Anda di halaman 1dari 28

Tinjauan Pustaka

PROFILAKSIS TB PADA ANAK

Oleh :

Meyta Saskia Regita Putri, S.Ked

NIM 1830912320126

Pembimbing :

dr. Khairiyadi, M.Kes, Sp.A(K)

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FK ULM – RSUD ULIN

BANJARMASIN

Agustus, 2021
ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................... i

Daftar Isi........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3

BAB III PENUTUP....................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 24
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyebab utama kesehatan yang

buruk dan masuk 10 penyebab kematian teratas di dunia serta penyebab utama

kematian dari agen infeksi tunggal. TB (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit

ini biasanya mempengaruhi paru (TB paru) tetapi juga dapat mempengaruhi

tempat lain (TB ekstraparu). Sekitar seperempat populasi dunia terinfeksi

M.tuberculosis.1

Diperkirakan jumlah kasus TB anak per tahun adalah 5 - 6% dari total kasus

TB. Pada tahun 1989, WHO memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta

kasus baru TB anak dan 450.000 anak usia < 15 tahun meninggal dunia karena

TB.2 Di Asia tenggara, selama 10 tahun, diperkirakan bahwa jumlah jumlah kasus

baru adalah 35,1 juta, 8% diantaranya (2,8 juta) disertai infeksi HIV. Menurut

WHO (1994), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus baru TB

(0,4 juta kasus baru), setelah India (2,1 juta kasus) dan Cina (1,1 juta kasus).

Sebanyak 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak berusia < 15 tahun.3

Skrining dan profilaksis TB pada bayi yang lahir dari ibu dengan TB aktif

merupakan langkah yang berpotensi menurunkan morbiditas dan mortalitas TB

pada balita. Di negara yang endemis TB, bayi dan anak-anak termasuk kelompok

usia paling rentan terinfeksi TB. Perkiraan jumlah kematian akibat TB pada balita

mencapai hampir 200.000 kasus per tahun di seluruh dunia, dengan sekitar 80%

1
2

dari kematian tersebut terjadi di wilayah dengan beban epidemiologi TB yang

besar seperti Asia Tenggara dan Afrika.4

Di Indonesia, suatu langkah penapisan dan pencegahan TB pada bayi dengan

ibu yang menderita TB perlu dilakukan. Hal ini tertuang dalam kebijakan tentang

profilaksis TB pada balita yang kontak erat dengan penderita TB yang mulai

dicanangkan sejak tahun 2011. Walaupun pencegahan penyakit TB pada bayi

telah menjadi bagian dari langkah penanganan TB nasional, efektivitas kebijakan

tersebut dalam menekan mortalitas akibat TB masih belum diketahui.5

Sementara itu, terdapat 3,3 juta wanita yang menderita TB setiap tahun dan

sebanyak 200.000 wanita hamil mengalami penyakit TB aktif. Tingginya

prevalensi penyakit TB pada wanita usia reproduktif ini meningkatkan risiko

terjadinya penularan penyakit secara perinatal maupun pasca kelahiran terhadap

bayi yang kontak dengan ibu yang mengalami penyakit TB aktif. Pemahaman

tentang pelaksanaan skrining dan profilaksis TB terhadap bayi dengan ibu atau

kontak lain yang menderita penyakit TB aktif merupakan salah satu kompetensi

dokter yang berpraktik di layanan primer.6


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TB pada Anak

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis. Beberapa spesies Mycobacterium diantaranya M.

tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Mycobacterium juga

dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri selain

Mycobacterium tuberculosis, biasa disebut MOTT (Mycobacterium Other Than

Tuberculosis), juga bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas yang

terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC.7

Tuberkulosis menjadi beban karena menyumbang lebih dari 10 juta kasus baru

per tahun, di mana kurang dari dua pertiganya dilaporkan, sehingga tuberkulosis

(TB) terus menjadi ancaman kesehatan global. (WHO) Tuberkulosis juga masih

menjadi penyakit yang memerlukan perhatian dikarenakan angka morbiditas,

mortalitas dan tingginya biaya kesehatan. Setiap tahun diperkirakan 9 juta kasus

TB baru dan 2 juta di antaranya meninggal. Dari 9 juta kasus baru TB di seluruh

dunia, 1 juta adalah anak usia <15 tahun. Dari seluruh kasus anak dengan TB,

75% didapatkan di 22 negara dengan beban TB tinggi (high burden countries).

Dilaporkan dari berbagai negara presentase semua kasus TB pada anak berkisar

antara 3% sampai >25%. 8

31
4

Tercatat angka kejadian TB anak di Indonesia pada 2010 adalah 9,4% dan

berangsur turun tiap tahun nya hingga tahun 2014 sebanyak 7,16%. Namun pada

tahun 2015 kembali meningkat menjadi 9%. Angka kejadian berbeda di tiap

provinsi sekitar 1,2% hingga 17,3% yang mungkin dikarenakan variasi

endemisitas maupun perbedaan kualitas penegakan diagnosis TB.9

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis (sangat jarang disebabkan

oleh Mycobacterium avium). Basil tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen

beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi bila dalam cairan akan mati pada

suhu 60°C dalam waktu 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis

menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan

asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel

epiteloid dan tuberkel. Kuman ini berbentuk batang, sifat khusus tahan terhadap

asam pada pewarnaan sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA) dan

kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup

beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini

dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. 10

Basil tuberculosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun

eksotoksin). Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara,

sehingga sebagian besar fokus primer tuberculosis ada di dalam paru.

Mycobacterium tuberculosis mengandung zat organik dan anorganik. Protein

(tuberculoprotein) bersifat sebagai antigen, sehingga terjadi reaksi antigen

antibodi yang menyebabkan terjadinya lesi dan eksudasi. Lipid (tuberkulolipid)


5

merangsang jaringan sehingga terjadi reaksi spesifik (terbentuk tuberkel). Lipid

bersama-sama dengan zat asam lain dari kuman akan menyebabkan kuman

menjadi tahan asam. Polisakarida dari kuman bersifat sebagai hapten yang

dianggap berperan dalam merangsang tubuh untuk membentuk suatu kekebalan. 11

Penularan tuberkulosis primer dapat melalui 4 cara, yaitu : 11,12

1. Batuk orang dewasa : Saat orang dewasa batuk atau bersin, sejumlah tetesan

cairan (ludah) tersembur ke udara. Bila orang tersebut menderita tuberkulosis

paru, maka tetesan tersebut mengandung kuman. Jika disekitar orang tersebut

terdapat orang dewasa atau anak-anak yang pada saat itu kekebalan tubuhnya

menurun maka dengan mudah akan terinfeksi atau tertular.

2. Makanan atau susu : Anak- anak bisa terinfeksi tuberkulosis dari susu atau

makanan, dan infeksi bisa terjadi mulai pada mulut atau usus. Susu dapat

mengandung tuberkulosis dari sapi (bovine TB), bila sapi di daerah tersebut

menderita tuberkulosis dan susu tidak direbus sebelum diminum. Bila hal ini

terjadi, infeksi primer terjadi pada usus, atau terkadang pada amandel.

3. Melalui kulit : Kulit yang utuh ternyata tahan terhadap tuberkulosis yang jatuh

diatas permukaannya. Namun, bila terdapat luka atau goresan baru,

tuberkulosis dapat masuk dan menyebabkan infeksi yang serupa dengan yang

ditemukan pada paru.

4. Keturunan dari ibu : Apabila seorang ibu yang sedang hamil menderita

tuberkulosis maka sudah pasti anaknya positif menderita tuberkulosis.

Faktor lingkungan, ekonomi dan pelayanan kesehatan juga berpengaruh dalam

penyebaran Tuberkulosis. Lingkungan yang tidak sehat, gelap dan lembab akan
6

mendukung perkembangbiakan basil Mycobacterium Tuberkulosis. Seperti

diketahui basil tuberkulosis merupakan BTA (Basil Tahan Asam) yang dapat

berkembangbiak apabila ada di ruangan yang gelap dan lembab, akan mati jika

terkena sinar matahari secara langsung. Faktor ekonomi berkaitan dengan

ketersediaan pangan yang kaya zat gizi. Pada faktor pelayanan kesehatan, apabila

tingkat pelayanan kesehatan tidak optimal maka akan mempengaruhi

penyembuhan tuberkulosis primer dan bila tingkat pelayanan kesehatan bekerja

secara optimal maka laju peningkatan penyakit tuberkulosis primer dapat ditekan

seminimal mungkin. Hal ini tidak lepas pula dari peran pemerintah dan

masyarakat dalam menanggapi segala macam penyakit agar tidak terjadi angka

kematian anak yang tinggi. 11,12

Penularan tuberkulosis primer terjadi karena batuk atau percikan ludah yang

mengandung basil Mycobacterium tuberkulosis bertebaran di udara, kemudian

terhirup oleh anak yang pada saat itu sistem imunitas dalam tubuhnya menurun

sehingga mudah terinfeksi. Basil tersebut berkembangbiak perlahan-lahan dalam

paru sehingga menyebabkan kelainan paru. Basil ini bila menetap di jaringan

paru, ia akan tumbuh dan berkembangbiak dalam sitoplasma makrofag. Basil juga

dapat terbawa masuk ke organ tubuh lain yang nantinya bisa menyebabkan

tuberculosis hati, ginjal, jantung, kulit dan lain-lain. 13

Bersamaan dengan itu, sebagian kuman akan dibawa melalui cairan getah

bening ke kelenjar getah bening yang terdekat disamping bronkus. Dari kedua

tempat tersebut, kuman akan menimbulkan reaksi tubuh, dan sel-sel kekebalan

tubuh akan berkumpul. Dalam waktu 4 hingga 8 minggu akan muncul daerah
7

kecil di tengah-tengah proses tersebut dimana terdapat jaringan tubuh yang mati

(perkijuan) yang dikelilingi sel-sel kekebalan tubuh yang makin membesar.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada paru dan kelenjar getah bening ini dikenal

sebagai tuberkulosis primer. Basil Mycobacterium Tuberculosis ini dapat bertahan

selama 1-2 jam pada suasana lembab dan gelap, sebaliknya akan mati jika terkena

sinar matahari. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama

selama beberapa tahun. 14

Gambar 1. Patofisiologi Tuberkulosis

Diagnosis TB pada anak cukup berbeda dengan orang dewasa. Dalam

anamnesis dapat ditemukan keluhan yang bersifat umum juga spesifik. Keluhan

umum diantaranya demam lama tanpa diketahui penyebabnya, berat badan yang

tidak betambah, anoreksia, lemah, dan sebagainya. Gejala khusus yang dapat

ditemukan bergantung pada organ yang terlibat, seperti gibbus ataupun plikten

pada konjungtiva. 12
8

Demam pada kasus TB merupakan gejala sistemik yang sering terjadi (sekitar

60-90% kasus). Demam tidak terlalu tinggi, fluktuatif dan berlangsung cukup

lama. Anak yang demam lama dan tidak tinggi dicurigai sebagai gejala TB dan

perlu disingkirkan penyebab demam yang lain. Penurunan berat badan perlu

dicurigai sebagai gejala TB apabila telah diberikan tatalaksana gizi tetap belum

ada perbaikan. Gejala umum tersebut tidak khas pada TB karena dapat terjadi

pada infeksi lain. Keluhan batuk yang menjadi gejala utama TB dewasa, bukan

gejala yang menonjol pada TB anak. Hal ini dikarenakan pada TB anak prosesnya

adalah pada parenkim yang tidak mempunyai reseptor batuk. Sebagaimana

diketahui batuk akan timbul apabila terdapat rangsangan pada reseptor batuk.

Meskipun demikian, pada TB anak dapat terjadi batuk apabila pembesaran

kelenjar yang terjadi sudah menekan bronkus. Penekanan ini merupakan

rangsangan pada reseptor batuk di bronkus yang akan menyebabkan batuk.

Karena gejala TB anak kurang khas, seringkali gejala TB anak kurang mendapat

perhatian dari orang tua, sehingga pasien datang ke fasilitas kesehatan sudah

dalam fase lanjut. 9

Pada anamnesis pasien TB anak bisa didapatkan penurunan berat badan 2

bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh, demam tanpa

sebab jelas terutama jika berlanjut sampai 2 minggu, mungkin didapatkan batuk

kronik >2 minggu dengan atau tanpa wheeze namun tidak selalu harus ada, lemas

dan riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa. 9

Terdapat gejala spesifik yang terkait dengan organ. Pada TB ekstraparu dapat

ditemukan : 9
9

- TB kelenjar : pembesaran KGB yang tidak nyeri, konsistensi kenyal, multiple

dan konfluens. Kadang pembesaran bisa berbentuk rongga dan terdapat

discharge. Benjolan juga tidak berespon dengan penggunaan antibiotik.

- TB sistem saraf pusat : didapatkan tanda meningitis (kaku kuduk +) pada

meningitis TB dan ada lesi desak ruang pada tuberkuloma yang dapat

menyebabkan nyeri kepala dan kelainan neurologis tergantung letak lesi

- TB sistem skeletal : dapat ditemukan pembengkakan progresif atau deformitas

tulang, sendi, lutut, falang yang menyebabkan keluhan kesulitan berjalan

- TB mata : dapat terjadi tuberkel koroid dan konjungtivitis fliktenularis

- TB kulit : dapat ditemukan ulkus disertai jembatan kulit antar tepi ulkus (skin

bridge)

- TB organ lain seperti peritonitis TB atau TB ginjal

Pemeriksaan uji tuberkulin merupakan alat diagnosis yang penting dalam

menegakkan diagnosis tuberculosis. Pada anak dibawah umur 5 tahun dengan uji

tuberkulin positif, proses tuberkulosis biasanya masih aktif meskipun tidak

menunjukkan kelainan klinis dan radiologis. 12

Beberapa cara untuk melakukan uji tuberkulin yaitu cara mono dengan salep,

goresan disebut patch test cara von pirquet, cara mantoux dengan menyuntikan

intrakutan dan multiple puncture metode dengan 4 – 6 jarum berdasarkan cara

Heat and Tine. Uji kulit Mantoux adalah injeksi intradermal 0.1 mL yang

mengandung 5 unit tuberkulin ( UT ) derivate protein yang dimurnikan ( PPD )

yang distabilkan dengan Tween 80.9 Sampai sekarang cara Mantoux masih
10

dianggap sebagai cara yang paling baik karena jumlah tuberkulin yang

dimasukkan dapat diketahui banyaknya. 9

Reaksi lokal yang terdapat pada uji Mantoux termasuk eritema dikarenakan

vasodilatasi perifer, edema karena reaksi antara antigen yang dimasukkan dengan

antibodi dan indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus. Pembacaan uji

tuberkulin dilakukan 48 – 72 jam. 3,9

Interpretasi hasil test Mantoux: 3

1. Indurasi 10 mm atau lebih → reaksi positif

Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman

Mycobacterium tuberculosis.

2. Indurasi 5 – 9 mm → reaksi meragukan

Arti klinis adalah kesalahan teknik atau adanya infeksi Mycobacterium atypis

atau setelah vaksinasi BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi yang sama. Jika

reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih berarti terdapat infeksi

Mycobacterium tuberculosis. Jika ukuran tetap 6 – 9 mm kemungkinan

terdapat cross reaction atau BCG, jika tetap 6 – 9 mm tetapi ada tanda – tanda

lain dari tubeculosis yang jelas maka harus dianggap sebagai mungkin sering

kali infeksi Mycobacterium tuberculosis.

3. Indurasi 0 – 4 mm → reaksi negatif.

Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.

Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan

lesi tuberkulosis. Pemeriksaan radiologi dada memberikan beberapa keuntungan

pada TB anak dan tuberculosis millier, dimana pada penegakan kedua diagnosa
11

ini dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologi dada, sedangkan pemeriksaan

sputum hampir selalu negatif. Pada anak dengan uji tuberkulin positif juga

dilakukan pemeriksaan radiologis. Gambaran radiologis paru yang biasanya

dijumpai pada tuberkulosis paru kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran,

pembesaran kelenjar paratrakeal, penyebaran milier, penyebaran bronkogen,

atelektasis dan pleuritis dengan efusi. 3

Pemeriksaan laboratorium yang penting pada TB anak adalah darah dan

sputum. Pemeriksaan darah ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya

kadang-kadang meragukan. Pada saat tuberkulosis fase awal akan didapatkan

leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih normal. Laju Endap Darah

mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal

dan laju endap darah mulai turun kearah normal lagi. 3

Pemeriksaan bakteriologis untuk TB yaitu pemeriksaan mikroskopis BTA

sputum atau spesimen lain, tes cepat molecular (TCM) TB, dan pemeriksaan

biakan. Pemeriksaan bakteriologis penting karena dengan ditemukannya kuman

M.tuberkulosis diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu

pemeriksaan bakteriologis juga dapat digunakan untuk evaluasi terhadap

pengobatan. 9

Pemeriksaan sputum kadang – kadang tidak mudah karena sulit menemukan

sputum pada penderita yang tidak mengalami keluhan batuk atau pada anak.

Adapun bahan – bahan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan bakteriologi

selain sputum yaitu bilasan lambung, cairan pleura, cairan cerebrospinalis dan

cairan asites, yang disesuaikan dengan dimana infeksi TB terjadi. Pada anak juga
12

bisa dilakukan induksi sputum. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang

– kurang nya ditemukan tiga batang kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata

lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum. 9

Penegakan Diagnosa TB anak dilihat dari : 9

1. Konfirmasi bakteriologis

2. Gejala klinis yang khas pada TB

3. Adanya bukti infeksi infeksi TB (Uji tuberkulin / kontak erat dengan pasien

TB)

4. Gambaran foto thorax sugestif TB

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang maka

dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor >6

(sama atau lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat

pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Bila skor kurang dari 6 tetapi

secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan

lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal,

pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan dll. 9


13

Gambar 2. Alur Diagnosis TB pada Anak

Gambar 3. Skoring untuk Diagnosis TB pada Anak


14

Parameter sistem skoring : 9

- Kontak dengan pasien TB BTA + diberi skor 3 bila ada bukti tertulis hasil

laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari TB 01

atau dari hasil laboratorium

- Penentuan status gizi :

a. Berat badan dan panjang / tinggi badan dinilai saat pasien datang

b. Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Anak usia <6 tahun

merujuk pada buku KIA Kemenkes 2016, sedangkan anak usia >6

tahun merujuk pada standar WHO 2005 yaitu IMT/U

c. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama

1-2 bulan

Pengobatan TB pada anak terdiri atas terapi (pengobatan) yang diberikan pada

anak yang sakit TB dan profiklaksis (pengobatan, pencegahan) yang diberikan

pada anak sehat yang berkontak dengan pasien TB (profilaksis primer) atau anak

yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder). Beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam tata laksana TB anak yaitu pemberian terapi harus sesuai

paduan obat, pengobatan setiap hari, pemberian gizi adekuat dan memberikan

tatalaksana pada penyakit penyerta. 3,9

Obat yang digunakan pada TB anak BTA positif direkomendasikan 4 macam

OAT pada fase intensif dan pada TB anak dengan BTA negatif menggunakan

INH, Rifampisin dan Pirazinamid pada fase inisial (2 bulan pertama) diikuti

Rifampisin dan INH pada 4 bulan selanjutnya. 3,9


15

Gambar 4. Dosis OAT untuk Anak

Gambar 5. Panduan OAT dan lama pengobatan TB anak

Paduan OAT yang disediakan dalam bentuk paket FDC / KDT ditujukan agar

mempermudah pemberian OAT dan meningkatkan keteraturan minum obat. Paket

KDT untuk fase intensif ini terdiri dari Rifampisin 75 mg, INH 50 mg dan

Pirazinamid 150 mg. Selanjutnya dalam fase lanjutan Rifampisin 75 mg dan INH

50 mg. 9

Gambar 6. Dosis OAT KDT untuk Anak


16

Pemberian kortikosteroid diberikan pada TB meningitis, sumbatan jalan napas

akibat TB kelenjar, pericarditis TB, TB milier dengan gangguan napas yang berat,

efusi pleura TB dan TB abdomen dengan asites. Kortikosteroid yang biasa

digunakan prednisone dengan dosis 2 mg/kg/hari, pada kasus berat bisa diberikan

dosis 4 mg/kg/hari dengan dosis maksimal 60 mg/hari selama 4 minggu dan

secara bertahap di tapering off dalam 2 minggu, kecuali pada TB meningitis 4

minggu. Pemberian piridoksin 5-10 mg/hari diberikan karena Isoniazid

menyebabkan defisiensi piridoksin simptomatik terutama pada anak dengan

malnutrisi maupun HIV yang mendapatkan ART. 9

Anak dengan TB juga perlu diberikan nutrisi untuk memperbaiki status gizi

yang akan menjadi salah satu faktor keberhasilan pengobatan TB. Anak di

evaluasi dengan pengukuran berat, tinggi, lingkar lengan atas dan gejala klinis

dari malnutrisi. Selain itu, anak juga memerlukan pemantauan untuk memastikan

minum obat secara teratur. Pengawas menelan obat terbaik untuk anak dengan TB

adalah orang tua. Anak dengan TB juga perlu dievaluasi respon pengobatan,

kepatuhan, toleransi dan efek samping pengobatan setiap 2 minggu sekali selama

fase intensif dan 1 kali sebulan dalam fase lanjutan. 9

Pada pasien TB anak yang tidak patuh dalam konsumsi OAT > 2 minggu

di fase intesif atau > 2 bulan di fase lanjutan, pengobatan OAT diulang dari awal.

Pada pasien TB anak yang tidak patuh dalam konsumsi OAT < 2 minggu di fase

intesif atau < 2 bulan di fase lanjuta, pengobatan OAT tetap dilanjutkan sekaligus

orang tua atau wali anak di KIE untuk tidak melewatkan pengobatan. 9
17

Gambar 7. Hasil Akhir Pengobatan

B. Profilaksis TB pada Anak

Investigasi kontak menjadi salah satu cara untuk menemukan penderita TB

aktif, termasuk TB pada anak. Investigasi kontak dilakukan pada orang-orang

yang kontak erat dengan pasien TB aktif. Investigasi pada anak menjadi penting

karena risiko anak untuk tertular TB dari orang dewasa tinggi dan risiko menjadi

TB berat juga lebih tinggi. Selain itu jika anak dengan infeksi laten TB dapat

menjadi kasus baru TB di masa depan. 9

Investigasi kontak dilakukan terhadap anak usia 0-14 tahun dengan riwayat

kontak pasien TB infeksius (yang terkonfirmasi pemeriksaan bakteriologis),

resisten obat, terifeksi HIV ataupun HI. Kemudian akan dibagi menjadi 3

kelompok yaitu : 9

1. Terpajan (tidak ada bukti infeksi atau sakit TB). Tidak ada klinis TB, uji

tuberkulin negatif, dan foto thorax tidak didapatkan gambaran TB paru.

2. Terinfeksi tetapi tidak sakit TB (Infeksi Laten). Tidak ada klinis TB dan foto

thorax tidak didapatkan gambaran TB paru, namun uji tuberkulin positif.


18

3. Sakit TB. Didapatkan klinis TB, foto thorax bisa normal atau didapatkan

gambaran TB paru dan uji tuberkulin serta BTA sputum biasanya positif.

Pada kemenkes nomor 364 tahun 2009 tentang Pedoman Penanggulangan

Tuberkulosis (TB) dijelaskan bahwa pada semua anak, terutama balita yang

tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu

dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan

skoring sistem didapat skor < 5, anak tersebut diberikan profilaksis Isoniazid

(INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum

pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan

pencegahan selesai. 15

Menurut buku Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB anak tahun

2016, alur dibagi menjadi anak dengan gejala TB dan tidak memiliki gejala TB.

Pada semua anak dibawah 5 tahun yang tidak memiliki gejala TB dan anak diatas

5 tahun dengan HIV positif, diberikan pengobatan profilaksis INH. Pada anak

diatas 5 tahun dengan HIV negatif hanya perlu di observasi, dengan orangtua di

KIE jika kedepannya anak menunjukan gejala TB untuk segera dibawa ke

fasilitan kesehatan primer. 9

Pada anak yang memiliki gejala TB (batuk > 2 minggu yang tidak membaik

dengan antibiotik atau tatalaksana asma, demam > 2 minggu, BB menurun atau

tetap dalam 2 bulan terakhir dengan nutrisi yang adekuat dan lesu), dilanjutkan

dengan pemeriksaan BTA sputum, uji tuberculin dan foto thorax. Jika hasil

pemeriksaan mendukung penegakan diagnosis TB anak, dilanjutkan dengan

pengobatan OAT. Namun jika dalam pemeriksaan tidak mendukung diagnosis TB


19

atau tidak dapat dilakukan pemeriksaan, perlu dicari kemungkinan penyebab lain

dan berikan tatalaksana yang sesuai, lalu observasi 1-2 bulan. Jika gejala

membaik, evaluasi untuk pemberian pengobatan profilaksis INH, namun jika

gejala memburuk atau menetap, pertimbangkan pemberian OAT. 9

Pemberian pengobatan profilaksis INH pada anak diberikan dengan dosis 10

mg/kgbb/hari dengan dosis maksimal 300 mg/hari. Obat diberikan 1 kali sehari di

jam yang sama setiap harinya dan diberikan saat perut kosong (1-2 jam sebelum

atau sesudah makan). Pemberian pengobatan profilaksis INH selama 6 bulan,

namun jika ditengah perjalanan anak mulai timbul gejala TB pemberian

profilaksis dihentikan dan diganti OAT. Pada pasien anak yang juga mengalami

gizi buruk bisa ditambahkan vitamin B6 10 mg jika dosis INH ≤ 200 mg/hari atau

2x10 mg jika dosis INH > 200 mg/hari. 9

Gambar 8. Alur Investigasi Kontak pada TB Anak

Pada kasus anak yang kontak dengan pasien TB resisten obat (RO), anak

dirujuk ke Spesialis Anak untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan sputum atau

specimen lain menggunakan TCM. Setelah hasil keluar dan terbukti positif TB,
20

pengobatan disesuaikan dengan hasil uji kepekaan obat. Jika anak terbukti tidak

sakit, dilakukan observasi setisap bulan selama 2 tahun. Pemberian pengobatan

profilaksis pada kasus resisten obat dengan Levofloxacin atau Etambutol selama

6-9 bulan. 9

Gambar 9. Alur Investigasi Kontak TB RO pada Anak

Skrining dan profilaksis TB pada bayi yang lahir dari ibu dengan TB aktif

merupakan langkah yang berpotensi menurunkan morbiditas dan mortalitas TB

pada balita. Terdapat 3,3 juta wanita yang menderita TB setiap tahun dan

sebanyak 200.000 wanita hamil mengalami penyakit TB aktif. Tingginya

prevalensi penyakit TB pada wanita usia reproduktif ini meningkatkan risiko

terjadinya penularan penyakit secara perinatal maupun pasca kelahiran terhadap

bayi yang kontak dengan ibu yang mengalami penyakit TB aktif. Pemahaman

tentang pelaksanaan skrining dan profilaksis TB terhadap bayi dengan ibu atau

kontak lain yang menderita penyakit TB aktif menjadi penting untuk dokter yang

berpraktik di layanan primer. 2


21

Infeksi TB pada neonatus dapat terjadi secara kongenital (prenatal), selama

proses kelahiran (natal), maupun transmisi pascanatal oleh ibu pengidap TB aktif.

Oleh karena itu, transmisi pada neonatus ini disebut sebagai TB perinatal. Pada

TB kongenital, transmisi terjadi karena penyebaran hematogen melalui vena

umbilikalis atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. Pada TB natal, transmisi

dapat terjadi melalui proses persalinan, sedangkan pada TB pascanatal terjadi

akibat penularan secara droplet. 3,9

Manifestasi klinis TB kongenital dapat timbul segera setelah lahir atau pada

minggu ke-2−3 kehidupan. Gejala TB kongenital sulit dibedakan dengan sepsis

neonatal, sehingga sering terjadi keterlambatan dalam mendiagnosis. Gejala yang

sering timbul adalah distres pernapasan, hepatosplenomegali, dan demam. Gejala

lain yang dapat ditemukan antara lain prematuritas, berat lahir rendah, sulit

minum, letargi, dan kejang. Selain itu dapat juga terjadi abortus/kematian bayi.

Gejala pada TB neonatus mulai muncul pada minggu ke 2 atau 3 setelah kelahiran

yaitu letargi, sulit minum dan kesulitan pertambahan berat badan. 3

Tatalaksana TB pada neonatus mempunyai ciri tersendiri, yaitu melibatkan

beberapa aspek seperti aspek ibu, bayi, dan lingkungan. Ibu harus ditatalaksana

dengan baik untuk menghindari penularan selanjutnya. Selain itu harus dicari

sumber lain di lingkungannya serta memperbaiki kondisi lingkungan. 3,9

Bayi yang lahir dari ibu terduga atau terdiagnosis TB harus di evaluasi,

apabila bayi tidak menunjukan gejala TB perinatal, dapat diberikan pengobatan

profilaksis INH 10 mg/kgb selama 6 bulan. Pada akhir bulan ke 6 bayi di evaluasi

dan apabila tetap asimptomatik INH dihentikan. Jika pada pemeriksaan uji
22

tuberculin negatif dan HIV negatif, bayi diberikan imunisasi BCG. Jika bayi

menunjukan gejala TB perinatal, perlu pemeriksaan segera pada ibu dan bayi.

Obat TB harus segera diberikan selagi menunggu hasil konfirmasi bakteriologis

karena TB berkembang dengan cepat di neonatus. Air susu ibu yang TB tetap

dapat diberikan kecuali pada ibu dengan TB MDR. Hal ini dikarenakan karena

kandungan OAT dalam ASI sangat kecil dan risiko penularan melalui ASI sangat

kecil. 3,9

Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang mengandung

Mycrobacterium bovis hidup yang dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin), strain

paris. Pemberian vaksin BCG untuk pemberian kekebalan aktif terhadap

tuberkulosis. Pemberian vaksin BCG masuk dalam program imunisasi dasar yang

mana merupakan imunisasi wajib di Indonesia, diberikan ketika bayi berusia 0-2

bulan. Bayi diatas usia 2 bulan perlu diperiksa uji tuberkulin sebelum

mendapatkan vaksin BCG. 9,16

Vaksin BCG diberikan dengan dosis 0,05 ml, sebanyak 1 kali dan disuntikkan

secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus).

Sekitar 2–6 minggu setelah imunisasi BCG pada daerah bekas suntikan akan

timbul bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi

dalam waktu 2–4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan

jaringan parut dengan diameter 2–10 mm. 16

Pada bayi yang terlahir dari ibu TB BTA positif di trimester 3 maupun masa

neonatal, bayi perlu dirujuk dan diperlukan pertimbangan dari dokter Spesialis

Anak untuk mendapatkan vaksin BCG. 16


23

Gambar 10. Alur Investigasi Kontak Ibu TB Aktif pada Bayi


24

BAB III

PENUTUP

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyebab utama kesehatan yang

buruk dan masuk 10 penyebab kematian teratas di dunia serta penyebab utama

kematian dari agen infeksi tunggal. TB (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit

ini biasanya mempengaruhi paru (TB paru) tetapi juga dapat mempengaruhi

tempat lain (TB ekstraparu). Sekitar seperempat populasi dunia terinfeksi

M.tuberculosis. (WHO)

Skrining dan profilaksis TB pada bayi yang lahir dari ibu dengan TB aktif

atau anak yang kontak dengan penderita TB merupakan langkah yang berpotensi

menurunkan morbiditas dan mortalitas TB pada balita. Terlebih dikarenakan TB

pada anak memiliki risiko untuk menjadi TB berat yang lebih tinggi. Pemahaman

tentang pelaksanaan skrining dan profilaksis TB terhadap bayi maupun anak

dengan ibu atau kontak lain yang menderita penyakit TB aktif merupakan salah

satu kompetensi dokter yang berpraktik di layanan primer. Pemberian pengobatan

profilaksis TB pada bayi maupun anak yang kontak dengan penderita TB pun

sudah menjadi program ditambah dengan program imunisasi BCG untuk memberi

kekebalan terhadap TB.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Global Tuberculosis Report 2019. Geneva : World Health


Organization; 2019.

2. Alberta Medical Association. Guideline for The Diagnosa and Management


of Community Acquired Pneumonia Pediatric. 2011

3. Alsagaff, Hood dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu
Penyakit Paru dan Saluran Napas FK Unair : Surabaya.

4. Dodd PJ, Yuen CM, Sismanidis C, Seddon JA, Jenkins HE. The global burden
of tuberculosis mortality in children: a mathematical modelling study. Lancet
Glob Heal [Internet]. 2017;5(9):e898–906.

5. Departemen Kesehatan R. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. J


Kesehat Masy. 2011;2011.

6. Sugarman J, Colvin C, Moran AC, Oxlade O. Tuberculosis in pregnancy: An


estimate of the global burden of disease. Lancet Glob Heal [Internet].
2014;2(12):e710–6.

7. Kementerian Kesehatan Indonesia. Pusat Data dan Informasi Tuberkulosis.


2018

8. Kartasasmita CB. Epidemiologi Tuberkulosis. Sari Pediatri. 2009;11(2):124-


130

9. Kementerian Kesehatan Indonesia. Buku Petunjuk Teknis Manajemen dan


Tatalaksana TB Anak. 2016

10. Alatas, Dr. Husein et al : Ilmu Kesehatan Anak edisi ke 7. Jakarta; Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007: 573 – 761.

11. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair. 2006. Pedoman Diagnosis dan
Terapi. Surabaya.

12. Marcdante KJ, et al. Nelson essentials of pediatrics. 6th ed. Philadelphia:
Saunders. 2011.

13. Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak


Indonesia 2012; 83-85.

25
21
26

14. British Thoracic Society. Guidelines for the management of community


acquired pneumonia in childhood. Thorax. 2013;57(1):1-24.

15. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2009

16. Kementerian Kesehatan Indonesia. Buku Ajar Imunisasi. 2014

Anda mungkin juga menyukai