Anda di halaman 1dari 13

JOURNAL READING

PHYSIOLOGY AND PATOPHYSIOLOGY OF CARDIAC

Pembimbing:

Disusun oleh:
Robi Heryanto 1710221065

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
RSUD PASAR MINGGU
JAKARTA

2019
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS JOURNAL READING

PHYSIOLOGY AND PATOPHYSIOLOGY OF CARDIAC

Disusun oleh:
Robi Heryanto 1710221065

diajukan untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian pada SMF Anestesiologi dan
Terapi Intensif RSUD Pasar Minggu Jakarta

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal, September 2019

Pembimbing,
FISIOLOGI JANTUNG
Sistem Konduksi Jantung
 Nodus Sinoatrial (Nodus SA)
Nodus SA secara normal menimbulkan potensial aksi, seperti impuls-impuls
elektrik yang menginisiasi terjadinya kontraksi:
o Nodus SA merangsang atrium kanan berjalan melalui bundleBachmann untuk
merangsang atrium kiri
o Impuls-impuls berjalan melalui intermodal pathway di atrium kanan menuju
nodus atrioventrikular (Nodus AV)
 Dari nodus AV, impuls kemudian berjalan melalui bundle His dan turun ke
percabangan bundle, serat-serat khusus yang ada pada bundle His untuk
mempercepat transmisi impuls-impuls elektrik. Disisi lain pada septum
interventricular terjadi:
o RBB mendepolarisasi ventrikel kanan
o LBB mendepolarisasi ventrikel kiri dan septum interventrikular
 Kedua percabangan bundle berakhir di serat purkinje,yaitu jutaan serat-serat kecil
yang memproyeksikan seluruh myocardium

Ritme kontraksi jantung yang teratur membutuhkan perambatan yang adekuat dari
impuls-impuls elektrik sepanjang jalur konduksi. Catatan, impuls pada system His-
Purkinje berjalan sedemikian rupa yang mempelopori kontraksi otot papiler pada
ventrikel,dengan demikian mencegah regurgitasi pada aliran darah melalui katup-
katup Atrioventrikular.

Siklus jantung (Diastol dan Sistol)


Satu siklus aktivitas jantungdapat dibagi menjadi dua fase dasar, yaitu diastole
dan sistol. Diastol menunjukkan periode ketika ventrikel berelaksasi (tidak
kontraksi). Hampir sepanjang periode ini , darah secara pasif mengalir masing-
masing dari atrium kiri dan atrium kanan ke ventrikel kiri dan ventrikel kanan. Darah
mengalir melalui katup atrioventrikular (mitral dan tricuspid) yang memisahkan
antara atrium dan ventrikel. Atrium kanan menerima darah vena dari seluruh tubuh
melalui vena cava superior dan inferior. Atrium kiri menerima darah beroksigenasi
dari paru-paru melalui 4 vena pulmonalis yang memasuki atrium kiri. Pada akhir
diastole, kedua atrium berkontraksi, yang mendorong jumlah darah tambahan ke
ventrikel.
Sistol menunjukkan ketika ventrikel kiri dan kanan berkontraksi dan
mengeluarkan melalui aorta dan arteri pulmonalis. Selama sistol, katup aorta dan
pulmonal terbuka untuk memungkinkan ejeksi ke aorta dan arteri pulmonalis. Katup
atriventrikular menutup selama sistol, oleh karena itu tidak ada darah yang memasuki
ventrikel. Namun, darah terus memasuki atrium melalui vena cava dan vena
pulmonalis.

Untuk menganalisa sistol dan diastole lebih rinci, siklus jantung biasanya
dibagi menjadi 7 fase. Fase pertama dimulai dengan gelombang P pada
elektrokardiogram, yang menggambarkan depolarisasi atrium, dan merupakan fase
terkahir diastole.fase 2-4 menggambarkan keadaan sistol, dan fase 5-7
menggambarkan keadaan diastole awal dan pertengahan. Fase terakhir dari siklus
jantung berakhir dengan munculnyagelombang P berikutnya,yang memulai siklus
baru
 Fase 1 (Kontraksi atrium)
Fase pertama pada siklus jantung diinisiasi oleh gelombang P pada EKG,
yang menunjukkan depolarisasi listrikpada atrium. Depolarisasi atrium
menginisasi kontraksi otot-otot pada atrium. Saat atrium berkontraksi, tekanan di
dalam ruang atrium meningkat, yang memaksa lebih banyak aliran darah
melintasi katup atrioventrikular yang terbuka, aliran darah mengalir cepat ke
ventrikel. Darah tidak kembali ke vena cava karena efek inersia dari aliran balik
venadan karena gelombang kontraksi melalui atrium bergerak menuju katup AV
sehingga memiliki “efek memerah susu”.
Kontraksi atrium biasanya menyumbang sekitar 10% dari pengisian ventrikel
kiri ketika seseorang dalam keadaan diam karena sebagian besar pengisian besar
pengisian ventrikel terjadi sebelum kontraksi atrium ketika darah mengalir secara
pasif dari vena paru, ke atrium kiri, kemudian ke ventrikel kiri melalui katup
mitral. Pada denyut jantung yang tinggi ketika ada sedikit waktu untuk pengisian
ventrikel pasif, kontraksi atrium dapat mencapai hingga 40% dari pengisian
ventrikel. Hal ini disebut dengan “kick atrium”. Setelah kontraksi atrium selesai,
tekanan atrium mulai turun yang menyebabkan pembalikan gradien tekanan yang
melintasi katup AV. Hal ini menyebabkan katup melayang ke atas (pra-posisi)
sebelum menutup. Pada saat tersebut, terjadi volume ventrikel maksimal, yang
disebut end diastolic volume (EDV).

 Fase 2 (Kontraksi isovolumetrik ventrikel)


Fase ini dimulai dengan munculnya kompleks QRS pada EKG, yang
menggambarkan depolarisasi ventrikel. Ini memicu kopling eksitasi-kontraksi,
kontraksi miosit dan peningkatan cepat dalam tekanan intraventrikular. Di awal
fase ini, laju perkembangan tekanan menjadi maksimal. Ketika tekanan
intraventrikular melebihi tekanan atrium menyebabkan katup AV menutup.
Penutupan katupAV menghasilkan bunyi jantung pertama (S1). Selama periode
waktu antara penutupan katup AV dan pembukaan katup aorta dan pulmonal,
tekanan ventrikel naik dengan cepat tanpa perubahan volume ventrikel. Volume
ventrikel tidak berubah karena semua katup ditutup selama fase ini. Oleh karena
itu, disebut “isovolumetrik”.

 Fase 3 (Ejeksi ventrikel cepat)


Fase ini menggambarkan awal pengeluaran darah dengan cepat ke aorta dan
arteri pulmonalis dari ventrikel kiri dan kanan.ejeksi dimulai ketika tekanan
intraventrikuler melebihi tekanan di dalam aorta dan arteri pulmonalis , yang
menyebabkan katup aorta dan katup pulmonalis terbuka. Darah dikeluarkan karena
energi total di dalam ventrikel melebihi energi total aorta. Dengan kata lain, ada
gradien energi untuk mendorong darah ke aorta dan arteri pulmonalis dari masing-
masing ventrikel. Tidak ada bunyi jantung selama ejeksi karena pembukaan katup
yangnormal tidak terdengar. Adanya bunyi selama ejeksi (contoh murmur sistolik)
mengindikasikan penyakit pada katup jantung.
 Fase 4 (Ejeksi ventrikel lambat)
Pada fase ini terjadi repolarisasi yang menyebabkan penurunan teganan dan
tekanan pada ventrikel. Oleh karena itu, laju ejeksi menurun (pengosongan
ventrikel). Tekanan pada ventrikel sedikit turun dibandingkan tekanan saluran
keluar. Namun, aliran keluar masih terjadi karenaenergi kinetic darah. Tekanan
atrium kiri dan kananberangsur-angsur naik karena aliran balik vena yang terus-
menerus dari paru dan sirkulasi sistemik.

 Fase 5 (Relaksasi isovolumetrik ventrikel)


Ketika tekanan intraventrikular turun pada akhir fase 4, katup aorta dan
pulmonal menutup secara mendadak (aorta mendahului pulmonal) menyebabkan
bunyi jantung kedua (S2) dan terjadi awal relaksasi isovolumetrik. Penutupan
katup dikaitkan dengan aliran balik kecil darah ke ventrikel setelah penutupan
katup, tekanan arteri paru dan aorta sedikit meningkat diikuti oleh penurunan
tekanan yang lambat. Tingkat penurunan tekanan di ventrikel ditentukan oleh
tingkat relaksasi serat otot, yang disebut lusitrofi. Relaksasi ini sebagian besar
diatur oleh reticulum sarkoplasma yang bertanggung jawab untuk sekuestrasi
kalsium yang diambil kembali secara cepat setelah kontraksi. Meskipun tekanan
ventrikel menurun selama fase ini, volume tidak berubah karena semua katup
tertutup. Tekanan di atrium kiri terus meningkatt karena aliran balik vena dari
paru.

 Fase 6 (Pengisian cepat ventrikel)


Ketika ventrikel terus relaksasi pada akhir fase 5, tekanan intraventrikular
akan turun dibawah tekanan masing-masing atrium.ketika ini terjadi, katup AV
membuka dengan cepat dan pengisian ventrikel secara pasif dimulai. Setelah
ventrikel benar-benar dalam keadaan relaksasi, tekanannya perlahan-lahan naik
saat terjadi pengisian darah dari atrium. Pada pengisian ventrikel ini normalnya
tidak terdengar suara. Jika terdengar suara maka ini disebut bunyi jantung ketiga
(S3), yang kemungkinan menunjukkan tegangan pada cordae tendineae dan cincin
katup AV selama relaksasi dan pengisian cepat ventrikel. Pada anak-anak bunyi
jantung ini normal, namun pada dewasa merupakan patologis yang disebabkan
oleh dilatasi ventrikel.

 Fase 7 (Pengisian ventrikel lambat)


Ketika ventrikel terus diisi darah dan melebar, tekanan intraventrikular
meningkat. Peningkatan tekanan intraventrikular mengurangi gradien tekanan
yang melintasi katup AV sehingga laju pengisian menurun. Secara normal, jantung
yang rileks, ventrikel diisi sekitar 90% pada akhir fase ini. Dengan kata lain,
sekitar 90% pengisian terjadi sebelum kontraksi atrium (Fase 1). Tekanan pada
arteri pulmonal dan aorta terus turun pada periode ini.

Modulasi neural pada kontraktilitas


Jantung dipersarafi oleh neuron aferen dan eferen simpatis dan parasimpatis.
 Simpatis: serabut simpatis post ganglion berasal dari ganglia simpatis
paravertebral yang berhubungan dengan T1-T5 yang menginervasi
atrium,ventrikel, dan system konduksi.
 PArasimpatis: persarafan parasimpatis terbatas pada serat eferen vagal yang
menginervasi Nodus SA dan Nodus AV; persarafan parasimpatis ke ventrikel
minimal
Neuron simpatis melepaskan norepinefrin, katekolamin, yang mengaktifkan Beta-1
pada miosit jantung, yang dapat mengarah ke efek berikut:
 Kronotropik: peningkatan denyut jantung
 Dromotropik: konduksi lebih cepat melalui Nodus AV
 Inotropik: peningkatan kontraktilitas
 Lusitropik: relaksasi lebih cepat setelah kontraksi
Neuron parasimpatis melepaskan asetilkolin, hormone kolinergik, yang mengaktifkan
reseptor muskarinik M2 pada miosit jantung, yang mengarah pada efek utama yaitu
kronotropik negative: penurunan denyut jantung.

PATOFISIOLOGI PADA JANTUNG


Penyakit Katup Jantung dan Gagal Jantung
Penyakit jantung rematik bisa berupa acute rheumatic fever (ARF), penyakit
katup mitral (mitral stenosis, mitral regurgitation, mitral prolapse), penyakit katup
aorta (stenosis aorta, regurgitasi aorta), penyakit katup trikuspid (tricuspid stenosis,
tricuspid regurgitation), penyakit katup pulmonal (stenosis pulmonal, regurgitasi
pulmonal), katup prostetik, dan endokarditis infektif.
Pada awal diastol di jantung normal, katup mitral terbuka dan darah mengalir
dari atrium kiri ke ventrikel kiri, sehingga ada sedikit perbedaan tekanan antara dua
ruang rongga jantung. Dalam MS, ada obstruksi aliran darah melewati katup
sehingga pengosongan atrium kiri terhambat dan ada perbedaan tekanan abnormal
antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Akibatnya, tekanan atrium kiri lebih tinggi dari
normal. Normalnya luas orifisium katup mitral ialah 4 sampai 6 cm2. Hemodinamik
MS secara signifikan tampak ketika luasnya berkurang hingga < 2 cm 2. Walaupun
tekanan ventrikel kiri biasanya normal pada MS, gangguan pengisian rongga jantung
akibat penyempitan katup mitral dapat menurunkan volume sekuncup ventrikel kiri
dan output jantung. Tekanan atrium kiri yang tinggi pada MS secara pasif
ditransmisikan ke sirkulasi pulmonal, menghasilkan peningkatan tekanan vena dan
kapiler pulmonal. Peningkatan tekanan hidrostatik di vaskular pulmonal dapat
menyebabkan transudasi plasma ke interstisial paru dan alveoli. Oleh karena itu
pasien mengalami dyspnea dan gejala lainnya. Pada kasus yang berat, peningkatan
signifikan tekanan vena pulmonal mengakibatkan terbukanya chanel kolateral antara
vena pulmonal dan bronkhial. Kemudian, tekanan vaskular vena yang tinggi dapat
menyebabkan ruptur vena bronkhial ke parenkim paru, sehingga terjadi batuk darah
(hemopthysis).
Overload kronis tekanan atrium kiri menyebabkan pembesaran atrium kiri.
Dilatasi atrium kiri meregangkan serat konduksi atrium dan dapat merusak intergritas
sistem konduksi jantung, sehingga terjadi fbrilasi atrial (ritme jantung yg cepat dan
ireguler). Fibrilasi atrial menyebabkan output jantung menurun jauh pada MS karena
peningkatan frekuensi detak jantung memperpendek diastol. Ini menurunkan waktu
yang ada untuk aliran darah melalui katup mitral yg terobstruksi menuju ventrikel
kiri.
Stagnansi relatif aliran darah pada atrium kiri yang terdilatasi di pasien MS,
khususnya ketika dikombinasikan dengan perkembangan fibrilasi atrium, rentan
terhadap pembentukan trombus intra-atrial. Tromboemboli ke organ-organ perifer
dapat terjadi kemudian, menyebabkan komplikasi berat seperti oklusi serebrovaskular
(stroke). Kecendrungan berkembangnya komplikasi tromboemboli sistemik pada
pasien dengan MS terkait usia pasien dan dimensi atrium kiri (porsi atrium kiri); ini
berbading terbalik dengan output jantung. Pasien yang mengembangkan fibrilasi
atrium berisiko tinggi terkena stroke dan membutuhkan terapi antikoagulan jangka
panjang.
Penutupan normal katup mitral selama sistolik membutuhkan aksi
terkoordinasi dari tiap komponen aparatus katup. Oleh karena itu, regurgitasi mitral
(MR) dapat terjadi akibat abnormalitas struktur anulus daun katup mital, chorda
tendinea atau otot papiler. Pada MR, porsi volume sekuncup ventrikel kiri diejeksi
balik ke atrium kiri bertekanan rendah selama sistol. Akibatnya, output jantung yang
maju (ke aorta) lebih sedikir daripada output total ventrikel kiri (aliran
maju+kebocoran balik). Jadi, konsekuensi langsung dari MR meliputi (1)
peningkatan volume dan tekanan atrium kiri), (2) reduksi output jantung yang maju
dan (3) stress terkait volume pada vantrikel kiri karena volume yang regurgitasi
kembali ke ventrikel kiri saat diastol beserta aliran balik vena pulmonal normal.
Untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi normal dan mengejeksi volume tambahan,
volume sekuncup ventrikel kiri harus meningkat. Peningkatan ini dicapai oleh
mekanisme Frank-Starling, dimana peningkatan volume diastolik, dengan hal itu
peningkatan volume diatol ventrikel kiri mengaugmentasi regangan miofilbril dan
volume sekuncup tiap kali kontraksi. Konsekuensi hemodinamik lanjut dari MR
bervariasi tergantung derajat regurgitasi dan lama waktu kehadirannya.
Derajat keparahan MR dan rasio output jantung yang maju terhadap aliran
mundur ditentukan oleh 5 faktor: (1) Ukuran orifisium mitral selama regurgitasi, (2)
perbedaan tekanan sistolik antara ventrikel kiri dan atrium kiri, (3) tahanan vaskular
sistemik yang melawan aliran darah maju dari ventrikel kiri, (4) komplians atrium kiri
dan (5) durasi regurgitasi pad tiap kontraksi sistolik.
Pada MR akut (misal akibat ruptur korda tendinea), komplians atrium kiri
mengalami perubahan tekanan kecil yang mendadak. Karena atrium kiri relatif kaku,
tekanannya meningkat ketika mendadak terekspus volume regurgitan. Peningkatan
tekanan ini mencegah regurgitasi lebih lanjut; namun, tekanan tinggi juga
ditransmisikan balik ke sirkulasi pulmonal. Oleh karena itu, MR akut bisa
menyebabkan kongesti paru dan edema dengan cepat, suatu kegawatdaruratan medis.
Berbeda dengan hal di atas, perkembangan yang lebih perlahan pada MR
kronis (misal pada penyakit katup rematik) mengizinkan atrium kiri mengalami
perubahan kompensatorik yang meminimalisir efek regurgitasi pada sirkulasi
pulmonal. Secara khusus, atrium kiri berdilatasi dan komplians meningkat sehingga
ruang rongga jantung dapat mengakomodasi volume yang lebih besar tanpa
peningkatan tekanan yang berarti. Dilatasi atrium kiri bersifat adaptif untuk
mencegah peningkatan signifikan tekanan vaskular pulmonal. Namun, adaptasi ini
terjadi disertai output jantung yang inadekuat, karena atrium kiri yang komplians jadi
lebih ‘tenggelam’ dalam tekanan rendah bagi ejeksi ventrikel, dibandingkan dengan
impedansi aorta. Sebagai konsekuensinya, makin besar fraksi darah yang regurgitasi
ke atrium kiri, jeluhan gejala MR kronis berupa output maju jantung (kelemahan dan
fatigue). Selain itu, dilatasi kronis atrium rentan terhadap perkembangan fibrilasi
atrium.
Pada stenosis aorta (AS), aliran darah yang melalui katup aorta terhambat
selama sistolik.Ketika luas orifisium katup tereduksi lebih dari 50% ukuran
normalnya, peningkatan signifikan tekanan ventrikel kiri dibutuhkan untuk
mendorong darah ke aorta. Pada AS lanjut, tampak perbedaan tekanan sistolik puncak
>100 mmHg antara ventrikel kiri dengan aorta. Karena Av berkembang secara kronis,
vantrikel kiri dapat mengkompensasi dengan mengalami hipertrofi konsentrik sebagai
respun terhadap tingginya tekanan sistolik yang harus dihasilkan.. Hipertrofi berperan
penting dalam menurunkan stress dinding ventrikel.; namun itu juga menurunkan
komplians ventrikel. Hasil peningkatan tekanan ventrikel kiri diastolik ventrikel kiri
juga menyebabkan hipertrofi atrium kiri untuk mengisi ventrikel kiri yang ‘kaku’.
Walaupun kontraksi atrium kiri hanya berkontribusi sedikit pada volume sekuncup
ventrikel di individu normal, itu dapat menyediakan lebih dari 25% volume sekuncup
ke ventrikel kiri yang kaku pada pasien AS. Jadi, hipertrofi atrium kiri penting dan
kehilangan kontraksi efektif atrium (misal pada fibrilasi atrium) dapat menyebabkan
perburukan klinis yang berat.
Terdapat 3 manifestasi yang dapat terjadi pada pasien dengan AS lanjut: (1)
angina, (2) sinkop eksersional, (3) gagal jantung kongestif.
AS dapat menyebabkan angina karena menyebabkan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan. Kebutuhan oksigen miokard meningkat
dalam 2 cara. Pertama, massa otot ventrikel kiri yang hipertrofi meningkat,
membutuhkan perfusi lebih dari normal. Kedua, Stress pada didnding meningkat
karena peningtakan tekanan sistolik ventrikel. Selain itu, AS menurunkan suplai
oksigen miokard karena peningkatan tekanan diastolik ventrikel menurunkan gredian
tekanan perfusi koroner antara aorta dan miokard.
AS dapat menyebabkan sinkop selama aktifitas fisik yang berat. Walaupun
hipertrofi ventrikel kiri mengizinkan ruang rongga jantung menghasilkan tekanan
yang tinggi dan menjaga output jantung tetap normal saat istirahat, ventrikel tidak
dapat secara signifikan meningkatkan output jantung selama olahraga karena
terfiksasinya orifisium katup aorta yang stenosis. Selain itu, olahraga menyebabkan
vasodilatasi pembulih darah perifer di otot. Jadi, kombinasi antara vasodilatasi perifer
dan ketidakmampuan meningkatkan output jantung berkontribusi menurunkan
tekanan perfusi serebral dan berpotensi menimbulkan kehilangan sesadaran saat
olahraga.
AS juga dapat menyebabkan gejala gagal jantung kongestif. Pada awal
perkembangan AS, peningkatan tekanan abnormal atrium kiri terjadi khusunya pada
akhir diastol ketika atrium kiri berkontraksi ke ventrikel kiri yang menebal
nonkomplians. Akibatnya, rerata tekanan atrium kiri dan venal pulminal tidak
signifikan terpengaruh pada awal penyakit. Namun, dengan progresi stenosis,
ventrikel kiri dapat mengembangkan disfungsi kontraktil karena afterload yang terlalu
tinggi.tidak bisa ditangani, sehingga terjadi peningkatan volume distolik ventrikel kiri
dan tekanan. Peningkatan signifikan tekanan vena pulmonal dan atrium kiri yang
mengikuti menyebabkan kongesti alveolar pulmonal dan gejala gagal jantung
kongestif.
Luas normal orifisium katup aorta 3-4 cm2 . Ketika luas katup berkurang
hingga kurang dari 2 cm2, gradien tekanan antara ventrikel kiri dan aorta hadir
pertama kali (AS ringan). AS moderat dicirikan dengan luas katup antara 1 dan 1,5
cm2. Ketika luas latup berkurang hingga kurang dari 1 cm2 terjadi obstruksi berat
pada katup.
Pada regurgitasi aorta (AR), regurgitasi abnormal darah dari aorta ke ventrikel
kiri terjadi saat diastol. Oleh karena itu, pada tiap kontraksi, ventrikel kiri harus
memompa volume regurgitant + jumlah darah normal yang kembali dari atrium kiri.
Kompensasi hemodinamik bergantung pada mekanisme Frank-Starling untuk
meningkatkan volume sekuncup. Faktor yang menentukan derajat keparahan AR
analogi dengan MR: (1) ukuran orifisium katup aorta yang regurgitan, (2) gradien
tekanan melalui katup aorta selama diastol dan (3) durasi diastol.
Seperti juga pada MR, abnormalitas hemodinamik dan gejala berbeda antara
akut dan kronis AR. Pada AR akut, ventrikel kiri berukuran normal dan relatif
nonkomplians. Jadi, load volume regurgitasi menyebabkan tekanan ventrikel kiri naik
signifikan. Peningkatan tekanan distolik LV yang mendadak tinggi ditransmisikan ke
atrium kiri dan sirkulasi pulmonal, sering menyebabkan dyspnea dan edema
pulmonal. Jadi, AR akut berat biasanya merupakan kegawatdaruratan bedah,
membutuhkan penggantian katup segera.
Pada AR kronis, ventrikel kiri mengalami adaptasi kompensatorik sebagai
respon terhadap regurgitasi jangka panjang. AR memaparkan ventrikel kiri terutama
dengan overload volum juga dengan load tekanan berlebih; oleh karena itu, ventrikel
mengkompensasi dengan dilatasi dan pada level yang lebih rendah, hipertrofi. Sejalan
dengan waktu, dilatasi meningkatkan komplians ventrikel kiri dan membuatnya dapat
mengakomodasi volume regurgitan yang lebih besar denag lebih sedikit peningkatan
tekanan diastolik, menurunkan tekanan yang ditransmisi ke atrium kiri dan sirkulasi
pulmonal. Namun, dengan mengakomodasi volume sekuncup ventrikel kiri yang
tinggi, tekanan diastolik aorta (arteri sistemik) menurun. Kombinasi antara volume
sekuncup ventrikel kiri yang tinggi dengan penerurunan tekanan diastolik aorta
menghasilkan pulse pressure yang lebar (perbedaan antara tekanan sistolik dan
diastolik arterial). Akibat penurunan tekanan diastolik aorta, terjadi penurunan
tekanan perfusi arteri koroner, potensial menurunkan suplai oksigen miokard. Hal ini
ditambah lagi dengan peningkatan ukuran ventrokel kiri (yang menyebabkan
peningkatan stress dinding dan kebutuhan oksigen miokard) dapat menghasilkan
angina, walaupun tanpa kehadiran penyakit jantung koroner aterosklerosis.
Karena kompensasi dilatasi ventrikel kiri dan hipertrofi umumnya cukup
memenuhi kebutuhan AR kronis, pasien yang terkena biasanya asimptomatik selama
beberapa tahun. Perlahan, remodeling progresif pada vantrikel kiri terjadi,
menyebabkan disfungsi sistolik. Ini menyebabkan penurunan output jantung maju
juga peningkatan tekanan atrium kiri dan vaskular pulmonal. Pada titik itu, pasien
mengalami gejala gagal jantung.

Anda mungkin juga menyukai