Oleh:
Stella R. Nelwan
14014101093
Residen Pembimbing:
dr. Hilda Tasiringan
Supervisor Pembimbing:
dr. Stefanus Gunawan, Sp.A(K), Msi. Med
BAB I.
PENDAHULUAN
Tumor otak merupakan tumor solid yang sering ditemukan pada anak-anak dan
merupakan kasus neoplasma kedua terbanyak setelah keganasan hematologi yaitu
leukemia. Kasus tumor otak diperkirakan semakin meningkat didukung dengan
perkembangan
menjadi masalah karena merupakan salah satu penyakit yang memiliki angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Berbeda dengan dewasa, pada anak-anak
hampir 70% kasus tumor otak terjadi pada bagian infratentorial yaitu fossa
posterior. Secara anatomi kompartemen intrakranial dibagi atas 3 ruang yaitu
anterior, tengah, dan fossa posterior yang dipisahkan oleh suatu tentorium. Di
dalam ruang infratentorial terdapat beberapa struktur otak yang penting seperti
serebelum atau otak kecil, batang otak, dan nervus kranial. 1 Serebelum atau otak
kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum terletak di bagian bawah
belakang kepala, berada di belakang batang otak dan di bawah lobus oksipital,
dekat dengan ujung leher atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol
kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan
gerakan tubuh serta melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari
seperti mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci dan
sebagainya.2 Sruktur penting lain yang terdapat di fossa posterior adalah ventrikel
keempat yang terhubung dalam suatu system ventrikel di ruang supratentorial.
System ventricular ini berperan dalam produksi dan pengaturan aliran cairan
serebrospinal.1
Tumor infratentorial yang sering berlokasi di serebelum adalah
Astrositoma, Meduloblastoma, dan ependimoma. Tumor dengan lesi yang di
serebelum lebih banyak ditemui pada anak di bawah umur 9 tahun, sekitar 0.93
dan 0.97 per 100.000 pada umur di bawah 5 tahun dan 5-9 tahun. 1,3,
Meduloblastoma merupakan tumor infratentorial tersering didapatkan dalam
kasus pediatri, dilaporkan sebanyak 20% dari jenis tumor infratentorial lainnya,
sering terjadi pada anak usia 4 sampai 11 tahun , puncaknya pada anak umur 5
tahun. Anak laki-laki 2 sampai 4 kali lebih banyak didapati.
Penyebab
cairan
serebrospinal,
gangguan
keseimbangan.1,4,7
berjalan
dan
gangguan
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: D.M
Jenis kelamin
: laki-laki
: 3.300 gram
Kebangsaan / suku
: Indonesia / ternate
Agama
: Kristen Protestan
Alamat
: Paal 2 lingkungan X
Tanggal Masuk RS
: 27-10- 2014
Jam Masuk RS
: 22.50 wita
: RH / 38 tahun
Pendidikan ibu
: SD
Pekerjaan ibu
Tahun perkawinan
: Pertama
Nama ayah
: RM / 33 tahun
Pendidikan ayah
: SD
Pekerjaan ayah
: Swasta
Tahun perkawinan
: Pertama
Anamnesa:
Anamnesis diberikan oleh orang tua
Family Tree
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Penderita
Keluhan Utama :
Penderita datang dengan keluhan utama sakit kepala hilang timbul sejak 6
bulan SMRS, tidak bisa melihat sejak 3 bulan SMRS, tidak bisa berjalan sejak 3
bulan SMRS.
Pasien juga ada keluhan tidak bisa berjalan sejak 3 bulan SMRS, awalnya
orangtua melihat pasien mulai berjalan miring, kemudian tidak dapat berjalan
sama sekali. Pasien juga ada keluhan tidak bisa melihat sejak 3 bulan SMRS,
awalnya pederita masih bisa melihat dengan baik, semakin hari pandangan makin
kabur dan pasien tidak bisa melihat sama sekali sejak pasien tidak dapat berjalan
sendiri. Orangtua juga mengeluhkan penderita sebelumnya aktif, namun 3 bulan
terakhir penderita lebih sering tidur bahkan sejak sebelum anak tidak bisa
berjalan, nafsu makan juga dikeluhkan berkurang. Keluarga juga mengeluh kepala
pasien yang terlihat makin membesar .
Anamnesa Antenatal
Antenatal care secara tidak teratur sebanyak 9 kali di Puskesma Ternate, selama
hamil imunisasi TT ada sebanyak 2x, selama hamil ibu sehat.
Penyakit yang sudah dialami
Morbili
: Belum pernah
Varicella
: Belum pernah
Pertusis
: Belum pernah
Diarrhea
: Belum Pernah
Cacing
: pernah
Lain-lain
:-
: 3 bulan.
: 4 bulan.
: 6 bulan.
: 8 bulan.
: 11 bulan.
: 12 bulan.
: 2 bulan.
: 5 bulan.
: 12 bulan.
: 12 bulan.
: 0-12 bulan
Pasi
: 1 bulan
Bubur susu
: 5 bulan -6 bulan
: 11 bulan-12 bulan
Imunisasi :
BCG
POLIO
DPT
CAMPAK
HEPATITIS
I
+
+
+
-
DASAR
II
III
+
+
+
+
IV
+
Riwayat Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga
Keadaan social, ekonomi, kebiasaan dan lingkungan
Penderita tinggal bersama orang tua di rumah permanen, beratap seng, dinding
beton dan lantai beton, jumlah kamar tidur 2, dihuni oleh 4 orang, 3 orang dewasa,
dan 1 orang anak, WC/KM terletak di luar rumah. Sumber air minum berasal dari
mata air , Sumber penerangan listrik PLN, Penanganan sampah dengan cara
dibuang.
10
Pemeriksaan Fisik:
Berat badan
: 23,5 Kg
Panjang badan
: 112 cm
Keadaan umum
: tampak sakit
Keadaan mental
: kompos mentis
Gizi
: baik
Sianosis
:-
Anemia Ikterus
:-
Kejang
:-
Nadi
: 140 x/m
Respirasi
: 28 x/m
Suhu tubuh
: 36,8 oc
Kulit :
Warna
: Sawo matang
Efloresensi
:-
Pigmentasi
:-
11
Lapisan lemak
: cukup
Jaringan parut
:-
Tonus
: Normal
Oedema
:-
Lain-lain
:-
Kepala :
Rambut
Ubun-ubun Besar
: tertutup
Mata :
Exophthalmus/Enophthalmus : -/Tekanan bola mata
Conjungtiva
: anemis (-)
Sclera
: ikterik (-)
Cornea Reflex
: normal (+)
Pupil
Lensa
: jernih
Fundus
Visus
:0
12
Telinga
: sekret (-)
Hidung
: sekret (-)
Mulut :
Bibir
: sianosis (-)
Lidah
: beslag (-)
Gigi
: caries (-)
Selaput Mulut
Gusi
: perdarahan (-)
Bau pernafasan
: foetor (-)
Tenggorokan :
Tonsil
Faring
: tidak hiperemis
Leher :
Trachea
: letak tengah
Kelenjar
13
Kaku kuduk
: (-)
Lain-lain
: (-)
Thorax :
Bentuk
: Normal
Rachitic Rosary
: (-)
Ruang Intercostal
: normal
Precordial Bulging
: (-)
Xiphosternum
: (-)
Harrisone groove
: (-)
Retraksi
: (-)
Lain-lain
: (-)
Paru-paru :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
14
Jantung :
Detak jantung
: 140 x/m
Iktus cordis
Batas kiri
Batas kanan
Batas atas
: ICS II-III
: M1 > M2
: A1 > A2
: (-)
Abdomen :
Bentuk
: Datar, lemas.
Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Lain-lain
Genitalia
: laki-laki (Normal)
Kelenjar
15
Anggota gerak
Tulang belulang
: deformitas (-)
Otot-otot
: atrofi (-)
Reflek-reflek
Pemeriksaan penunjang:
Hemoglobin
:13,2 g/dL
Eritrosit
: 4,38 g/dL
Hematokrit
: 36 %
Lekosit
: 10.200/ mm3
Trombosit
: 486.000/ mm3
SGOT
: 22 U/L
SGPT
: 19 U/L
Na
: 138 mmol/L
: 136 mmol/L
Cl
: 106 mmol/L
ventrikel 3 dan ventrikel lateral kanan / kiri. kesimpulan: suspek tumor serebelum
dekstra dan hidrosefalus.
Resume Masuk
Pasien laki-laki usia 6 6/12 tahun dengan berat badan 23,5Kg, tinggi badan 67 cm
masuk rumah sakit pada tanggal 27 Oktober 2014 jam 22.10 wita. keluhan utama
17
sakit kepala hilang timbul sejak 6 bulan SMRS, tidak bisa melihat sejak 3 bulan
SMRS, tidak bisa berjalan sejak 3 bulan SMRS. Pada saat ini pasien tidak dapat
melihat, tidak dapat berjalan. Tidak ada demam, penderita juga tidak mengeluh
sakit kepala , atau mual dan muntah. Aktivitas terbatas , lebih banyak berbaring di
tempat tidur sepanjang hari. Intake baik.
Keadaan umum
: Tampak sakit
Kesadaran
: Compos mentis
Respirasi
: 28 x/menit
Suhu tubuh
: 36,8 oc
Kepala
Thorax
Abdomen
Extremitas
5555 , sensorik +
3333 4444
18
+
+
Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang:
Hemoglobin
:13,2 g/dL
Eritrosit
: 4,38 g/dL
Hematokrit
: 36 %
: 10.200/mm3
Lekosit
Trombosit
: 486.000/ mm3
SGOT
: 22 U/L
SGPT
: 19 U/L
Na
: 138 mmol/L
: 136 mmol/L
Cl
: 106 mmol/L
Penatalaksanaan
Kemoterapi : Vincristine N 1,3 mg iv, cyclophosphamide 1x25 mg oral
Anjuran:Foto thoraks AP, EKG, Konsul mata, konsul bedah saraf, Rehabilitasi
medic.
Follow Up
Hari 1 / Tanggal 26-02-2015
19
20
S:36,5oc
Kepala :
21
Ekstremitas:
A:
P:
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien di diagnosis dengan tumor serebelum dekstra dengan
hidrosefalus. Berdasarkan studi epidemiologi tentang faktor demografi tumor otak
pada anak dengan lokasi lesi di serebelum, menurut umur didapatkan terbanyak
pada anak umur kurang dari 9 tahun, dengan puncak kejadian pada umur 5-9
tahun. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih beresiko menderita tumor otak.
Dilaporkan insiden tumor otak pada anak laki-laki rata-rata 42% lebih beresiko
dari perempuan.4 Hal ini sesuai dengan pasien pada kasus ini, dimana penderita
seorang anak laki-laki berumur 6 tahun.
22
Tanda dan gejala klinis dari tumor otak infratentorial adalah perubahan
perilaku, kelesuan, mudah emosi, dan penurunan nafsu makan. Keluhan sakit
kepala yang dirasakan sifatnya memburuk pada malam hari atau pagi hari, dan
diperburuk dengan adanya muntah, berbaring, batuk atau mengejan. Selain itu
juga dapat ditemukan kekakuan pada leher, gangguan penglihatan, gangguan
bicara, gangguan nervus kranialis serta tanda peningkatan tekanan intracranial.
Tanda adanya lesi di serebelum seperti diplopia, nistagmus dan ataksia. 1,3,4 Sebuah
Analisis terhadap 200 anak dengan tumor otak menunjukkan gejala sakit kepala
(41%), muntah (12%), ketidak-seimbangan (11%), gangguan visual (10%),
gangguan perilaku (10%). Pada pemeriksaan fisis ditemukan edema papil (38%),
gangguan saraf kranial (49%), gangguan serebelum (48%), kelumpuhan (27%)
dan penurunan kesadaran (12%).8 Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik dari
pasien ini didapatkan adanya keluhan nyeri kepala yang sudah berlangsung lama
yaitu 6 bulan yang lalu, sakit kepala juga didapatkan hilang timbul, sering muncul
pada malam hari dan pagi hari, selain itu juga ada keluhan muntah, kedua keluhan
ini dapat menjadi tanda awal bahwa adanya peningkatan tekanan intra kranial.
Tanda adanya lesi di serebelum juga didapatkan dari anamnesis yaitu penderita
sebelumnya berjalan miring sampai akhirnya pasien tidak bisa berjalan sama
sekal. hal ini menunjukan adanya gangguan keseimbangan pada anak ini . Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda kerusakan nervus kranialis pada
pemeriksaan mata refleks cahaya positif kedua mata namun melambat, serta
adanya papil atrofi, visus didapatkan 0.
23
peningkatan tonus otot pada pasien ini. status sensorik pada pasien ini tidak
mengalami gangguan.
Pemeriksaan CT Scan dan MRI berguna dalam menunjang diagnosis
tumor otak terutama untuk mengetahui lokasi tumor intracranial. Untuk Akurasi
pada kedua pencitraan dalam diagnosis, MRI memiliki akurasi yang lebih baik
dalam diagnosis tumor otak dan korelasi dengan biopsy.2,3 Gambaran CT scan
pada medulablastoma muncul di garis tengah, didefinisikan dengan baik, masa
homogen dan hiperisodense dengan edema perilesional ringan-sedang pada 9095% pasien. Enhancement paling sering menyebar tapi kadang-kadang tidak
merata karna kista atau nonenhancing daerah nekrotik terlihat 90% lebih besar
dari medulloblastomas. Kalsifikasi dapat ditemukan pada
astrositoma gambaran CT scan sebagian besar bentuk kistik tampak dari vermis
cerebelii atau hemisfer sebelum. Bentuk padat biasanya hipodens , kontras dengan
high grade glioma yang dapat memberi gambaran hiperdense pada CT scan.
Sedangkan pada Epindimoma, gambaran CT scan tampak masa iso/hiperdens
dan peregangan ventrikel 4 dengan enhancement kontras heterogen. Sebesar 50
% memberi gambaran multipel dan menekankan kalsifikasi.3,6
Pada kasus ini , dengan pemeriksaan CT scan didapatkan tampak masa
hiperdense homogen, enhancement kontras dengan sedikit gambaran kalsifikasi
pada fossa posterior paramedian / agak lateral kanan dengan gambaran pelebaran
ventrikel 4 dan ventrikel 3 dan ventrikel lateral kanan / kiri kesan suspek tumor
serebelum dekstra dan hidrosefalus. Lokasi tumor yang berada dalam fossa
posterior dapat mengakibatkan terganggunya dinamika aliran cairan serebrospinal
(CSS) termasuk terjadinya hidrosefalus obstruktif. Hidrosefalus obstruktif
24
25
reseksi tumor. Karena tumor beresiko tinggi menyebar melalui jalur cairan
serebrospinal, terapi radioterapi cranio-spinal juga diperlukan untuk mencapai
tingkat kesembuhan yang optimal, penambahan agen kemoterapi seperti
cyplastin, cyclophosphamide, dan vincristine dapat mengurangi dosis craniospinal
radioterapi terutama pasien kelompok resiko rendah. Sekitar 80 % pasien
kelompok ini akan hidup pada 5 tahun. Hal ini dibandingkan dengan 5 tahun
kelangsungan hidup secara keseluruhan
tinggi.10,11,12
Pada astrositoma derajat rendah 90 % angka ketahanan hidup pada 10
tahun dilaporkan pada pasien dengan reseksi tumor. Terapi adjuvan diindikasikan
pada tumor yang terus membesar yang memberikan gejala atau mengancam
struktur vital. Kemoterapi menjadi pengobatan lini pertama untuk anak dibawah
10 tahun dengan tumor sporadik atau anak dengan neurofibromatosis-1 yang
memerlukan pengobatan. Standar kemoterapi saat ini yaitu kombinasi dengan
vincristine dan carboplatin atau thioguanin, procarbazine, cyclophosphamide dan
vincristine dengan respon sebesar 40 -60 % .6,11
Terapi awal yang
diperlukan
untuk tumor
ependimoma
adalah
hidup jangka panjang yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang hanya di
terapi dengan pembedahan saja. Karena terapi radiasi memiliki efek samping
jangka panjang pada bayi atau anak-anak yang lebih muda , kemoterapi biasa
digunakan untuk menunda terapi radiasi. Pengobatan kemoterapi pada pasien
yang baru didiagnosis masih belum diketahui apakah memiliki efek yang berarti.
Beberapa tumor berespon sesaat pada terapi, sedangkan yang lainya terus
berkembang. Kemoterapi juga dilakukan pada tumor yang tumbuh kembali
setelah dilakukan terapi radiasi. Belum jelas obat kemoterapi apa yang paling
efektif, untuk ependimoma, obat seperti cisplastin dan carboplatin dapat
mengakibatkan penyusutan pada setengah kasus, walaupun tidak lama.7,10,11
Prognosis pada pasien ini ad vitam : dubia ad malam, sekitar 30 % anak
dengan keganasan
27
terhadap pengobatan, efek jangka panjang dari kemoterapi, tipe dan letak tumor
atau ada tidaknya metastase tumor. Kebanyakan pada pengobatan tumor otak
hanya bertujuan untuk pemeliharaan dan mempertahankan angka ketahanan hidup
penderita. Pada kasus meduloblastoma lebih dari >40 % tumor menyerang batang
otak dan CSS. Sekitar >5% tumor bermetastase seperti pada tulang dan paru-paru.
Sedangkan pada 60% kasus ependimoma, tumor tumbuh pada ventrikel ke 4 dan
pada umumnya membawa prognosis yang buruk.1,5
DAFTAR PUSTAKA
1. Keshmirian J. Steven D. Posterior fossa tumors: a diagnostic approach. The
Canadian Journal of CME. 2010;5:51-4.
2. Yunivitasari ED. Karakteristik klinik dan histopatologi tumor otak di dua
rumah sakit di kota bandar lampung. dissertation. [Lampung]: Universitas
lampung; 2014.p.10-26.
3. Guilabert PMH, Moreno de la Presa R, Hidalgo MIG, Tapias SD, Azabarte
PC, Hernandez LMC. Infratentorial brain tumors in children: the role of
conventional and advanced magnetic resonance imaging (MRI). ESR [serial
28
on
the
Internet].
2014.
[cited
2004
October
15];
20:[about
8. Pusponegoro HD. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Indonesian Pediatric
Society [serial on the Internet]. 2013 Sep 10. [cited: 12 Mar 2015] Available
from:
http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/nyeri-kepala-
pada-anak-dan-remaja.html
9. Foreman P, McClugage S, Naftel R, Griessenauer CJ, Ditty BJ, Agee BS, et
al. Validation and modification of a predictive model of postrection
hydrocephalus in pediatric patients with posterior fossa tumors. J Neurosurg
Pediatrics .2013;12:220-26
10. Heath JA, Zacharoulis S, Kieran MW. Pediatric neurooncology: current status
and future directions. Asia Pasific Journal of Clinical Oncology. 2012;8:22331
11. Gururangan S. Childhood brain tumor. In Garami M, editors. Management of
CNS tumors. USA: Intech Europe;2011.p.101-22
29
30