dukungan nutrisi merupakan faktor penting pada pasien paru dengan sakitkritis
yang dirawat di ICU. Meskipun terdapat keterbatasan data dalammenentukan
nutrisi spesifik pada penyakit paru, telah diketahui adanya hubungankuat antara
nutrisi dengan fungsi paru. Pasien dengan malnutrisi protein kalorimempunyai
peningkatan kejadian pneumonia, gagal napas dan ARDS.
Malnutrisi dapat mempengaruhi fungsi paru dengan cara menurunkan
kemampuan otot pernapasan, mengubah kapasitas ventilasi dan mengganggu
fungsi imun. Pemenuhan nutrisi yang tepat dan pencegahan terhadap malnutrisi
lebihlanjut selama periode sakit kritis dapat memperbaiki fungsi yang berubah
danmerupakan faktor penting dalam memperbaiki keluaran. Berdasarkan
pedoman American Society for Parenteral and Enteral Nutrition
(ASPEN),pemberian dukungan nutrisi dimulai setelah puasa 5-10 hari. Pada
penyakit paru akut maupun kronis, pemenuhan nutrisi yang tidak adekuat dapat
mengakibatkan imunokompromais, wasting otot pernapasan dan disfungsi
ventilasi sehingga memperpanjang ketergantungan terhadap ventilator.Pemberian
nutrisi yang berlebihan akan memberikan efek merugikan pada pasienparu karena
adanya peningkatan produksi karbon dioksida (CO2) dan kebutuhanoksigenasi
yang meningkat pada sistem organ yang sudah terganggu.
Tujuan
Memberikan makanan yang cukup untuk mempercepat pertumbuhan
Prinsip
a. Tinggi kalori tinggi protein
b. Cairan tinggi apabila ada demam
c. Porsi kecil dan sering
d. Hindari makanan yang merangsang batuk
e. Bentuk makanan disesuaikan
Tatalaksana Nutrisi
Kebutuhan gizi pada pasien anak bersifat individual sehingga tidak
sama dengan kecukupan gizi yang dianjurkan (Recommended Dietary
Allowance, RDA) atau kecukupan masukan zat gizi yang dianjurkan (Dietary

25
Reference Intake, DRI).Walaupun demikian penggunaan RDA maupun DRI
cukup memadai dalamdiperhitungkan dengan berbagai rumus. Kecukupan
atau adekuat tidaknyapemenuhan kebutuhan dilihat kembali berdasarkan
respon pasien. Komponen kebutuhan energi terdiri dari empat komponen yaitu
basalmetabolic rate (BMR), diet induced thermogenesis (DIT), aktivitas fisik
dann tumbuh. Kebutuhan energi dapat dipengaruhi oleh status gizi, penyakit
dasar,asupan serta keluaran energi, usia dan jenis kelamin.
Selama periode stres metabolik pemberian nutrisi
berlebihan(overfeeding) dapat meningkatkan kebutuhan metabolisme di paru
dan hati, dandapat berakhir dengan meningkatnya angka kematian.Komplikasi
overfeeding meliputi kelebihan produksi CO2 yangmeningkatkan ventilasi,
edema paru dan gagal napas, hiperglikemia yangmeningkatkan kejadian
infeksi, lipogenesis karena peningkatan insulin,imunosupresi, dan komplikasi
hati seperti perlemakan hati dan kolestasisintrahepatik. Oleh sebab itu
kebutuhan nutrisi pasien harus selalu diperhitungkanagar tidak terjadi
underfeeding atau overfeeding. Setelah terdapat perbaikan klinisdan melewati
fase kritis dari penyakitnya (setelah hari ke 7-10), kebutuhan kaloriserta
protein perlu dinilai kembali menggunakan RDA karena diperlukan
untuktumbuh kejar (catch up growth).
Kebutuhan Makronutrien
a. Kebutuhan Energi
Penentuan kebutuhan energi yang akurat sangat penting pada
pasienALI/ARDS. Underfeeding dapat menghambat weaning ventilator
danmenyebabkan pasien lebih rentan terkena infeksi, sementara
overfeeding dapatmenyebabkan hiperkapnea dan juga menghambat
weaning ventilator. Adabeberapa standar perhitungan kebutuhan energi,
namun belum ada konsensusyang menyatakan yang paling akurat.
Kebutuhan energi pada anak sakit kritis harus dinilai berdasarkan
tingkatkeparahan penyakitnya.51 Perhitungan BMR dan REE dapat
dilakukan denganmenggunakan kalorimetri indirek yang hasilnya akurat,
namun jika kalorimetriindirek tidak tersedia dapat menggunakan berbagai
rumus perhitungan ataunomogram, yang paling sering digunakan adalah

26
rumus WHO (1985), SchofieldWH (1985) dan Harris-Benedict (1919)
dengan memperhitungkan faktor stres. Diantara ketiga rumus tersebut
rumus Schofield WH terbukti paling akurat dalammemperkirakan REE
dalam keadaan failure to thrive.
b. Kebutuhan Protein
Masa sakit kritis dan penyembuhan ditandai dengan meningkatnya
katabolismedan turn over protein. Keuntungan dari turn over protein yang
tinggi adalah aliranasam amino yang terus-menerus tersedia untuk sintesis
protein baru. Terutama terjadi redistribusi asam amino dari otot skelet ke
hepar, luka dan jaringan yangterlibat dalam respons inflamasi. Pada anak sakit
kritis terdapat peningkatan degradasi protein tubuh danjuga sintesis protein,
namun lebih banyak terjadi degradasi protein selama stresterjadi, sehingga
terjadi net negative protein dan balans nitrogen negatif, yangditandai oleh
wasting otot skelet, penurunan berat badan dan disfungsi imun.
Katabolisme protein otot untuk menghasilkan glukosa dan sebagai
respons inflamasi merupakan adaptasi jangka pendek yang menguntungkan,
namun hal ini sangat terbatas karena cadangan protein pada anak dan neonatus
sedikit. Pemecahan protein otot yang berkelanjutan dapat mengakibatkan
kehilangan ototpada diafragma dan interkostal sehingga menyebabkan
gangguan pada proses pernapasan. Kebutuhan protein lebih tinggi pada anak
sakit kritis jika dibandingkandengan anak sehat. Penelitian pada bayi
menunjukkan peningkatan degradasiprotein setelah pembedahan sebesar 25%
dan peningkatan 100% ekskresi nitrogenurine pada sepsis bakterial.
Pemenuhan protein yang adekuat dapat membantuproses sintesis protein,
proses penyembuhan luka dan respons inflamasi, danmempertahankan massa
otot skelet.
Perkiraan kebutuhan protein pada anak sakit kritis yaitu pada usia 0-2
tahun sebesar 2-3 g/kg BB/hari, 2-13 tahun sebesar 1,5-2g/kg BB/hari dan 13-
18 tahun sebesar 1,5 g/kg BB/hari.57Anak sakit kritis membutuhkan asupan
protein 2-3g/kgBB/hari untukmencapai balans nitrogen yang positif. Anak
dengan luka bakar beratmembutuhkan protein 3 g/kg BB/hari untuk

27
mendukung penyembuhan luka, danpada pasien dengan sepsis pemberian
protein bisa sampai >4 g/kg BB/hari.57
c. Kebutuhan Karbohidrat
Ketika kebutuhan protein sudah tercukupi, pemenuhan kalori dari
sumberkarbohidrat dan lemak mempunyai efek yang hampir sama pada
sintesis proteindan keseimbangan protein secara keseluruhan pada pasien sakit
kritis. Glukosamerupakan sumber energi utama pada otak, eritrosit dan
medula ginjal danberguna pada perbaikan jaringan yang terluka. Cadangan
glikogen terbatasjumlahnya dan cepat habis pada sakit kritis sehingga
meningkatkan kebutuhanakan glukoneogenesis. Pemberian glukosa pada
respons stres metabolik tidakmenghentikan proses glukoneogenesis, proses
katabolisme protein otot untukmenghasilkan glukosa terus berlangsung
sehingga pemberian asupan tinggikarbohidrat pada pasien sakit kritis tidak
dianjurkan.
Sebuah rekomendasi dari The Surviving Sepsis Campaign
menyatakanpentingnya kontrol glukosa yang ketat pada pasien dewasa yang
sakit kritis.Hiperglikemia sering terjadi pada anak sakit kritis dan
berhubungan denganoutcome yang buruk. Penyebab hiperglikemia saat
respons stres bersifatmultifaktorial. Meskipun terdapat data prevalensi
hiperglikemia pada anak, namuntidak ada data yang menilai efek kontrol
glukosa yang ketat pada kelompok anak. Pada pasien ALI/ARDS pemilihan
komposisi substrat harus diperhatikan.Tipe dan jumlah substrat yang
digunakan untuk memenuhi asupan nutrisi dapatmempengaruhi produksi CO2.
Overfeeding dapat menyebabkan peningkatanlipogenesis, peningkatan
glukosa, disfungsi hepar, dan ketidakmampuan untuklepas dari ventilator.
Pasien ICU dengan kondisi hipermetabolik, deplesi nutrisi,stres, dan tidak
mampu mengeliminasi CO2 mudah sekali overfeeding Karbohidrat sering
dihubungkan dengan terjadinya hiperkapnea yangberhubungan dengan
overfeeding.
Namun penelitian Talper tahun 1992mengklarifikasinya, saat
dilakukan pemberian diet isokalori dengan berbagaikonsentrasi karbohidrat,
produksi CO2 tidak berubah. Saat dinaikkan jumlahkalori totalnya namun

28
kadar karbohidratnya tetap (60%), terjadi peningkatanproduksi CO2 yang
signifikan. Hal ini menjelaskan bahwa kalori total harus lebihdiperhatikan
daripada presentase karbohidratnya. Kontrol hiperglikemia pada pasien sakit
kritis dewasa terbuktimemperbaiki outcome. Hiperglikemia dan hipoglikemia
sering terjadi pada pasienPICU. Anak sakit kritis yang tidak selamat
mempunyai kadar glukosa yang lebihtinggi dan lebih lama mengalami
hiperglikemia daripada anak yang selamat.Berdasarkan data yang ada, kontrol
glukosa yang tepat pada anak adalah antara140-180 mg/dL.57
d. Kebutuhan Lemak
Pada sakit kritis, trauma ataupun pembedahan, turnover lemak akan
meningkat.Penelitian mununjukkan bahwa pada anak sakit kritis terjadi
oksidasi lemak yanglebih tinggi. Hal ini menujukkan bahwa pada anak dengan
stres metabolik, sumberenergi utama adalah asam lemak. Karena terjadi
peningkatan kebutuhan akanlemak dan terbatasnya cadangan lemak pada
anak, pada anak sakit kritis berisikoterjadi defisiensi asam lemak esensial jika
diberikan diet bebas lemak. Gejaladefisiensi yang terjadi yaitu dermatitis,
alopesia, trombositopenia dan peningkatan infeksi bakteri. Untuk menghindari
defisiensi asam lemak esensial pada anak sakit kritisdiberikan asam linoleat
dengan rekomendasi 4,5% dan asam linolenat sebesar0,5% dari total kalori.
Pemberian emulsi lemak intravena (intravenous fatemulsion, IVFE) dapat
menurunkan risiko defisiensi asam lemak esensial, yangakan memperbaiki
penggunaan protein dan tidak meningkatkan produksi CO2.
Pemberian lemak terutama asam lemak esensial digunakan untuk
oksidasilemak pada tingkat seluler. Banyak penelitian yang menunjukkan
efekantiinflamasi pada pemberian asam lemak omega 3 terutama EPA dan
DHA,berguna pada penyakit inflamasi kronik termasuk rematoid artritis,
penyakitCrohn, kolitis ulseratif, lupus, multipel sklerosis dan asma. Pemberian
lemakantiinflamasi spesifik pada tahap akut yang digunakan untuk menjaga
fungsiorgan-organ vital dan membantu proses imunitas, inflamasi, dan
antioksidansudah sering dilakukan pada pasien ALI/ARDS di
ICU.33Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan asam lemak omega 3
(EPAdan DHA) yang tepat dapat melemahkan respons metabolik,

29
mengembalikan ataumeminimalkan kehilangan jaringan bebas lemak,
menghambat kerusakanoksidatif jaringan, dan memodulasi respons inflamasi.
Dewasa ini seringdigunakan minyak ikan (EPA dan DHA) pada
perawatan intensif untuk mengubahrespons metabolik terhadap stres dengan
mengubah fosfolipid membran sel,ekspresi gen, memodulasi ekspresi endotel
yang mengatur integritas dan fungsivaskuler.Penelitian oleh Gadek tahun
1999 menggunakan formula lemak yangmenggunakan EPA, DHA, borage oil
dan antioksidan melaporkan adanyaperbaikan ventilasi, oksigenasi dan lama
rawat ICU yang lebih singkat padapasien ARDS. Penelitian oleh kelompok
Brasil (Brazilian Group) melaporkanpenggunaan formula enteral yang
mengandung minyak ikan, borage oil danantioksidan tidak hanya menurunkan
morbiditas secara signifikan, namun jugamenurunkan mortalitas pada pasien
ALI/ARDS dan sepsis. Efek menguntungkan dari pemberian diet dengan EPA
dan GLA padaneutrofil paru, pertukaran gas, penggunaan ventilator, lama
perawatan ICU danpenurunan kejadian gagal organ menunjukkan bahwa
pemberian nutrisi enteral inidapat menjadi terapi ajuvan pada pasien dewasa
dengan ARDS atau berisiko mengalami ARDS.
e. Kebutuhan Cairan
Kebutuhan cairan pada anak dihitung menggunakan formula yang
dikembangkanoleh Holliday-Segar tahun 1957.60 Kebutuhan cairan bervariasi
tergantung usiadan berat badan anak. Pembatasan cairan dilakukan pada
kondisi anak dengantekanan tinggi intrakranial, gagal ginjal, penyakit jantung
kongenital, dandisplasia bronkopulmoner. Pada kondisi ini dapat diberikan
nutrisi parenteral dancairan infus intravena dengan konsentrasi lebih tinggi,
nutrisi enteral dapat jugadiberikan dengan konsentrasi lebih tinggi.
Osmolaritas dari cairan ini harusdimonitor dengan seksama untuk menjamin
toleransi yang adekuat dan mencegahrisiko dehidrasi. Adanya demam dapat
meningkatkan kebutuhan cairan dengan adanya kehilangan dari respirasi dan
melalui kulit. Pada setiap kenaikan derajat diatas 38°C, terdapat peningkatan
insensible water loss sebesar 5 ml/kgBB dalam24 jam.53 Perhitungan
kebutuhan cairan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

30
Perhitungan kebutuhan cairan pada anak :
Berat badan (kg) Volume (ml/hari)
0-10 100 ml/kgBB
11-20 1000 ml + 50 ml/kg untuk tiap kg >
10kg
>20 1500 ml + 20 ml/kg untuk tiap kg >
20kg

Perhitungan kebutuhan cairan pada anak harus bersifat individual.


Tidak adacairan intravena yang ideal untuk setiap anak selama fase sakit
kritis, namun adabukti empirik yang menyatakan bahwa paling aman
menggunakan cairan isotonis.Cairan hipotonis hanya dipertimbangkan jika
tujuan terapi adalah mencapai balansbebas air positif. Anak sakit kritis
mungkin memerlukan pengurangan hingga 40-50% dari rekomendasi volume
rumatan. Semua pasien yang mendapatkan infusn intravena harus dimonitor
ketat berat badan, keseimbangan cairan, parameterbiokimia dan klinisnya.
f. Kebutuhan Mikronutrien dan Imunonutrisi
Pasien sakit kritis sangat berisiko terhadap penurunan kadar
mikronutrien danantioksidan dalam plasma, yang akan berefek negatif
terhadap stres oksidatif danfungsi metaboliknya. Lyons 2001 menyatakan
bahwa anak dengan sepsismengalami peningkatan oksidasi sistein dan
penurunan sintesis glutation jikadibandingkan dengan kontrol yang sehat.
Seear 1992 menyatakan bahwa setelahperawatan di PICU selama 2 minggu,
10 dari 80 anak sakit kritis mengalamidefisiensi tiamin dan 3 orang kadar
riboflavinnya rendah. Pada orang dewasa yang sakit kritis ditemukan
keuntungan denganpemberian selenium dan asam askorbat intravena namun
penelitian pada anak sangat jarang. Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut
tentang implikasidefisiensi mikronutrien dan apakah suplementasi
mikronutrien pada anak sakitkritis akan mempengaruhi outcome penyakit.
Evaluasi terhadap vitamin danmineral pada anak sakit kritis (>10-14 hari)
sangat perlu dilakukan.
Pemilihan Jalur Pemberian

31
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada anak sakit kritis, harus
diperhatikan rutepemberian nutrisinya. Pada anak sakit kritis dengan fungsi
saluran gastrointestinalyang masih baik, nutrisi enteral merupakan pilihan
untuk memenuhi kebutuhannutrisi bila dibandingkan nutrisi parenteral. Nutrisi
enteral merupakan pilihanutama bila pemberian oral tidak memungkinkan.
Bagaimanapun juga pemberianmakanan lewat enteral adalah lebih baik
dibandingkan dengan pemberianmakanan lewat parenteral. Beberapa
keuntungan pemberian nutrisi enteral adalahefek trofik pada vili intestinal,
menurunkan translokasi bakteri.
Pemberian makanan lewat enteral dapat menjaga agar
fungsigastrointestinal bekerja secara fisiologis, dapat mencegah terjadinya
gastropatiyang diinduksi oleh stres maupun perdarahan gastrointestinal.
Traktusgastrointestinal mempertahankan ekosistem melalui keseimbangan
antarabeberapa hal yaitu bakteri, nutrien, sistem defens intestinal (luminal,
mukosa,sistem imun submukosa). Bahkan dengan pemberian nutrisi enteral
yang minimal(trophic feeding), pertumbuhan sel epitel intestinal, aktivitas
enzim brush borderdan motiiltas usus akan meningkat.41 Sebuah penelitian
multisenter menunjukkanbahwa penerapan protokol pemberian nutrisi enteral
pada pasien-pasien sesuaiindikasi terbukti memberikan dampak terhadap
outcome yang positif.62Nutrisi enteral dini aman diberikan dan dapat
ditoleransi pada anak sakitkritis, meskipun dengan obat vasoaktif dan dapat
memperbaiki metabolismeprotein dan defisit kalori. Pemberian nutrisi enteral
pada pasien-pasien PICU sebaiknya dilakukan secara dini setelah melihat
toleransi gastrointestinalnya.Anak sakit kritis berisiko terhadap efek dari
puasa atau stres berkepanjangan karena mereka mempunyai persentase otot
dan lemak yang lebih rendah dan kebutuhan energi basal yang lebih tinggi dari
dewasa. Direkomendasikan anak sakit kritis tidak dipuasakan lebih dari 24
hingga 48 jam.Biasanya banyak anak sakit kritis yang pemberian nutrisinya
dimulai terlambatdan tidak menerima kebutuhan energi yang direncanakan.
Hal ini disebabkan olehadanya restriksi cairan, interupsi karena prosedur,
toleransi buruk atau masalahmekanik (obstruksi pipa atau terlepas).

32
Jika nutrisi enteral tidak dapat diberikan atau tidak dapat
ditoleransiselama 5-7 hari pada pasien anak, maka nutrisi parenteral
diindikasikan. Duggan,dkk menyatakan bahwa nutrisi parenteral diberikan
pada anak malnutrisi jika nutrisi enteral tidak dapat diberikan >3 hari, peneliti
menyatakan bahwapemberian nutrisi parenteral singkat <5 hari tidak
memberikan keuntungan yangsignifikan. Pada pasien PICU yang tidak dapat
menerima atau tidak toleransiterhadap nutrisi enteral dalam 3-5 hari harus
dimulai pemberian nutrisi parenteral.
Penambahan lemak dalam nutrisi parenteral pada bayi dan
anakmenurunkan produksi karbon dioksida, minute ventilation dan deposit
lemak,meningkatkan oksidasi lemak, menambah retensi protein dan mencegah
defisiensiasam lemak esensial. Idealnya nutrisi parenteral untuk pasien PICU
sebaiknyamengandung asam amino mengandung sistein, glutamin dan arginin,
karbohidratrendah hingga tinggi, sumber lemak -3 PUFA dan multivitamin
sertaantioksidan. Sebuah penelitian dari Li tahun 2008 menyatakan dosis
lemakstandar tidak mengubah fungsi imun pada anak setelah operasi saluran
cerna. Dewasa ini belum cukup bukti untuk membuat rekomendasi
tentangpenggunaan prokinetik atau motility agents (untuk intoleransi nutrisi
enteral),prebiotik, probiotik atau sinbiotik pada anak sakit kritis.
Monitoring Status Nutrisi pada Anak Sakit Kritis
Ada beberapa parameter untuk memantau kemajuan terapi enteral dan
parenteralselama di PICU selain kondisi klinis dan hasil laboratorium. Bayi
dan anakn dengan malnutrisi akut dan kronik, kehilangan berat badan atau
puasa lama sangatrentan terkena efek metabolik dan sindrom refeeding. Untuk
anak yang berisikoperlu dimonitor secara berkala kadar elektrolit, fosfor,
magnesium, kalsium,glukosa, status cairan dan fungsi kardiopulmonal.
Hiperglikemia sering ditemukan pada anak sakit kritis dalam 48 jampertama
perawatan, hal ini disebabkan oleh resistensi atau penurunan sensitivitas
jaringan terhadap insulin. Namun setelah periode awal, anak sakit
kritismenunjukkan toleransi baik terhadap pemberian karbohidrat enteral,
sehinggaglukosa darah bukan merupakan indikator yang baik untuk menilai
status nutrisi.

33
Albumin mempunyai waktu paruh yang panjang (20 hari) dan
mempunyaisensitivitas rendah terhadap perubahan yang akut sehingga bukan
merupakanparameter yang baik untuk monitor status nutrisi. Prealbumin
dengan waktu paruhyang pendek yaitu dua hari dan volume distribusinya
sedikit, sangat sensitif danspesifik terhadap perubahan status nutrisi.
Prealbumin merupakan parameter yangbaik untuk monitoring, renutrisi, dan
perubahan status nutrisi pada sakit kritis dansatu-satunya parameter yang valid
untuk mengevaluasi status nutrisi pada gagal ginjal. Anak yang mengalami
sepsis setelah trauma atau operasi jantung,mengalami tahap penghentian
pertumbuhan (growth-resistant state), yangditandai dengan penurunan insulin-
like growth factors dan peningkatan growthhormone. Kondisi stress yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penghambatanpertumbuhan, sehingga
pengukuran antropometri serial harus dilakukan.Meskipun berat badan dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidakberhubungan dengan nutrisi di
ICU, monitoring berat badan sangat bergunasetelah diuresis.
Pengukuran tebal lipatan bawah kulit dan lingkar lengan atasdapat
mendeteksi perubahan pada massa lemak dan otot. Kalorimeter
indirek,respiratory quotient dan balans nitrogen merupakan penentu yang
paling baikdalam melihat kebutuhan makronutrien dan energi. Fungsi hepar
dan paru harusdimonitor untuk melihat sekuele negatif dari underfeeding dan
overfeeding.Respons inflamasi sistemik akan mengutamakan sintesis protein
heparuntuk menurunkan produksi protein transport dan meningkatkan sintesis
proteinfase akut. Perubahan pada metabolime protein dapat memprediksi
outcome ICUselama fase akut. Kadar albumin serum preoperatif berbanding
terbalik denganlama rawat, infeksi dan mortalitas pada anak dan bayi yang
menjalani operasi.CRP (C-reactive protein) dan prealbumin juga dapat
memprediksi mortalitas padabayi preoperatif. Normalisasi kadar CRP
menunjukkan tahap anabolisme danpeningkatan laju metabolik untuk energi
yang digunakan untuk pertumbuhan.
.

34
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi, seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.Pneumonia adalah
infeksi akut paru-paru disebabkan oleh bakteri dan virus. Pneumoniapada anak
merupakan masalah yang umum dan menjadi penyebab utamamorbiditas dan
mortalitas di dunia. Terjadinya pneumonia pada anak seringkalibersamaan dengan
terjadinya proses infeksi akut pada bronkus yang disebut bronkopneumonia.
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbangterbesar
penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun (anak dan balita).Pneumonia
membunuh anak lebih banyak daripada penyakit lain apapun,mencakup hampir 1
dari 5 kematian anak-balita, membunuh lebih dari 2 juta anakdan balita setiap
tahun yang sebagian besar terjadi di negara berkembang.
Bronkopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam
bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya..
Bronkopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat,
kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat
lobulus, disebut juga pneumonia lobaris . Bronchopneumonia adalah peradangan
pada parenkim paru dengan eksudasi dan konsolidasi disebabkan oleh
mikroorganisme. Bronchopneumonia adalah radang paru yangdisebabkan oleh
virus bakteri,jamur dan benda asing lain yangmengakibatkan tersumbatnya
alveolus dan bronkeolus oleheksudat. Bronchopneumonia merupakan salah satu
jenis pneumonia yangsering disebut pneumonia laburalis.

3.2 SARAN
Makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
adanya tanggapan, kritikan dan saran untuk kesempurnaan laporan ini.

35
DAFTAR PUSTAKA

Biddulp, J. Space.1999.Pengantar Kesehatan Anak Untuk Perawat Petugas


Kesehatan dan Bidan Desa, Alih Bahasa: Harsono, UGM Press,
Jogjakarta.
Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga, Jilid 1,
FKUI,Jakarta
Manjsoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. EGC:Jakarta
Ngastiyah. 2000.Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Sujono, R&S.2009.Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi pertama.Graha
ilmu:Yogyakarta
Nettina, S.M.2005.Pedoman Praktik Keperawatan. EGC:Jakarta
Wong,D.L.2008.Perawatan Pediatrik.EGC:Jakarta

36

Anda mungkin juga menyukai