Pembimbing
dr. Ellya Nova, Sp. A
Disusun Oleh :
Risky Ananda Hasibuan 2108320043
Murrizaldi Yusuf 2108320023
Octari Auliati 2108320030
Eka Retning Oktavanny 2108320047
Aqilah Hanifah 2108320041
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
Refarat ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF
Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Drs. H. Amri Tambunan dengan judul
“TUBERKULOSIS PARU ANAK”
Refarat ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teoriteori
yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu
Kesehatan Anak kemudian mengaplikasikannya untuk kepentingan klinis kepada
pasien. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Ellya Nova Lubis, Sp. A yang
telah membimbing penulis dalam refarat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa refarat ini masih memiliki
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca refarat ini.Harapan penulis semoga refarat ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya
i
DAFTAR ISI
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Dokter pembimbing
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi menular oleh bakteri basil tahan asam,
Mycobacterium tuberculosis yang tercatat sebagai penyebab kematian manusia
terbanyak sepanjang sejarah mikroba. Kuman ini hidup berdampingan dengan
sejarah perkembangan manusia sejak 150 juta tahun yang lalu. Titik tolak sejarah
perkembangan ilmu TB terjadi pada 24 Maret 1882 saat Hermann Heinrich Robert
Koch berhasil menemukan kuman basil, M. tuberculosis. World Health
Organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk di dunia telah terinfeksi
oleh bakteri tersebut, sehingga hal ini menjadi masalah yang harus dihadapi baik
oleh negara berkembang maupun negara maju seiring dengan luasnya infeksi
Human Immunodeficiency Virus dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. 1
Jumlah populasi penduduk dunia pada tahun 2016 diperkirakan sebesar 7
miliar jiwa. Perkiraan insidens TB pada anak didunia tahun 2014 berjumlah
1.000.000 anak dengan total insidensi TB keseluruhan 9.000.000 orang. Jumlah
populasi anak <15 tahun adalah 30% dari total 7.126.098.000 penduduk. Angka
kematian karena TB pada anak di dunia adalah sekitar 136.000 anak.4-6 Jumlah
populasi penduduk di Indonesia pada tahun 2016 berjumlah 261 juta jiwa, dengan
15% dari total populasi penduduk adalah anak berumur <15 tahun.2,3 Peningkatan
angka prevalens penduduk Indonesia dengan diagnosis TB pada tahun 2007 hingga
2013 adalah sebesar 0.4%. Provinsi Banten termasuk dalam lima provinsi dengan
prevalens TB tertinggi di seluruh Indonesia.7 Perkiraan insidens TB pada anak
perempuan dan laki-laki <15 tahun di Indonesia adalah sebesar 28.000 dan 32.000.3
Peningkatan jumlah kasus TB ini diduga disebabkan oleh beberapa hal, seperti: (1)
diagnosis tidak tepat, (2) pengobatan tidak adekuat, (3) program penanggulangan
tidak dilaksanakan dengan tepat, (4) infeksi endemik HIV, (5) migrasi penduduk,
(6) self treatment, (7) meningkatnya kemiskinan, dan (8) pelayanan kesehatan yang
kurang memadai. Walaupun setiap orang dapat mengidap TB, penyakit tersebut
bisa berkembang pesat.2
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2017 secara globab terdapat 10,4 juta kasus insiden terjadinya
TBC (sekitar 8,8 juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000
penduduk. Insiden kasus tertinggi terjadi di lima negara seperti India, Indonesia,
China, Philipina, dan Pakistan. Jumlah kasus baru TB di Indonesia terjadi sekitar
420.994 kasus pada tahun 2017.4
Tuberkulosis anak yang berusia <15 tahun sekitar 40-50% kasus terjadi dari
jumlah seluruh populasi dan sekitar 500 ribu kasus terjadi di dunia menderita TB
setiap tahunnya. Faktor risiko penularan TB pada anak hampir sama dengan
umumnya, dari tingkat penularan, lama pajanan dan imunitas tubuh. TB dengan
BTA positif memiliki risiko penularan lebih tinggi daripada pasien TB dengan BTA
negatif. TB BTA positif sekitar 65%, TB BTA negatif dengan kultur positif 26%
sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan toraks positif 17%. 4,5
2.3 Patogenesis
2.3.1 Tuberkulosis primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang pertama kali terpapar kuman TB.
Bakteri TB masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Droplet yang terhirup
berukuran sangat kecil, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier
bronkus terus berjalan sampai di alveolus. Bila kuman sampai di paru bakteri TB
2
3
ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama,
bakteri TB akan mati difagosit oleh makrofag. Kedua, bakteri TB akan dapat
bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag sehingga bakteri TB akan dapat
menyebar secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akan membentuk koloni
di tempat tersebut. Kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran tersebut menyebabakan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan kelenjar limfe (limfadenitis). 6
Pada orang yang mempunyai imunitas baik, 3-4 minggu setelah infeksi akan
terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran kuman
TB dengan cara menginaktivasi kuman TB dalam makrofag membentuk suatu
sarang primer yang disebut juga dengan fokus primer ghon. Fokus primer ghon
bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut dengan
kompleks primer ghon. Terbentuknya fokus ghon mengimplikasikan dua hal
penting. Pertama, fokus ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat
imunitas seluler yang spesifik terhadap kuman TB. Kedua, fokus ghon merupakan
suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi kuman TB dalam keadaan laten
yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali
menimbulkan penyakit.6
4
Pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT yang di konsumsi lebih dari 1
bulan atau lebih dari 28 dosis. Pasien pernah diobati dapat di bagi menjadi :
- Pasien kambuh, pasien TB yang telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan yang sudah lengkap dan terkonfirmasi diagonosis TB.
- Pasien yang diobati kembali setelah gagal, pasien TB ini merupakan
pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengoabatan
terakhirnya.
- Pasien diobati kemabli setelah putus berobat (lost do follow-up)
merupakan pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up.
- Lain-lain adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Pasien TB yang tidak termasuk dalam kelompok (a) atau (b).7
c. Foto Toraks
Gambaran radiologis yang umum ditemukan8 :
- Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa
infiltrat
- Konsolidasi segmental / lobar
- Efusi pleura
- Milier
- Atalektasis
- Kavitas
- Kalsifikasi dengan infiltrat
- Tuberkuloma
10
Bronkiolitis
- Batuk kering
- Wheezing
- Ekspirasi memanjang
- Hiperinflasi dinding dada
Pertusis - Batuk paroksismal yang diikuti dengan whoop, sianosis, muntah atau
apnea
- Imunisasi DPT tidak ada atau tidak lengkap
- Klinis baik diantara episode batuk
11
Tuberkulosis sampai saat ini, masih menjadi masalah utama dalam bidang
kesehatan yang dihadapi khususnya oleh negara berkembang, termasuk Indonesia.
Negara Indonesia merupakan negara endemis TB, sehingga kita perlu memiliki
kecurigaan yang tinggi terhadap infeksi TB saat menghadapi pasien. Berbagai
tindakan pencegahan pun harus dilakukan, salah satunya dengan pemberian vaksin
BCG. Penegakan diagnosis anak dengan TB masih menjadi tantangan besar bagi
dokter umum. Kuman TB menyebar melalui droplets dan masuk ke alveolus.
Kuman ini bersifat paucibacillary dan tinggal dilokasi parenkim yang cukup jauh
dari bronkus. Hal ini mengakibatkan sulitnya mencapai diagnosis pasti dengan
menemukan kuman dalam dahak. Beberapa modalitas pemeriksaan penunjang
terbaru yang digunakan untuk menunjang diagnosis adalah pemeriksaan IGRA dan
GeneXpert ®. Namun, penggunaan alat ini hanya sebatas mendukung diagnosis,
sehingga masih diperlukan analisa kritis dengan pengumpulan fakta yang sebanyak
mungkin. Dengan penegakan diagnosis yang dini, maka penatalaksanaan utama
dengan medikamentosa pun dapat diinisiasi sedini mungkin. Perlu diingat bahwa
semua modalitas yang diketahui tidak perlu diaplikasikan pada seluruh pasien.
Penggunaanya harus disesuaikan dengan keadaan dan kondisi pasien.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
16