Anda di halaman 1dari 2

IM 1 & 5

1. Mengapa Nafsu Makan Berkurang Dan Berat Badan Menurun?

Pada saat seseorang terdiagnosa TB, dalam tubuhnya mengalami perubahan


metabolisme untuk mengaktifasi sistem  imun sebagai respon terhadap infeksi kuman.
Perombakan-perombakan sel ( katabolisme ) juga meningkat. Adanya batuk kronis dalam
waktu lama, bahkan bisa sampai batuk darah, demam, sesak nafas, depresi  dan kelelahan.
Diperparah juga dengan produksi dahak yang mengganggu jalan nafas dan penurunan berat
badan. Namun, nafsu makan justri turun bahkan hilang akibat menurunnya konsentrasi leptin
dalam darah.

            Perubahan metabolik yang juga terjadi adalah anabolic block. Anabolik blok adalah
kondisi dimana asam amino tidak dapat dibangun menjadi susunan protein yang lebih
komplek. Seperti yang kita tahu, protein mempunyai fungsi yang sangat penting. Seperlima
dari tubuh kita adalah protein. Protein sangat berperan dalam kerja hormon, enzim, matrik sel
dan sebagainya. Keberadaan protein yang tidak bisa digantikan oleh zat gizi yang lain adalah
fungsinya sebagai pembangun dan pengatur sel-sel dan jaringan tubuh.

            Jika tubuh  tidak mampu memenuhi kebutuhan energi dari asupan makanan maka ia
akan mengambil dari  cadangan yang berupa lemak. Dan jika simpanan lemak tidak cukup
maka kekurangan energi akan dipenuhi dari perombakan protein yang berada dalam jaringan
sel dan otot tubuh, termasuk otot pada jantung dan saluran nafas. Jadi penderita TB
cenderung berbadan kurus sebagai dampak dari hiperkatabolisme dan  peningkatan
metabolisme tubuh lainnya. Anoreksia atau kehilangan nafsu makan bukan semata-mata
sebagai faktor psikologis, tetapi perubahan kondisi fisik akan mempengaruhi kemampuan
makan penderita TB.

Pemberian makan yang berlebihan ( Overfeeding ) pada penderita kurang gizi justru
dapat memperburuk hipermetabolisme, meningkatkan stres oksidatif dan meningkatkan
komplikasi dan kematian. Ketika pasien mulai makan, pola metabolisme berubah lagi dari
lemak ke karbohidrat. Produksi insulin meningkat, dan perubahan fisiologi lainnya yang bisa
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas meningkat. Gangguan cairan, defisiensi vitamin,
aritmia jantung,  gagal nafas dan jantung kongestif sering dilaporkan selama proses refeeding
ini.
Kombinasi antara pengobatan TB dan terapi nutrisi sangat diperlukan. Obat TB
dikenal dengan OAT atau Obat Anti Tuberkulosis, sementara terapi nutrisi ditetapkan dengan
mempertimbangkan  kemampuan makan dan derajat gizi buruk penderitanya. Insiden TB
akan menurun dengan meningkatnya IMT.

5. Apakah Lingkungan Dapat Mempengaruhi Keadaan Bapak B?

Lingkungan fisik rumah penderita TB paru sangat berhubungan dengan tingkat


penyebaran penyakit. TB Paru. Kondisi fisik rumah penderita TB paru yang baik akan
menghambat perkembangan TB Paru. Dengan mengetahui lingkungan fisik rumah penderita
TB Paru diharapkan bisa mengurangi angka penderita TB Paru. Lingkungan rumah yang
dapat mempengaruhi tingginya kejadian tuberkulosis paru adalah lingkungan rumah yang
kurang sehat misalnya kurang adanya fasilitas ventilasi yang baik, pencahayaan yang buruk
di dalam ruangan, kepadatan hunian dalam rumah dan bahan bangunan didalam rumah.
Selain lingkungan rumah yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis keadaan lingkungan
fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial yang kurang baik juga akan dapat merugikan
kesehatan dan dapat mempengaruhi penyakit tuberkulosis dan pada akhirnya mempengaruhi
tingginya kejadian tuberkulosis.

Sumber: KEPMENKES RI NOMOR HK.01.07/MENKES/393/2019 TENTANG


PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA
MALNUTRISI PADA DEWASA, 2019

Anda mungkin juga menyukai