Anda di halaman 1dari 56

PRESENTASI KASUS

TRANSVERSE MYELITIS
POST ENSEFALOPATI
DENGUE
Disusun oleh:
Robi Heryanto 1710221065

Pembimbing:
dr. Lilis Diah Hendrawati,
Sp.A (K)

SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP PERSAHABATAN


Identitas Pasien
 Nama : An. MRS
 No. RM : 212-47-xx
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 5 tahun 6 bulan
 Tanggal lahir : 3 September 2013
 Alamat : Cipinang Muara
RT.014/08, Jaktim
 Tanggal masuk : 13 Februari 2019
 Tanggal periksa : 15 Februari 2019
Anamnesis
 Dilakukan secara alloanamnesis dengan
ibu pasien pada tanggal 15 Februari 2019
di bangsal bougenville bawah RSUP
Persahabatan.
 Keluhan utama :
Tangan dan kaki kaku sejak 5 hari SMRS
8 Hari SMRS

Pasien kembali dirawat


di bangsal post rawat
ICU. Keadaan stabil, Masuk IGD
sadar,demam (-),
Muntah (-), lemas (+). Keluhan sama
Pasien boleh pulang 3 seperti 5 hari
hari kemudian. SMRS

2 Minggu SMRS 5 hari SMRS Hari Perawatan 1


Pasien dirawat di
RSUP Persahabatan Pasien mengalami kaku pada Pasien sudah
didiagnosis kaki dan tangan. Kedua kaki
Ensefalopati Dengue. dibangsal,
kaku dan lemas sampai tidak keluhan tidak
Pasien mengeluhkan bisa berjalan. Kedua tangan ada perubahan.
demam selama 3 gemetar terus menerus. Pasien Tidur gelisah (+).
hari, disertai muntah juga mengalami sulit berbicara.
sekitar 2-3 kali. Saat Nafsu makan dan minum pasien
dirawat di bangsal menurun. Pasien terlihat lemas
demam pasien
sampai 40,6 C serta mengeluhkan kesakitan
disertai menggigil pada badannya.
dan penurunan
kesadaran.
Kemudian pasien
dirawat di ICU
selama 3 hari.
Riwayat Penyakit Sekarang
 Pasien mengalami kedua tangan dan kaki kaku sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit (13 Februari 2019). Pasien
mengalami kaku pada kaki dan tangan sampai kedua
tangan gemetar terus menerus. Awalnya pasien
mengeluhkan pada kedua kaki pasien merasa kaku dan
lemas sampai pasien tidak bisa berjalan sehingga untuk
berpindah tempat pasien harus merangkak kemudian
diikuti oleh kedua tangan yang kaku dan gemetar selang
beberapa jam kemudian. Menurut ibu pasien keluhan
tidak berkurang saat pasien beristirahat.
 Pasien juga mengalami sulit berbicara. Menurut ibunya,
pasien hanya mengeluarkan suara yang tidak jelas saat
berbicara. Saat akan berbicara, rahang pasien seperti
kesulitan untuk membuka dan gemetar. Sebelumnya
menurut ibu pasien, anaknya dapat berbicara dengan
jelas. Nafsu makan dan minum pasien menurun. Pasien
terlihat lemas serta mengeluhkan kesakitan pada
badannya sehingga tidak beraktivitas seperti biasanya dan
hanya tertidur di kasur. Keluhan pasien keesokan harinya
masih tidak ada perubahan.
Riwayat Penyakit Sekarang
 Pada saat 2 hari SMRS, ibu pasien membawa anaknya
berobat ke poli anak RSUP Persahabatan karena
keluhannya. Pada saat di poli, pasien masih
mengeluhkan tangan dan kakinya kaku sampai
gemetar dan kesakitan, tidak dapat bicara dengan
jelas atau kesulitan berbicara, serta pasien tidak dapat
berjalan sehingga berpindah tempat pasien harus
merangkak. Pasien disarankan untuk rawat inap di RSUP
Persahabatan. Pasien baru masuk dirawat tanggal 13
Februari 2019.
Riwayat Penyakit Sekarang
 Sebelum sakit seperti sekarang, pasien sebelumnya dirawat di
RSUP Persahabatan dan didiagnosis Ensefalopati Dengue.
Pasien dirawat selama 9 hari dari tanggal 30 Januari 2019.
Pasien pada saat itu mengeluhkan demam sejak 3 hari SMRS.
Menurut ibu pasien demam turun setelah diberikan obat
paracetamol kemudian beberapa jam demamnya naik lagi.
Pasien juga sempat mengalami muntah sekitar 2-3 kali. Saat
dirawat di bangsal pasien sempat mengalami demam tinggi
sampai 40,6oC disertai menggigil, muntah sebanyak 3 kali,
badan lemas, serta pasien mengalami penurunan kesadaran
sehingga pasien sempat masuk perawatan ICU selama 3 hari.
Pasien masuk bangsal kembali pada tanggal 5 Februari 2019.
Pasien sudah sadar setelah perawatan dari ICU, keluhan
demam sudah tidak ada tetapi badan pasien masih terlihat
lemas. Kemudian pasien dibolehkan pulang dari RSUP
Persahabatan pada tanggal 8 Maret 2019.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang
sama seperti yang ia alami saat ini
 Pasien memiliki riwayat kejang yang didahului
demam saat berusia 2 tahun
 Pasien pernah kejang tanpa demam sehingga
dirawat di rumah sakit saat berusia 4 tahun
 Pasien pernah di rawat di RSUP Persahabatan
dengan didiagnosis Ensefalopati Dengue
 Pasien tidak memiliki alergi obat maupun
makanan.
 Riwayat asma sebelumnya disangkal
 Riwayat trauma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidakada keluarga yang memiliki gejala
yang serupa
 Keluarga tidak memiliki riwayat alergi,
asma, kejang, DM, TB paru, dan hepatitis
Riwayat Sosial Ekonomi
 Pasien dirumah tinggal bersama dengan
ayah, ibu dan 1 kakanya
 Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta
dengan pendapatan
Rp.4.000.000,00/bulan
 Ibu pasien bekerja sebagai Ibu Rumah
Tangga
 Pasien menggunakan BPJS untuk berobat
Kesan
Riwayat Sosial Ekonomi pasien cukup
Riwayat Lingkungan
 Tempat tinggal pasien berada pada kawasan
padat penduduk
 Rumah pasien terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang
keluarga, 1 kamar mandi dengan WC jongkok, 1
ruang tamu, 1 dapur, dinding terbuat dari tembok,
lantai dengan keramik serta rumah pasien memiliki
ventilasi udara yang cukup
 Sumber air di rumah pasien menggunakan air
PAM
 Rumah rutin dibersihkan dari debu dan di pel
setiap hari
 Tidak terdapat tetangga yang memiliki keluhan
serupa
Kesan
Riwayat lingkungan pasien cukup
Riwayat Kehamilan
 P2A0
 Anak ke-2 dari 2 bersaudara
 Ibu pasien rutin ANC selama mengandung
pasien ke bidan dan dikatakan tidak ada
gangguan atau kelainan pada bayi.
 Ibu tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol
 Tidak ada masalah kehamilan selama
mengandung pasien seperti demam, kejang,
darah tinggi, batuk dan pilek.
Kesan
Tidak terdapat kelainan dan faktor risiko
selama kehamilan
Riwayat Kehamilan
 Pasien dilahirkan ditolong oleh dokter
secara normal pada saat usia kehamilan
39 minggu
 Berat badan lahir 3300 gram dan panjang
lahir 50 cm
 Saat lahir pasien menangis spontan dan
tidak tampak kebiruan

Kesan
Neonatus cukup bulan sesuai masa
kehamilan
Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi Waktu pemberian Reaksi
BCG 2 bulan Demam
DPT 2, 4, 6 & 18 bulan Demam
Polio 0, 2, 4, 6 & 18 bulan Tidak ada
Campak 9 bulan Tidak ada
Hepatitis B 0, 1, & 6 bulan Tidak ada

Kesan
Pasien mendapatkan imunisasi sesuai usia menurut Program Pengembangan
Imunisasi (PPI).
Riwayat Tumbuh Kembang
Perkembangan Usia

Motorik Kasar  Berdiri sendiri 1 tahun


 Lari 1.5 tahun

Motorik Halus  Meraih 6 bulan


 Mencorat-coret 15 bulan
 Menggambar orang 5 tahun

Bahasa  Bicara semua dimengerti 3 tahun

Sosial  Mengambil makan 3,5 tahun


 Memakai baju sendiri 2,5 tahun

Kesan:
Riwayat perkembangan sesuai dengan
usianya
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik
 Dilakukanpada tanggal Selasa, 15
Februari 2019 pukul 19.00 WIB di bangsal
Bougenville Bawah RSUP Persahabatan:
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda vital
 Suhu: 36,6 C
 HR: 80x/menit, nadi kuat angkat, reguler
 RR: 22x/menit, reguler
 SPO2: 99%
Status Antropometri
 Data antropometri 1. BB/U: 18/20 = 90%
 BB: 18 kg Kesan : berat badan normal
2. TB/U: 116/113 = 102%
 TB: 116 cm Kesan : tinggi badan normal
Status Generalis
 Kepala : Normocephal, rambut hitam merata, tidak
mudah dicabut, ubun-ubun besar sudah menutup.
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, kornea
jernih, refleks cahaya langsung dan tidak langsung positif,
pupil bulat isokor 2/2.
 Telinga : Daun telinga simetris kanan dan kiri, lekukan
sempurna, liang telinga lapang, tidak ada serumen, tidak
ada sekret, tidak ada nyeri.
 Hidung : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada,
mukosa tidak
 hiperemis, sekret (-).
 Mulut : Bibir tidak sianosis, faring tidak hiperemis.
 Leher: Tidak teraba pembesaran KGB.
 Thoraks : Bentuk dada normal, simetris, retraksi (-).
Status Generalis
 Paru
 Inspeksi : Pergerakan dada simetris
 Palpasi : Fremitus taktil kiri = kanan
 Perkusi : Sonor +/+ di seluruh lapang paru
 Auskultasi : SD vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -
/-
 Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
 Palpasi : Tidak dilakukan
 Perkusi : Tidak dilakukan
 Auskultasi : Bunyi jantung I tunggal dan BJ II split
konstan, gallop (-), murmur (-).
Status Generalis
 Abdomen
 Inspeksi : Datar
 Auskultasi: Bising usus normal (5 kali permenit).
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak
teraba, limpa tidak teraba.
 Perkusi : Timpani pada seluruh lapang
abdomen.
 Ekstremitas : Akral hangat, edema tidak
ada, tidak ada sianosis, CRT <2 detik
Status Neurologis
 GCS : E4V5M6
 Meningeal Sign
 Kaku kuduk : Negatif
 Brudzinski I : Negatif
 Brudzinski II : Negatif
 Brudzinski III : Negatif
 Brudzinski IV : Negatif
 Pemeriksaan sensorik
 Sensory extinction: tidak dapat dinilai
 Kekuatan motorik
 Ekstremitas atas: 4/4
 Ekstremitas bawah: 4/4
Status Neurologis
 Reflek Fisiologi
Reflek tendon:
 BPR / biceps : +
 TPR / triceps : +
 KPR / patella : +
 APR / achilles : +
 Klonus Lutut : -
 Klonus kaki : -
Status Neurologis
Reflek Patologis :
 Babinski : -/-
 Chaddock : -/-
 Oppenheim : -/-
 Gordon : -/-
 Stransky : -/-
 Gonda : -/-
 Schaeffer : -/-
 Rossolimo : -/-
 Mendel-Bechtrew : -/-
 Hoffman & Tromner : -/-
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Daftar Masalah
 Transverse myelitis post ensefalopati
dengue
Rencana Terapi
Medikamentosa Non-medikamentosa
 Metilprednisolone
 Pasang NGT
tab 4 mg 3x2,5
tab PO
 Asam Valproat
syr 2x7 cc PO
 Paracetamol
4x7,5 cc PO
 Ranitidine 2x1
amp IV
 IVFD RL 15 tpm
(makro)
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Follow Up
TINJAUAN PUSTAKA
Transverse Myelitis
 MielitisTransversalis (MT) adalah suatu
proses inflamasi akut yang mengenai
suatu area fokal di medula spinalis
dengan karakteristik klinis adanya
perkembangan baik akut atau sub akut
dari tanda dan gejala disfungsi neurologis
pada saraf motorik, sensorik, otonom dan
traktus saraf di medula spinalis2.
Epidemiologi
 Mielitis transversalis adalah suatu sindrom yang
jarang dengan insiden antara satu sampai
delapan kasus baru setiap satu juta penduduk
pertahun2
 Gangguan ini dapat terjadi pada umur
berapapun, kasus terbanyak terjadi pada umur
10-19 tahun dan 30-39 tahun
 Insidensi meningkat sebanyak 24,6 juta kasus per
tahunnya jika penyebabnya merupakan proses
demielinisasi yang didapat, khususnya sklerosis
multiple. Tidak ada pola yang khusus dari myelitis
transversalis berdasarkan seks, distribusi geografis,
atau riwayat penyakit dalam keluarga3.
Etiologi
 Gabungan dari beberapa factor. Sindroma klinis
MT merupakan hasil dari rusaknya jaringan saraf
yang disebabkan oleh agen infeksius atau oleh
sistem imun, ataupun keduanya.
 30-60% pasien MT dilaporkan menderita infeksi
dalam 3-8 minggu sebelumnya dan bukti serologis
infeksi akut oleh rubella, campak, infeksi
mononucleosis, influenza, enterovirus, mikoplasma
atau hepatitis A, B, dan C. Patogen lainnya yaitu
virus herpes (CMV, VZV, HSV1, HSV2, HHV6, EBV),
HTLV-1, HIV-1 yang langsung menginfeksi medulla
spinalis dan menimbulkan gejala klinis MT.
Patogenesis
 Transverse myelitis akut post vaksinasi 
proses autoimun
 Transverse myelitis akut parainfeksi  infeksi
mikroba langsung atau infeksi asimptomatik
 Mimikri molekuler  pembentukan
autoantibody terhadap infeksi sebelumnya
 Microbial superantigenmediated
inflammation  Enterotoksin stafilokokus A
sampai I
Manifestasi Klinis
Akut  beberapa jam – beberapa hari
Sub akut  1-2 minggu

Gejala:
 Saraf motorik  Paraparesis yg cepat dan
progresif
 Saraf sensorik  Nyeri (punggung, perut,
extremitas), paresthesia (biasanya di dewasa)
 Saraf otonom  inkontinensia, konstipasi
Diagnosis
 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
Diagnosis
 Kriteria diagnostic harus memenuhi kriteria
inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi
Pemeriksaan Penunjang
 MRI
Evaluasi awal untuk pasien myelopati harus dapat
menentukan apakah ada penyebab structural
(HNP, fraktur vertebra patologis, metastasis tumor,
atau spondilolistesis) atau tidak. Idealnya, MRI
dengan kontras gadolinium harus dilakukan dalam
beberapa jam setelah presentasi5.
 CT-myelografi
Jika MRI tidak dapat dilakukan dalam waktu cepat
untuk menilai kelainan struktural, CT-myelografi
dapat menjadi alternative selanjutnya, tetapi
pemeriksaan ini tidak dapat menilai medulla
spinalis5.
Pemeriksaan Penunjang
 Punksi Lumbal
Jika tidak terdapat penyebab structural, punksi lumbal
merupakan pemeriksaan yang harus dilakukan untuk
membedakan myelopati inflamasi ataupun non-inflamasi.
Pemeriksaan rutin CSF (hitung sel, jenis, protein, dan glukosa)
dan sitologi CSF harus diperiksa5.
 Kultur CSF, PCR, titer antibodi
Manifestasi klinis seperti demam, meningismus, rash, infeksi
sistemik konkuren (pneumonia atau diare), status
immunokompromise (AIDS atau penggunaan obat-obat
immunosuppresan), infeksi genital berulang, sensasi terbakar
radikuler dengan atau tanpa vesikel sugestif untuk radikulitis
zoster, atau adenopati sugestif untuk etiologi infeksi dari MTA.
Pada kasus seperti ini, kultur bakteri dan virus dari CSF, PCR,
dan pemeriksaan titer antibody harus dilakukan5.
ALUR DIAGNOSTIK
Diagnosis banding
TATALAKSANA
 Tujuan terapi selama fase akut myelitis adalah
untuk menghambat progresivitas dan menginisiasi
resolusi lesi spinal yang terinflamasi sehingga
dapat mempercepat perbaikan secara klinis.
 Kortikosteroid merupakan terapi lini pertama.
Sekitar 50-70% pasien mengalami perbaikan
parsial atau komplit. Regimen Metilprednisolon
intravena dengan dosis 30mg/kgBB/dose dengan
dosis maksimal (1000 mg metilprednisolon setiap
hari, biasanya selama 3-5 hari) diberikan kepada
pasien7
 Untuk MT ringan dapat diberikan per oral
golongan prednisone 1mg/KgBB/hari
Prognosis
Pemulihan harus dimulai dalam enam bulan, dan
kebanyakan pasien menunjukkan pemulihan fungsi
neurologinya dalam 8 minggu. Pemulihan mungkin
terjadi cepat selama 3–6 minggu setelah onset dan
dapat berlanjut walaupun dapat berlangsung
dengan lebih lambat sampai 2 tahun. Pada
penderita ini kemajuan pengobatan tampak pada
2 minggu terapi2
Daftar Pustaka
1. Kerr, D, 2001. Current Therapy in Neurologic Disease: Transverse Myelitis. 6th
ed. [Diakses 7 Maret 2019]
2. Tapiheru LA, Sinurat PPO, Rintawan K. 2007. Laporan Kasus: Myelitis
Transversalis. Majalah Kedokteran Nusantara 2007;40;e235 [Diakses 7 Maret
2019]
3. Frohman EM, Wingerchuk DM. 2010. Transverse Myelitis. The New England
Journal of Medicine 2010;363:564-72. [Diakses 7 Maret 2019]
4. Kerr DA, Ayetey H. 2002. Immunopathogenesis of Acute Transverse Myelitis.
Current Opinion in Neurology 2002, 15:339±347 [Diakses 8 Maret 2019]
5. Transverse Myelitis Consortium Working Group. 2002. Proposed Diagnostik
Kriteria and Nosology of Acute Transverse Myelitis. Neurology 2002; 59; 499-
505. [Diakses 8 Maret 2019]
6. Malik S, Saran S, Dubey A, Punj A. 2016. Longitudinally Extensive Transverse
Myelitis Following Dengue Virus Infection: A Rare Entity. Annals of African
Medicine 2016. [Diakses 9 Maret 2019]
7. Absoud M, Greenberg BM, Lim M, Lotze T, Thomas T, Deiva K. 2016.
Pediatrics Transverse Myelitis. American Academy of Neurology 2016.
[Diakses 10 Maret 2019]

Anda mungkin juga menyukai