R DENGAN
BRONKOPNEUMONIA DI RUANG ANAK
RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI
OLEH :
Kelompok I
Indah Putri 221000414901002
Devwita 221000414901003
Jasrita Fitri 221000414901004
Widiana Putri 221000414901005
Tania Mardian 221000414901006
Penyusun
i
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................3
C. Manfaat......................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................5
A. Definisi.......................................................................................................5
B. Anatomi Fisiologi......................................................................................6
C. Etiologi.......................................................................................................8
D. Klasifikasi..................................................................................................9
E. Patofisiologi.............................................................................................10
F. WOC........................................................................................................11
G. Manifestasi Klinis....................................................................................13
H. Komplikasi...............................................................................................14
I. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................14
J. Penatalaksanaan.......................................................................................15
K. Konsep Asuhan Keperawatan..................................................................15
BAB III TINJAUAN KASUS............................................................................25
A. Pengkajian................................................................................................25
B. Analisa Data.............................................................................................38
C. Diagnosis Keperawatan...........................................................................40
D. Intervensi.................................................................................................40
E. Implementasi dan Evaluasi......................................................................42
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................50
A. Pengkajian................................................................................................50
B. Diagnosis Keperawatan...........................................................................52
C. Intervensi.................................................................................................52
D. Implementasi............................................................................................53
E. Evaluasi....................................................................................................54
BAB V PENUTUP.............................................................................................56
A. Kesimpulan..............................................................................................57
B. Saran........................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA
L.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem kesehatan nasional adalah pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh Indonesia secara terpadu dan saling mendukung
guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan melalui kegiatan
pelayanan kesehatan, tradisional dan komplementer; peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit; upaya kesehatan ibu, bayi, anak,
remaja. Dalam Perpres RI No.72 dikatakan bahwa anak-anak termasuk
dalam golongan penduduk rentan yang memiliki daya ungkit tinggi dalam
pencapaian sasaran pembangunan kesehatan. Anak usia balita merupakan
golongan usia yang paling rawan terhadap penyakit, salah satu penyakit
yang sering diderita oleh anak balita adalah gangguan pernapasan atau
infeksi pernapasan. Salah satunya adalah bronkopneumonia yang
merupakan radang paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru yang
ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan benda asing (Wulandari & Erawati, 2016).
Bronkopneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan
penyumbang terbesar penyebab kematian anak diusia balita (bawah lima
tahun). Pneumonia membunuh anak lebih banyak daripada penyakit lain
apapun, mencakup hampir 1 dari 5 kematian anak-balita, membunuh lebih
dari 2 juta anak-balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara
berkembang. Oleh karena itu pneumonia disebut sebagai pembunuh anak
nomor satu (the number one killer of children). Di negara berkembang
pneumonia merupakan penyakit yang terabaikan (the neglegted disease)
atau penyakit yang terlupakan (the forgotten disease) karena begitu banyak
anak yang meninggal karena pneumonia, namun sangat sedikit perhatian
yang diberikan kepada masalah pneumonia (Kemenkes RI, 2010).
1
Menurut (WHO, 2020) pneumonia membunuh 740.180 anak di
bawah usia 5 tahun pada tahun 2019, terhitung 14% dari semua kematian
anak di bawah lima tahun tetapi 22% dari semua kematian pada anak
berusia 1 hingga 5 tahun. World Health Organization (WHO) menyatakan
pneumonia sebagai penyebab kematian tertinggi pada balita melebihi
penyakit lainnya seperti campak, malaria, dan AIDS. Kasus pneumonia
banyak terjadi di negara-negara berkembang seperti Asia Tenggara
sebesar 39% dan Afrika sebesar 30%. WHO menyebutkan Indonesia
menduduki peringkat ke-8 di dunia dari 15 negara yang memiliki angka
kematian balita dan anak yang diakibatkan oleh pneumonia. Prevalensi
penderita bronkopneumonia di Indonesia mencapai 1.017.290 jiwa pada
tahun 2018. Di Sumatera Barat sendiri prevalensi penderita pneumonia
adalah sebanyak 20.663 jiwa (Riskesdas, 2018).
Pada penyakit bronkopneumonia, dapat terjadi komplikasi seperti
dehidrasi, bacteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, kesulitan bernapas,
abses paru, empisema, serta atelektasis yaitu pengembangan paru-paru
yang tidak sempurna, kolaps paru hingga kematian (Khasanah, 2017).
Untuk mencegah terjadinya komplikasi diatas dibutuhkan peran perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
bronkopneumonia yang meliputi usaha promotif, preventif, kuratif
danrehabilitative. Dalam peran preventifnya, perawat harus mampu
memberikan asuhan yang tepat pada pasien. Menurut penelitian (Sari et
al., 2016) sebanyak 73,3% penderita bronkopneumonia mengeluhkan
batuk, sebanyak 24,8% mengeluhkan sputum berlebih, 74% mengalami
sesak napas, dan sebanyak 86,7% mengalami ronkhi, hasil penelitian
tersebut merupakan gejala yang ditimbulkan dari bersihan jalan napas
tidak efektif. Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan
membersihkan secret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan
jalan nafas tetap paten (SDKI, 2017).
Dampak yang dapat terjadi apabila ketidakefektifan bersihan jalan
nafas tidak segera ditangani adalah dapat menyebabkan terjadinya
hipoksia. Hal ini terjadi karena kurangnya suplai oksigen akibat adanya
2
penumpukan sekret dan apabila suplai oksigen tidak terpenuhi dapat
menyebabkan anak kehilangan kesadaran, kejang, terjadi kerusakan otak
yang permanen, henti nafas bahkan kematian (Ngastiyah, 2014). Gita
(2016) juga menjelaskan bahwa masalah yang umum ditemukan pada
bronkopneumonia adalah bersihan jalan napas efektif dan untuk
mengatasinya diperlukan penanganan tindak lanjut secara farmakologi
maupun non farmakologis. Secara farmakologi terapi simptomatik
diperlukan untuk meringankan gejala seperti batuk, demam, dahak
produktif dan obstruksi saluran napas (Mediskus, 2017); dan penanganan
secara nonfarmakologis salah satunya dengan pemberian fisioterapi dada
(clapping). Fisioterapi dada (clapping) merupakan tindakan drainase
postural, pengaturan posisi, serta perkusi dan vibrasi dada yang merupakan
metode untuk memperbesar upaya klien dan memperbaiki fungsi paru,
Tujuan dari fisioterapi dada atau clapping menurut Potter & Perry (2006)
yaitu fisioterapi dada dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding
bronkus dan mempertahankan fungsi otot-otot pernapasan. Perawat
sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan, diharapkan mampu
memberikan asuhan keperawatan non farmakologis yang berkualitas pada
pasien pneumonia secara komprehensif (Sukma, 2020).
Berdasarkan latar belakang diatas maka kelompok tertarik untuk
mengambil judul studi kasus mengenai asuhan keperawatan pada An.R
dengan Bronkopneumonia di Ruang Anak, RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang bronkopneumonia
dan mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada An.R
dengan Bronkopneumonia di Ruang Anak, RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi.
3
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu dan memahami kasus
bronkopneumonia secara teoritis
b. Mahasiswa mampu dan memahami asuhan keperawatan
pada An.R dengan Bronkopneumonia di Ruang Anak,
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi yang terdiri dari
pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan dan evaluasi pada kasus pasien
dengan bronkopneumonia.
c. Mahasiswa mampu dan memahami tumbuh kembang pada
anak
d. Mahasiswa mampu dan menerapkan evidence based
nursing (EBN) pada kasus dengan bronkopneumonia
e. Mahasiswa mampu menganalisa perubahan dan
membandingkan kasus dengan EBN
f. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian
keperawatan
C. Manfaat
1. Bagi Penyusun
Studi kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan wawasan penyusun mengenai Studi kasus asuhan keperawatan
pada An.R dengan Bronkopneumonia di Ruang Anak, RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil studi kasus ini dapat dijadikan sebagai referensi atau
rujukan untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan serta
meningkatkan pengetahuan khususnya untuk mahasiswa
Universitas Prima Nusantara Bukittinggi baik dalam proses
pembelajaran maupun dalam melakukan seminar studi kasus
mengenai asuhan keperawatan pada An.R dengan
Bronkopneumonia di Ruang Anak, RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi.
4
3. Bagi Instansi Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan atau
informasi untuk petugas kesehatan, organisasi profesi atau instansi
terkait dengan masalah penelitian ini, sehingga dapat menambah
atau meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pengetahuan
asuhan keperawatan pada An.R dengan diagnosa medis
Bronkopneumonia di Ruang Anak, RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan untuk
menyatakan peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan
paru di sekitarnya. Bronkopeumonia dapat disebut sebagai pneumonia
lobularis karena peradangan yang terjadi pada parenkim paru bersifat
terlokalisir pada bronkiolus berserta alveolus di sekitarnya (Muhlisin,
2017).
Bronkopneumonia merupakan peradangan umum dari paru-paru,
juga disebut sebagai pneumonia bronkial, atau pneumonia lobular.
Peradangan dimulai dalam tabung bronkial kecil bronkiolus, dan tidak
teratur menyebar ke alveoli peribronchiolar dan saluran alveolar
(Kemenkes RI, 2017).
Pneumonia merupakan salah satu penyakit peradangan akut
parenkim paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah
akut dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan agen
infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi
asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Pneumonia merupakan peradangan dari parenkim paru dimana
asinus terisi dengan cairan radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari
sel radang ke dalam dinding dinding alveoli dan rongga interstisium yang
ditandai dengan batuk disertai nafas cepat dan atau nafas sesak pada anak
usia balita (Ridha, 2014).
6
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
2. Fisiologi
Menurut Syaifuddin (2016) secara umum sistem respirasi
dibagi menjadi saluran nafas bagian atas, saluran nafas bagian
bawah dan paruparu.
a. Saluran pernapasan bagian atas
Berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembapkan
udara yang terhirup Saluran pernapasan ini terdiri atas
sebagai berikut :
b. Hidung Hidung (nasal)
Merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat
pernapasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau).
Bentuk dan struktur hidung menyerupai piramid atau
kerucut dengan alasnya pada prosesus palatinus osis
maksilaris dan pars horizontal osis palatum.
c. Faring Faring (tekak)
Merupakan suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak
lurus antara basis kranii dan vertebrae servikalis.
7
d. Laring (Tenggorokan)
Merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri
atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen
dan membran, terdiri atas dua lamina yang bersambung di
garis tengah.
e. Epiglotis
Merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu
menutup laring pada saat proses menelan.
f. Saluran pernapasan bagian bawah
Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan
udara dan memproduksi surfaktan, saluran ini terdiri atas
sebagai berikut:
1) Trakea
Disebut sebagai batang tenggorok, memiliki
panjang kurang lebih sembilan sentimeter yang
dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian
vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas enam
belas sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap
berupa cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri
atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan
debu atau benda asing.
2) Bronkus
Merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari
trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan
kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar yang
daripada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas,
tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih
panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus
atas dan bawah.
3) Bronkiolus
Merupakan percabangan setelah bronkus yang
berfungsi untuk menyalurkan udara dari bronkus ke
8
alveoli. Selain itu, bronkiolus juga berfungsi untuk
mengontrol jumlah udara yang masuk dan keluar
saat proses bernapas berlangsung.
4) Paru-paru
Merupakan organ utama dalam sistem pernapasan,
paru terletak dalam rongga toraks setinggi tulang
selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas
beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis
dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan
pleura yang berisi cairan surfaktan. Paru kanan
terdiri dari tiga lobus dan paru kiri dua lobus. Paru
sebagai alat pernapasan terdiri atas dua bagian, yaitu
paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini
terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang
berbentuk yang bagian puncak disebut apeks. Paru
memiliki jaringan yang bersifat elastis berpori, serta
berfungsi sebagi tempat pertukaran gas oksigen dan
karbon dioksida yang dinamakan alveolus.
C. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) secara umum
bronkopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan tubuh
terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan sehat memiliki
mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas
reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang
menggerakkan kuman keluar dari organ dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus dan
jamur, antara lain :
1. Bakteri: Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella
2. Virus : Legionella Pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam
paru
9
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang
biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronkopneumonia yang
masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan bronkus
dan alveolus. Inflamasi bronkus ini ditandai dengan adanya
penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif,
ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai
alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli,
fibrosis, emfisema dan atelektasis. Kolaps alveoli akan
mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas
ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan
penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi
untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan
atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan.
Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas,
hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis,
dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal
napas (PDPI Lampung & Bengkulu, 2017).
D. Klasifikasi
Menurut (Samuel, 2014) Bronkopneumonia juga dapat dibedakan
berdasarkan tingkat keparahanya :
1. Bronkopneumonia sangat berat : ketika adanya sianosis sentral dan
anak tidak mampu sehingga anak harus diberi antibiotik dan
dirawat di rumah sakit.
2. Bronkopneumonia berat : hal ini terjadi ketika terdapat retraksi
dinding dada tanpa sianosis dan anak masih bisa minum, anak
harus diberi antibiotik dan dirawat dirumah sakit.
3. Bronkopneumonia : bila tidak ada rektraksi dinding dada namun
terjadi pernafasan yang cepat sekitar > 60x/menit pada anak usia
dibawah dua bulan dan > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1
tahun, dan > 40 x/menit pada anak yang berusia 1-5 tahun. d.
Bukan bronkopneumonia : yaitu pada anak hanya batuk tanpa ada
10
gejala dan tanda seperti yang disebutkan di atas, tidak perlu
dirawat inap dan tidak perlu diberi antibiotik
E. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran napas
bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik secara mendadak
sampai 37,6-40°C dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
Selain itu, anak bisa menjadi sangat gelisah, pernapasan cepat dan dangkal
disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan
mulut. Sedangkan, batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,
seorang anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan :
1. Inspeksi : Pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar
hidung dan mulut, retraksi sela iga.
2. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang
sakit.
3. Perkusi : Sonor memendek sampai beda.
4. Auskultasi : Suara pernapasan mengeras (vesikuler mengeras)
disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.
11
F. Patofisologi
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah
mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk
melalui percikan ludah (droplet) invasi ini dapat masuk kesaluran
pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh. reaksi ini
menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini tubuh
menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama
sekret semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi
semakin sempit dan pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul
dibronkus lama-kelamaan sekret dapat sampai ke alveolus paru dan
mengganggu sistem pertukaran gas di paru. Tidak hanya menginfeksi
saluran nafas, bakteri ini juga dapat menginfeksi saluran cerna ketika ia
terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal dalam usus
menjadi agen patogen sehingga timbul masalah pencernaan. Dalam
keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya
bakteri didalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh,
sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan
timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran
nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung
dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
serta perluasan langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran secara
hematogen (Nurarif & Kusuma, 2015).
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat
melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada
dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di
alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium,
yaitu (Bradley, 2011):
12
1. Stadium I atau Hiperemia (4-12 jam pertama atau stadium
kongesti)
Pada stadium I, disebut hiperemia karena mengacu pada
respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru
yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi
akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
2. Stadium II atau Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatitis merah karena terjadi
sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga orang dewasa
akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat,
yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III atau Hepatisasi Kelabu (3-8 hari berikutnya)
Pada stadium III atau hepatisasi kelabu yang terjadi
sewaktu sel- sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada
stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV atau Resolusi (7-11 hari berikutnya)
Pada stadium IV atau resolusi yang terjadi sewaktu respon
imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis
dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula.
13
G. WOC
Virus bakteri jamur
Kuman berlebih Kuman terbawah kesaluran Infeksi saluran Paparan informasi MK : Defisit Pengetahuan
di brokus cerna nafas Bawah yang kurang sehingga
Menyebabkan Bp
berulang
Proses Infeksi saluran cerna Dilatasi
peradangan pembuluh
Peningkatan flora normal Darah Eksudat masuk
diusus alveoli Kecemasan terhadap kondisi anak
Akumulasi secret Peradangan
di brokus Peristaltik usus meningkat
Peningkatan Gangguan Suplai MK : Ansietas
Malabsorpsi Suhu Tubuh difusi gas O2 Menurun
MK : Defisit Nutrisi
14
Sumber : Doenges (2000); Nurarif & Kusuma (2015); PPNI (2017).
15
H. Komplikasi
Menurut Asfihan (2019), komplikasi bronkopneumonia umumnya
lebih sering terjadi pada anak-anak yaitu :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna
atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau
refleks batuk hilang.
2. Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah
dalam rongga pleura terdapat di suatu tempat atau seluruh rongga
pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang.
4. Infeksi sistemik.
5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
7. Gagal Napas
Kondisi yang disebabkan oleh kerusakan parah pada paruparu,
sehingga tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen karena
gangguan fungsi pernapasan. Jika tidak segera diobati, gagal napas
dapat menyebabkan organ tubuh berhenti berfungsi dan berhenti
bernapas sama sekali. Dalam hal ini, orang yang terkena harus
menerima bantuan pernapasan melalui mesin (respirator).
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada anak dengan bronkopneumonia
diantaranya adalah sebagai berikut (Bradley, et al., 2011).
1. Pemeriksaan radiologi yaitu foto thoraks, konsolidasi satu atau
beberapa lobus yang berbercak-bercak infiltrate. Foto rontgen dada
(chest x-ray) : teridentifikasi penyebaran, misalnya lobus, bronkial;
dapat juga menunjukan multipel abses/infiltrat, empiema
(Staphylococcus); penyebaran atau lokasi infiltasi (bakterial); atau
penyebaran ekstensif nodul infiltrat (sering kali viral); pada
pneumonia mycoplasma, gambaran chest x-ray mungkin bersih.
16
2. Pemeriksaan laboratorium didapati lekositosit antara 15000 sampai
40000 /mm³, meskipun nilai SDP rendah pada infeksi virus.
3. Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasein
mengalami imunodefisiensi.
4. Pemeriksaan AGD (Analisa Gas Darah), untuk mengetahui status
kardiopulmoner yang berhubungan dengan oksigen.
5. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan
needle biopsy, transtracheal aspiration, fibrotic bronchoscopy atau
biopsi paru terbuka untuk untuk mengeluarkan dan mengetahui
mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok untuk
menanganinya.
6. ABGs/ pulse Oximetry, abnormalitas mungkin timbul bergantung
pada luasnya kerusakan paru.
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada anak balita dengan bronkopneumonia antara
lain (Fadhila, 2013):
1. Pemberian penisilin 50.000 U/kg BB/hari, ditambah dengan
kloramfenikol 5070 mg/kg BB/hari atau diberikan obat antibiotik
yang mempunyai spektrum luas seperti obat ampisilin.
2. Terapi nebulisasi menggunakan salbutamol untuk mengurangi
sesak akibat penyempitan jalan nafas atau bronkospasme akibat
hipersekresi mucus
3. Terapi oksigen untuk mengurangi hipoksemia, mempermudah
usaha bernapas, dan mengurangi kerja miokardium
K. Konsep Asuhan keperawatan teoritis
1. Pengkajian
Pengkajian adalah hal yang penting dan mendasar dalam
melakukan asuhan keperawatan untuk hal ini dilakukan untuk
mengumpulkan data tentang anak maupun keluarganya, baik saat
penderita penyakit baru pertama kali datang maupun selama
penderita dalam masa proses perawatan (Andra dan Yessi, 2013).
17
Adapun hal hal yang perlu dikaji pada penderita penyakit
dengan Bronkopneumonia yaitu sebagai berikut:
a. Data umum
1) Identitas klien
Penyakit Bronkopneumonia ini banyak ditemukan
pada semua usia baik itu mulai dari umur bayi di
atas satu tahun hingga umur dewasa, di dalam data
umum berisi nama klien, jenis kelamin, alamat,
agama, bahasa yang digunakan, golongan darah,
asal suku, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
asuransi, nomor register, tanggal MRS dan diagnosa
medis (Wahid, 2013).
2) Identitas Penanggung jawab Pasien
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, alamat,
hubungan dan no hp.
b. Kesehatan umum
1) Keluhan utama
Keluhan utama yaitu alasan utama masuk rumah
sakit biasanya pada penderita Bronkopneumonia
keluhan utama yang dialami berupa sesak napas,
batuk.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pada penderita bronkopneumonia biasanya
merasakan sulit untuk bernafas, dan disertai dengan
batuk berdahak, terlihat otot bantu pernafasan,
adanya suara nafas tambahan, penderita biasanya
juga lemah dan tidak nafsu makan, kadang disertai
diare.
3) Riwayat penyakit dahulu
Anak sering menderita penyakit saluran pernafasan
bagian atas, memiliki riwayat penyakit campak atau
pertussis serta memiliki faktor pemicu
18
bronkopneumonia misalnya riwayat terpapar asap
rokok, debu atau polusi dalam jangka panjang.
4) Pemeriksaan fisik :
a) Inspeksi
Perlu diperhatikannya adanya sianosis,
dispneu, pernafasan cuping hidung, distensi
abdomen, batuk semula non produktif
menjadi produktif, serta nyeri dada pada saat
menarik nafas. Batasan takipnea pada anak 2
bulan – 12 bulan adalah 50 kali/menit atau
lebih, sementara untuk anak berusia 12
bulan – 5 tahun. adalah 40 kali/menit atau
lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan
dinding dada ke dalam pada fase inspirasi.
Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada
ke dalam akan tampak jelas.
b) Palpasi
Fremitus biasanya terdengar lemah pada
bagian yang terdapat cairan atau secret,
getaran hanya teraba pada sisi yang tidak
terdapat secret.
c) Perkusi
Normalnya perkusi ppada paru adalah sonor,
namun untuk kasus bronkopneumonia
biasanya saat diperkusi terdengar bunyi
redup.
d) Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan
dengan cara mendekatkan telinga ke hidung
atau mulut bayi. Pada anak pneumonia akan
terdengar stridor, ronkhi atau wheezing.
Sementara dengan stetoskop, akan terdengar
19
suara nafas akan berkurang, ronkhi halus
pada posisi yang sakit, dan ronkhi basah
pada masa resolusi. Pernafasan bronkial,
egotomi, bronkoponi, kadang-kadang
terdengar bising gesek pleura.
5) Penegakan diagnosis :
Pemeriksaan laboratorium : Leukosit meningkat dan
LED meningkat, X-foto dada : Terdapat bercak-
bercak infiltrate yang tersebar (bronkopneumonia)
atau yang meliputi satu atau sebagian besar lobus.
2. Diagnosis Keperawatan
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
spasme jalan nafas.
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,perubahan membrane
alveolus-kapiler.
c) Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan
makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, faktor
psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)
d) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan
oksigen, kelemahan.
e) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan (mis. Dehidrasi intoksikasi air),
diare.
f) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
(Bronkopneumonia)
20
3. Intervensi Keperawatan
Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala
treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang diharapkan (PPNI, 2019). Adapun intervensi yang sesuai
dengan penyakit bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
Diagnosis
No Keperawatan SLKI SIKI Aktivitas
(SDKI)
1 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Observasi
pertukaran gas intervensi keperawatan respirasi Monitor frekuensi,
berhubungan 1 X 6 Jam diharapkan irama, kedalaman
dengan pertukaran gas dan upaya napas
ketidakseimbangan meningkat dengan Monitor pola napas
ventilasi perfusi, kriteria hasil : (seperti bradipnea,
perubahan Dispnea menurun takipnea,
membran alveolus- Bunyi napas hiperventilasi,
kapiler tambahan kussmaul, cheyne-
menurun stokes, biot,
Napas cuping ataksik)
hidung menurun Monitor adanya
PCO2 membaik sumbatan jalan
PO2 membaik napas
Takikardi Auskultasi bunyi
membaik napas
Ph arteri Monitor saturasi
membaik oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray
thoraks
Monitor kecepatan
aliran oksigen
Monitor integritas
mukosa hidung
akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
Tetap berikan
oksigen saat pasien
ditransportasi
Kolaborasi
Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
21
Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas dan/atau
tidur
2 Bersihan jalan Setelah dilakukan Fisioterapi Observasi
nafas tidak efektif intervensi keperawatan dada Identifikasi
berhubungan 1 X 8 Jam diharapkan indikasi dilakukan
dengan spasme Bersihan jalan nafas fisioterapi dada
jalan nafas. dengan kriteria hasil : (mis: hipersekresi,
Tekanan sputum, sputum
ekspirasi kental dan
meningkat tertahan, tirah
Tekanan baring lama)
inspirasi Identifikasi kontra
meningkat indikasi fisioterapi
Dispnea dada (mis:
menurun ekserbasi PPOK
Penggunaan akut, pneumonia
otot bantu tanpa produksi
napas menurun sputum berlebih,
Frekuensi ca paruparu)
napas membaik Monitor status
Kedalaman pernapasan
napas membaik (kecepatan, irama,
suara, kedalaman)
Periksa sekmen
paru yang
mengandung
sekresi berlebih 5.
Monitor jumlah
dan karakter
sputum
Monitor toleransi
selama dan setelah
prosedur
Terapeutik
Posisikan apasien
sesuai dengan
area paru yang
mengalami
penumpukan
sputum
Gunakan bantal
untuk mengatur
posisi
Lakukan perkusi
22
dengan posisi
telapak tangan
telungkupkan 3-5
menit.
Lakukan fibrasi
dengan posisi
telapak tangan
rata bersamaan
ekspirasi melalui
mulut
Lakukan
fisioterapi dada
setidaknya 2 jam
setelah makan
Hindari perkusi
pada tulang
belakang, ginjal,
payudara wanita,
insisi, dan tulang
rusuk patah
Lakukan
penghisapan
lendir untuk
mengeluarkan
sekret jika perlu
Edukasi
Jelaskan tujuan
dan prosedur
fisioterapi dada
Anjurkan batuk
segera setelah
prosedur
selesai
Ajarkan
inspirasi
perlahan dan
dalam melalui
hidung selama
proses
fisioterapi dada
di
3 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Observasi
berhubungan intervensi keperawatan Hipertermia
dengan proses 1 X 8 Jam diharapkan Identifkasi
penyakit termogulasi membaik penyebab
( Bronkopneumoni dengan kriteria hasil : hipertermi
a Mengigil (mis. dehidrasi
menurun terpapar
23
Pucat menurun
Suhu tubuh lingkungan
membaik panas
Tekanan darah penggunaan
membaik incubator)
Monitor suhu
tubuh
Monitor kadar
elektrolit
Monitor
haluaran urine
Terapeutik
Sediakan
lingkungan
yang dingin
Longgarkan
atau lepaskan
pakaian
Basahi dan
kipasi
permukaan
tubuh
Berikan cairan
oral
Ganti linen
setiap hari atau
lebih sering
jika mengalami
hiperhidrosis
(keringat
berlebih)
Lakukan
pendinginan
eksternal (mis.
selimut
hipotermia atau
kompres dingin
pada dahi,
leher, dada,
abdomen,aksila
)
Hindari
pemberian
antipiretik atau
aspirin
24
Batasi oksigen,
jika perlu
Edukasi
Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
Kolaborasi
cairan dan
elektrolit
intravena, jika
perlu
25
Pasang akses
intravena
Edukasi
Jelaskan jenis
penyebab dan
penanganan
ketidakseimban
gan elektrolit
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
suplemen
elektrolit
26
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Anak
Nama : An. R
No. RM : 574805
Tempat/Tgl Lahir : Tanah Datar/10 Desember 2022
Usia : 1 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
BB/TB : 4,2 Kg / 52Cm
Agama : Islam
Pendidikan : Belum bersekolah
Alamat : Jl. Koto Nan Gadang, Aie Angek, X Koto,
Kab. Tanah Datar
Tanggal Masuk : 20 Januari 2023
Tanggal Pengkajian : 21 Januari 2023
Diagnosa Medis : Bronkopneumonia
27
4. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Ibu mengatakan bahwa alasan ibu membawa anak ke rumah sakit
adalah sebab anak mengalami sesak napas, batuk dan demam
tinggi sejak 8 hari yang lalu.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu mengatakan bahwa anak mengalami sesak napas dan batuk
setelah tersedak saat minum ASI diikuti mata yang mendelik
keatas, serta demam tinggi sejak 8 hari yang lalu yang tidak
diketahui penyebabnya. Ibu mengatakan bahwa sebelumnya sudah
membawa anak ke RSUD Padang Panjang dan dirawat selama
kurang lebih seminggu dan akhirnya dirujuk ke RSUD Dr. Achmad
Mochtar.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Ibu mengatakan bahwa sebelumnya anak tidak pernah mengalami
penyakit dengan gejala yang seperti ini. Ibu juga mengatakan
bahwa anak tidak ada menderita penyakit apapun sebelumnya.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibumengatakan bahwa sebelumnya tidak ada anggota keluarga
yang mengalami penyakit dengan gejala seperti ini.Ibu juga
mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit apapun dalam
silsilahkeluarganya.
5. Riwayat Kesehatan Lalu (Khusus Anak Usia 0-5 Tahun)
a. Prenatal Care
Ibu memeriksakan kehamilannya setiap minggu di : Rumah bidan
Keluhan selama hamil yang dirasakan oleh Ibu :
Ibu anak mengatakan bahwa keluhan selama hamil yang dirasakan
adalah mual dan muntah, kadang ada merasakan pusing dan sakit
kepala, serta kelelahan.
Riwayat berat badan selama hamil : 86Kg
Riwayat terkena radiasi : Tidak Ada
Jumlah imunisasi TT :-
28
Golongan darah Ibu :B
Golongan darah Ayah :A
b. Intranatal Care
Tempat melahirkan : Rumah praktek bidan
Jenis persalinan : Normal
Penolong persalinan : Bidan
Komplikasi saat dan setelah melahirkan : Tidak ada komplikasi
c. Postnatal Care
Kondisi bayi : sehat, berat badan lahir 3.400 gram
APGAR Score: 7/8
(Untuk Semua Usia)
Anak pernah mengalami penyakit : tidak pernah
Pada umur :-
Riwayat kecelakaan : tidak ada
Riwayat obat-obatan tanpa resep dokter : tidak ada
Perkembangan anak dibanding saudaranya : -
6. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
...... : Serumah
: Penderita
29
7. Riwayat Imunisasi
Waktu Reaksi
No Jenis Imunisasi Pemberia Frekuensi Setelah Frekuensi
n Pemberian
1 BCG - - - -
2 DPT (1,II,III) - - - -
3 Polio (I,II,III,IV) - - - -
4 Campak - - - -
Bayi baru 1 kali
5 Hepatitis (Hb0) - -
lahir
30
Alasan :Tidak ada pemberian susu formula
Jumlah Pemberian ASI :8 × 15cc/24 jam
Cara Pemberian ASI :Rute Oral Gastric Tube (OGT)
Pola Perubahan Nutrisi Tiap Tahap Usia sampai Nutrisi Saat Ini
Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian
0 – 2 bulan ASI 2 bulan
31
6) Pengetahuan Ibu tentang kondisi anak, menjaga dan perawatan
anak :
Ibu mengatakan bahwa tidak tau tentang penyebab kondisi
anaknya saat ini, namun untuk menjaga dan perawatan anak ibu
sudah mengetahuinya
b. Pemahaman Anak tentang Sakit dan Rawat Inap
Tidak ada
13. Aktivitas Sehari-hari
a. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Selera makan Ibu mengatakan Saat sakit, anak tetap
bahwa sebelum mendapatkan ASI
sakit, anak dari ibu, namun
menghisap puting menggunakan selang
susu ibudengan kuat, OGT
dan lama
Frekuensi makan 8 × 15cc/24 jam
7 – 8 kali dalam
sehari
Durasi -
10-15 menit
Jenis makanan ASI
ASI
b. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Jenis minuman ASI ASI
32
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Tempat pembuangan Pempers Pempers
d. Balance Cairan
1) Intake
OGT = 8×15cc/24 jam = 120cc
Infus KA-EN 1B = 8cc/jam = 192cc
Aminosteril = 2,5cc/jam = 60cc
Total intake cairan dalam 24 jam = 372cc
2) Output
Urine = 54cc + 70cc + 62cc = 186cc
IWL = 40cc/KgBB/24 jam
= 40cc/4,2/24 jam
= 9,5cc/24 jam
Output total = Urine + IWL
= 186cc + 9,5cc
= 195,5cc
3) Balance Cairan
33
Balance Cairan = Intake – Output
= 372cc – 195,5cc
= +176,5cc/24 jam
4) Diuresis
Diuresis = Jumlah urine/KgBB/24 jam
= 186cc/4,2/24 jam
= 44,2cc/24 jam
15. Olahhraga
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Program olahraga Tidak ada Tidak ada
34
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Mandi
a. Cara a. Menggunakan a. Menggunakan
air hangat, dan air hangat,
sabun mandi washlap, dan
bayi sabun mandi
bayi
b. Frekuensi b. 2 x sehari b. 1 x sehari
c. Alat mandi c. Sabun, bak c. Washlap, sabun
mandi bayi mandi
Cuci rambut
a. Cara a. Menggunakan a. Menggunakan
air dan shampo air hangat,
washlap, dan
sabun mandi
bayi
b. Frekuensi b. 2 hari sekali b. 1 x sehari
Gunting kuku
a. Cara Tidak ada Tidak ada
b. Frekuensi
Gosok gigi
a. Cara
b. Frekuensi Tidak ada Tidak ada
18. Rekreasi
35
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
Perasaan saat - -
sekolah
Waktu luang - -
Perasaan setelah - -
rekreasi
Waktu senggang - -
Keluarga
a. Kepala
1) Inspeksi : Tidak ada lesi pada kulit kepala, pertumbuhan
rambut merata, bentuk kepala bulat, warna rambut hitam,
pertumbuhan rambut merata, rambut tidak terlalu lebat
2) Palpasi : Ubun – ubun (fontanel) belum menutup
b. Wajah
1) Inspeksi :Pucat dan sianosis tidak ada, warna kulit kuning
langsat, tidak ada lesi ataupun kemerahan pada kulit wajah
c. Mata
36
1) Inspeksi : Mata anak tampak simetris kanan dan kiri, tidak
ada edema periorbital, keadaan kelopak mata normal, refleks
pupil isokor, diameter pupil kiri dan kanan adalah 2 mm, sklera
anikterik
2) Palpasi : Konjungtiva tidak anemis
d. Hidung
1) Inspeksi : Septum hidung berada ditengah, tidak terdapat
sekret hidung, tidak ada polip dan perdarahan pada hidung,
anak tampak terpasang CPAP untuk membantu pernapasan
e. Telinga
1) Inspeksi : Keadaan telinga baik, tidak ada kemerahan pada
daun telinga, tidak ada pembengkakan pada daun telinga, tidak
ada cairan dari telinga
f. Mulut
1) Inspeksi : Gigi anak tampak belum tumbuh, tidak terdapat
peradangan pada mukosa mulut, keadaan mulut dan lidah
kotor, terdapat lendir dan ludah anak pada area dalam mulut,
keadaan bibir pucat, dan pecah-pecah, bau mulut tidak ada
g. Leher
1) Inspeksi : Tidak terdapat pembesaran tiroid ataupun kelenjar
limfe, tidak terdapat pembengkakan dan lesi pada daerah kulit
sekitar leher, tidak ada hiperpigmentasi pada leher, tidak ada
distensi vena jugularis
2) Palpasi : Tidak teraba adanya massa ataupun pembesaran
kelenjar limfe dan tiroid, tidak teraba adanya distensi vena
jugularis
h. Dada
1) Pernapasan
37
a) Inspeksi : Bentuk dada normal chest, pergerakan
dinding dada saat bernapas simetris, adanya retraksi dada
(+), penggunaan otot bantu napas tidak ada
b) Auskultasi : Bunyi nafas tambahan ronchi (+)
c) Palpasi :Gerakan simetris pada thorak posterior
kanan dan kiri
d) Perkusi : Sonor (+)
2) Kardiovaskular
a) Inspeksi :Ictus cordis tidak terlihat
b) Auskultasi : Suara jantung S1 dan S2 (+), tidak ada
bunyi jantung tambahan S3
c) Palpasi : Batas kiri jantung atas berada pada ICS II
sinistra linea parastrenalis kiri, batas kiri jantung bawah
berada pada ICS V sinistra media linea midklavikula
sinistra, batas kanan jantung atas berada pada ICS II dekstra
linea parasternalis dekstra, dan batas kanan jantung bawah
yaitu berada pada ICS III-IV dekstra, di linea parasternaisa
dekstra
d) Perkusi :Pekak (+)
i. Abdomen
1) Inspeksi : Tidak ada lesi dan jaringan parut pada abdomen,
tidak terdapat asites
2) Auskultasi :Timpani (+)
3) Palpasi :Tidak ada pembesaran limpa dan hepar, tidak ada
distensi abdomen dan asites
4) Perkusi :-
j. Genetalia dan Anus
1) Inspeksi : Genetalia anak tampak bersih, tidak ada
kemerahan ataupun lesi pada daerah genetalia dan anus
k. Intergumen
38
1) Palpasi : Warna kulit kuning langsat, tidak ada kemerahan
pada kulit anak, tidak ada ikterik pada kulit anak, tidak ada
sianosis pada kulit anak
2) Palpasi : Turgor kulit baik, CRT < 3 detik
l. Muskuloskletal
1) Inspeksi : Struktur tulang normal, kolumna vetebralis normal
2) Palpasi : Tidak terdapat nyeri sendi
20. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Diagnostik
1) Radiologi
Rontgen thorak, dengan kesan :
a) Bronkopneumonia
b) Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung
b. Pemeriksaan laboratorium
Nama : An. R
No. RM : 574805
Tanggal : 20 Januari 2023
1) Hematologi
Parameter Hasil Nilai Rujukan Ket
HGB 12,2 gr/dL 12 – 14 gr/dL Normal
RBC 3.910.000/µL 4.000.000-5.000.000/µL Low
HCT 39,3 % 42 – 52 % Low
MCV 100,5 fL 79 – 99 fL High
MCH 31,2 pg 27 – 31 pg Normal
MCHC 31 gr/Dl 33 – 37 gr/dL Normal
WBC 53.520/µL 5.000 – 10.000/µL High
PLT 785.000/µL 150.000-450.000/µL High
2) Kimia Darah
Parameter Hasil Nilai Rujukan Ket
Kalium 4,24 mEq/l 3,5 – 5,5 mEq/l Normal
Natrium 137,6 mEq/l 135 – 147 mEq/l Normal
Khlorida 100 mEq/l 100 – 106 mEq/l Normal
Kalsium 10,13 mg/dL 8,6 – 10 mg/dL Normal
39
3) Analisa Gas Darah
Parameter Hasil Nilai Rujukan Ket
Ph 7,33 7,37 – 7,44 Low
pCO2 79,2 mmHg 35 – 45 mmHg High
pO2 21 mmHg 83 – 108 mmHg Low
So2 32 % 95 – 99 % Low
Hct 38 % 42 – 52 % Low
Hb 12,1 gr/dL 12 – 14 gr/dL Normal
HCO3- 42,2 mmol/L 21-28 mmol/L High
Hasil : Asidosis respiratory
c. Terapi yang diberikan
Nama Obat Dosis Rute
Paracetamol 3 x 50 mg Oral
Azitromicin 1 x 40 mg Oral
Ceftriaxone 1 x 420 mg Parenteral
Dexamethasone 3 x 0,7 mg Parenteral
Paracetamol 50 mg Parenteral
IVFD KA-EN 1B 8 cc/jam Parenteral
Aminosteril infant 2,50 cc/jam Parenteral
40
B. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Subjektif : Atelaktasis paru
Ibu mengatakan bahwa
anak mengalami sesak
napas dan batuk sejak 8 Pertukaran O2 dan CO2
hari yang lalu terganggu
Ibu mengatakan bahwa
tarikan dada saat
bernapas sangat kuat
Hasil AGD abnormal
Objektif
Anak tampak sesak
Anak tampak gelisah
Ketidakseimbangan
Anak tampak sianosis,
ventilasi dan perfusi
dan sianosis berkurang
dengan pemberian
Gangguan Pertukaran
oksigen
Gas
Retraksi (+)
Napas cuping hidung (+)
TD : 115/86 mmHg
HR : 162x/menit
RR: 71x/menit
T : 38,0ºC
SPO2 : 90%
Ronchi (+)
CRT < 3 detik
pH arteri : 7,33
pCO2 : 79,2 mmHg
pO2 : 21 mmHg
Kesan : Asidosis
Respiratorik
Subjektif Bakteri, virus, aspirasi Bersihan Jalan Napas
Ibu mengatakan bahwa makanan, kongesti paru, Tidak Efektif
anak mengalami batuk jamur
yang lama
Ibu mengatakan bahwa Masuk ke dalam saluran
batuk klien terdengar pernapasan
seperti berdahak namun
susah untuk dikeluarkan
Infeksi dan peradangan pada
Ibu mengatakan bahwa
paru
anak mengalami sesak
napas sejak 8 hari yang
41
lalu Hipersekresi mukus
Objektif
Klien tampak batuk
Klien tampak sianosis Menghambat jalan napas
Klien tampak gelisah
Pertussis (+)
Adanya obstruksi berupa
lendir yang keluar dari
mulut klien
Tekanan darah : 115/86
mmHg
Nadi : 162x/menit
Pernapasan : 71x/menit
Suhu : 38,0ºC
RR : 71×/menit
Auskultasi bunyi napas
tambahan ronchi (+)
Subjektif Bakteri, virus, aspirasi
Ibu mengatakan bahwa makanan, kongesti paru,
anak mengalami demam jamur
yang naik turun sejak 8
hari yang lalu
Ibu mengatakan badan Masuk ke dalam saluran
anak terasa panas pernapasan Hipertermia
Objektif
Anak tampak gelisah
Kulit teraba hangat Infeksi dan peradangan pada
T : 38,0ºC paru
HR : 162x/menit
Hipertermia
42
C. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data diatas, maka diagnosis keperawatan
prioritas berdasarkan anamnesa yang telah dilakukan kelompok
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas
3. Hipertemia berhubungan dengan peningatan laju metabolisme
D. Intervensi
Diagnosis
Luaran Keperawatan Intervensi
Keperawatan
Gangguan pertukaran Setelah diberikan intervensi Pemantauan Respirasi
gas berhubungan 1 x 8 jam jam, maka Observasi
dengan pertukaran gas meningkat, Monitor frekuensi, irama,
ketidakseimbangan dengan kriteria hasil : kedalaman dan upaya napas
ventilasi-perfusi - Dispnea menurun Monitor pola napas
- Bunyi napas Monitor adanya produksi
tambahan menurun sputum
- Takikardi menurun Auskultasi bunyi napas
- Gelisah menurun Monitor saturasi oksigen
- pCO2 membaik Monitor nilai AGD
- pO2 membaik Monitor hasil rontgen
- thorak
Terapeutik
Atur interval pemantauan
respirasi sesuai dengan
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan pemantauan
43
napas - Batuk efektif Terapeutik
meningkat Posisikan semi fowler atau
- Produksi sputum fowler
menurun Lakukan fisioterapi dada
- Dispnea menurun Berikan oksigen
- Gelisah menurun Lakukan suction
Edukasi
Ajarkan keluarga untuk
melakukan fisioterapi dada
(clapping)
Hipertemia Setelah diberikan intervensi Manajemen Hipertermia
berhubungan dengan selama 1 x 8 jam, maka Observasi
termoregulasi membaik Monitor suhu tubuh
peningkatan laju
dengan kriteria hasil : Monitor kadar elektrolit
metabolisme - Menggigil menurun Monitor haluaran urine
- Pucat menurun Terapeutik
- Tekanan darah Sediakan lingkungan yang
membaik dingin
- Suhu tubuh membaik Ganti linen setiap hari
- Suhu kulit membaik Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
44
E. Implementasi dan Evaluasi
Hari/ Diagnosis
Implementasi Evaluasi
Tanggal Keperawatan
Sabtu/ Gangguan pertukaran Observasi S :Setelah diberikan intervensi :
21 Januari 2023 gas berhubungan Memonitor frekuensi, irama, Ibu mengatakan bahwa anak masih
dengan kedalaman napas mengalami sesak napas
ketidakseimbangan -RR: 68x/menit Ibu mengatakan bahwa tarikan dada anak
ventilasi-perfusi -Irama napas tidak teratur (irreguler) saat bernapas terlihat masih sangat kuat
-Napas dangkal O:
Memonitor adanya produksi sputum Anak tampak sesak
-Sputum (+), lendir (+) Anak tampak gelisah
-Konsistensi sputum agak kental dan Anak tampak sianosis, dan sianosis
lengket berkurang dengan pemberian alat bantu
-Sputum dan lendir susah dikeluarkan napas CPAP dengan konsentrasi FiO2 50%
Mendengarkan bunyi napas Retraksi dada anak (+)
-Ronchi (+) TD : 109/83 mmHg
Memonitor saturasi oksigen HR : 168x/menit
-SPO2 : 93% RR: 68x/menit
Memonitor nilai AGD T : 37,5ºC
-pH arteri : 7,33 SPO2 : 93%
-pCO2 : 79,2 mmHg Ronchi (+)
-pO2 : 21 mmHg CRT > 2 detik
Memonitor hasil rontgen thorak pH arteri : 7,33
Ro.thorax, kesan : bronkopneumonia pCO2 : 79,2 mmHg
Terapeutik pO2 : 21 mmHg
Mengatur interval pemantauan
respirasi sesuai dengan kondisi pasien A: Masalah belum teratasi
Mendokumentasikan hasil
pemantauan P : Intervensi dilanjutkan
Memasangkan alat bantu napas Pemantauan respirasi
45
CPAP dengan konsentrasi oksigen
(FiO2) 55%
Edukasi
Menjelaskan tujuan pemantauan
Sabtu/ Bersihan jalan napas Observasi S:
21 Januari 2023 tidak efektif Memonitor pola napas Ibu mengatakan bahwa anak mengalami
berhubungan dengan -RR: 68x/menit batuk yang lama
hipersekresi jalan -Irama napas tidak teratur (irreguler) Ibu mengatakan bahwa batuk klien
napas -Napas dangkal terdengar seperti berdahak namun susah
Memonitor bunyi napas tambahan untuk dikeluarkan
-Ronkhi (+) Ibu mengatakan bahwa anak mengalami
Terapeutik sesak napas sejak 8 hari yang lalu
Memposisikan semi fowler atau O:
fowler Klien tampak batuk
-Memberikan posisi anak semi fowler Klien tampak sianosis
30º untuk mengurangi sesak Klien tampak gelisah
Melakukan fisioterapi dada Pertussis (+)
-Melakukan teknik clapping untuk Adanya obstruksi berupa lendir yang
mengeluarkan sekret dan lendir dari keluar dari mulut klien
jalan napas RR : 68×/menit
Memasangkan alat bantu napas Auskultasi bunyi napas tambahan ronchi
CPAP dengan konsentrasi oksigen (+)
(FiO2) 50%
Melakukan suction secara berkala A: Masalah belum teratasi
Edukasi
Mengajarkan keluarga untuk P : Intervensi dilanjutkan
melakukan fisioterapi dada Manajemen jalan napas
-Mengajarkan keluarga anak untuk
melakukan clapping guna untuk
mengeluarkan sekret dan lendir dari
46
jalan napas
Sabtu/ Hipertermia Observasi S:
21 Januari 2023 berhubungan dengan Memonitor suhu tubuh Ibu mengatakan bahwa demam anak masih
peningkatan laju -Suhu tubuh anak 37,5 ºC naik turun
metabolisme Memonitor kadar elektrolit Ibu mengatakan bahwa panas pada badan
-Kalium 4,24 mEq/l anak mulai berkurang
-Natrium 137,6 mEq/l
-Khlorida 100 mEq/l O:
Memonitor haluaran urine Anak tampak gelisah
-Output urine : 24cc Hangat pada tubuh berkurang
Terapeutik T : 37,5ºC
Menyediakan lingkungan yang dingin HR : 168x/menit
Mengganti linen setiap hari
Edukasi A : Masalah teratasi sebagian
Menganjurkan tirah baring
Kolaborasi P : Intervensi dilanjutkan
Berkolaborasi dalam pemberian obat Manajemen hipertermia
-Paracetamol (po) 3×50 mg
47
-Sputum dan lendir susah dikeluarkan berkurang dengan pemberian alat bantu
Mendengarkan bunyi napas napas CPAP dengan konsentrasi FiO2 40%
-Ronchi (+) Retraksi dada anak (+)
Memonitor saturasi oksigen TD : 105/68 mmHg
-SPO2 : 98% HR : 155x/menit
Memonitor nilai AGD RR: 63x/menit
-pH arteri : 7,33 T : 37,1ºC
-pCO2 : 79,2 mmHg SPO2 : 98%
-pO2 : 21 mmHg Ronchi (+)
Memonitor hasil rontgen thorak CRT > 2 detik
Ro.thorax, kesan : bronkopneumonia pH arteri : 7,33
Terapeutik pCO2 : 79,2 mmHg
Mengatur interval pemantauan pO2 : 21 mmHg
respirasi sesuai dengan kondisi pasien
Mendokumentasikan hasil A : Masalah belum teratasi
pemantauan
Memasangkan alat bantu napas P : Intervensi dilanjutkan
ventilator pada bayi Pemantauan respirasi
Edukasi
Menjelaskan tujuan pemantauan
48
fowler Klien tampak batuk
-Memberikan posisi anak semi fowler Klien tampak sianosis
30º untuk mengurangi sesak Klien tampak gelisah
Melakukan fisioterapi dada Pertussis (+)
-Melakukan teknik clapping untuk Adanya obstruksi berupa lendir yang
mengeluarkan sekret dan lendir dari keluar dari mulut klien
jalan napas RR : 63×/menit
Memasangkan alat bantu CPAP Auskultasi bunyi napas tambahan ronchi
dengan konsentrasi FiO2 40% (+)
Melakukan suction secara berkala
Edukasi A : Masalah belum teratasi
Mengajarkan keluarga untuk
melakukan fisioterapi dada P : Intervensi dilanjutkan
-Mengajarkan keluarga anak untuk - Manajemen jalan napas
melakukan clapping guna untuk
mengeluarkan sekret dan lendir dari
jalan napas
49
Edukasi A : Masalah teratasi sebagian
Menganjurkan tirah baring
Kolaborasi P : Intervensi dilanjutkan
Berkolaborasi dalam pemberian obat Manajemen hipertermia
-Paracetamol (po) 3×50 mg
Senin/ Gangguan pertukaran Observasi S :Setelah diberikan intervensi :
23 Januari 2023 gas berhubungan Memonitor frekuensi, irama, Ibu mengatakan bahwa anak masih
dengan kedalaman napas mengalami sesak napas terlebih lagi saat
ketidakseimbangan -RR: 65x/menit dan setelah batuk
ventilasi-perfusi -Irama napas tidak teratur (irreguler) Ibu mengatakan bahwa tarikan dada anak
-Napas dangkal saat bernapas terlihat masih sangat kuat
Memonitor adanya produksi sputum O:
-Sputum (+), lendir (+) Anak tampak sesak
-Konsistensi sputum agak kental dan Anak tampak gelisah
lengket Anak tampak sianosis, dan sianosis
-Sputum dan lendir susah dikeluarkan berkurang dengan pemberian alat bantu
Mendengarkan bunyi napas napas CPAP dengan konsentrasi FiO2 40%
-Ronchi (+) Retraksi dada anak (+)
Memonitor saturasi oksigen TD : 139/85 mmHg
-SPO2 : 97% HR : 170x/menit
Memonitor nilai AGD RR: 65x/menit
-pH arteri : 7,33 T : 37,3ºC
-pCO2 : 79,2 mmHg SPO2 : 97%
-pO2 : 21 mmHg Ronchi (+)
Memonitor hasil rontgen thorak CRT > 2 detik
Ro.thorax, kesan : bronkopneumonia pH arteri : 7,33
Terapeutik pCO2 : 79,2 mmHg
Mengatur interval pemantauan pO2 : 21 mmHg
respirasi sesuai dengan kondisi pasien
Mendokumentasikan hasil A : Masalah belum teratasi
50
pemantauan
Melanjutkan penggunaan alat bantu P : Intervensi dilanjutkan
napas ventilator pada bayi Pemantauan respirasi
Edukasi
Menjelaskan tujuan pemantauan
Senin/ Bersihan jalan napas Observasi S:
23 Januari 2023 tidak efektif Memonitor pola napas Ibu mengatakan bahwa anak masih
berhubungan dengan -RR: 65x/menit mengalami batuk yang lama
hipersekresi jalan -Irama napas tidak teratur (irreguler) Ibu mengatakan bahwa batuk klien
napas -Napas dangkal terdengar seperti berdahak namun susah
Memonitor bunyi napas tambahan untuk dikeluarkan
-Ronkhi (+) Ibu mengatakan bahwa anak mengalami
Terapeutik sesak napas terlebih lagi saat batuk
Memposisikan semi fowler atau Objektif
fowler Klien tampak batuk
-Memberikan posisi anak semi fowler Klien tampak sianosis
30º untuk mengurangi sesak Klien tampak gelisah
Melakukan fisioterapi dada Pertussis (+)
-Melakukan teknik clapping untuk Adanya obstruksi berupa lendir yang
mengeluarkan sekret dan lendir dari keluar dari mulut klien
jalan napas RR : 65×/menit
Melanjutkan penggunaan alat bantu Auskultasi bunyi napas tambahan ronchi
napas CPAP dengan konsentrasi (+)
FiO2 40%
Melakukan suction secara berkala A : Masalah belum teratasi
Edukasi
Mengajarkan keluarga untuk P : Intervensi dilanjutkan
melakukan fisioterapi dada - Manajemen jalan napas
-Mengajarkan keluarga anak untuk
melakukan clapping guna untuk
51
mengeluarkan sekret dan lendir dari
jalan napas
Senin/ Hipertermia Observasi S:
23 Januari 2023 berhubungan dengan Memonitor suhu tubuh Ibu mengatakan bahwa demam anak masih
peningkatan laju -Suhu tubuh anak 37,3 ºC naik turun
metabolisme Memonitor kadar elektrolit Ibu mengatakan bahwa panas pada badan
-Kalium 4,24 mEq/l anak mulai berkurang
-Natrium 137,6 mEq/l
-Khlorida 100 mEq/l O:
Memonitor haluaran urine Anak tampak gelisah
-Output urine : 31cc Hangat pada tubuh berkurang
Terapeutik T : 37,3ºC
Menyediakan lingkungan yang dingin HR : 170x/menit
Mengganti linen setiap hari
Edukasi A : Masalah teratasi
Menganjurkan tirah baring
Kolaborasi P : Intervensi dihentikan
Berkolaborasi dalam pemberian obat
-Paracetamol (po) 3×50 mg
52
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil studi kasus dan tujuan kelompokan studi kasus ini,
maka kelompok akan membahas tentang kesenjangan antara konsep teori dengan
hasil studi kasus yang peneliti temukan pada An. R dengan bronkopneumonia di
ruangan anak, RSUD Dr. Achmad Mochtar yang dilakukan pada tanggal 21 – 23
Januari 2023 yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi keperawatan.
A. Analisis Asuhan Keperawatan dengan Konsep Terkait
Berdasarkan tinjauan teoritis, keluhan utama yang muncul pada
penderita bronkopneumonia adalah berupa sesak napas dan adanya batuk.
Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi pernapasan,
pernapasan cuping hidung, portusis, sianosis disekitar area mulut dan
hidung serta jari-jari anak, adanya retraksi dada, adanya bunyi napas
tambahan seperti ronkhi. Selain itu, manifestasi klinis yang muncul pada
anak dengan bronkopnumonia adalah adanya kenaikan suhu tubuh diatas
rentang normal secara mendadak, bahkan kadang disertai dengan kejang
akibat demam yang terlalu tinggi.
Hal ini sesuai dengan hasil pengkajian yang ditemukan pada An. R,
dimana tanda dan gejala pada anak adalah anak tampak sesak napas,
dengan frekuensi napas 71x/menit, anak mengalami portusis, serta demam
dengan suhu tubuh 38,0ºC. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa
anak terlihat sesak napas, adanya sianosis pada ujung-ujung jari dan bibir
anak, pernapasan cuping hidung dan retraksi dada positif, portusis positif,
anak tampak gelisah, badan anak teraba panas, adanya lendir yang keluar
dari mulut anak, auskultasi pada paru didapatkan hasil bahwa adanya
bunyi napas tambahan ronkhi, dengan irama napas yang tidak teratur dan
kedalaman napas dangkal, dengan TD : 115/86 mmHg, HR : 162x/menit,
frekuensi napas 71x/menit, CRT<2 detik, suhu 38ºC, dan saturasi oksigen
96%.
53
Beberapa etiologi yang menjadi penyebab terjadinya
bronkopneumonia diantaranya adalah disebabkan oleh adanya infeksi
bakteri Streptococcus dan Staphylococcus, virus Legionella pneumoniae,
jamur Aspergillus spesies dan Candida Albicans, adanya aspirasi
makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam paru serta adanya
kongesti paru yang lama (Nurarif & Kusuma, 2015).
Menurut analisa kelompok pada studi kasus ini, faktor yang
mungkin menjadi salah satu hal yang mempengaruhi terjadinya
bronkopneumonia pada An. R adalah adanya aspirasi makanan, sebab
keluarga An. R mengatakan bahwa sebelum terjadinya sesak napas, anak
sempat tersedak saat meminum ASI. Aspirasi makanan atau ASI pada An.
R dapat menyebabkan tersumbatnya saluran pernapasan sebab ASI masuk
ke dalam paru-paru, bukan kedalam saluran pencernaan.
Pada pemeriksaan laboratorium akan terjadi peningkatan kadar
leukosit diatas nilai normal, dan pada pemeriksaan penunjang gambaran
rontgen menunjukkan terdapat bercak-bercak infiltrat yang tersebar atau
yang meliputi satu atau sebagian besar lobus dengan kesan
bronkopneumonia.
Hal ini sesuai dengan hasil laboratorium An. R dimana adanya
peningkatan kadar leukosit yaitu 53.520/µL serta kesan hasil pemeriksaan
radiologi menunjukkan adanya bronkopneumonia. Menurut analisa
kelompok, dengan adanya kesan bronkopneumonia pada anak, maka
terjadinya infeksi pada saluran pernapasan yang ditandai dengan
meningkatnya kadar leukosit darah dan adanya peningkatan suhu tubuh
diatas rentang normal. Peningkatan suhu tubuh yang terjadi pada anak
merupakan salah satu respon terhadap inflamasi atau peradangan pada
saluran napas, dan respon lainnya adalah produksi sekret yang meningkat
pada paru sehingga menyebabkan anak kesulitan dalam bernapas.
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan
bronkopneumonia diantaranya adalah gangguan pertukaran gas, bersihan
jalan napas tidak efektif, pola napas tidak efektif, defisit nutrisi,
hipertermia, resiko ketidakseimbangan elektrolit, intoleransi aktivitas,
54
defisit pengetahuan dan ansietas (Nurarif & Kusuma, 2015). Dalam studi
kasus ini, kelompok hanya mengangkat tiga masalah keperawatan prioritas
diantaranya adalah gangguan pertukaran gas, bersihan jalan napas tidak
efektif dan hipertermia.
Berdasarkan ketiga masalah keperawatan yang telah ditegakkan,
maka kelompok juga melakukan tiga kelompok intervensi diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Diagnosis keperawatan pertama adalah gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, dengan
rencana asuhan keperawatannya adalah pemantauan respirasi yang
terdiri dari: monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas,
monitor pola napas, monitor adanya produksi sputum, auskultasi
bunyi napas, monitor saturasi oksigen, monitor nilai AGD,
monitor hasil rontgen thorak, atur interval pemantauan respirasi
sesuai dengan kondisi pasien, dokumentasikan hasil pemantauan,
jelaskan tujuan pemantauan.
2. Diagnosis keperawatan prioritas kedua adalah bersihan jalan napas
tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas, dimana
rencana tindakan yang akan dilakukan adalah manajemen jalan
nafas yang terdiri dari: monitor pola napas, monitor bunyi napas
tambahan, posisikan semi fowler atau fowler, lakukan fisioterapi
dada, berikan oksigen dan ajarkan keluarga untuk melakukan
fisioterapi dada (clapping).
3. Diagnosis keperawatan yang ketiga adalah hipertermia
berhubungan dengan proses penyakit, dengan intervensi atau
rencana keperawatan manajemen hipertermia yang terdiri dari:
monitor suhu tubuh, monitor kadar elektrolit, monitor haluaran
urine, sediakan lingkungan yang dingin, ganti linen setiap hari,
anjurkan tirah baring, kolaborasi pemberian obat.
55
Ketiga kelompok intervensi diatas sudah kelompok lakukan kepada
An. R selama tiga hari berturut-turut. Berdasarkan evaluasi akhir yang
telah dilakukan, maka didapatkan hasil bahwa masalah keperawatan
gangguan pertukaran gas dan bersihan jalan napas belum teratasi
sedangkan untuk masalah keperawatan hipertermia sudah teratasi.
B. Evidence Based Nursing
Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan untuk
menyatakan peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan
paru di sekitarnya. Bronkopenumonia dapat menyebabkan terjadinya
penumpukan cairan eksudat dan pirulen pada dinding elveoli paru akibat
proses infeksi, dan lama kelamaan penumpukan tersebut dapat
menyebabkan obstruksi atau penyumbatan jalan napas sehingga anak akan
mengalami kesulitan dalam bernapas.
Salah satu masalah keperawatan dalam studi kasus ini adalah
bersihan jalan napas tidak efektif. Bersihan jalan napas tidak efektif dapat
ditangani dengan melakukan tindakan baik itu kolaboratif ataupun non-
kolaboratif. Salah satu contoh penatalaksanaan keperawatan mandiri (non-
kolaboratif) pada pasien dengan bersihan jalan napas tidak efektif adalah
dengan melakukan teknik clapping yang merupakan bagian dari teknik
fisioterapi dada.
Clapping adalah penepukan ringan pada dinding dada dan
punggung dengan menggunakan telapak tangan yang dibentuk menyerupai
mangkuk. Tujuan dilakukannya clapping yaitu untuk mengeluarkan sekret
baik itu sputum, lendir dan lain sebagainya guna membebaskan jalan
napas dari segala macam sumbatan (Marini & Wulandari, 2015).
Tindakan fisioterapi dada (clapping) dapat dipertimbangkan dan
dilakukan dalam mengatasi masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas
pada anak guna untuk mengeluarkan sekret yang tertahan pada saluran
pernapasan serta memperbaiki ateletaksis lobus paru secara cepat (Azmy
et al., 2022).
Clapping back sudah kelompok terapkan dalam penanganan
bersihan jalan napas tidak efektif pada An. R selama tiga hari berturut-
56
turut untuk mengeluarkan sekret atau lendir yang tertahan dalam saluran
pernapasan anak. Dalam melakukan clapping back tersebut, maka pada
hari kedua implementasi didapatkan bahwa ada sekret dengan konsistensi
yang agak kental dan lengket keluar dari mulut anak, sehingga dengan itu
menurut analisa kelompok bahwa clapping back memang dapat dijadikan
sebagai teknik non farmakologi dalam mengatasi sekret yang tertahan.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa bronkopneumonia merupakan peradangan umum dari
paru-paru, juga disebut sebagai pneumonia bronkial, atau pneumonia
lobular. Peradangan dimulai dalam tabung bronkial kecil bronkiolus, dan
tidak teratur menyebar ke alveoli peribronchiolar dan saluran alveolar
(Kemenkes RI, 2017).
Proses asuhan keperawatan pada An. R dengan bronkopneumonia
dimulai dengan melakukan anamnesa atau pengkajian, dimana An. R
berusia 1 bulan, jenis kelamin laki-laki, mengalami sesak napas,
peningkatan frekuensi nafas 71x/menit, anak mengalami portusis, serta
demam dengan suhu tubuh 38,0ºC. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan
bahwa anak terlihat sesak napas, adanya sianosis pada ujung-ujung jari dan
bibir anak, pernapasan cuping hidung dan retraksi dada positif, portusis
positif, anak tampak gelisah, badan anak teraba panas, adanya lendir yang
keluar dari mulut anak, auskultasi pada paru didapatkan hasil bahwa
adanya bunyi napas tambahan ronkhi, dengan irama napas yang tidak
teratur dan kedalaman napas dangkal, dengan TD : 115/86 mmHg, HR :
162x/menit, frekuensi napas 71x/menit, CRT < 3 detik, suhu 38ºC, dan
saturasi oksigen 96%.
Setelah melakukan anamnesa dan berdasarkan data fokus tersebut,
maka kelompok mengangkat 3 masalah keperawatan diantaranya adalah
gangguan pertukaran gas, bersihan jalan napas tidak efektif dan
hipertermia.
Intervensi pada ketiga masalah keperawatan diatas diantaranya
adalah pemantauan respirasi, manajemen jalan napas dan manajemen
hipertermia, dimana setelah dilakukan implementasi selama tiga hari
berturut-turut, maka terdapat satu masalah keperawatan yang teratasi pada
hari ketiga evaluasi yaitu hipertermia, sedangkan untuk masalah
58
keperawatan gangguan pertukaran gas dan bersihan jalan napas tidak
efektif belum teratasi.
Salah satu teknik nonfarmakologi yang kelompok lakukan dalam
mengatasi masalah bersihan jalan napas tidak efektif berdasarkan Evidence
Based Nursing (EBN) pada An. R adalah teknik clapping back dimana
clapping back efektif dalam mengeluarkan sekresi yang tertahan pada
saluran pernapasan anak. clapping back dilakukan dengan cara
membentuk telapak tangan seperti mangkuk lalu melakukan pnepukan
bertahap pada punggung pasien dengan tujuan untuk mengeluarkan sekresi
tertahan yang terdapat pada jalan napas. Sebelum dilakukan clapping back,
keluarga mengatakan bahwa lendir yang tertahan pada jalan napas anak
susah untuk dikeluarkan, dan setelah dilakukan intervensi clapping back
tersebut, pada hari kedua sekret mulai bisa keluar dengan konsistensi agak
padat dan lengket.
Implementasi kelompok lakukan terhadap An. R selama 3 hari
berturut-turut, terhitung dari hari Sabtu, 21 Januari 2023 sampai hari
Senin, 23 Januari 2023.
B. Saran
1. Bagi Kelompok
Berdasarkan hasil studi kasus yang telah dilakukan, maka
diharapkan kepada kelompok agar studi kasus ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan serta kelompok dapat mengaplikasikan
asuhan keperawatanpada anak dengan bronkopneumonia.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Berdasarkan hasil studi kasus yang telah dilakukan, maka
hasil studi kasus ini dapat dijadikan sebagai referensi atau rujukan
untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan serta meningkatkan
pengetahuan khususnya untuk mahasiswa Universitas Prima
Nusantara Bukittinggi baik dalam proses pembelajaran maupun
dalam melakukan seminar studi kasus mengenai asuhan
keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia.
3. Bagi Instansi Kesehatan
59
Berdasarkan hasil studi kasus ini maka dapat dijadikan
sebagai rujukan atau informasi untuk petugas kesehatan, organisasi
profesi atau instansi terkait, sehingga dapat menambah atau
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pengetahuan asuhan
keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia.
60