Oleh Kelompok 2:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah
Stase Keperawatan Anak ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di
dalamnya.Di dalam pengerjaan makalah ini melibatkan banyak pihak yang sangat
membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, kami penulis sampaikan rasa terima
kasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Direktur
2. Bu erna (manajemen)
3. Ibu Ns. Agnes Novita Sari, S. Kep. Selaku CI Ruangan Anak Rumah Sakit
Hj. Bunda Halimah Kota Batam
4. Ibu Era Indriyana, Amd. Kep. Selaku Kepala Ruangan Alamanda Rumah
Sakit Hj. Bunda Halimah Kota Batam
5. Bapak dr. Mohammad Arief EL Habibie, SH., MSM., FIHFAA, FIFAC,
RSPH selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Batam.
6. Ibu Nurhafizah Nasution, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi
Profesi Ners Keperawatan Universitas Batam.
7. Ns. Lisastri syahrias, S.Kep., M.Kes Selaku dosen coordinator states
Keperawatan Anak Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Batam yang telah memberikan bimbingan akademik kepada
kami.
8. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini
yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya.
9.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai kasus pembelajaran di stase Keperawatan
Anak ini yang membahas tentang Konsep Dasar Bronkopneumonia dan Asuhan
Keperawatan Bronkopneumonia. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun. Atas perhatiannya penulis mengucpakan terimakasih.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
DAFTAR SKEMA............................................................................................iv
DAFTAR SINGKATAN....................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................10
2.1 Konsep Medis Bronkopneumonia................................................10
2.2 Konsep Masalah Keperawatan.....................................................18
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia.....................27
BAB III KASUS ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA..43
3.1 Pengkajian......................................................................................43
3.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................43
3.3 Intervensi Keperawatan................................................................43
3.4 Implementasi Keperawatan..........................................................43
3.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................43
BAB IV KESIMPULAN................................................................................44
4.1 Kesimpulan....................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................45
iii
DAFTAR SKEMA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial serta
tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan yang memiliki ciri diantaranya
memiliki kemampuan merefleksikan perhatian individu sebagai manusia,
memiliki pandangan terhadap sehat dalam konteks lingkungan baik secara
internal maupun eksternal dan memiliki hidup yang kreatif dan produktif
(Yuliastati & Arnis, 2016).
Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang perubahan dan
perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain atau toddler
(1- 3 tahun), pra sekolah (3-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga remaja
(11- 18 tahun). Rentang ini berbeda antara anak satu dengan yang lain
mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat tentang perubahan
pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam
proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping
dan perilaku sosial (Yuniarti, 2015).
1
2
Menurut Ridha (2014) menyatakan bahwa upaya yang perlu dilakukan dalam
penanganan bronkopneumonia dengan bersihan jalan napas tidak efektif
meliputi terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis
antara lain pemberian obat antibiotik, pemberian terapi nebulisasi yang
bertujuan untuk mengurangi sesak akibat penyempitan jalan nafas atau
bronkospasme akibat hipersekresi mucus, sedangkan terapi non farmakologis
yaitu fisioterapi dada seperti clapping dan batuk efektif. Anak yang sudah
mendapatkan terapi inhalasi akan mendapatkan tindakan fisioterapi dada.
Fisioterapi dada dilakukan dengan teknik Tapping dan Clapping. Teknik ini
adalah suatu bentuk terapi dengan menggunakan tangan, dalam posisi
telungkup serta dengan gerakan fleksi dan ekstensi wrist secara ritmis. Teknik
ini sering digunakan dengan dua tangan. Pada anak-anak tapping dan clapping
dapat dilakukan dengan dua atau tiga jari. Teknik dengan satu tangan dapat
digunakan sebagai pilihan pada tapping dan clapping yang dapat dilakukan
sendiri (Soemarno et al, 2015).
Intervensi lain yang dilakukan untuk mempercepat perbaikan jalan napas klien
adalah mengatur posisi kepala klien lebih tinggi dari badan. Posisi elevasi
kepala dapat meningkatkan ventilasi klien. Diafragma yang lebih rendah akan
membantu dalam meningkatkan ekspansi dada, pengisian udara, mobilisasi,
dan ekspektorasi dan sekresi. Intervensi lainnya adalah anjuran minum air
hangat yang dapat juga dilakukan modifikasi dengan tetap pemberian ASI
4
I.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
I.4 Manfaat
1.4.1 Penulis
1.4.4 Perawat
Sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah pengetahuan
(kognitif), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) bagi instansi terkait
khususnya didalam peningkatan pelayanan keperawatan pada klien anak
dengan bronkopneumonia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1) Hidung
Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai
alat pernapasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau).
Bentuk dan struktur hidung menyerupai piramid atau kerucut
dengan alasnya pada prosesus palatinus osis maksilaris dan pars
horizontal osis palatum. Faring Faring (tekak) adalah suatu
saluran otot selaput kedudukannya tegak lurus antara basis kranii
dan vertebrae servikalis VI.
2) Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri
9
atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan
membran, terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis
tengah.
3) Epiglotis
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas
membantu menutup laring pada saat proses menelan.
4) Paru-paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru
terletak dalam rongga toraks setinggi tulang selangka sampai
dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang
diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta
10
Paru sebagai alat pernapasan terdiri atas dua bagian, yaitu paru
kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ
jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk yang bagian
puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat
elastis berpori, serta berfungsi sebagi tempat pertukaran gas
oksigen dan karbon dioksida yang dinamakan alveolus.
2.1.3 Etiologi
2.1.4 Patofisiologi
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama sekret semakin
menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit dan pasien
dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul dibronkus lama-kelamaan sekret dapat
sampai ke alveolus paru dan mengganggu sistem pertukaran gas di paru.
Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat menginfeksi saluran
cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal dalam
usus menjadi agen patogen sehingga timbul masalah pencernaan.
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri
didalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga
12
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu (Bradley, 2011):
a. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Pada stadium I, disebut hiperemia karena mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
b. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatitis merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi
oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli
tidak ada atau sangat minimal sehingga orang dewasa akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III/ Hepatisasi Kelabu (3-8 hari berikutnya)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel- sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV/Resolusi (7-11 hari berikutnya)
13
2.1.5 Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara
klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley, 2011). Berikut ini
klasifikasi pneumonia sebagai berikut:
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru yaitu pneumonia lobaris, pneumonia
interstitialis, bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi yaitu pneumonia yang didapat dari masyarakat
(community acquired pneumonia = CAP). Pneumonia yang didapat dari
rumah sakit (hospital-based pneumonia).
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab yaitu pneumonia bakteri,
pneumonia virus, pneumonia mikoplasma, dan pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit yaitu pneumonia tipikal dan
pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit yaitu Pneumonia akut dan Pneumonia
persisten
2.1.6 Manifestasi
2.1.7 Komplikasi
3. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu kondisi di mana cairan mengisi ruang di sekitar
paru-paru dan rongga dada. Cairan yang terinfeksi biasanya dikeringkan
dengan jarum atau tabung tipis. Dalam beberapa kasus, efusi pleura yang
parah memerlukan intervensi bedah untuk membantu mengeluarkan
cairan.
4. Gagal Napas
Kondisi yang disebabkan oleh kerusakan parah pada paru-paru, sehingga
tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen karena gangguan fungsi
pernapasan. Jika tidak segera diobati, gagal napas dapat menyebabkan
organ tubuh berhenti berfungsi dan berhenti bernapas sama sekali.
Dalam hal ini, orang yang terkena harus menerima bantuan pernapasan
melalui mesin (respirator).
2. Pemeriksaan radiologi
16
a. Ronthenogram thoraks
Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali
dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella.
Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi
stafilokokus dan haemofilus
b. Laringoskopi/bronskopi
Untuk menentukan apakah jalan nafas tesumbat oleh
benda padat
2.1.9 Penatalaksanaan
Ansietas (D.0080)
keluarga tidak efektif
Infeksi saluran pernapasan bawah
Jamur, virus, bakteri, protozoa
Proses peradangan
a. Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.
b. Penyebab
1) Depresi pusat pernafasan
2) Hambatan upaya nafas
3) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
4) Kecemasan
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif: Dispnea
2) Objektif: Penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspansi
memanjang, pola nafas abnormal
d. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif: Ortopnea
2) Objektif: Pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung,
diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit
menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun,
tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada berubah.
7. Ansietas (D.0080)
a. Definisi
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman
b. Penyebab
1) Krisis situasional
2) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subyektif: Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dan kondisi
yang dihadapi, sulit berkonsentrasi
2) Obyektif: Tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur
24
b. Faktor resiko
1) Ketidakseimbangan cairan
2) Kelebihan volume cairan
3) Diare
4) Muntah
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan yang terdiri dari
data pada tinjauan kasus sudah sesuai dengan data pada tinjauan teori.
26
Usia pasien pada laporan studi kasus ini adalah 4 tahun. Hal ini
No Diagnosa SLKI-SIKI
Keperawatan SLKI SIKI
(SDKI)
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Intervensi
nafas tidak efektif intervensi, maka Keperawatan :
berhubungan diharapkan bersihan Observasi
dengan spasme jalan napas 1) Identifikasi
jalan napas (L.01001) kemampuan
meningkat. Dengan batuk
kriteria hasil : 2) Monitor
1) Batuk efektif adanya retensi
2) Produksi sputum sputum
menurun 3) Monitor tanda
3) Mengi menurun dan gejala
4) Wheezing infeksi saluran
menurun napas
5) Dispnea menurun 4) Monitor pola
6) Ortopnea napas
menurun (frekuensi,
7) Gelisah menurun kedalaman,
8) Frekuensi napas usaha napas)
membaik
9) Pola napas Terapeutik
membaik 1) Atur posisi
semi fowler
atau fowle
2) Berikan
minum
hangat
3) Lakukan
29
fisioterapi
dada, jika
perlu
4) Berikan
oksigen, jika
perlu
Edukasi
1) Jelaskan
tujuan dan
prosedur
batuk efektif
2) Ajarkan
teknik batuk
efektif
3) Anjurkan
batuk dengan
kuat langsung
setelah tarik
napas dalam
yang ke-3
Kolaborasi
1) Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
mukolitik
atau
ekspektoran,
jika perlu
30
9) Monitor
integritas
mukosa hidung
akibat
pemasangan
oksigen
Terapeutik
1) Tetap berikan
oksigen saat
pasien
ditransportasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi
penentuan
dosis oksigen
2) Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas
dan/atau tidur
3. Gangguan Setelah dilakukan Observasi
pertukaran gas intervensi, maka
berhubungan diharapkan 1) Monitor
dengan pertukaran gas frekuensi,
perubahan (L.01003) meningkat. irama,
membrane Dengan kriteria hasil : kedalaman dan
alveolus-kapiler 1) Dispnea menurun upaya napas
2) Bunyi napas 2) Monitor pola
32
Terapeutik
1) Tetap berikan
oksigen saat
pasien
ditransportasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi
penentuan
dosis oksigen
2) Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas
dan/atau tidur
4. Hipertermia Setelah dilakukan Observas:
berhubungan intervensi 1) Identifikasi
dengan proses keperawatan,maka penyebab
penyakit termoregulasi hipertermia
(L.14134) membaik 2) Monitor tanda-
dengan kriteria hasil : tanda vital
1) Menggigil 3) Monitor suhu
menurun tubuh anak tiap
2) Kulit merah dua jam, jika
menurun perlu
3) Kejang menurun 4) Monitor intake
4) Pucat menurun dan output
34
7) Lakukan
pendinginan
eksternal (mis.
kompres
dingin pada
dahi, leher,
dada,
abdomen,
aksila
Edukasi:
1) Anjurkan tirah
baring
2) Anjurkan
memperbanyak
minum
Kolaborasi:
1) Kolaborasi
pemberian
antipiretik, jika
perlu
2) Kolaborasi
pemberisn
antibiotik, jika
perlu
5. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Observasi:
berhubungan intervensi, maka 1) Identifikasi
peningkatan diharapkan status status nutrisi
kebutuhan nutrisi (L.03030) 2) Monitor
36
keinginan, jika
memungkinkan
Edukasi:
1) Anjurkan
orang tua atau
keluarga
membantu
memberi
makan kepada
pasien.
Kolaborasi:
1) Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan,
jika perlu
2) Kolaborasi
pemberian
antiemetil
sebelum
makan, jika
perlu
6. Intoleransi Setelah dilakukan Observasi
aktifitas intervensi, maka 1) Monitor lokasi
38
Terapeutik
1) Libatkan
keluarga dalam
aktivitas
2) Sediakan
lingkungan
nyaman dan
rendah
stimulus
3) Fasilitasi
duduk di sisi
tempat tidur,
jika tidak dapat
berpindah atau
39
berjalan
Edukasi
1) Anjurkan tirah
baring
2) Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
3) Anjurkan
terlibat dalam
aktivitas
kelompok atau
terapi, jika
sesuai
7. Ansietas Setelah dilakukan Observasi:
berhubungan intervensi, maka 1) Monitor tanda-
dengan krisis diharapkan tingkat tanda ansietas
situasional ansietas (L.09093) 2) Identifikasi
menurun. Dengan penurunan
kriteria hasil : tingkat energi,
1) Perilaku gelisah ketidakmampu
menurun an
2) Perilaku tegang berkonsentrasi
menurun 3) Monitor
3) Diaforesis respons
menurun terhadap terapi
4) Konsentrasi relaksasi
membaik
5) Pola tidur Teraupetik:
40
membaik 1) Ciptakan
6) Frekuensi suasana
pernapasan dan teraupeti untuk
nadi membaik menumbuhkan
7) Tekanan darah kepercayaan
membaik 2) Pahami situasi
yang membuat
ansietas
3) Dengarkan
dengan penuh
perhatian
4) Gunakan
pendekatan
yang tenang
dan
meyakinkan
5) Ciptakan
lingkungan
tenang dan
tanpa
gangguan
6) Gunakan nada
suara lembut
dengan irama
lambat dan
berirama.
Edukasi:
1) Anjurkan
keluarga untuk
41
tetap bersama
pasien
2) Latih kegiatan
pengalihan
untuk
mengurangi
ketegangan.
8. Defisit Setelah dilakukan Observasi:
dengan 2) Jadwalkan
pengetahuan pendidikan
meningkat kesehatan
6) Pertanyaan tentang sesuai
masalah yang kesepakatan
dihadapi menurun 3) Berikan
7) Persepsi yang kesempatan
keliru terhadap untuk bertanya.
masalah menurun.
Edukasi:
1) Jelaskan faktor
risiko yang
dapat
mempengaruhi
kesehatan.
9. Resiko Setelah dilakukan Observasil:
ketidakseimbanga intervensi, maka 1) Identifikasi
n elektrolit diharapkan penyebab diare
dibuktikan keseimbangan (mis. inflamasi
dengan diare elektrolit (L.03021) gastrointestina)
meningkat. Dengan 2) Monitor mual,
kriteria hasil: muntah, dan
1) Serum natrium diare
membaik 3) Monitor status
2) Serum kalium hidrasi
membaik
3) Serum klorida Terapeutik:
membaik. 1) Catat intake-
output dan
hitung balance
43
cairan 24 jam
2) Berikan asupan
cairan oral
(mis. larutan
garam gula,
oralit)
3) Berikan cairan
intravena, jika
perlu.
Edukasi:
1) Anjurkan
makanan porsi
kecil dan
sering secara
bertahap.
Kolaborasi:
1) Kolaborasi
pemberian obat
antimotilitas
(mis.
loperamide,
difenoksilat)
10. Resiko Setelah dilakukan Observasi:
gangguan tindakan 1) Identifikasi
tumbuh keperawatan pencapaian
kembang diharapkan status tugas
dibuktikan perkembangan perkembangan
dengan membaik. Dengan anak.
44
Edukasi:
1) Jelaskan orang
tua/pengasuh
tentang
milestone
perkembangan
anak dan
perilaku anak
2) Anjurkan
orang tua
berinteraksi
dengan anak
(PPNI, 2018,
PPNI, 2019).
BAB III
III.1 Pengkajian
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
48
DAFTAR PUSTAKA