Rhinitis Vasomotor
Disusun oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Rhinitis Vasomotor”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Bedah
Kepala dan Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Siti Nursiah, Sp.T.H.T.K.L (K) selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara
optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rhinitis adalah keadaan patologis yang didefinisikan sebagai adanya
reaksi inflamasi pada membran mukosa hidung. Manifestasi klinis rinitis muncul
dengan adanya gejala seperti hidung tersumbat, bersin, rasa gatal pada hidung,
rinore, dan drainase postnasal. Rinitis dikelompokkan menjadi rinitis alergi dan
rinitis non-alergi, namun, dalam beberapa kaus dapat dijumpai kasus berupa rinitis
campuran, yaitu rinitis yang ditandai dengan komponen yang ada baik pada rinitis
alergi maupun pada rinitis non-alergi.1
Rinitis alergi merupakan inflamasi pada mukosa hidung yang diperantarai
oleh Imunoglobulin E (IgE) terhadap alergen dari lingkungan luar, sedangkan
Rinitis non-alergi merupakan reaksi inflamasi yang tidak diperantarai oleh IgE.
Kedua jenis rinitis memiliki gejala yang serupa dan hanya dapat dikonfirmasi
dengan pemeriksaan/tes alergi.1
Salah satu jenis rinitis non alergi adalah rinitis vasomotor. Rinitis ini
merupakan suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi,
eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid), dan pajanan obat
(kontrapsepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin dan obat topikal
hidung dekongestan).2
Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi
sehingga sulit untuk dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala
hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien.
Gejala dapat memburuk pada pagi hari sewaktu bangun tidur, karena perubahan
suhu yang ekstrim dan cuaca lembab. 2
Penatalaksanaannya berdasarkan gejala yang dapat dibedakan menjadi 3
golongan yaitu: 1) bersin, gejala biassanya memberikan respon yang baik dengan
pemberian antihistamin dan glukokortikosteroid topikal. 2) rinore, gejala dapat
membaik dengan pemberian antikolinergik topikal. 3) tersumbat, memberikan
respon yang baik dengan pemberian glukokortikosteroid topikal dan
vasokonstriktor oral.2
1
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.Dapat memahami tentang Rhinitis Vasomotor, baik secara teori maupun
praktikal.
2.Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen THT-KL, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
1.3 Manfaat
Makalah ini disusun untuk dapat memberikan manfaat terhadap penulis
dan pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan
wawasan kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang
Rhinitis Vasomotor.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rhinitis
2.1.1 Definisi
Rhinitis adalah keadaan patologis yang didefinisikan sebagai adanya reaksi
inflamasi pada membran mukosa hidung. Manifestasi klinis rinitis muncul dengan
adanya gejala seperti hidung tersumbat, bersin, rasa gatal pada hidung, rinore, dan
drainase postnasal. Rinitis dikelompokkan menjadi rinitis alergi dan rinitis non-
alergi, namun, dalam beberapa kaus dapat dijumpai kasus berupa rinitis campuran,
yaitu rinitis yang ditandai dengan komponen yang ada baik pada rinitis alergi
maupun pada rinitis non-alergi.1
Rinitis alergi merupakan inflamasi pada mukosa hidung yang diperantarai
oleh Imunoglobulin E (IgE) terhadap alergen dari lingkungan luar, sedangkan
Rinitis non-alergi merupakan reaksi inflamasi yang tidak diperantarai oleh IgE.
Kedua jenis rinitis memiliki gejala yang serupa dan hanya dapat dikonfirmasi
dengan pemeriksaan/tes alergi.1
3
Rinitis alergi dapat diklasifikasikan menjadi 1) rinitis alergi musiman
(seasonal, hay fever, polinosis). Di Indonesia tidak dijumpai istilah ini, hanyaada
di negara yang mempunyai 4 musim. alergen penyebab yang spesifik adalah
tepung sari (pollen) dan spora jamur. Nama yang tepat adalah polinosis atau rino
konjungtivitis karena gejala yang tampak adalah gejala pada hidung dan mata
merah dIsertai lakrimasi. 2) Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) dengan
gejala yang timbul intermitten atau terus menerus tanpa variasi musim, dapat
ditemukan sepanjang tahun. penyebab yang tersering adalah alergen inhalan, dan
alergen ingestan. Alergen inhalan dapat berupa alergen dalam rumah dan luar
rumah. alergen ongestan sering terjadi pad anak anak disertai dengan gejla alergi
yang lain seperti urtikaria dan gangguan pencernaan.2
Untuk saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi
WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001
dibagi menajdi intermiten (gejala kurang dari 4 minggu) dan persisten (gejala
lebih dari 4 minggu). Sedangkan berdasarkan tingkat berat ringannya rinitis alergi
dibagi menajdi ringan (tidak ada gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,
bersantai, olahraga, belajar, bekerja) dan Sedang-berat (bila terdaapt satu atau
lebih dari gangguan diats yang sudah dipaparkan).2
4
vasokontriktor dari golongan simpatomimetik menyebabkan siklus nasi terganggu
dan akan berfungsi kembali normal apabila pemakaian obat dihentikan.
pemakaian obat topikal vasokonstriktor dalam jangka lama akan menybabkan
terjadinya fase dilatasi berulang setelah vasokonstriksi sehingga timbul obstruksi.2
5
c. Asap
d. Rokok
3. Stress/ emosi
4. Olahraga
Etiologi dan patofisiologi yang pasti belum diketahui. Beberapa hipotesis telah
dikemukakan untuk enerangkan patofisiologi rinitia vasomotor2 :
1. Neurogenik (disfungsi sistem otonom )
Serabut simpatis berasal dari korda spinalis segmen Th 1-2,
menginervasi terutama pembuluh darah mukosa dan sebagian kelenjar.
Serabut simpatis melepaskan ko-transmiter noradrenalin dan neuropeptida
Y yang menyebabkan vasokontriksi dan penurunan sekresi hidung2.
Serabut parasimpatis berasal dari nukleus salivatori superior
menuju ganglion sfenopalatina dan membentuk n.Vidianus, kemudian
menginervasi pembuluh darah dan terutama kelenjar eksokrin. Pada
ransangan akan terjadi pelepasan ko-transmitter asetilkolin dan vasoaktif
intestinal peptida yang menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan
vasodilatasi, sehingga terjadi kongesti hidung. 2
Dalam keadaan hidung normal, persarafan simpatis lebih dominan.
Pada rinitis vasomotor terjadi ketidak-seimbangan impuls saraf otonom di
mukosa hidung yang berupa bertambahnya aktivitas sistem parasimpatis. 2
6
2. Neuropeptida
Pada mekanisme ini terjadi hiperaktivitas saraf sensoris hidung,
yaitu pada saraf trigeminus yang mengandung nosiseptif serabut C yang
tidak bermielin.5 Serabut C pada n.trigeminus ini bereaksi terhadap nyeri,
perubahan suhu dan iritan lingkungan dengan menghasilkan neuropeptida,
yaitu: Substansi P, Calcitonin gene related peptide dan Neurokin A dan B.
Pelepasan neuropeptida ini, yang dimediasi melalui aktivasi saluran kation
potensial reseptor transien subfamili V reseptor 1 (TRPV1), akan
meningkatkan permeabilitas vaskular dan sekresi glandula submukosa
sehingga menyebabkan manifestasi rinore dan kongesti. 5
7
4. Trauma
Rinitis vasomotor dapat merupakan komplikasi jangka panjang dari
trauma hidung melalui mekanise neurogenik dan/atau neuropeptida2
8
2.2.4 Diagnosa
Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi gejala. Diagnosa
umumnya ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu menyingkirkan adanya rinitis
infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan akibat obat (tabel 2.1). 2
Pada pemeriksaan fisik, rhinoskopi anterior, tampak gambaran khas yaitu
edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat
pula pucat. Hal ini perlu dibedakan dengan rinitis alergi. Permukaan konka dapat
licin atau berbenjol-benjol (hipertrofi). Pada rongga hidung, terdapat sekret
mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore sekret yang
ditemukan ialah serosa dan banyak jumlahnya. 2
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
rinitis alergi. Kadang ditemukan juga eosinofil pada sekrethidung, akan tetapi
dalam jumlah sedikit. Tes cukit kulit biasanya negatif. Kadar IgE spesifik tidak
meningkat. 2
Tabel 2.1 Diagnosis Banding7
Rinitis alergi Rinitis vasomotor
Mulai serangan Belasan tahun Dekade 3-4
Riwayat terpapar alergen (+) Riwayat terpapar alergen (-)
Etiologi Reaksi Ag-Ab terhadap Reaksi neurovaskuler
rangsangan spesifik terhadap beberapa
rangsangan mekanis atau
kimia, juga faktor psikologis
Gatal dan Bersin Menonjol Tidak menonjol
Gatal di mata Sering dijumpai Tidak dijumpai
Tes kulit (+) (-)
Sekret hidung Peningkatan eosinofil Eosinofil tidak meningkat
Eosinofil darah Meningkat Normal
Ig E darah Meningkat Tidak meningkat
Neurektomi Tidak membantu Membantu
2.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada rinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada faktor
penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar dibagi dalam:
9
1. Menghindari stimulus/ faktor pencetus2
2. Pengobatan simptomatis2
Penatalaksanaannya berdasarkan gejala yang dapat dibedakan
menjadi 3 golongan yaitu: 1) bersin, gejala biassanya memberikan respon
yang baik dengan pemberian antihistamin dan glukokortikosteroid topikal.
2) rinore, gejala dapat membaik dengan pemberian antikolinergik topikal.
3) tersumbat, memberikan respon yang baik dengan pemberian
glukokortikosteroid topikal dan vasokonstriktor oral.2
Kortikosteroid nasal topikal merupakan obat lini pertama pada
rinitis vasomotor, terutama untuk gejala kongesti dan obstruktif. Steroid
topikal bekerja pada mukosa hidung yang mengakibatkan penurunan
kemotaksis neutrofil dan eosinofil, berkurangnya pelepasan sel mast dan
basofil, dan pada akhirnya menurunkan edema dan inflamasi. 4
Kortikosteroid topikal diberikan 100-200 mikrogram. Dosis dapat
ditingkatkan sampai 400 mikrogram sehari. Hasilnya akan terlihat setelah
pemakaian paling sedikit selama 2 minggu. Saat ini, terdapat
kortikosteroid topikal baru dalam larutan aqua seperti flutikason propionat
dan momentason furoat dengan pemakaian cukup satu kali sehari dengan
dosis 200 mcg. 2
Pada kasus dengan rinore yang berat, dapat ditambahkan
antikolinergik topikal (ipratropium bromida). 2
Saat ini sedang dalam penelitian adalah terapi desensitisasi dengan
obat capsaicin topikal yang mengandung lada. Capsaicin merupakan
agonis TRPV-1 . Mekanisme kerja capsaicin diduga yaitu overekspresi
dari kanal TRPV-2, sehingga terjadi influk ion ca secara masif,
mengakibatkan atrofi nervus aferen. Pada review cochrane, penggunaan
capsaicin sebagai terapi dapat mengurangi keluhan hidung, diatas 36
minggu posttreatment.4
3. Operasi5
a. Konkotomi konka inferior
10
Hipertrofi konka dapat memperburuk hipereaktifitas dan obstruksi
nasal pada rinitis kronis. Terdapat beberapa teknik yang dapat
dilakukan, meliputi, reduksi microdebrider submukosa dari
jaringan lunak, reseksi submukosa tulang, elektrokauter, ablasi
radiofrekuensi, koblasi, ablasi laser, cryoterapi, microdebridement
langsung, dan meretakan tulang lateral.
b. Toxin Botulinum (BTX)
Melalui efek antikolinergik, toxin botulinum dapat mengurangi
rinore. BTX diinjeksikan intranasal sampai ke konka inferior dan
media. Efek BTX biasanya hanya sementara, sekitar 12 minggu.
BTX hanya meringankan gejala hidung rinore, tidak pada gejala
hidung lainnya.
c. Neurektomi N.vidianus
Neurektomi N. Vidianus dapat mengurangi gejala secara permanen
dengan cara mengganggu suplai otonom ke rongga hidung
sehingga mengurangi gejala rinore dan obstruksi. Approroach
secara endoksopi dapat mengurangi morbiditas dibanding
transantral. Angka kesuksesan kontrol rinitis sekitar 91 % setelah
Neurektomi N.vidianus secara endoskopi. Efek samping setelah
dilakukan neurektomi n.vidianus yaitu mata kering dan kebas pada
palatum akibat cedera kolateral preganglion nervus lakrimal dan
palatum yang terdapat pada kanal vidian. Meskipun komplikasi
tersebut bersifat sementara, hal tersebut mengurangi penerimaan
prosedur untuk banyak pasien dan ahli bedah.5
d. Neurektomi PNN dan Krioablasi PNN
Karena komplikasi dari teknik neurektomi n.vidianus, teknik
operasi terbaru pada rinitis akibat gangguan autonomic, yaitu ligasi
pada posterior nasal nerve (PNN). Dikarenakan PNN terletak pada
distal ganglion sfenopalatina, hal mencegah cedera pada nervus
yang menginervasi kelenjar lakrimal dan palatum. Studi terbaru
11
menyatakan neurektomi PNN dapat mengurangi gejala rinitis mirip
dengan neurektomi n.vidianus.
BAB III
12
KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
1 Beard S. Rhinitis, Conns Current Therapy. United States. Elsevier Inc.. 2020.
pp: 57-61.
2 Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin, J. & Restuti, R.. Kelainan Telinga
Luar. Dalam: Buku Ajaran Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan
Kepala Leher. 6th Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2015.
3 Yao A, Wilson JA, Ball SA. Autonomic Nervous System Dysfunction and
Sinonasal Symptoms. Allergy Rhinol. UK. 2018. 9:1-9
4 Singh U, Bernstein JA. Intranasal Capsaicin in Management of Non Allergic
(Vasomotor) Rhinitis. Springer. USA. 2014
5 Yan CH, Hwang PH. Cummings Otolaryngology: Head and Neck Surgery
Ed.7 . Non-Allergic Rhinitis. Elsevier. 2021
6 Lieberman PL, Smith P. Nonallergic Rhinitis Treatment. Elsevier. 2016
7 Rambe AYM. Rinitis Vasomotor. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorok Universitas Sumatera Utara: USU digital library.
2003
14