Anda di halaman 1dari 20

REFARAT

“TUBERKULOSIS PARU ANAK”


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Pembimbing
dr. Ellya Nova, Sp. A

Disusun Oleh :
Risky Ananda Hasibuan 2108320043
Murrizaldi Yusuf 2108320023
Octari Auliati 2108320030
Eka Retning Oktavanny 2108320047
Aqilah Hanifah 2108320041

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD Drs. H. AMRI TAMBUNAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
Refarat ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF
Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Drs. H. Amri Tambunan dengan judul
“TUBERKULOSIS PARU ANAK”
Refarat ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teoriteori
yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu
Kesehatan Anak kemudian mengaplikasikannya untuk kepentingan klinis kepada
pasien. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Ellya Nova Lubis, Sp. A yang
telah membimbing penulis dalam refarat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa refarat ini masih memiliki
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca refarat ini.Harapan penulis semoga refarat ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................2


2.1 Definisi Tuberkulosis ...........................................................................2
2.2 Epidemiologi ........................................................................................2
2.3 Patogenesis ...........................................................................................2
2.3.1 Tuberkulosis Primer .............................................................................2
2.3.2 TB Sekunder : TB Pulmoner post-primer (sekunder) ............................4
2.4 Klasifikasi Tuberkulosis .......................................................................6
2.4.1 Berdasarkan Lokasi Anatomi ................................................................6
2.4.2 Berdasarkan Pengobatan .......................................................................6
2.4.3 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat .............................7
2.5 Diagnosis TB Anak ..............................................................................8
2.5.1 Gejala Sistemik/Umum.........................................................................8
2.5.2 Pemeriksaan Fisik ................................................................................8
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................8
2.6 Diagnosis Bnading ............................................................................. 10
2.7 Tatalaksana TB Anak ......................................................................... 11
2.8 Komplikasi dan Prognosis TB Anak ................................................... 12
2.8.1 Komplikasi TB Anak .......................................................................... 12
2.8.2 Prognosis TB Anak ............................................................................ 13

BAB 3 KESIMPULAN ............................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 15

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal :


Nilai :

Dokter pembimbing

dr. Ellya Nova, Sp. A

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah infeksi menular oleh bakteri basil tahan asam,
Mycobacterium tuberculosis yang tercatat sebagai penyebab kematian manusia
terbanyak sepanjang sejarah mikroba. Kuman ini hidup berdampingan dengan
sejarah perkembangan manusia sejak 150 juta tahun yang lalu. Titik tolak sejarah
perkembangan ilmu TB terjadi pada 24 Maret 1882 saat Hermann Heinrich Robert
Koch berhasil menemukan kuman basil, M. tuberculosis. World Health
Organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk di dunia telah terinfeksi
oleh bakteri tersebut, sehingga hal ini menjadi masalah yang harus dihadapi baik
oleh negara berkembang maupun negara maju seiring dengan luasnya infeksi
Human Immunodeficiency Virus dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. 1
Jumlah populasi penduduk dunia pada tahun 2016 diperkirakan sebesar 7
miliar jiwa. Perkiraan insidens TB pada anak didunia tahun 2014 berjumlah
1.000.000 anak dengan total insidensi TB keseluruhan 9.000.000 orang. Jumlah
populasi anak <15 tahun adalah 30% dari total 7.126.098.000 penduduk. Angka
kematian karena TB pada anak di dunia adalah sekitar 136.000 anak.4-6 Jumlah
populasi penduduk di Indonesia pada tahun 2016 berjumlah 261 juta jiwa, dengan
15% dari total populasi penduduk adalah anak berumur <15 tahun.2,3 Peningkatan
angka prevalens penduduk Indonesia dengan diagnosis TB pada tahun 2007 hingga
2013 adalah sebesar 0.4%. Provinsi Banten termasuk dalam lima provinsi dengan
prevalens TB tertinggi di seluruh Indonesia.7 Perkiraan insidens TB pada anak
perempuan dan laki-laki <15 tahun di Indonesia adalah sebesar 28.000 dan 32.000.3
Peningkatan jumlah kasus TB ini diduga disebabkan oleh beberapa hal, seperti: (1)
diagnosis tidak tepat, (2) pengobatan tidak adekuat, (3) program penanggulangan
tidak dilaksanakan dengan tepat, (4) infeksi endemik HIV, (5) migrasi penduduk,
(6) self treatment, (7) meningkatnya kemiskinan, dan (8) pelayanan kesehatan yang
kurang memadai. Walaupun setiap orang dapat mengidap TB, penyakit tersebut
bisa berkembang pesat.2

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tuberkulosis


Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang bisa di
sebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis pada anak adalah suatu
penyakit sistemik yang dapat mengenai beberapa organ dan kebanyakan dapat
menyerang paru. Penyakit ini dapat menular melalui perantara ludah atau droplet
dari penderita.3

2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2017 secara globab terdapat 10,4 juta kasus insiden terjadinya
TBC (sekitar 8,8 juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000
penduduk. Insiden kasus tertinggi terjadi di lima negara seperti India, Indonesia,
China, Philipina, dan Pakistan. Jumlah kasus baru TB di Indonesia terjadi sekitar
420.994 kasus pada tahun 2017.4
Tuberkulosis anak yang berusia <15 tahun sekitar 40-50% kasus terjadi dari
jumlah seluruh populasi dan sekitar 500 ribu kasus terjadi di dunia menderita TB
setiap tahunnya. Faktor risiko penularan TB pada anak hampir sama dengan
umumnya, dari tingkat penularan, lama pajanan dan imunitas tubuh. TB dengan
BTA positif memiliki risiko penularan lebih tinggi daripada pasien TB dengan BTA
negatif. TB BTA positif sekitar 65%, TB BTA negatif dengan kultur positif 26%
sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan toraks positif 17%. 4,5

2.3 Patogenesis
2.3.1 Tuberkulosis primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang pertama kali terpapar kuman TB.
Bakteri TB masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Droplet yang terhirup
berukuran sangat kecil, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier
bronkus terus berjalan sampai di alveolus. Bila kuman sampai di paru bakteri TB

2
3

ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama,
bakteri TB akan mati difagosit oleh makrofag. Kedua, bakteri TB akan dapat
bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag sehingga bakteri TB akan dapat
menyebar secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akan membentuk koloni
di tempat tersebut. Kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran tersebut menyebabakan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan kelenjar limfe (limfadenitis). 6
Pada orang yang mempunyai imunitas baik, 3-4 minggu setelah infeksi akan
terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran kuman
TB dengan cara menginaktivasi kuman TB dalam makrofag membentuk suatu
sarang primer yang disebut juga dengan fokus primer ghon. Fokus primer ghon
bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut dengan
kompleks primer ghon. Terbentuknya fokus ghon mengimplikasikan dua hal
penting. Pertama, fokus ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat
imunitas seluler yang spesifik terhadap kuman TB. Kedua, fokus ghon merupakan
suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi kuman TB dalam keadaan laten
yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali
menimbulkan penyakit.6
4

Waktu yang diperlukan masuknya kuman TB hingga timbulnya gejala


penyakit disebut sebagai masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.
Semasa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 10 3 dan 104,
yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas selular. 6
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang belum tersensitisasi oleh
tuberculin akan mengalami sensitivitas. Saat terjadi kompleks primer, maka infeksi
TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai dengan terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberculinprotein, yaitu respon positif terhadap uji
tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks
primer terbentuk, imunitas tubuh terhadap kuman TB juga telah terbentuk. Sistem
imun seseorang yang berfungsi dan berkembang dengan baik, proliferasi kuman TB
terhenti. Namun, sebagian kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas seseorang telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk kedalam alveoli
akan segera dimunaskan.6

2.3.2 TB Sekunder : TB pulmoner post-primer (sekunder)


Terjadinya reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah
memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya imunitas
seluler akan membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer
disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada TB
primer, basil TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe
menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ. Kelenjar limfe hilus, mediastinal dan
paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim
paru.6
TB Sekunder (post-primer) menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
utama karena dapat menjadi sumber penularan. TB post-primer dimulai dengan
sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun
lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil.
Sarang pneumonik ini akan berkembang menjadi beberapa bentuk sebagai berikut:
5

- Diresopsi kembali dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat.


Sarang tadi mula-mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan.
Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran
dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
- Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali membentuk
jaringan keju (jaringan kaseosa) dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.Sarang pneumonik meluas membentuk jaringan keju
(jaringan kaseosa).
- Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti
sklerotik). Kaviti akan berkembang menjadi beberapa bentuk diantanya :
a) Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru
b) Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated) disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, tetapi
mungkin pula aktif kembali mencair dan menjadi kaviti lagi
c) Kaviti bisa pula menjadi bersih dan sembuh yang disebut open healed
cavity atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan
mengkerut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
6

2.4 Klasifikasi Tuberkulosis


2.4.1 Berdasarkan Lokasi Anatomi
a. Tuberkulosis paru
TB yang terjadi pada parenkim paru. TB milier merupakan TB paru yang
terjadi karena adanya lesi pada bagian jaringan paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru
TB yang terjadi pada bagian organ selain organ paru. Seperti pleura,
kelenjar limfe, abdomen, tulang dan lainnya. 7
2.4.2 Berdasarkan Pengobatan
a. Pasien TB baru
Pasien yang terkonfirmasi TB tetapi belum pernah mendapatkan
pengobatan TB, atau sudah pernah mengkonsumsi OAT tetapi kurang dari
1 bulan (< 28 dosis)
b. Pasien pernah dioabti TB
7

Pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT yang di konsumsi lebih dari 1
bulan atau lebih dari 28 dosis. Pasien pernah diobati dapat di bagi menjadi :
- Pasien kambuh, pasien TB yang telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan yang sudah lengkap dan terkonfirmasi diagonosis TB.
- Pasien yang diobati kembali setelah gagal, pasien TB ini merupakan
pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengoabatan
terakhirnya.
- Pasien diobati kemabli setelah putus berobat (lost do follow-up)
merupakan pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up.
- Lain-lain adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Pasien TB yang tidak termasuk dalam kelompok (a) atau (b).7

2.4.3 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat


a. Mono Resisten (TB-MR), merupakan pasien TB yang resisten terhadap
salah satu jenis OAT lini pertama.
b. Poli Resisten (TB-PR), merupakan pasien TB yang resisten terhadap lebih
dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rimfapisin ®
secara bersamaan.
c. Multi Drug Resistent (TB-MDR), merupakan pasien TB yang resisten
terhadap rimfapisin dengan atau tanpa resisten OAT lainnya yang terdeteksi
menggunakan tes cepat metode genotip atau metode fenotip. 7
8

2.5 Diagnosis TB Anak


2.5.1 Gejala Sistemik / Umum
- Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau terjadi
gagal tumbuh meskipun telah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik
dalam waktu 1-2 bulan
- Demam lama > 2 minggu atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, ISK, malaria, dll). Demam umumnya tidak tinggi. Keringat
malam saja bukan gejala yang khas jika tidak disertai gejala sistemik lain
- Batuk lama > 2 minggu, batuk bersifat non remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan. Batuk tidak membaik dengan pemberian antibiotik atau obat
asma (sesuai indikasi)
- Lesu atau malaise anak kurang aktif bermain
Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah diberikan terapi yang adekuat.7
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Auskultasi paru : wheezing.8
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan bakteriologis
- Pemeriksaan mikroskopis BTA sputum atau spesimen lain
- Tes Cepat Molekuler (TCM) TB antara lain Line Probe Assay dan
NAAT-Nucleic Acid Amplification Test yang mempunyai nilai
diagnostik lebih baik dibandingkan pemeriksaan mukroskopis
sputum. Hasil negaif TCM tidak menyingkirkan diagnosis TB.
- Pemeriksaan Biakan merupakan gold standard untuk menemukan
bakteri Mycobacterium tuberculosis.7
b. Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin tidak bisa membedakan antara infeksi dan sakit TB. Hasil
positif uji tuberkulin menunjukkan adanya infeksi dan tidak
menunjukkan ada tidaknya TB. Hasil negatif belum tentu
menyingkirkan diagnosis TB.7
9

c. Foto Toraks
Gambaran radiologis yang umum ditemukan8 :
- Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa
infiltrat
- Konsolidasi segmental / lobar
- Efusi pleura
- Milier
- Atalektasis
- Kavitas
- Kalsifikasi dengan infiltrat
- Tuberkuloma
10

d. Pemeriksaan Histopatologi (Patologi Anatomi)


Menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis perkijuan di
tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans dan
atau kuman TB.7

2.6 Diagnosa Banding


Diagnosa Banding TB Paru Anak9 :
Diagnosis Gejala

Bronkiolitis
- Batuk kering
- Wheezing
- Ekspirasi memanjang
- Hiperinflasi dinding dada

Pneumonia- Batuk dengan nafas cepat


- Ronkhi pada auskultasi
- Pernafasan cuping hidung
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Merintih
- Sianosis

Pertusis - Batuk paroksismal yang diikuti dengan whoop, sianosis, muntah atau
apnea
- Imunisasi DPT tidak ada atau tidak lengkap
- Klinis baik diantara episode batuk
11

2.7 Tatalaksana TB Anak


a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Pemberian 4 macam OAT pada fase intensif hanya diberikan kepada anak
dengan BTA positif, TB berat dan TB tipe dewasa. Terapi TB pada anak dengan
BTA negatif menggunakan paduan INH, Rifampisin dan Pirazinamid pada fase
intensif (2 bulan pertama) diikuti Rifampisin dan INH pada 4 bulan fase
lanjutan.7,10

b. Fixed Dose Combination (FDC)


Paket FDC untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu Rifampisin 75 mg,
INH 50 mg dan Pirazinamid 150 mg serta obat fase lanjutan yaitu Rifampisin
75 mg dan INH 50 mg dalam satu paket.7
12

2.8 Komplikasi dan Prognosis TB Anak


2.8.1 Komplikasi TB Anak
Persentase tertinggi komplikasi TB adalah :
a. Kolaps lobaris merupakan komplikasi tersering pada anak di bawah 2
tahun dengan TB paru. Hal yang sama diamati pada penelitian lain di
mana kolaps paru mungkin terjadi sekunder akibat obstruksi
endobronkial atau kompresi ekstrinsik yang disebabkan oleh
limfadenopati.
b. Bronkiektasis hanya ditemukan pada satu kasus; hal ini kemungkinan
disebabkan oleh fibrosis dinding bronkus yang terjadi selama penyakit
atau oleh traksi akibat area jaringan parut.
c. Limfadenopati perifer adalah tanda klinis paling umum pada bayi yang
didiagnosis dengan TB, terlihat pada 25–35% kasus TB ekstratoraks.
d. Meningitis TB adalah bentuk penyakit yang paling parah dan
mengancam jiwa pada bayi. Diagnosis dan pengobatan yang cepat
sangat penting untuk perbaikan prognosis penyakit dengan menurunkan
angka kematian kasus (case fatality rate/CFR) dan insiden komplikasi
ireversibel.11
13

2.8.2 Prognosis TB Anak


Pengobatan tuberkulosis memakan waktu lama dan dilakukan secepatnya.
Risiko kematian meningkat pada anak yang lebih muda, tidak mendapat terapi
antituberkulosis, HIV positif, mengalami tuberkulosis ekstrapulmonal, anemia, dan
memiliki kepatuhan yang buruk terhadap terapi.12
BAB 3
KESIMPULAN

Tuberkulosis sampai saat ini, masih menjadi masalah utama dalam bidang
kesehatan yang dihadapi khususnya oleh negara berkembang, termasuk Indonesia.
Negara Indonesia merupakan negara endemis TB, sehingga kita perlu memiliki
kecurigaan yang tinggi terhadap infeksi TB saat menghadapi pasien. Berbagai
tindakan pencegahan pun harus dilakukan, salah satunya dengan pemberian vaksin
BCG. Penegakan diagnosis anak dengan TB masih menjadi tantangan besar bagi
dokter umum. Kuman TB menyebar melalui droplets dan masuk ke alveolus.
Kuman ini bersifat paucibacillary dan tinggal dilokasi parenkim yang cukup jauh
dari bronkus. Hal ini mengakibatkan sulitnya mencapai diagnosis pasti dengan
menemukan kuman dalam dahak. Beberapa modalitas pemeriksaan penunjang
terbaru yang digunakan untuk menunjang diagnosis adalah pemeriksaan IGRA dan
GeneXpert ®. Namun, penggunaan alat ini hanya sebatas mendukung diagnosis,
sehingga masih diperlukan analisa kritis dengan pengumpulan fakta yang sebanyak
mungkin. Dengan penegakan diagnosis yang dini, maka penatalaksanaan utama
dengan medikamentosa pun dapat diinisiasi sedini mungkin. Perlu diingat bahwa
semua modalitas yang diketahui tidak perlu diaplikasikan pada seluruh pasien.
Penggunaanya harus disesuaikan dengan keadaan dan kondisi pasien.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization; Licence: CC BY-NCcitation. Global


tuberculosis report 2017. Geneva: World Health Organization; 2017.
Licence: CC BY-NCSA, 3.0 IGO. Global Tuberculosis Report 2017.
Geneva: World Health Organization; 2017.; 2017. http://apps.who.int/iris.
2. Kemenkes RI. Tuberkulosis ( TB ). Tuberkulosis. 2018;1(april):2018.
www.kemenkes.go.id
3. Apriliasari R, Hestiningsih R, Martini M, Udiyono A. Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian TB paru Pada Anak (Studi di Seluruh
Puskesmas di Kabupaten Magelang). J Kesehat Masy. 2018;6(1):298-307.
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
4. Kemenkes RI. Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Di
Indonesia 2020-2024.; 2020.
5. Rakhmawati FJ, Yulianti AB, Widayanti W. Angka Kejadian Tuberkulosis
Paru pada Anak dengan Imunisasi BCG di RSUD Al-Ihsan Bandung Bulan
Januari–Juni 2019. J Integr Kesehat Sains. 2020;2(2):114-117.
doi:10.29313/jiks.v2i2.5651
6. Luis F, Moncayo G. Desain Kemandirian Pola Perilaku Kepatuhan Minum
Obat Pada Penderita TB.
7. Kemenkes RI. Petunjuk Teknis Manajemen Dan Tatalaksana TB Anak.;
2016.

8. 宗成庆. Handbook of Child & Adolescent Tuberculosis.

9. Ilmiah Kesehatan J, Seyawati A. Tata Laksana Kasus Batuk Dan Atau


Kesulitan Bernafas : Literature Review. 2018;(2008):30-52.
10. Irianti, Kuswandi, Munif N. Anti-Tuberculosis. Vol 2.; 2016.
11. Soriano-Arandes A, Brugueras S, Chitiva AR, et al. Clinical presentations
and outcomes related to tuberculosis in children younger than 2 years of age
in Catalonia. Front Pediatr. 2019;7(JUN). doi:10.3389/fped.2019.00238

15
16

12. Dawit Z, Abebe S, Dessu S, Mesele M, Sahile S, Ajema D. Incidence and


predictors of mortality among children co-infected with tuberculosis and
human immunodeficiency virus at public hospitals in Southern Ethiopia.
PLoS One. 2021;16(6 June):1-14. doi:10.1371/journal.pone.0253449

Anda mungkin juga menyukai