Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH STASE KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANAK DENGAN


BRONKOPNEUMONIA DIRUANGAN ANAK DIRUMAH
SAKIT HJ. BUNDA HALIMAH KOTA BATAM
TAHUN 2024

Oleh Kelompok 2:

1) Cici Anggraeini (102323004)


2) Cindy Nanda Rumaya (102323005)
3) Plasidia Cahaya Pertama(102323006)
4) Fuji Tri Purnama (102323007)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BATAM
2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah
Stase Keperawatan Anak ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di
dalamnya.Di dalam pengerjaan makalah ini melibatkan banyak pihak yang sangat
membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, kami penulis sampaikan rasa terima
kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Direktur
2. Bu erna (manajemen)
3. Ibu Ns. Agnes Novita Sari, S. Kep. Selaku CI Ruangan Anak Rumah Sakit
Hj. Bunda Halimah Kota Batam
4. Ibu Era Indriyana, Amd. Kep. Selaku Kepala Ruangan Alamanda Rumah
Sakit Hj. Bunda Halimah Kota Batam
5. Bapak dr. Mohammad Arief EL Habibie, SH., MSM., FIHFAA, FIFAC,
RSPH selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Batam.
6. Ibu Nurhafizah Nasution, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi
Profesi Ners Keperawatan Universitas Batam.
7. Ns. Lisastri syahrias, S.Kep., M.Kes Selaku dosen coordinator states
Keperawatan Anak Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Batam yang telah memberikan bimbingan akademik kepada
kami.
8. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini
yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya.
9.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai kasus pembelajaran di stase Keperawatan
Anak ini yang membahas tentang Konsep Dasar Bronkopneumonia dan Asuhan
Keperawatan Bronkopneumonia. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun. Atas perhatiannya penulis mengucpakan terimakasih.

Batam, 13 Januari 2024

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
DAFTAR SKEMA............................................................................................iv
DAFTAR SINGKATAN....................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................10
2.1 Konsep Medis Bronkopneumonia................................................10
2.2 Konsep Masalah Keperawatan.....................................................18
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia.....................27
BAB III KASUS ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA..43
3.1 Pengkajian......................................................................................43
3.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................43
3.3 Intervensi Keperawatan................................................................43
3.4 Implementasi Keperawatan..........................................................43
3.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................43
BAB IV KESIMPULAN................................................................................44
4.1 Kesimpulan....................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................45

iii
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Pathway Penyakit Bronkopneumonia..................................................45

iv
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial serta
tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan yang memiliki ciri diantaranya
memiliki kemampuan merefleksikan perhatian individu sebagai manusia,
memiliki pandangan terhadap sehat dalam konteks lingkungan baik secara
internal maupun eksternal dan memiliki hidup yang kreatif dan produktif
(Yuliastati & Arnis, 2016).

Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang perubahan dan
perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain atau toddler
(1- 3 tahun), pra sekolah (3-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga remaja
(11- 18 tahun). Rentang ini berbeda antara anak satu dengan yang lain
mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat tentang perubahan
pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam
proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping
dan perilaku sosial (Yuniarti, 2015).

Menurut Jayani (2018) penyakit penyebab kematian terbanyak yang terjadi


pada anak usia di bawah lima tahun (balita) adalah kombinasi gangguan
neonatal (bayi baru lahir kurang dari 28 hari), asfiksia dan trauma neonatal,
cacat lahir bawaan, diare, malaria, meningtis, kekurangan gizi, hingga infeksi
pernapasan.

Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas


dan mortalitas pada anak terutama usia dibawah 5 tahun. Beberapa faktor
dianggap berhubungan dengan ISPA antara lain, jenis kelamin, usia balita,
status gizi, imunisasi, berat lahir balita, suplementasi vitamin A, durasi

1
2

pemberian ASI, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, pajanan rokok, serta


pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu terhadap ISPA. ISPA dapat berlanjut
menjadi pneumonia. Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak sering kali
bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus yang disebut
dengan bronkopneumonia (Kholisah et al, 2015).

Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan untuk menyatakan


peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru di
sekitarnya. Brokopeumonia dapat disebut sebagai pneumonia lobularis karena
peradangan yang terjadi pada parenkim paru bersifat terlokalisir pada
bronkiolus berserta alveolus di sekitarnya (Muhlisin, 2017). Insiden penyakit
bronkopneumonia pada negara berkembang termasuk Indonesia hampir 30%
terjadi pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang
tinggi (Kemenkes RI, 2015).

Menurut laporan World Health Organization (WHO), sekitar 800.000 hingga 2


juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat bronkopneumonia. Bahkan
United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan WHO menyebutkan
bronkopneumonia sebagai kematian tertinggi anak balita, melebihi penyakit-
penyakit lain seperti campak, malaria serta Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS). Pada tahun 2017 bronkopneumonia setidaknya membunuh
808.694 anak di bawah usia 5 tahun (WHO, 2019).

Masalah keperawatan yang lazim muncul pada anak yang mengalami


Bronkopneumonia yaitu gangguan pertukaran gas, bersihan jalan napas tidak
efektif, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi
aktivitas, dan resiko ketidakseimbangan elektrolit. Apabila tidak segera
ditangani maka akan mengakibatkan komplikasi seperti empiema, otitis media
akut, atelektasis, emfisema, dan meningitis (Nurarif & Kusuma, 2015).
3

Proses peradangan dari proses penyakit bronkopneumonia menimbulkan


manifestasi klinis yang ada sehingga muncul beberapa masalah dan salah
satunya adalah bersihan jalan napas tidak efektif. Bersihan jalan napas tidak
efektif adalah ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten. Masalah bersihan jalan
nafas ini jika tidak ditangani secara cepat maka bisa menimbulkan masalah
yang lebih berat seperti pasien akan mengalami sesak yang hebat bahkan bisa
menimbulkan kematian (PPNI, 2017).

Menurut Ridha (2014) menyatakan bahwa upaya yang perlu dilakukan dalam
penanganan bronkopneumonia dengan bersihan jalan napas tidak efektif
meliputi terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis
antara lain pemberian obat antibiotik, pemberian terapi nebulisasi yang
bertujuan untuk mengurangi sesak akibat penyempitan jalan nafas atau
bronkospasme akibat hipersekresi mucus, sedangkan terapi non farmakologis
yaitu fisioterapi dada seperti clapping dan batuk efektif. Anak yang sudah
mendapatkan terapi inhalasi akan mendapatkan tindakan fisioterapi dada.
Fisioterapi dada dilakukan dengan teknik Tapping dan Clapping. Teknik ini
adalah suatu bentuk terapi dengan menggunakan tangan, dalam posisi
telungkup serta dengan gerakan fleksi dan ekstensi wrist secara ritmis. Teknik
ini sering digunakan dengan dua tangan. Pada anak-anak tapping dan clapping
dapat dilakukan dengan dua atau tiga jari. Teknik dengan satu tangan dapat
digunakan sebagai pilihan pada tapping dan clapping yang dapat dilakukan
sendiri (Soemarno et al, 2015).

Intervensi lain yang dilakukan untuk mempercepat perbaikan jalan napas klien
adalah mengatur posisi kepala klien lebih tinggi dari badan. Posisi elevasi
kepala dapat meningkatkan ventilasi klien. Diafragma yang lebih rendah akan
membantu dalam meningkatkan ekspansi dada, pengisian udara, mobilisasi,
dan ekspektorasi dan sekresi. Intervensi lainnya adalah anjuran minum air
hangat yang dapat juga dilakukan modifikasi dengan tetap pemberian ASI
4

dikarenakan pemberian ASI pada memiliki keefektifan yang sama dengan


minum air hangat (Soemarno, 2015).

Peran perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan


bronkopneumonia meliputi usaha promotif yaitu dengan selalu menjaga
kebersihan baik fisik maupun lingkungan seperti tempat sampah, ventilasi,
dan kebersihan lain-lain. Preventif dilakukan dengan cara menjaga pola hidup
bersih dan sehat, upaya kuratif dilakukan dengan cara memberikan obat yang
sesuai indikasi yang dianjurkan oleh dokter dan perawat memiliki peran dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia secara
optimal, professional dan komprehensif, sedangkan pada aspek rehabilitatif,
perawat berperan dalam memulihkan kondisi klien dan menganjurkan pada
orang tua klien untuk kontrol ke rumah sakit.

Banyaknya permasalahan anak dengan bronkopneumonia membuat perawatan


lanjutan di rumah harus dilakukan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
menanganinya adalah dengan memberdayakan keluarga terutama ibu dalam
merawat anak ketika kembali ke rumah. Perawatan anak tidak terlepas dari
keterlibatan keluarga terutama orang tua. Oleh karena itu, perawatan berfokus
keluarga menjadi konsep utama perawatan anak selama hospitalisasi.
Keluarga, khususnya ibu, merupakan orang yang paling dekat dengan anak
dan diharapkan mampu merawat anak selama di rumah, memenuhi kebutuhan,
menyelesaikan masalah dan menggunakan sumber-sumber yang tepat dalam
memenuhi kebutuhan kesehatan keluarga (Yuliani et al, 2016).

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan rumusan
masalah yaitu “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak
Bronkopneumonia?”
5

I.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Mampu memahami dan memberikan Asuhan Keperawatan pada anak


Bronkopneumonia di Ruangan Alamanda Rumah Sakit Hj. Bunda
Halimah Kota Batam Tahun 2024.

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan Khusus dari makalah ini yaitu:
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan anak Bronkopneumonia
kasus di Ruangan Alamanda Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah Kota
Batam Tahun 2024.
b. Mampu merumuskan diagnose keperawatan pada anak
Bronkopneumonia kasus di Ruangan Alamanda Rumah Sakit Hj.
Bunda Halimah Kota Batam Tahun 2024.
c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada anak
Bronkopneumonia kasus di Ruangan Alamanda Rumah Sakit Hj.
Bunda Halimah Kota Batam Tahun 2024.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada anak
Bronkopneumonia kasus di Ruangan Alamanda Rumah Sakit Hj.
Bunda Halimah Kota Batam Tahun 2024.
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada anak
Bronkopneumonia kasus di Ruangan Alamanda Rumah Sakit Hj.
Bunda Halimah Kota Batam Tahun 2024.

I.4 Manfaat
1.4.1 Penulis

Meningkatkan pengetahuan penulis tentang asuhan keperawatan


anak dengan bronkopneumonia.
6

1.4.2 Bagi Universitas Batam

Dapat dijadikan referensi tambahan dan masukan khususnya bagi


fakultas kesehatan tentang asuhan keperawatan anak dan sebagai bahan
dokumentasi baru yang ditunjang ilmu pengetahuan.

1.4.3 Orang tua


Memberi pengetahuan pada orang tua khususnya pada orang tua yang
baru mempunyai anak yang masih belum mengerti tentang bagaimana
proses terjadinya penyakit Bronkopneumonia.

1.4.4 Perawat
Sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah pengetahuan
(kognitif), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) bagi instansi terkait
khususnya didalam peningkatan pelayanan keperawatan pada klien anak
dengan bronkopneumonia.

1.4.5 Bagi Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah Kota Batam


Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di Rumah
Sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan anak
khususnya dengan kasus bronkopneumoni.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Konsep Medis Bronkopneumonia

2.1.1 Pengertian Bronkopneumonia

Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan untuk menyatakan


peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru di
sekitarnya. Bronkopeumonia dapat disebut sebagai pneumonia lobularis
karena peradangan yang terjadi pada parenkim paru bersifat terlokalisir
pada bronkiolus berserta alveolus di sekitarnya (Muhlisin, 2017).

Bronkopneumonia adalah peradangan umum dari paru-paru, juga disebut


sebagai pneumonia bronkial, atau pneumonia lobular. Peradangan dimulai
dalam tabung bronkial kecil bronkiolus, dan tidak teratur menyebar ke
alveoli peribronchiolar dan saluran alveolar (PDPI Lampung & Bengkulu,
2017).

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Menurut Syaifuddin (2016) secara umum sistem respirasi dibagi menjadi
saluran nafas bagian atas, saluran nafas bagian bawah, dan paru- paru.
a. Saluran pernapasan bagian atas
Saluran pernapasa bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan,
dan melembapkan udara yang terhirup. Saluran pernapasan ini terdiri
atas sebagai berikut:
8

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Sumber: (Syaifuddin, 2016)

Gambar 2.2 Anatomi Fisiologi Pernapasan Atas Sumber: (Syaifuddin,


2016).

1) Hidung
Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai
alat pernapasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau).
Bentuk dan struktur hidung menyerupai piramid atau kerucut
dengan alasnya pada prosesus palatinus osis maksilaris dan pars
horizontal osis palatum. Faring Faring (tekak) adalah suatu
saluran otot selaput kedudukannya tegak lurus antara basis kranii
dan vertebrae servikalis VI.

2) Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri
9

atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan
membran, terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis
tengah.
3) Epiglotis
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas
membantu menutup laring pada saat proses menelan.

b. Saluran pernapasan bagian bawah


Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan
memproduksi surfaktan, saluran ini terdiri atas sebagai berikut:
1) Trakea
Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang
kurang lebih sembilan sentimeter yang dimulai dari laring
sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea
tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tidak
lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas
epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda
asing.
2) Bronkus
Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari
trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri.
Bagian kanan lebih pendek dan lebar yang daripada bagian kiri
yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan
bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari
lobus atas dan bawah.
3) Bronkiolus
Bronkiolus merupakan percabangan setelah bronkus.

4) Paru-paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru
terletak dalam rongga toraks setinggi tulang selangka sampai
dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang
diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta
10

dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan. Paru


kanan terdiri dari tiga lobus dan paru kiri dua lobus.

Paru sebagai alat pernapasan terdiri atas dua bagian, yaitu paru
kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ
jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk yang bagian
puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat
elastis berpori, serta berfungsi sebagi tempat pertukaran gas
oksigen dan karbon dioksida yang dinamakan alveolus.

2.1.3 Etiologi

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) secara umum bronkopneumonia


diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme patogen. Orang normal dan sehat memiliki mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas reflek glotis
dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman
keluar dari organ dan sekresi humoral setempat.

Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus dan jamur,


antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella
2. Virus : Legionella Pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam paru.
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan


oleh virus penyebab Bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan
sehingga terjadi peradangan bronkus dan alveolus. Inflamasi bronkus ini
ditandai dengan adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk
produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai
11

alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis,


emfisema dan atelektasis.

Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas,


dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan
penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk
melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus
dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis
mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia,
acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang
akan mengakibatkan terjadinya gagal napas (PDPI Lampung & Bengkulu,
2017)

2.1.4 Patofisiologi

Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur,


bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet)
invasi ini dapat masuk kesaluran pernafasan atas dan menimbulkan reaksi
imonologis dari tubuh. reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi
peradangan ini tubuh menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada
penderita.

Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama sekret semakin
menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit dan pasien
dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul dibronkus lama-kelamaan sekret dapat
sampai ke alveolus paru dan mengganggu sistem pertukaran gas di paru.

Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat menginfeksi saluran
cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal dalam
usus menjadi agen patogen sehingga timbul masalah pencernaan.

Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri
didalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga
12

mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya infeksi


penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat
melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-
bahan yang ada di nasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari tempat-
tempat lain, penyebaran secara hematogen (Nurarif & Kusuma, 2015).

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu (Bradley, 2011):
a. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Pada stadium I, disebut hiperemia karena mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
b. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatitis merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi
oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli
tidak ada atau sangat minimal sehingga orang dewasa akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III/ Hepatisasi Kelabu (3-8 hari berikutnya)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel- sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV/Resolusi (7-11 hari berikutnya)
13

Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan


peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

2.1.5 Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara
klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley, 2011). Berikut ini
klasifikasi pneumonia sebagai berikut:
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru yaitu pneumonia lobaris, pneumonia
interstitialis, bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi yaitu pneumonia yang didapat dari masyarakat
(community acquired pneumonia = CAP). Pneumonia yang didapat dari
rumah sakit (hospital-based pneumonia).
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab yaitu pneumonia bakteri,
pneumonia virus, pneumonia mikoplasma, dan pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit yaitu pneumonia tipikal dan
pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit yaitu Pneumonia akut dan Pneumonia
persisten

2.1.6 Manifestasi

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas


selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik secara mendadak sampai 37,6-
40°C dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Selain itu,
anak bisa menjadi sangat gelisah, pernapasan cepat dan dangkal disertai
pernapasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.
Sedangkan, batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, seorang
anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya
14

berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada pemeriksaan fisik


didapatkan:
1. Inspeksi: Pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan
mulut, retraksi sela iga.
2. Palpasi: Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
3. Perkusi: Sonor memendek sampai beda.
4. Auskultasi: Suara pernapasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai
ronki basah gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya


daerah yang terkena. Pada perkusi thoraks sering tidak dijumpai adanya
kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung
halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu
(konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara
pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi
ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan
dapat terjadi antara 2-3 minggu (PDPI Lampung & Bengkulu, 2017).

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi bronkopneumonia umumnya lebih sering terjadi pada anak-


anak, orang dewasa yang lebih tua (usia 65 tahun atau lebih), dan orang-
orang dengan kondisi kesehatan tertentu, seperti diabetes (Akbar Asfihan,
2019). Beberapa komplikasi bronkopneumonia yang mungkin terjadi,
termasuk:
1. Infeksi Darah
Kondisi ini terjadi karena bakteri memasuki aliran darah dan
menginfeksi organ lain. Infeksi darah atau sepsis dapat menyebabkan
kegagalan organ.
2. Abses Paru-paru
Abses paru-paru dapat terjadi ketika nanah terbentuk di rongga paru-
paru. Kondisi ini biasanya dapat diobati dengan antibiotik. Tetapi
kadang-kadang diperlukan pembedahan untuk menyingkirkannya.
15

3. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu kondisi di mana cairan mengisi ruang di sekitar
paru-paru dan rongga dada. Cairan yang terinfeksi biasanya dikeringkan
dengan jarum atau tabung tipis. Dalam beberapa kasus, efusi pleura yang
parah memerlukan intervensi bedah untuk membantu mengeluarkan
cairan.
4. Gagal Napas
Kondisi yang disebabkan oleh kerusakan parah pada paru-paru, sehingga
tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen karena gangguan fungsi
pernapasan. Jika tidak segera diobati, gagal napas dapat menyebabkan
organ tubuh berhenti berfungsi dan berhenti bernapas sama sekali.
Dalam hal ini, orang yang terkena harus menerima bantuan pernapasan
melalui mesin (respirator).

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) untuk dapat menegakkan diagnosa
keperawatan dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil)
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan
dalam digunakan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi
agen infeksius.
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam
basa.
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia.
e. Sampel darah, sputum dan urine untuk tes imunologi untuk mendeteksi
antigen mikroba

2. Pemeriksaan radiologi
16

a. Ronthenogram thoraks
Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali
dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella.
Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi
stafilokokus dan haemofilus
b. Laringoskopi/bronskopi
Untuk menentukan apakah jalan nafas tesumbat oleh
benda padat

2.1.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan bronkopneumonia


yaitu:
1) Pemberian obat antibiotik penisilin ditambah dengan kloramfenikol 50-
70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotic yang memiliki spectrum luas
seperti ampisilin, pengobatan ini diberikan sampai bebas demam 4-5
hari. Antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spectrum luas
seperti kombinasi beta laktam/klavulanat dengan aminoglikosid atau
sefalosporin generasi ketiga (Ridha, 2014)
2) Pemberian terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi O2, terapi
cairan dan, antipiretik. Agen antipiretik yang diberikan kepada pasien
adalah paracetamol. Paracetamol dapat diberikan dengan cara di tetesi
(3x0,5 cc sehari) atau dengan peroral/ sirup. Indikasi pemberian
paracetamol adalah adanya peningkatan suhu mencapai 38ºC serta untuk
menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk.
3) Terapi nebulisasi menggunakan salbutamol diberikan pada pasien ini
dengan dosis 1 respul/8 jam. Hal ini sudah sesuai dosis yang dianjurkan
yaitu 0,5 mg/kgBB. Terapi nebulisasi bertujuan untuk mengurangi sesak
akibat penyempitan jalan nafas atau bronkospasme akibat hipersekresi
mukus. Salbutamol merupakan suatu obat agonis beta- 2 adrenegik yang
selektif terutama pada otot bronkus. Salbutamol menghambat pelepas
mediator dari pulmonary mast cell 9,11 Namun terapi nebulisasi bukan
17

menjadi gold standar pengobatan daribronkopneumonia. Gold standar


pengobatan bronkopneumonia adalah penggunaan 2 antibiotik
(Alexander & Anggraeni, 2017).

II.2 Konsep Masalah Keperawatan

2.2.1 Pengertian Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons


klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan
bertujuan untuk mengidentifikasi respons individu, keluarga, dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).

2.2.2 Komponen Masalah Keperawatan


Dalam konsep masalah keperawatan terdapat dua komponen utama yaitu
masalah (problem) atau label diagnosis dan indikator diagnostik. Masing-
masing komponen diagnosis diuraikan sebagai berikut:
1) Masalah (Problem)
Masalah merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan
inti dari respons klien terhadap kondisi kesehatan atau proses
kehidupannya. Label diagnosis terdiri atas Deskriptor atau penjelas dan
fokus diagnostik.
2) Indikator Diagnostik
Indikator diagnostik terdiri atas penyebab, tanda/gejala, dan faktor risiko
dengan uraian sebagai berikut:
a. Penyebab (Etiology) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan status perubahan status kesehatan. Etiologi dapat
mencakup empat kategori yaitu: 1) fisiologis, biologis atau
psikologis; 2) efek samping terapi/tindakan; 3) situasional
(lingkungan antar personal) dan 4) maturasional.
b. Tanda (sign) dan Gejala (Symptom). Tanda merupakan data objektif
yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan
18

laboratorium dan prosedur diagnostic, sedangkan gejala merupakan


data subjektif yang diperoleh dari hasil anamnesis. Tanda/ gejala
dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu:
1. Mayor: tanda/gejala ditemukan sekitar 80% - 100% untuk validasi
diagnosis.
2. Minor: tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan
dapat mendukung penegakkan diagnosis (PPNI, 2017).

2.2.3 Faktor yang Berhubungan


Faktor yang berhubungan atau kondisi klinis yang terkait atau penyebab
pada masalah keperawatan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan status kesehatan yang mencakup empat kategori yaitu:
1. Fisiologis, biologis, psikologis;
2. Efek terapi atau tindakan;
3. Situasional (lingkungan atau personal);
4. Maturasional (PPNI, 2017).
19

2.2.4 Pathway Penyakit Bronkopneumonis (JANGAN DIPRINT BAGIAN INI)

Koping Proses sakit pada anak


-Penderita yang dirawat di RS

-Penderita yang mengalami supresi


system pertahanan tubuh

Ansietas (D.0080)
keluarga tidak efektif
Infeksi saluran pernapasan bawah
Jamur, virus, bakteri, protozoa
Proses peradangan

Bersihan jalan nafas


Akumulasi secret dibronkus Infeksi saluran pencernaan
tidak efektif (D.0001)

Mucus bronkus meningkat Peningkatan peristaltic ususSaluran Peningkatan flora normal


malabsorbsi
pernapasan atas dalam usus
Bau mulut tidak sedap
Diare Resiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037)
Kuman belebih dibronkus Kuman terbawa disaluran cerna
Gangguan Tumbuh
Anoreksia
Kembang (D.0106)
Eksplorasi meningkat
Defisit nutrisi Hipertermia
Intake kurang (D.0130)
(D.0019)
Peningkatan metabolisme

Dilatasi pembuluh darah Peningkatan suhu


Septikimia

Gangguan difusi Bersihan jalan nafas


Eksudat plasma masuk alveoli dalam plasma tidak efektif (D.0001)

Edema antara kapiler dan alveoli Iritan PMN eritrosit pecah

Suplai oksigen menurun Penurunan capliance paru

Orang tua bertanya


Hipoksia tentang

Retraksi dada/nafas cuping


20

2.2.5 Masalah Keperawatan pada Bronkopneumonia

Konsep masalah keperawatan meliputi definisi, kriteria masalah, dan faktor


yang berhubungan, berikut ini merupakan penjelasan dari masalah - masalah
keperawatan pada penyakit bronkopneumonia:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001)
a. Definisi :
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
b. Penyebab : Fisiologis :
1) Spasme jalan napas
2) Hipersekresi jalan napas
3) Benda asing dalam jalan nafas
4) Sekresi yang tertahan
5) Proses infeksi Situasional :
6) Merokok aktif
7) Merokok pasif
8) Terpajan polutan
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif : -
2) Objektif: batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk, sputum
berlebih/obstruksi dijalan napas/mekonium dijalan napas (pada
neonatus), mengi, wheezing dan /atau ronkhi kering.
d. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif : Dyspnea, Sulit bicara
2) Objektif: Gelisah, Sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas
berubah, pola napas berubah

2. Pola nafas tidak efektif (D.0005)


21

a. Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.
b. Penyebab
1) Depresi pusat pernafasan
2) Hambatan upaya nafas
3) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
4) Kecemasan
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif: Dispnea
2) Objektif: Penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspansi
memanjang, pola nafas abnormal
d. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif: Ortopnea
2) Objektif: Pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung,
diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit
menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun,
tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada berubah.

3. Gangguan pertukaran gas (D.0003)


a. Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi
karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler.
b. Penyebab
1) Perubahan membran alveolus-kapiler
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif : dispneu
2) Objektif : Po2 menurun, Takikardia, Bunyi napas tambahan
d. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif : pusing,penglihatan kabur
2) Objektif: Sianosis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas
abnormal
4. Hipertermia (D.0130)
a. Definisi
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
b. Penyebab
Proses penyakit (mis. infeksi)
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subyektif : -
2) Obyektif : Suhu tubuh diatas nilai normal
d. Gejala dan Tanda Minor
1) Subyektif: -
2) Obyektif: Kulit merah, Kejang, Takikardi, Takipnea, Kulit terasa
hangat

5. Defisit nutrisi (D.0019)


a. Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
b. Penyebab
1) Kurangnya asupan makanan
2) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif: -
2) Objektif: Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang
ideal
d. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif: Cepat kenyang setelah makan, Kram /nyeri abdomen,
Nafsu makan menurun.
2) Objektif: Bising usus hiperaktif, Otak pengunyah lemah, Otot
menelan lemah, Membran mukosa pucat, Sariawan, Serum
albumin turun, Rambut rontok berlebihan, Diare.
23

6. Intoleransi aktifitas (D.0056)


a. Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
b. Penyebab
1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2) Kelemahan
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif: Mengubah lelah
2) Objektif: Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi
istirahat
d. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif: Dyspnea saat/setelah aktivitas, Merasa tidak
nyaman setelah beraktivitas, Merasa lemah
2) Objektif: Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat,
Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas,
Gambaran EKG menunjukkan iskemia, Sianosis

7. Ansietas (D.0080)
a. Definisi
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman
b. Penyebab
1) Krisis situasional
2) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subyektif: Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dan kondisi
yang dihadapi, sulit berkonsentrasi
2) Obyektif: Tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur
24

d. Gejala dan Tanda Minor


1) Subyektif: Mengeluh pusing, merasa tidak berdaya
2) Obyektif: Frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan
darah meningkat, diaforesis, muka tampak pucat.

8. Defisit pengetahuan (D.0111)


a. Definisi
Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan
topic tertentu
b. Penyebab
1) Keterbatasan kognitif
2) Kekeliruan mengikuti anjuran
3) Kurang terpapar informasi
4) Kurang minat dalam belajar
5) Kurang mampu mengingat
6) Ketidaktahuan menemukan sumber informasi
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif: Menanyakan masalah yang dihadapi
2) Objektif: Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan
persepsi yang keliru terhadap masalah
d. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif : -
2) Objektif: Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat,
menunjukkan perilaku berlebihan

9. Resiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037)


a. Definisi
Berisiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit
25

b. Faktor resiko
1) Ketidakseimbangan cairan
2) Kelebihan volume cairan
3) Diare
4) Muntah

10. Resiko Gangguan Tumbuh Kembang (D.0106)


a. Definisi
Kondisi individu mengalami gangguan kemampuan bertumbuh
danberkembang sesuai dengan kelompok usia.
b. Gejala dan tanda Mayor
1) Subjektif: (tidak tersedia)
2) Objektif: Tidak mampu melakukan keterampilan atau perilaku
khas sesuai usia (fisik, bahasa, motorik, psikososial),
Pertumbuhan fisik terganggu
c. Gejala dan tanda Minor
1) Subjektif : (tidak tersedia)
2) Objektif: Tidak mampu melakukan perawatan diri sesuai usia,
Afek datar, Respon sosial lambat, Kontak mata terbatas, Nafsu
makan menurun, Lesu, Mudah marah, Regresi, Pola tidur
terganggu (pada bayi) (PPNI, 2017).

II.3 Konsep Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan yang terdiri dari

pengumpulan data yang dilaksanakan dengan teknik wawancara,

observasi, pemeriksaan fisik, dan catatan medis pasien. Secara umum

data pada tinjauan kasus sudah sesuai dengan data pada tinjauan teori.
26

Usia pasien pada laporan studi kasus ini adalah 4 tahun. Hal ini

sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa risiko untuk terkena

bronkopneumonia lebih besar pada anak dibawah 5 tahun. Ini

dikarenakan oleh status kerentanan anak belum sempurna dan saluran

napas yang masih sempit (Sumiyati, 2015).

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respons manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok, dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan
merubah. Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa
keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan
asuhan keperawatan, sangat perlu untuk didokumentasikan dengan baik
(Yustiana & Ghofur, 2016)
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
nafas
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus-kapiler
4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolism
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
27

7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional


8. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
9. Resiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan diare
10. Resiko gangguan tumbuh kembang dibuktikan dengan
ketidakmampuan fisik (PPNI, 2017).

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala treatment


yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan
(PPNI, 2019). Adapun intervensi yang sesuai dengan penyakit
bronkopneumonia adalah sebagai berikut:

2.3.4 Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan. Ukuran implementasi keperawatan yang
diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan
untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien- keluarga, atau
tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian
hari (Yustiana & Ghofur, 2016).
28

No Diagnosa SLKI-SIKI
Keperawatan SLKI SIKI
(SDKI)
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Intervensi
nafas tidak efektif intervensi, maka Keperawatan :
berhubungan diharapkan bersihan Observasi
dengan spasme jalan napas 1) Identifikasi
jalan napas (L.01001) kemampuan
meningkat. Dengan batuk
kriteria hasil : 2) Monitor
1) Batuk efektif adanya retensi
2) Produksi sputum sputum
menurun 3) Monitor tanda
3) Mengi menurun dan gejala
4) Wheezing infeksi saluran
menurun napas
5) Dispnea menurun 4) Monitor pola
6) Ortopnea napas
menurun (frekuensi,
7) Gelisah menurun kedalaman,
8) Frekuensi napas usaha napas)
membaik
9) Pola napas Terapeutik
membaik 1) Atur posisi
semi fowler
atau fowle
2) Berikan
minum
hangat
3) Lakukan
29

fisioterapi
dada, jika
perlu
4) Berikan
oksigen, jika
perlu

Edukasi
1) Jelaskan
tujuan dan
prosedur
batuk efektif
2) Ajarkan
teknik batuk
efektif
3) Anjurkan
batuk dengan
kuat langsung
setelah tarik
napas dalam
yang ke-3

Kolaborasi
1) Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
mukolitik
atau
ekspektoran,
jika perlu
30

2. Pola napas tidak Setelah dilakukan Observasi


efektif intervensi, maka 1) Monitor
berhubungan diharapkan pola napas frekuensi,
dengan hambatan (L.01004) membaik. irama,
upaya napas Dengan kriteria hasil : kedalaman dan
1) Tekanan ekspirasi upaya napas
meningkat 2) Monitor pola
2) Tekanan inspirasi napas (seperti
meningkat bradipnea,
3) Dispnea menurun takipnea,
4) Penggunaan otot hiperventilasi,
bantu napas kussmaul,
menurun cheyne-stokes,
5) Frekuensi napas biot, ataksik).
membaik 3) Monitor
6) Kedalaman napas adanya
membaik sumbatan jalan
napas
4) Auskultasi
bunyi napas
5) Monitor
saturasi
oksigen
6) Monitor nilai
AGD
7) Monitor hasil
x-ray thoraks
8) Monitor
kecepatan
aliran oksigen
31

9) Monitor
integritas
mukosa hidung
akibat
pemasangan
oksigen

Terapeutik
1) Tetap berikan
oksigen saat
pasien
ditransportasi

Kolaborasi
1) Kolaborasi
penentuan
dosis oksigen
2) Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas
dan/atau tidur
3. Gangguan Setelah dilakukan Observasi
pertukaran gas intervensi, maka
berhubungan diharapkan 1) Monitor
dengan pertukaran gas frekuensi,
perubahan (L.01003) meningkat. irama,
membrane Dengan kriteria hasil : kedalaman dan
alveolus-kapiler 1) Dispnea menurun upaya napas
2) Bunyi napas 2) Monitor pola
32

tambahan menurun napas(seperti


3) Napas cuping bradipnea,
hidung menurun takipnea,
4) PCO2 membaik hiperventilasi,
5) PO2 membaik kussmaul,
6) Takikardi cheyne-stokes,
membaik biot, ataksik)
7) Ph arteri membaik 3) Monitor
adanya
sumbatan jalan
napas
4) Auskultasi
bunyi napas
5) Monitor
saturasi
oksigen
6) Monitor nilai
AGD
7) Monitor hasil
x-ray thoraks
8) Monitor
kecepatan
aliran oksigen
9) Monitor
integritas
mukosa hidung
akibat
pemasangan
oksigen
33

Terapeutik
1) Tetap berikan
oksigen saat
pasien
ditransportasi

Kolaborasi
1) Kolaborasi
penentuan
dosis oksigen
2) Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas
dan/atau tidur
4. Hipertermia Setelah dilakukan Observas:
berhubungan intervensi 1) Identifikasi
dengan proses keperawatan,maka penyebab
penyakit termoregulasi hipertermia
(L.14134) membaik 2) Monitor tanda-
dengan kriteria hasil : tanda vital
1) Menggigil 3) Monitor suhu
menurun tubuh anak tiap
2) Kulit merah dua jam, jika
menurun perlu
3) Kejang menurun 4) Monitor intake
4) Pucat menurun dan output
34

5) Takikardi menurun cairan


6) Takipnea menurun 5) Monitor warna
7) Bradikardi dan suhu kulit
menurun 6) Monitor
8) Hipoksia menurun komplikasi
9) Suhu tubuh akibat
membaik hipertermia
10) Suhu kulit
membaik Terapeutik:
11) Tekanan darah 1) Sediakan
membaik lingkungan
yang dingin
2) Longgarkan
atau lepaskan
pakaian
3) Basahi dan
kipasi
permukaan
tubuh
4) Tingkatkan
asupan cairan
dan nutrisi
yang adekuat
5) Berikan cairan
oral
6) Ganti linen
setiap hari jika
mengalami
keringat
berlebih
35

7) Lakukan
pendinginan
eksternal (mis.
kompres
dingin pada
dahi, leher,
dada,
abdomen,
aksila

Edukasi:
1) Anjurkan tirah
baring
2) Anjurkan
memperbanyak
minum

Kolaborasi:
1) Kolaborasi
pemberian
antipiretik, jika
perlu
2) Kolaborasi
pemberisn
antibiotik, jika
perlu
5. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Observasi:
berhubungan intervensi, maka 1) Identifikasi
peningkatan diharapkan status status nutrisi
kebutuhan nutrisi (L.03030) 2) Monitor
36

metabolisme membaik. Dengan asupan


kriteria hasil: makanan
1) Porsi makanan 3) Monitor berat
yang dihabiskan badan
meningkat
2) Diare menurun Terapeutik:
3) Berat badan 1) Berikan
membaik makanan tinggi
4) Indeks Massa serat untuk
Tubuh (IMT) mencegah
membaik konstipasi
5) Nafsu makan 2) Berikan
membaik makanan tinggi
kalori dan
tinggi protein
3) Berikan
suplemen
makanan, jika
perlu
4) Hentikan
pemberian
makan melalui
selang
nasogastrik
jika asupan
oral dapat
ditoleransi
5) Berikan
makanan
sesuai
37

keinginan, jika
memungkinkan

Edukasi:
1) Anjurkan
orang tua atau
keluarga
membantu
memberi
makan kepada
pasien.

Kolaborasi:
1) Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan,
jika perlu
2) Kolaborasi
pemberian
antiemetil
sebelum
makan, jika
perlu
6. Intoleransi Setelah dilakukan Observasi
aktifitas intervensi, maka 1) Monitor lokasi
38

berhubungan diharapkan toleransi dan


dengan aktivitas (L.05047) ketidaknyaman
ketidakseimbang meningkat. Dengan an selama
an antara suplai kriteria hasil : melakukan
dan kebutuhan 1) Frekuensi nadi aktivitas
oksigen meningkat 2) Monitor
2) Keluhan lelah saturasi
menurun oksigen
3) Dispnea saat 3) Monitor
aktivitas menurun tekanan darah,
4) Dispnea setelah nadi dan
aktivitas menurun pernapasan
5) Perasaan lemah setelah
menurun melakukan
aktivitas

Terapeutik
1) Libatkan
keluarga dalam
aktivitas
2) Sediakan
lingkungan
nyaman dan
rendah
stimulus
3) Fasilitasi
duduk di sisi
tempat tidur,
jika tidak dapat
berpindah atau
39

berjalan

Edukasi
1) Anjurkan tirah
baring
2) Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
3) Anjurkan
terlibat dalam
aktivitas
kelompok atau
terapi, jika
sesuai
7. Ansietas Setelah dilakukan Observasi:
berhubungan intervensi, maka 1) Monitor tanda-
dengan krisis diharapkan tingkat tanda ansietas
situasional ansietas (L.09093) 2) Identifikasi
menurun. Dengan penurunan
kriteria hasil : tingkat energi,
1) Perilaku gelisah ketidakmampu
menurun an
2) Perilaku tegang berkonsentrasi
menurun 3) Monitor
3) Diaforesis respons
menurun terhadap terapi
4) Konsentrasi relaksasi
membaik
5) Pola tidur Teraupetik:
40

membaik 1) Ciptakan
6) Frekuensi suasana
pernapasan dan teraupeti untuk
nadi membaik menumbuhkan
7) Tekanan darah kepercayaan
membaik 2) Pahami situasi
yang membuat
ansietas
3) Dengarkan
dengan penuh
perhatian
4) Gunakan
pendekatan
yang tenang
dan
meyakinkan
5) Ciptakan
lingkungan
tenang dan
tanpa
gangguan
6) Gunakan nada
suara lembut
dengan irama
lambat dan
berirama.

Edukasi:
1) Anjurkan
keluarga untuk
41

tetap bersama
pasien
2) Latih kegiatan
pengalihan
untuk
mengurangi
ketegangan.
8. Defisit Setelah dilakukan Observasi:

pengetahuan intervensi, maka 1) Identifikasi

berhubungan diharapkan tingkat kesiapan dan

dengan kurang pengetahuan kemampuan

terpapar (L.12111) meningkat. menerima

informasi Dengan kriteria hasil: informasi


1) Perilaku sesuai 2) Identifikasi
anjuran meningkat faktor-faktor
2) Verbalisasi minat yang dapat
dalam belajar meningkatkan
meningkat dan
3) Kemampuan menurunkan
menjelaskan motivasi
pengetahuan perilaku hidup
tentang suatu topik bersih dan
meningkat sehat.
4) Kemampuan
menggambarkan Terapeutik:
pengalaman 1) Sediakan
sebelumnya yang materi dan
sesuai dengan media
topik meningkat pendidikan
5) Perilaku sesuai kesehatan
42

dengan 2) Jadwalkan
pengetahuan pendidikan
meningkat kesehatan
6) Pertanyaan tentang sesuai
masalah yang kesepakatan
dihadapi menurun 3) Berikan
7) Persepsi yang kesempatan
keliru terhadap untuk bertanya.
masalah menurun.
Edukasi:
1) Jelaskan faktor
risiko yang
dapat
mempengaruhi
kesehatan.
9. Resiko Setelah dilakukan Observasil:
ketidakseimbanga intervensi, maka 1) Identifikasi
n elektrolit diharapkan penyebab diare
dibuktikan keseimbangan (mis. inflamasi
dengan diare elektrolit (L.03021) gastrointestina)
meningkat. Dengan 2) Monitor mual,
kriteria hasil: muntah, dan
1) Serum natrium diare
membaik 3) Monitor status
2) Serum kalium hidrasi
membaik
3) Serum klorida Terapeutik:
membaik. 1) Catat intake-
output dan
hitung balance
43

cairan 24 jam
2) Berikan asupan
cairan oral
(mis. larutan
garam gula,
oralit)
3) Berikan cairan
intravena, jika
perlu.

Edukasi:
1) Anjurkan
makanan porsi
kecil dan
sering secara
bertahap.

Kolaborasi:
1) Kolaborasi
pemberian obat
antimotilitas
(mis.
loperamide,
difenoksilat)
10. Resiko Setelah dilakukan Observasi:
gangguan tindakan 1) Identifikasi
tumbuh keperawatan pencapaian
kembang diharapkan status tugas
dibuktikan perkembangan perkembangan
dengan membaik. Dengan anak.
44

ketidakmampuan kriteria hasil:


fisik (L.10101) 1) Keterampilan/ Terapeutik:
prilaku sesuai 1) Minimalkan
dengan usia kebisingan
2) Respon sosial ruangan
meningkat. 2) Pertahankan
3) Kontak mata lingkungan
meningkat yang
4) Afek membaik. mendukung
perkembangan
optimal
3) Motivasi anak
berinteraksi
dengan anak
lain
4) Dukung anak
mengekspresik
an diri melalui
penghargaan
positif atau
umpan balik
atas usahanya.
5) Mempertahank
an
kenyamanan
anak.
6) Bernyanyi
bersama anak
lagu-lagu yang
disukai.
45

Edukasi:
1) Jelaskan orang
tua/pengasuh
tentang
milestone
perkembangan
anak dan
perilaku anak
2) Anjurkan
orang tua
berinteraksi
dengan anak
(PPNI, 2018,
PPNI, 2019).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses


keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi
keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai.
Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif,
afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik
(Yustiana & Ghofur, 2016)
46

BAB III

KASUS ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA

III.1 Pengkajian

III.2 Diagnosa Keperawatan

III.3 Intervensi Keperawatan

III.4 Implementasi Keperawatan

III.5 Evaluasi Keperawatan


47

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
48

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai