Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

GANGGUAN PSIKOTIK AKUT DENGAN EPILEPSI

Oleh:

Farizan Hasyim Hari Pratama, S.Ked 1830912310066

Meyta Saskia Regita Putri, S.Ked 1830912320126

Siti Aisyah, S.Ked 1830912320107

Dian Pertiwi Hariati, S.Ked 1830912320011

Pembimbing

dr. Nadia Sevirianty, Sp.KJ

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

FK UNLAM-RSJ SAMBANG LIHUM

BANJARMASIN

Mei, 2019
DAFTAR ISI

1. HALAMAN JUDUL 1

2. DAFTAR ISI 2

3. BAB 1: PENDAHULUAN 3

4. BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA 5

5. BAB 3: DATA PASIEN 15

6. BAB 4: PEMBAHASAN

26

7. BAB 5: PENUTUP 27

8. DAFTAR PUSTAKA 28

2
BAB 1

PENDAHULUAN

Gangguan psikotik merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang

banyak. Gangguan psikotik adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa

kenyataan ( sense of realitiy) hal ini dapat diketahui dengan terganggunya pada

hidup perasaan (mood dan afek), prosis berpikir, psikomotorik dan kemauan,

sedemukian rupa sehingga semua ini tidak sesuai dengan kenyataan lagi.1

Gangguan psikotik dapat dibedakan menjadi dua yaitu gangguan psikotik

organic dan psikotik non organic. Salah satu penyakit gangguan psikotik organic

adalah gangguan psikotik epilepsy.

Psikosis secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu gangguan jiwa

dengan kehilangan rasa kenyataan ( sense of realitiy) hal ini dapat diketahui

dengan terganggunya pada hidup perasaan (mood dan afek), prosis berpikir,

psikomotorik dan kemauan, sedemukian rupa sehingga semua ini tidak sesuai

dengan kenyataan lagi.1

Proporsi seumur hidup terkena berbagai gangguan psikotik pada pasien

epilepsi adalah 7%-12%. Menurut studi di komunitas, klinik-klinik epilepsi, dan

rumah sakit jiwa menunjukkan peningkatan proporsi masalah psikiatri pada

orang-orang dengan epilepsi bila dibandingkan dengan orang yang tidak

3
menderita epilepsi berkisar pada 4,7% dari seluruh pasien epilepsi di Inggris dan

9,7% dari seluruh pasien epilepsi di Amerika.

Kejadian gangguan psikotik pada epilepsy memang tidak banyak

kasusnya. Maka dari itu kami tertarik untuk mengambil kasus ini dan menajadikan

laporan kasus.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan psikotik merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang

banyak. Gangguan psikotik adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa

kenyataan ( sense of realitiy) hal ini dapat diketahui dengan terganggunya pada

hidup perasaan (mood dan afek), prosis berpikir, psikomotorik dan kemauan,

sedemukian rupa sehingga semua ini tidak sesuai dengan kenyataan lagi.

4
Menninger menyebutkan lima sindrom klasik yang menyertai sebagian

besar pola psikotik, yaitu:1

1. Perasaan sedih, bersalah dan tidak mampu yang mendalam


2. Keadaan terangsang yang tidak menentu dan tidak terorganisasi,

disertai pembicaraan dan motorik yang berlebihan


3. Regresi ke autism manerisme pembicaraan dan perilaku, isi pikiran

yang berwaham, acuh tak acuh terhadap harapan social.


4. Preokupasi yang berwaham, disertai kecurigaan, kecenderengan

membela diri atau rasa kebesaran.


5. Keadaan bingung dan delirium dengan disorientasi dan halusinasi

Psikosis dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu, psikosis yang

berhubungan dengan sindrom otak organic dan psikosis fungsional. Sindrom otak

organic ialah gangguan jiwa yang psikotik atau non psikotik yang disebabkan oleh

gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan fungsi otak dapat disebabkan oleh

penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (meningo ensefalitis, gangguan

pembuluh darah otak, tumor otak,dll) atau yang dari luar otak (tifus, endomtritis,

payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi, dll).1

Epilepsy ialah perubahan kesadaran yang mendadak, dalam waktu yang

terbatas dan berulang-ulang, dengan atau tanpa pergerakan yang involunter dan

sebabnya bukan karena kelainan seperti gangguan peredaran darah, kadar glukosa

darah rendah, gangguan emosi, pemakaian obat tidur atau keracunan. Setidaknya

ada dua kejang tanpa provokasi atau dua bangkitan refleks yang berselang >24

jam.2

Definisi

5
Psikosis merupakan komplikasi berat dari epilepsi meskipun jarang

ditemukan. Keadaan ini disebut dengan psychoses of epilepsy (POE). Gambaran

psikosis yang sering ditemukan pada pasien epilepsi adalah gambaran paranoid

dan schizophrenia-like. Pada forced normalization yaitu penderita mengalami

gejala psikotik pada saat kejang terkontrol dan justru gejala psikotik menghilang

bila terjadi kejang.2

Epidemiologi

Proporsi seumur hidup terkena berbagai gangguan psikotik pada pasien

epilepsi adalah 7%-12%. Menurut studi di komunitas, klinik-klinik epilepsi, dan

rumah sakit jiwa menunjukkan peningkatan proporsi masalah psikiatri pada

orang-orang dengan epilepsi bila dibandingkan dengan orang yang tidak

menderita epilepsi berkisar pada 4,7% dari seluruh pasien epilepsi di Inggris dan

9,7% dari seluruh pasien epilepsi di Amerika. Kira-kira 30% pasien epilepsi yang

mengunjungi klinik rawat jalan di Amerika mempunyai riwayat dirawat inap

minimal satu kali karena masalah psikiatri. Dan 18% pasien epilepsi sedang

menggunakan paling tidak satu jenis obat psikotropika. Kira-kira 60% pasien

kejang parsial mengalami fenomena aura, 15% pasien mengalami disforia. Rasa

takut yang meningkat menjadi panik juga sering terjadi, kira-kira 20% dari pasien

epilepsi fokal mengalami gangguan afek iktal berupa rasa takut, cemas, dan

depresi. Gejala psikosis paling sering dihubungkan dengan epilepsi lobus

temporal kanan.2

Pada penelitian temporal lobektomi dimana dilakukan operasi

pengangkatan fokus epileptikum, psikosis terjadi pada 7%-8% pasien bahkan jauh

setelah gejala kejangnya sendiri berhenti. Hal ini mengindikasikan proporsi 2-3

6
kali lipat munculnya gangguan psikotik pada pasien epilepsi dibandingkan dengan

populasi umum, khususnya pada pasien epilepsi dengan fokus

temporomediobasal.2

Klasifikasi

Gangguan perilaku pada pasien epilepsi2 :

1. Iktal
a. Iktal dengan gejala psikis
b. Status non konvulsif kehang parsial simpleks (tipe sensorik, psikis,

motorik, dan autonomi). Kejang parsial kompleks, dan serangan

epileptiform lateralisasi periodik.


2. Preiktal (termasuk prodormal pasca iktal dan iktal campuran)
a. Gejala prodormal : iritabilitas, depresi, dan sakit kepala.
b. Delirium pasca ictal
c. Gejala psikosis preictal
Gejala-gejala psikotik preiktal sering kali memburuk dengan peningkatan

aktivitas kejang.
3. Interiktal
a. Psikosis skizofreniform
b. Gangguan kepribadian
c. Sindrom Gestaut - Geschwind
Psikotik interiktal sangat mirip dengan gangguan skizofrenia yang dengan

mudah dapat dikenal yaitu adanya gejala waham dan halusinasi.


a. Hiperreligiosity
b. Hiper/hiposeksual
c. Hipergrafia
d. Iritabilitas
e. Viscocity / bradyphrenia
4. Berhubungan dengan iktal bervariasi
a. Gangguan mood (depresi dan mania)
b. Keadaan dissosiatif
c. Agresi
d. Hiposeksualitas
e. Bunuh diri
f. Gejala psikosis
g. Gangguan tingkah laku lainnya

7
Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya psikosis pada pasien epilepsi2:

1. Awitan usia muda (pubertas)


2. Kejang berlanjut menahun
3. Perempuan
4. Tipe kejang parsial kompleks, automatisme
5. Frekuensi kejang
6. Lokus fokus epilepsi (temporal)
7. Abnormalitas neurologik
8. Gangliogliomas, hamartomas

Beberapa faktor predisposisi lain adalah lingkungan tempat pasien tumbuh

besar mungkin mengjalangi perkembangan sosial dan fungsi intelektualnya.

Penyebab atau elemen dari lingkungan ini dapat berupa proteksi berlebihan dari

orangtua, regimen pengobatan yang ketat sehingga menghalangi pasien untuk

beraktivitas (bergaul dan berolahraga).2

Kejadian kejang berulang yang dapat memunculkan stigma sosial,

pembatasan, dan pandangan bias dapat secara bermakna menekan rasa percaya

diri dan membatasi pasien dalam bidang akademik, pekerjaan, dan kegiatan sosial.

Gangguan emosional seperti keadaan frustasi, tegang, cemas, takut, eksitasi yang

hebat dapat mencetuskan serangan epilepsi dan memperbanyak jumlah serangan

epilepsi. Keadaan ini sering dijumpai pada pasien epilepsi remaja atau dewasa

muda.2

Gambaran klinis

1. Psikosis iktal
Terjadi selama bangkitan epileptik atau status epileptikus, dan

pemeriksaan EEG merupakan pilihan untuk diagnosis. Gejala yang

nampak2,3 :

8
 Iritabilitas
 Keagresifan
 Otomatisme
 Mutisme

Kecuali pada kasus status parsial sederhana, keadaan perasaan umum

menjadi buruk. Kebanyakan dari psikosis iktal mempunyai fokus

epileptiknya pada lobus temporal, hanya 30% focus epileptiknya berada

selain di lobus temporal (korteks frontalis). Adakalanya psikosis menetap

meskipun masa iktal telah selesai.2,3

2. Psikosis inter iktal


Merupakan keadaan psikosis yang persisten, dikarakteristikkan oleh

paranoid, tidak berhubungan dengan kejadian masa iktal dan tidak dengan

penurunan kesadaran. Kejadiannya diperkirakan 9% dari semua populasi

penderita epilepsi dan mulai dari usia 30 tahun. Gejala yang timbul : 2,3
 Waham kejar dan keagamaan (onset yang tersembunyi)
 Halusinasi audiotorik
 Gangguan moral dan etika
 Kurang inisiatif
 Pemikiran yang tidak terorganisasi dengan baik
 Perilaku agresif
 Ide bunuh diri

Durasinya selama beberapa minggu dan dapat berakhir setelah lebih dari 3

bulan (kronik psikosis intraiktal). Dibandingkan dengan skizofrenia, pada

psikosis intraiktal menunjukkan : 2,3

 Perburukan intelektual yang lebih sedikit


 Fungsi premorbid yang lebih baik
 Kemunculan gejala negatif lebih sedikit
 Fungsi perawatan diri lebih baik.
3. Psikosis post iktal

9
Hampir 25% dari kasus psikosis pada penderita epilepsi post-iktal,

keadaan ini muncul setelah terjadinya bangkitan epilepsi. Biasanya

terdapat interval keadaan tenang selama 12-72 jam antara berakhirnya

bangkitan dengan awal dari psikosis (durasi rata-rata adalah 70 jam).

Gejala yang nampak : 2,3


 Halusinasi (auditorik, visual, taktil)
 Perubahan perilaku seksual
 Waham (keagamaan, kebesaran, kejar)

Psikosis post iktal berhubungan dengan :

 Fokus epilepsi pada sistem limbik regio temporal


 IQ verbal yang rendah
 Hilang konvulso febril
 Hilangnya sklerosis mesial-temporal

Diagnosis

Anamnesis dilakukan dengan menanyakan identias pasien lalu keluhan

utama pasien. Riwayat gangguan sekarang ditanyakan mengenai gejala – gejala

pasien. dari anamnesis dapat membedakan apakah termasuk gangguan psikotik

atau non psikotik. Lalu juga ditanyakan riwayat gangguan sebelumnya apakah

sudah pernah mengalami ini atau belum pernah. Riwayat penyakit medis lain juga

ditanyakan untuk membedakan apakah psikotik organic atau non organic

(fungsional). Pemeriksaan status mental juga dilakukan untuk melihat apakah

terdapat gangguan pada pasien atau tidak.4

Gejala dapat muncul 24 jam setelah terjadinya kejang yang merupakan

tipikal dari psikosis post iktal. Biasanya pasien mengalami kejang paling sering

pada lobus temporal selama bertahun-tahun. Gejala-gejala psikotik biasanya

10
positif, dengan delusi menonjol pasien mungkin agresif. Gejala-gejalanya

umumnya berlangsung beberapa (rata-rata 9-10) hari, meskipun kadang-kadang

lebih berlarut-larut, berlangsung berminggu-minggu bulan dan membutuhkan

pengobatan psikotropika. 4

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah status interinsik pasien yaitu

pemeriksaan tanda vital. Status neurologic harus diperiksa juga terdapat riwayat

gangguan neurologi seperti kasus ini yaitu epilepsy. 4

Dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu, EEG, pemeriksaan darah

lengkap, CT-Scan atau MRI, pengecekan cairan serebrospinal untuk

menyingkirkan diagnosis banding.

11
Tatalaksana

Dalam pengobatan epilepsi dengan gangguan psikiatri, yang harus diperhatikan

adalah4

1. Atasi epilepsinya dengan antikonvulsan (karbamazepin, asam valproat,

gabapentin, dan lamotigine).

12
Obat anti epilepsi (OAE) bekerja melawan bangkitan melalui berbagai

target seluler, sehingga mampu menghentikan aktivitas hipersinkroni pada sirkuit

otak. Mekanisme kerja OAE dapat dikategorikan dalam empat kelompok utama :

(1) modulasi voltage-gated ion channels, termasuk natrium,kalsium, dan kalium;

(2) peningkatan inhibisi GABA melalui efek pada reseptor GABA-A, transporter

GAT-1 GABA, atau GABA transaminase;(3) modulasi langsung terhadap

pelepasan sinaptik seperti SV2A dan α2δ; dan (4) inhibisi sinap eksitasi melalui

reseptor glutamat ionotropik termasuk reseptor AMPA.4

2. Berikan obat antipsikosis

Obat anti psikosis yang dapat diberikan adalah chlorpromazine,

fluphenazine, trifluoperazine dan haloperidol. Obat anti psikosis ini adalah

golongan obat anti psikosis tipikal. Mekanusme kerja obat anti psikosis tipikal

adalah memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak,

khususnya di system limbic dan system ekstrapiramidal (dopamine D2 reseptor

antagonis), sehingga efektif untuk gejala positif. 4

Selain itu dapat diberikan obat anti psikosis atipikal yaitu olanzapine, risperidone,

quetiapine, amisulpride, lurasidone, aripiprazole and clozapine. Obat – obat ini

disamping berafinitas terhadap dopamine D2 receptor juga terhadap serotonin 5

HT2 Receptors, sehingga efektif juga untuk gejala negative. 4

3. Potensi terjadinya interaksi obat

Terapi lainnya :

1. Operasi
Tidak disarankan, dikarenakan tidak bermanfaat bagi pasien.
I. IDENTITAS PASIEN

13
Nama : Tn. J
Usia : 35 tahun
Jenis kelamin : Pria
Alamat : Kalayan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku : Banjar
Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Cerai hidup
Berobat Tanggal : 27 Mei 2019

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan heteroanamnesis tanggal 27

Mei 2019 di IGD RSJ Sambang Lihum.


A. Keluhan Utama
Keluhan utama pasien gaduh gelisah.
B. Riwayat gangguan sekarang
- Keluhan dan gejala
Autoanamnesis
Pasien datang ke IGD RSJ Sambang Lihum dengan hanya

menggunakan sarung dan dalam keadaan diikat, pasien terlihat tidak

terawat. Pasien tidak bisa diajak bicara, jika pun dijawab tetap tidak jelas

dan sulit untuk dipahami. Pasien lalu di fiksasi karena tidak bisa tenang

dan tidak kooperatif. Saat ditanya mengenai perasaan yang pasien rasakan,

pasien mengaku akhir-akhir ini marah tetapi saat ditanya lebih lanjut

pasien kembali mengamuk. Ekspresi yang pasien tampilkan juga

mengesankan bahwa pasien sedang marah. Pasien mengaku mendengar

suara-suara bisikan tapi pasien tidak mau menjelaskan lebih lanjut

mengenai bisikan yang pasien dengar. Pasien juga tidak bisa

mengendalikan emosi dan amarah, sehingga pasien berteriak dan meracau

selama di IGD.
Heteroanamnesis (dengan ibu pasien)
Pasien dibawa oleh ibu pasien ke IGD RSJ Sambang Lihum

dikarenakan pasien mengamuk dan mengganggu lingkungan sekitar.

14
Pasien mulai mengamuk sejak subuh hingga akhirnya pada pukul 08.00

pagi dibawa ke RSJ Sambang Lihum. Selain mengamuk, pasien juga

memecahkan jendela tetangga dengan balok kayu, mendobrak rumah

tetangga, merusak barang-barang dan membawa senjata tajam. Pasien lalu

diikat oleh warga dan dibawa ke IGD RSJ Sambang Lihum. Menurut ibu

pasien, pasien sudah tidak makan sejak 6 hari yang lalu dan mulai sering

berbicara sendiri tetapi tidak jelas apa yang dibicarakan. Selain itu pasien

terlihat sulit untuk tidur dan sering marah-marah tanpa sebab. Sebelum

gejala muncul pasien merupakan pribadi yang pendiam dan sering

memendam masalah sendiri, sehingga ibu pasien tidak mengetahui jika

ada masalah yang sedang dihadapi oleh pasien.


- Hendaya / disfungsi
Pasien tidak mau bekerja dan beraktivitas 6 hari terakhir. Ditambah

dengan bukan masa panen sehingga pasien tidak bisa bekerja akhir-akhir

ini
- Faktor stressor psikososial
Pasien cerai dengan istri sejak 4 tahun yang lalu dan istri pasien membawa

anak pasien untuk tinggal di Jawa, sehingga pasien tidak bisa bertemu

dengan anak pasien sudah 4 tahun belakangan ini.


- Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit/gangguan

sebelumnya
Tidak ada
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien sebelumnya belum pernah mengalami keluhan seperti ini atau

pun gangguan psikiatri sebelumnya.


2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien sempat merokok, tapi sudah 2 tahun belakangan berhenti
3. Riwayat penyakit dahulu (medis)
Pasien pernah sakit ayan (epilepsy) sekitar 3 tahun yang lalu. Pasien

sempat dirawat di RSUD Ansari Saleh selama 1 bulan. Menurut

15
keluarga pasien, pasien kejang setidaknya 1x dalam 1 bulan. Dalam 3

tahun terakhir ini pasien bebas kejang.


D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat pranatal
Pasien dilahirkan dengan persalinan normal dan tidak terdapat

kelainan saat kehamilan maupun proses kelahiran. Tetapi ibu pasien

tidak pernah memeriksakan kehamilannya


2. Masa kanak-kanak awal
Pasien tumbuh dan berkembang sesuai usianya dan mempunyai

banyak teman. Tidak ada gangguan dalam pertumbuhan dan

perkembangan dan dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan

teman-temannya.
3. Masa kanak-kanak akhir
- Hubungan sosial: pasien mengaku memiliki banyak teman.
- Riwayat sekolah: pasien hanya sekolah sampai SD, lalu putus

sekolah dikarenakan faktor ekonomi. Lalu pasien mulai bekerja


4. Riwayat pekerjaan
Pasien sudah mulai bekerja setelah lulus SD, pasien membantu ibu

pasien bekerja
5. Riwayat agama
Pasien beragama islam. Pasien mengatakan rajin sholat lima waktu.
6. Riwayat Psikoseksual
Normal menurut pengakuan keluarga
7. Aktivitas sosial
Pasien dapat bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar dengan baik.
8. Riwayat hukum
Tidak ada
9. Riwayat penggunaan waktu luang
Beristirahat
E. Riwayat keluarga
Pasien diasuh oleh orang tua (ibu) dan kakak-kakaknya. Pasien

merupakan anak bungsu. Ayah pasien sudah meninggal dunia sejak pasien

berumur 6 tahun.
F. Situasi sosial sekarang

16
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan tetangga disekitar

tempat tinggal pasien sebelum pasien mengamuk dan merusak

lingkungan warga disekitar tempat tinggal pasien.


G. Persepsi (tanggapan) pasien tentang dirinya dan kehidupannya
Sulit di evaluasi karena pasien menjawab pertanyaan tidak relevan.

III. STATUS MENTAL


A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
Pasien laki-laki usia 35 tahun, tampak sesui dengan usia, datang ke

IGD tidak mememakai baju hanya menggunakan sarung dan celana

dalam dengan keadaan diikat, perawatan diri kurang baik, warna kulit

sawo matang.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Normoaktif (pasien tidur)
3. Sikap pasien terhadap pemeriksa
Tidak kooperatif
B. Keadaan afektif (mood), perasaan, ekspresi afektif (hidup emosi) serta

empati :
1. Mood : hipothym
2. Afek : sempit
3. Keserasian : serasi
C. Gangguan persepsi
Halusinasi auditorik (+) , untuk lebih rincinya pasien tidak mau

menjelaskan
D. Pembicaran
Kurang jelas, susah dipahami, tidak relevan
E. Pikiran :
1. Proses pikir :
a. Bentuk pikiran : sde
b. Arus pikiran : inkoheren
2. Isi pikiran : sde
F. Sensorium dan kognitif
1. Kesadaran : Delirium
2. Orientasi : waktu, tempat, dan orang normal : sde
3. Daya ingat : Pasien dapat mengingat jangka segera, pendek, menengah

maupun panjang : sde


4. Konsentrasi : Terganggu
5. Perhatian : Terganggu
6. Kemampuan membaca dan menulis : sde

17
7. Kemampuan visuospasial : sde
8. Pikiran abstrak : sde
9. Kapasitas intelegensia : sde
10. Bakat kreatif : sde
11. Kemampuan menolong diri : Tidak bisa
G. Kemampuan mengendalikan impuls :
Pasien tidak mengendalikan dorongan kemarahan
H. Tilikan
1
I. Taraf dapat dipercaya
Pasien tidak dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Delirium
3. Tanda vital
- Tekanan darah: 110/80 mmHg - Frekuensi nadi: 96 x / menit
- Frekuensi napas: 18 x / menit - Suhu: 36,5 (Afebris)
4. Bentuk badan : Kesan dalam batas normal
5. Sistem kardiovaskular : Tidak ada kelainan
6. Sistem muskuloskeletasl : Tidak ada kelainan
7. Sistem gastrointestinal : Tidak ada kelainan
8. Sistem urogenital : Tidak ada kelainan
9. Gangguan khusus : Tidak ada kelainan

B. Status Neurologis
Sde (pasien masih gaduh gelisah)

V. DIAGNOSTIK MULTIAKSIAL
1. Diagnosis Aksis I :
F.068 (Gangguan mental lain YDT akibat kerusakan dan disfungsi otak

dan penyakit fisik


2. Diagnosis Aksis II :
None
3. Diagnosis Aksis III
Epilepsi
4. Diagnosis Aksis IV
Primary support group
5. Diagnosis Aksis V
Pada pasien didapatkan disabilitas berat dalam komunikasi dan daya

nilai, tidak mampu berfungsi hampir semua bidang. Maka pada aksis V

didapatkan GAF Scale 30-21.

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL

18
Aksis I : F.068 Gangguan mental lain YDT akibat kerusakan dan

disfungsi otak
Aksis II : None
Aksis III : Epilepsi
Aksis IV : None
Aksis V : GAF scale 30-21

VII. PROGNOSIS

Dubia ad malam

VIII. TERAPI

- IVFD RL : D5 20 tpm 1:1

- Injeksi ranitidine 1 ampul iv/12 jam

- Injeksi lodomer 5 mg (1 ampul) im (kp)

- Haloperidol 1,5 mg 3x1

- Trihexyphenidil 2mg 3x1 (kp)

- Lorazepam 2mg 0-0-1 (kp)

- Fiksasi (kp)

19
BAB 4

PEMBAHASAN

Gangguan jiwa menurut PPDGJ II yang merujuk PPDGJ III adalah

sindrom / pola perilaku / psikologik seseorang, yang secara klinik cukup

bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan

(distress) atau hendaya (impairment / disability) di dalam satu atau lebih fungsi

yang penting dari manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa disfungsi itu

adalah disfungsi dalam segi perilaku, psikologik, atau biologik, dan gangguan itu

tidak semata-mata terletak di dalam hubungan antara orang itu dengan

masyarakat.

Secara umum seserang dikatakan gangguan jiwa jika :

1. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa sindrom atau pola perilaku

psikologik

2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress) seperti rasa nyeri,

rasa tidak nyaman, rasa tidak tentram, rasa terganggu dan lain-lain

3. Gejala klinis tersebut menimbulkan disabilitas (disability) dalam kehidupan

sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan

hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri dan lain-lain)

Gangguan jiwa dibagi menjadi 2 yaitu gangguan psikotik dan non

psikotik. Pada gangguan jiwa psikotik juga ditemukan adanya hendaya / disfungsi

pada kemampuan menilai realita, fungsi mental dan fungsi kehidupan sehari-hari.

20
Gangguan psikotik dibagi menjadi 2, yaitu gangguan psikotik organik dan

gangguan psikotik non organik (fungsional). Gangguan psikotik organik adalah

suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality) hal ini

dapat diketahui dengan terganggunya pada hidup perasaan (mood dan afek),

prosis berpikir, psikomotorik dan kemauan, sedemukian rupa sehingga semua ini

tidak sesuai dengan kenyataan lagi. Gangguan psikotik organik ada gangguan

mental organik serta gangguan mental & perilaku akibat penggunaan zat

psikoaktif. Gangguan mental organik salah satunya adalah demensia, delirium,

gangguan mental; kepribadian; perilaku akibat kerusakan dan disfungsi otak.

Menurut hasil dari anamnesis dan pemeriksaan status mental, pasien ini

merupakan pasien dengan gangguan jiwa psikotik. Gejala psikotik yang khas pada

pasien ini adalah pasien gaduh gelisah, mendengar adanya bisikan-bisikan, sering

berbicara sendiri, tidak bisa mengendalikan emosi, dan menghancurkan

lingkungan sekitar. Gangguan psikotik ini baru muncul sejak 1 minggu sebelum

masuk rumah sakit. Gangguan yang dialami pasien juga membuat pasien memiliki

hendaya dalam beraktivitas sehari-hari nya.

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien pernah memiliki riwayat

penyakit ayan atau epilepsi sekitar 3 tahun yang lalu dan sempat dirawat dirumah

sakit selama 1 bulan. Keluarga pasien juga mengatakan bahwa pasien dulunya

kejang kurang lebih 1 kali dalam 1 bulan. Keluarga mengatakan bahwa pasien

sudah bebas kejang selama 3 tahun terakhir tetapi pada hari perawatan kedua (28

Mei 2019) sekitar jam 7 pagi pasien kejang dengan durasi kurang lebih 15 menit.

Berdasarkan hal ini, kemungkinan pasien mengalami gangguan mental organik

21
dikarenakan riwayat penyakit medis terdahulu pasien dan juga kejang yang terjadi

saat ini.

Dari penelitian yang dilakukan oleh chenz et al, didapatkan hasil terdapat

risiko kecil dari gejala psikosis yang disebabkan dari penggunaan obat anti

epilepsi. Berikut adalah contoh obat yang berpengaruh :

1. Topiramate 0,8%

2. Vigabatrin 2,5%

3. Zonisamide 1,9-2,3%

4. Levetiracetam 0,3-0,7 %

5. Gabapentin 0,5 %

22
BAB 5

PENUTUP

Gangguan psikotik merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang

banyak. Gangguan psikotik adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa

kenyataan ( sense of realitiy) hal ini dapat diketahui dengan terganggunya pada

hidup perasaan (mood dan afek), proses berpikir, psikomotorik dan kemauan,

sedemukian rupa sehingga semua ini tidak sesuai dengan kenyataan lagi. 1

Gangguan psikotik dapat dibedakan menjadi dua yaitu gangguan psikotik organic

dan psikotik non organic. Salah satu penyakit gangguan psikotik organic adalah

gangguan psikotik epilepsy.

Gangguan mental organik harus diprioritaskan terlebih dahulu

dibandingkan penyakit / gangguan mental jiwa lainnya dikarenakan bisa

mengancam jiwa pasien jika penanganan yang diberikan tidak sesuai dengan

kondisi pasien. Penanganan pennyakit ini juga harus dari penyebab munculnya

gejala, bukan dari simptomatik nya saja.

23
DAFTAR PUSTAKA

Maslim, Rusdi. Dr. Sp.KJ. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Kedua. FK UI. Jakarta.

2013.

Maslim, Rusdi. Dr. Sp.KJ. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Cetakan

pertama. PT. Nuh Jaya. Jakarta. 2001.

Maslim, Rusdi. Dr. Sp.KJ. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. PT.

Nuh Jaya. Jakarta. 2007.

24

Anda mungkin juga menyukai