Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Dislokasi hip kongenital atau displasia hip kongenital atau developmental
displasia of the hip (DDH) adalah suatu kondisi abnormalitas pertumbuhan
hip(tulang pinggul), termasuk struktur oseus seperti asetabulum dan proksimal
femur, labrum, kapsula dan jaringan lunak lainnya. Kondisi ini bisa terjadi sejak
konsepsi sampai proses maturitas tulang1.
Kondisi yang lebih spesifik dari pengertian dislokasi hip kongenital adalah
sebagai berikut.
1. Subluksasi, tidak kompletnya hubungan antar permukaan artikular kepala
femur dengan asetabulum.
2. Dislokasi, hilangnya hubungan antara permukaan artikular kepala femur
dengan asetabulum.
3. Ketidaksetabilan dari sendi hip.
4. Teratologik dislokasi atau dislokasi antenatal1.

2.2. Anatomi
Pinggul dibentuk oleh acetabulum, tulang femur proksimal dan jaringan lunak
yang bergabung dengannya (kapsul, ligamentum teres, ligamentum transversum,
dan pulvinar). Ligamentum transversus bergabung dengan kedua tulang rawan
artikular inferior. Jaringan fibroadipous pulvinar dan ligamentum teres berada di
dasar permukaan eksternal asetabulum. Labrum melekat pada tepi perifer dari
acetabulum dan memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas pinggul2
(ncbi). Gambar anatomi tulang pembentuk pinggul dilihat pada gambar 2.1.

2
3

Gambar 2.1.
Anatomi Tulang Pembentuk Pinggul2

Pertumbuhan normal dari acetabulum tergantung pada pertumbuhan epifisis


normal dari kartilago triradiate dan pada tiga pusat osifikasi yang terletak di dalam
bagian acetabular dari pubis (os acetabulum), ilium (epiphysis acetabular), dan
ischium. Pada bayi dan anak-anak, bagian tulang pinggul yang besar ini tidak
mengeras sepenuhnya. Pada masa pubertas, 3 tulang primer masih dipisahkan oleh
kartilago triradiate berbentuk Y yang berpusat di asetabulum. Tulang primer
mulai menyatu pada 15-17 tahun. Fusi selesai berusia antara 20-25 tahun. Selain
itu, pertumbuhan normal dari acetabulum tergantung pada pertumbuhan
interstisial (pemanjangan tulang yang dihasilkan dari pertumbuhan tulang rawan
dan penggantiannya dengan jaringan tulang) dan apposotional (osteoblas dalam
periosteum mengendapkan lapisan matriks tulang baru ke lapisan yang sudah
terbentuk dari permukaan luar tulang. Pada saat yang sama, osteoklas pada
endosteum memecah jaringan tulang, menghasilkan konsentrasi yang lebih besar
dari tulang yang dibangun daripada dihancurkan, yang menghasilkan tulang yang
lebih tebal dan lebih kuat) yang normal dalam acetabulum. Kehadiran kepala
femoralis yang bulat di dalam acetabulum sangat penting untuk merangsang
perkembangan normal dari acetabulum4.
4

Gambar 2.2.
Anatomi kartilago triradiata dan tiga pusat osifikasi4

2.3. Epidemiologi
Insiden DDH saat lahir adalah 1: 1000-5: 1000, kejadian subluksasi dan
displasia adalah 10: 1000; ketika menerapkan skrining ultrasonografi universal,
kejadian yang dilaporkan adalah 25:1000-50:1000. Faktor risiko termasuk jenis
kelamin perempuan (80% dari anak-anak yang terkena dampak) mungkin karena
peningkatan kelemahan ligamen sebagai akibat dari sirkulasi hormon maternal
relaxin. Sisi kiri terlibat dalam 60% anak-anak, sisi kanan 20% dan 20% memiliki
keterlibatan bilateral. Sisi kiri lebih sering terlibat, mungkin karena posisi anterior
oksiput kiri dari sebagian besar bayi baru lahir yang tidak sungsang di mana
pinggul adduksi ke tulang belakang ibu dengan ruang terbatas untuk abduksi2.

2.4. Etiologi
Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti. Faktor predisposisi yang
berhubungan adalah posisi intrauterin dan jenis kelamin. Breech positioning
(posisi aduksi berlebihan dari sendi hip) dan jenis kelamin perempuan menjadi
predisposisi tinggi, karena sekitar 80% anak lahir dengan dislokasi hip kongenital
mempunyai riwayat breech positioning dengan jenis kelamin wanita1.
Faktor risiko pada jenis kelamin perempuan (80% kasus) mungkin karena
kelemahan ligamen sebagai akibat hormon relaksin ibu.11 Sebagian besar (60%)
kasus terjadi pada sisi kiri, sedangkan sisi kanan 20% dan 20% bilateral. Sisi kiri
lebih sering, mungkin karena posisi oksiput kiri anterior pada sebagian besar bayi
baru lahir tidak sungsang, pinggul bayi dalam posisi adduksi terhadap tulang
5

belakang ibu dengan ruang terbatas untuk gerak abduksi. Posisi bokong mungkin
merupakan faktor risiko tunggal yang penting5,6.
Kejadian DDH lebih tinggi dalam budaya yang masih menggunakan kain
lampin atau bedong untuk membungkus kedua ekstremitas bawah dalam posisi
ekstensi maksimal dan adduksi5. Studi pada penduduk asli Amerika menunjukkan,
setelah perubahan cara penggunaan lampin tradisional ke cara menyelimuti bayi
dengan longgar dan aman, terjadi penurunan prevalensi displasia 5. Pengalaman
serupa didokumentasikan di Jepang dan Turki5. Dengan menjaga kaki dalam
posisi fleksi dan abduksi secara alami tanpa membatasi gerakan pinggul
mengurangi risiko DDH5.
Selain itu predisposisi familial didokumentasikan dengan baik dalam literatur.
Familiar grade satu memiliki peningkatan risiko 12 kali lipat terkena DDH
sementara risiko relatif hanya 1,7 pada grade kedua. Beberapa perubahan dalam
gen seperti CX3CR1 telah diamati dalam kasus agregasi keluarga dari DDH2.
Predisposisi lainnya adalah malposisi akibat gangguan muskuloskeletal
intrauterin seperti aduksi metatarsus dan tortikolis. Oligohidroamnion juga
berhubungan dengan dislokasi hip kongenital. Kondisi lainnya adalah gangguan
neuromuskular intrauterin seperti serebral palsi, mielomeningokel, artogriposis,
dan sindrom Larsen1.

2.5. Patofisiologi
Kelainan skeletal pada DDH terdiri dari kelainan acetabulum, kepala femur,
leher femur, dan panggul. Morfologi acetabulum berbentuk khas seperti soket dan
bola pada embrio berubah menjadi dangkal saat lahir. Pada kebanyakan kasus,
acetabulum menjadi lebih dalam seiring bertambahnya usia dan menutupi kepala
femur. Namun demikian, beberapa acetabula menjadi dangkal dan bahkan
mencembung. Selain itu, penebalan abnormal acetabulum, anteversi acetabula
membuat acetabulum tidak dapat menutupi kepala femur. Acetabular index (AI)
secara rutin digunakan untuk mengevaluasi cakupan acetabulum terhadap kepala
femur7. Setelah dislokasi, epifisis kepala femur dapat tumbuh perlahan dan
menghasilkan kelainan anatomi seiring waktu. Nekrosis aseptik kepala femur
karena DDH tidak jarang terjadi8. Leher femur menjadi tebal dan pendek pada
6

anak dengan DDH. Hal ini mengakibatkan sudut anteversi dan sudut leher femur
mengalami perubahan, yang mengganggu ruang spasial dan transmisi gaya antara
acetabulum dan kepala femur9. Oleh karena itu, stimulus tekanan oleh tekanan
kepala femur pada acetabulum berkurang dan perkembangan panggul tertunda.8
Pada DDH unilateral, panggul menjadi miring dan tulang belakang membentuk
kurva kompensasi; jika DDH menyerang kedua sisi, pasien dapat menunjukkan
gaya berjalan seperti bergoyang (waddling gait), peningkatan lordosis lumbal, dan
kifosis panggul. Perubahan jaringan lunak juga dapat terjadi meliputi labrum
glenoid, kapsul artikular, ligamen, dan lemak. Jika terjadi dislokasi panggul,
kapsul artikular meregang dan menjadi longgar3. Jika iliopsoas melewati bagian
depan kapsul, inversi labrum glenoid dan kapsul dapat menghalangi reduksi
dislokasi. Ligamentum teres menjadi memanjang dan hipertrofi pada sebagian
besar kasus, yang juga merupakan penghambat reduksi3.

2.6. Diagnosis
a) Anamnesis
Dapat diketahui riwayat kehamilan dan persalinan bayi yang memiliki
risiko seperti presentasi sungsang, oligohidramnion, primipara, persalinan
sungsang per vaginam, dan jenis kelamin perempuan. Riwayat keluarga
osteoartritis panggul prematur dan pembedongan segera setelah lahir pun
perlu ditanyakan.

b) Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis awal DDH diidentifikasi selama pemeriksaan bayi baru
lahir, menggunakan tes ortolani dan tes barlow. Temuan pemeriksaan klasik
diungkapkan dengan manuver Ortolani, di mana "bunyi" ada ketika pinggul
diarahkan masuk dan keluar dari asetabulum dan di atas neolimbus. Tes
Ortolani adalah tes klinis paling penting untuk deteksi displasia yaitu kepala
femur yang terdislokasi dikembalikan ke acetabulum4.
Tes Barlow menggambarkan tes lain untuk DDH yang dilakukan dengan
pinggul dalam posisi adduksi, di mana sedikit tekanan posterior diterapkan ke
pinggul. Tes Barlow yaitu pemeriksa mendislokasi kepala femur yang tidak
stabil dari acetabulum. Setiap panggul harus diperiksa secara independen
7

dengan sisi lain diposisikan dalam posisi abduksi maksimum untuk mengunci
panggul. Kadang, bisa dirasakan klik pada jaringan lunak selama pergerakan
pinggul. Jika pada pemeriksaan Tes Barlow hanya dapat dirasakan bunyi klik
tanpa adanya temuan dislokasi yang jelas, maka displasia masih dianggap
ringan4.
Tanda ortolani dan barlow dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3.
A. Tanda ortolani, B. Tanda Barlow10
Pemeriksaan klinis untuk DDH lanjut (usia 3-6 bulan) sangat berbeda.
Pada titik ini, pinggul, jika dislokasi, sering dislokasi dalam posisi tetap.
Tanda Galeazzi adalah pengidentifikasi klasik dislokasi pinggul unilateral.
Tanda Galeazzi yaitu perbedaan panjang tungkai dengan lutut tidak sama
tinggi pada posisi terlentang dengan pinggul dan lutut tertekuk, dan abduksi
panggul yang terbatas4. Dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4.
Tanda Galeazzi10
8

Temuan pemeriksaan fisik tambahan untuk dislokasi terlambat


termasuk asimetri paha gluteal atau lipatan kulit labral, observasi untuk
asimetri lipatan kulit gluteal atau paha dimana secara normal lipatan
tersebut tidak melebihi dari anus1.

Gambar 2.5.
I. Bayi dengan lipatan kulit inguinal/paha asimetris (anterior). II. (posterior). III. bayi dengan
dislokasi panggul bilateral dengan kontur paha melebar. Terdapat asimetri ringan dari lipatan
kulit11.

Selain itu dapat diamati adanya penurunan abduksi pada sisi yang
terkena dimana abduksi hip pada bayi baru lahir adalah 80-90o., berdiri atau
berjalan dengan rotasi eksternal, dan ketidaksetaraan panjang kaki. Para
penulis merekomendasikan bahwa tanda ini harus dicari secara aktif, dan jika
ditemukan, harus dievaluasi lebih lanjut dengan USG atau radiografi. Adanya
keterbatasan adduksi bilateral panggul bukan merupakan tanda akurat untuk
DDH12.
Anak yang mulai berjalan dapat memiliki gaya berjalan Trendelenburg.
Diagnosis dislokasi bilateral lebih sulit; dapat terlihat tanda Trendelenburg,
waddling gait, dan penurunan ROM abduksi panggul yang simetris. DDH
juga dikaitkan dengan penyebab keterlambatan berjalan pada anak-anak.7
Pada anak dengan DDH didapatkan keterlambatan berjalan sekitar 1 bulan
lebih lambat jika dibandingan dengan anak yang normal 13. Namun secara
klinis keterlambatan ini tidak signifikan karena perbedaan waktu 1 bulan
dianggap tidak bermakna dan mungkin bisa disebabkan karena hal lain selain
displasia panggul5,13.

c) Pemeriksaan Penunjang
9

1. Pemeriksaan USG
Sonografi berharga pada bulan-bulan pertama kehidupan. Setelah
nukleus dari kepala femur mengalami osifikasi muncul, USG menjadi
kurang berharga dan radiografi harus digunakan. Graf et al menetapkan
metode untuk mengevaluasi panggul bayi sesuai dengan morfologi14.
Pemeriksaan yang dilakukan berupa pengukuran besarnya sudut
yang dibentuk oleh garis khayal struktur-struktur pada panggul. Baseline
adalah garis yang dibentuk oleh os ilium terhadap acetabulum.
Inclination line adalah garis yang dibentuk oleh struktur kartilago pada
acetabulum, dan acetabular roofline adalah garis yang dibentuk oleh
struktur tulang pada acetabulum. Sudut α adalah sudut antara baseline
dan acetabular roofline, sedangkan sudut β adalah sudut yang dibentuk
oleh baseline dan inclination14.Gambar sonografi acetabulum dapat
dilihat pada gambar 2.6

Gambar 2.6
Ultrasonogram dan skema Graf tipe I.
1. perichondrium dan peristeum pada ilium, 2. kartilago acetabulum, 3. labrum
acetabulum, 4.kapsul sendi, 5. os ilium, 6. promontory of osseous acetabular rim, 7. os

ilium, 8. margin inferior ilium, 9.caput femur14

Sudut α, dikatakan normal jika >60o, sudut β dikatakan normal jika <
55o 4. Klasifikasi DDH menurut Graf dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1. Klasifikasi DDH menurut Graf14


10

Tipe Sudut α Sudut β Deskripsi Terapi


Klasifikasi Standar
I > 600 < 55 0 Normal Tidak ada
IIA 500-600 550-770 Imatur (<3 Observasi
bulan)
IIB 430-490 >770 Acetabular Pavlik harness
defisiensi
IIC 430-490 >770 Everted labrum Pavlik harness
0
III < 43 > 770 Everted labrum Pavlik harness
IV Tidak dapat diukur Dislokasi Reduksi tertutup
atau terbuka
Klasifikasi sederhana
I > 600 < 55 0 Normal Tidak ada
II 430-600 550-770 Delayed ?
ossfication
III < 43 0 > 770 Lateralisasi Pavlik harness
IV Tidak dapat diukur Dislokasi Reduksi terbuka
atau tertutup

2. Pemeriksaan radiografi
Radiografi polos bermanfaat setelah usia empat hingga enam bulan
karena pusat osifikasi kepala femur sudah muncul. Beberapa garis
referensi dan sudut berguna dalam mengevaluasi radiografi
anteroposterior panggul bayi. Garis Hilgenreiner ditarik secara horizontal
melalui kartilago triradiate pelvis. Garis Perkin ditarik tegak lurus
terhadap garis Hilgenreiner di tepi lateral setiap asetabulum. Kepala
femoralis harus terletak di dalam kuadran inferomedial yang dibentuk
oleh garis Hilgrenreiner dan Perkin. Pada pinggul displastik, tepi lateral
acetabulum mungkin sulit diidentifikasi, dan kepala femoralis mungkin
terletak di kuadran superior atau lateral . Garis Shenton yang melengkung.
Didefinisikan oleh batas medial leher femoralis dan batas superior
foramen obturator. Kerusakan dalam garis Shenton menunjukkan
perpindahan kepala femoral dari acetabulum15. Gambar 2.7. merupakan
gambar radiografi polos anteroposterior pada anak perempuan tujuh
bulan yang mengalami displasia hip kongenital15.
11

Gambar 2.7.
(A) Garis horizontal adalah garis Hilgenreiner, dan garis vertikal adalah garis Perkin. Kepala
femoralis di sebelah kanan (normal) terletak pada kuadran inferomedial yang dibentuk oleh garis-
garis ini. Pinggul kiri dislokasi; kepala femoralisnya terletak di kuadran superolateral. (B) Garis
Shenton terganggu di pinggul kiri (dislokasi)15.

Acetabular index adalah pengukuran lain yang bermanfaat, dibentuk oleh


persimpangan Hilgenreiner dan garis yang ditarik di sepanjang permukaan
acetabular. Pada bayi baru lahir normal, indeks asetabular rata-rata 27,5 derajat,
pada enam bulan 23,5 derajat dan pada dua tahun, 20 derajat. Tiga puluh derajat
dianggap sebagai batas atas normal.Pada anak yang lebih besar, sudut tepi tengah
adalah ukuran yang berguna. Ini adalah sudut antara garis Perkin dan garis yang
menghubungkan pusat kepala femoralis dengan asetabulum lateral. Pada anak usia
6-13 tahun, sudut lebih besar dari 19 dianggap normal, sedangkan pada anak yang
lebih besar sudut lebih besar dari 25 dianggap normal15. Gambar acetabular index
dilihat pada gambar 2.7
12

Gambar 2.7
Acetabular index, pelvis x-ray (tampilan AP) menunjukkan pinggul displastik sisi kiri dengan
indeks asetabular yang meningkat15.

2.7. Tata Laksana


Indikasi untuk perawatan tergantung pada usia pasien dan keberhasilan teknik
sebelumnya. Anak-anak < 6 bulan dengan ketidakstabilan pada hasil pemeriksaan
di tata laksana dengan biasanya pavlik harness. Jika tidak efektif atau jika
ketidakstabilan atau dislokasi pinggul ditemukan ketika anak berusia lebih dari 6
bulan, reduksi tertutup biasanya direkomendasikan, dengan atau tanpa pemberian
traksi sebelum reduksi. Ketika anak berusia lebih dari 2 tahun atau dengan
kegagalan pengobatan sebelumnya, reduksi terbuka dipertimbangkan. Jika pasien
lebih tua dari 3 tahun, pemendekan femoral dilakukan sebagai pengganti traksi,
dengan varus tambahan diterapkan pada tulang paha, jika perlu. Seorang pasien
dengan displasia acetabular residual yang lebih tua dari 4 tahun harus dirawat
dengan prosedur acetabular4.
Pavlik harness secara dinamis menempatkan pinggul dalam fleksi dan
abduksi sambil memungkinkan gerakan, posisi fleksi dan abduksi ini untuk
menjaga kepala femur tetap di dalam acetabula dan dirancang untuk menahan
panggul pada posisi tepat, mengencangkan ligamen di sekitar sendi panggul dan
mempertahankan pembentukan mangkok acetabula yang normal. Pavlik harness
harus ditempatkan sehingga tali dada berada di garis puting, dengan 2 ruang sidik
jari antara dada dan tali. Tali anterior berada di garis midaxillary dan harus diatur
sehingga pinggul di fleksikan ke 100-110º; fleksi yang berlebihan dapat
13

menyebabkan kompresi saraf femoralis dan dislokasi inferior. Fungsi paha depan
harus ditentukan pada semua kunjungan klinik. Tali abduksi posterior harus
setinggi skapula anak dan disesuaikan untuk memungkinkan abduksi yang
nyaman. Harus dicegah pinggul dari adduksi ke titik di mana pinggul terlepas.
Abduksi yang berlebihan harus dihindari karena kekhawatiran mengenai potensi
perkembangan nekrosis avaskular. Reduksi dari pinggul harus dikonfirmasi
dengan ultrasonografi dalam waktu tiga minggu penggunaan pelvik harness.
Perawatan biasanya dilanjutkan untuk setidaknya enam minggu penuh dan enam
minggu paruh waktu pada bayi muda, dan mungkin lebih lama pada anak yang
lebih besar. Hasil jangka panjang dari perawatan Pavlik harnes menunjukkan
tingkat keberhasilan 95 persen untuk displasia acetabulum dan subluksasi. Tingkat
keberhasilan turun menjadi 80 persen untuk frank dislokasi4,10.
Jika pinggul yang dislokasi tidak berkurang dalam tiga minggu, harness harus
dihentikan dan pengobatan alternatif dipilih. Biasanya melibatkan reduksi tertutup
dengan anestesi dengan spica cast pinggul4,10.

Gambar 2.8
Pavlik Harness10
Pada anak-anak > 6 bulan, reduksi tertutup dengan anestesi umum dan spica
cast pinggul adalah pengobatan pilihan. Computed tomography atau magnetic
resonance imaging pascaoperasi harus digunakan untuk mengkonfirmasi reduksi
konsentris. Imobilisasi pada gips spica setelah reduksi tertutup biasanya berlanjut
setidaknya selama 12 minggu setelah reduksi tertutup. Jika pinggul tidak dapat
14

direduksi dengan cara tertutup, atau reduksi konsentris tidak tercapai,dibutuhkan


reduksi terbuka4,10.

Gambar 2.9
Spica cast dikuti dengan reduksi tertutup bilateral10

Reduksi terbuka adalah pengobatan pilihan untuk DDH pada anak-anak yang
lebih tua dari 2 tahun pada saat diagnosis awal atau di mana upaya reduksi
tertutup gagal. Reduksi terbuka pinggul pada anak dengan DDH melibatkan
pemanjangan tendon pinggul, menghilangkan hambatan untuk reduksi, dan
mengencangkan kapsul pinggul setelah reduksi diperoleh. Pada usia 18 bulan,
osteotomi femoralis dengan atau tanpa osteotomi panggul mungkin diperlukan
untuk merekonstruksi dan mempertahankan pinggul dengan aman dalam posisi
reduksi. Ketika reduksi terbuka dilakukan, pasien memakai gips spica pinggul
selama 6-12 minggu, kemudian ditempatkan dalam orthosis abduksi.
Kontraindikasi relatif untuk pembedahan termasuk usia yang lebih tua (> 8 tahun
untuk dislokasi panggul unilateral atau> 4-6 tahun untuk dislokasi panggul
bilateral, terutama jika asetabulum palsu tidak ada). Kontraindikasi lain untuk
pembedahan termasuk kelainan neuromuskuler, seperti myelomeningocele tinggi
atau cedera medulla spinalis, atau cerebral palsy pada pasien yang mengalami
dislokasi pinggul lebih dari 1 tahun4,10.
15

2.8. Komplikasi
Komplikasi pada displasia hip antara lain
a) Persisten Displasia
Displasia pinggul yang persisten pada remaja dan dewasa dapat
mengakibatkan gaya berjalan yang abnormal, penurunan kekuatan,
perbedaan panjang tungkai dengan deformitas fleksi/aduksi pinggul,
peningkatan tingkat penyakit sendi pinggul degeneratif, skoliosis
postural, nyeri punggung, dan genu valgum ipsilateral dengan akibatnya.
radang sendi lutut. Displasia persisten mengubah biomekanik pinggul,
membebani tulang rawan artikular secara berlebihan. Hal ini
menyebabkan proses “wear and tear” pada tulang rawan artikular, yang
mengarah ke osteoartritis (OA) awal. Menghindari pengembangan OA
adalah tujuan utama pengobatan untuk DDH. Diperkirakan bahwa DDH
mewakili 2,6% hingga 9,1% dari total kasus penggantian pinggul total
dan merupakan penyebab utama penggantian pinggul total pada orang
muda (sekitar 21% hingga 29%)2.
b) Avaskular nekrosis
Hasil dari tekanan berlebihan pada kepala femoralis setelah reduksi pada
abduksi yang ekstrem dan rotasi internal yang mengarah ke oklusi
vaskular. Kejadian avaskular nekrosis sangat bervariasi dari 0-73%,
tergantung pada usia, cara pengobatan dan kriteria yang digunakan untuk
menggambarkan avaskular nekrosis. Insiden empat persen dilaporkan
oleh Weiner et al. pada anak di bawah usia tiga bulan15.
c) Residual displasia
Acetabular index mengukur tingkat keparahan residual displasia. Dalam
literatur saat ini, definisi displasia asetabular tidak konsisten. Gwynne et
al. mendefinisikan displasia sebagai pasti jika indeks asetabular lebih dari
30 derajat pada sinar-X untuk anak usia 6 bulan (sesuai dengan lebih dari
2 SD di atas normal pada usia ini) dan ringan jika lebih besar dari 25
derajat. Cashman melaporkan kejadian 3,5% dari displasia acetabular
residual dalam penelitiannya. Acetabulum remodels sebagai respons
terhadap tekanan yang diberikan oleh kepala femoralis setelah reduksi
konsentris. Namun, proses ini mungkin tetap tidak efisien dan
16

menghasilkan asetabulum dangkal yang menyediakan cakupan yang tidak


memadai dan hasil yang buruk. Ini dapat diobati dengan operasi
reorientasi asetabular15.

2.9. Prognosis
Neonatus dengan displasia ringan dan ketidakstabilan ringan yang dicatat
dalam beberapa minggu pertama kehidupan mungkin 88% sembuh pada usia
8 minggu. Mereka dengan ketidakstabilan dan dislokasi frank sering
mengalami displasia progresif. Resolusi spontan tanpa intervensi tidak
mungkin terjadi pada anak di atas usia 6 bulan2.
Secara keseluruhan, prognosis untuk anak-anak yang diobati untuk
displasia pinggul sangat baik, terutama jika displasia dikelola dengan reduksi
tertutup. Jika reduksi tertutup tidak berhasil dan reduksi terbuka diperlukan,
hasilnya mungkin kurang menguntungkan, meskipun hasil jangka pendek
tampaknya memuaskan. Jika prosedur sekunder diperlukan untuk
mendapatkan reduksi, maka hasil keseluruhan secara signifikan lebih buruk4.
Beberapa penulis percaya bahwa pasien dengan displasia pinggul
bilateral memiliki prognosis yang lebih buruk karena seringnya keterlambatan
dalam diagnosis dan persyaratan perawatan yang lebih besar. Dalam sebuah
penelitian Wang, et al, 2013 yang membandingkan hasil anak-anak usia
berjalan dengan dislokasi pinggul bilateral yang menjalani reduksi terbuka
dan osteotomi panggul dengan atau tanpa osteotomi femoral dengan anak-
anak usia berjalan dengan pinggul terkilir unilateral yang menjalani
serangkaian prosedur yang sama , hasil radiografi serupa. Dalam penelitian
ini, tingkat osteonekrosis lebih tinggi pada kelompok bilateral, tetapi
perbedaan ini dijelaskan oleh usia yang lebih tua saat operasi dan tingkat
dislokasi pinggul yang lebih besar sebelum operasi. Para penulis
menyimpulkan bahwa hasil klinis setelah operasi anak-anak dengan dislokasi
pinggul bilateral lebih buruk terutama karena hasil asimetris4.

Anda mungkin juga menyukai