Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Pelvis (panggul) tersusun atas empat tulang: sakrum, koksigis, dan dua
tulang inominata yang terbentuk oleh fusi ilium, iskium, dan pubis. Tulang-tulang
inominata bersendi dengan sakrum pada sinkondrosis sakroiliaka dan bersendi
dengan tulang inominata sebelahnya di simfisis pubis. Stabilitas pelvis tergantung
dari integritas ligamen dan tulang. Ligamen yang terpenting dan terkuat adalah
ligamen pada bagian posterior yaitu ligamen sacroiliac dan iliolumbar.
Fraktur pada pelvis menyebabkan terbukanya cincin pelvis dan dapat
mengakibatkan ketidakstabilan. Pada trauma pelvis yang tidak stabil dapat terjadi
kehilangan darah yang sangat besar dan dapat terjadi komplikasi pada organ
viscera pada rongga pelvis yang nantinya dapat mengganggu keadaan
hemodinamik bahkan sampai kondisi syok. Sekitar 15–30% pasien dengan cedera
pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil secara hemodinamik.
Fraktur pelvis mempunyai angka kejadian 3% dari keseluruhan cedera
tulang. Angka mortalitas untuk trauma pelvis berkisar antara 5-16%. Studi di
Australia menunjukkan angka insidensi terjadinya fraktur pelvis sebanyak 23 per
100.000 orang per tahun, sementara studi di Inggris menungjukkan insidensi
kejadian fraktur acetabulum sebanyak 3 per 100.000 orang per tahun
Banyak komplikasi yang terjadi pada fraktur pelvis, diantaranya yaitu
robekan pada kandung kemih, robekan pada urethra, trauma rectum dan vagina,
trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan massif sampai
syok.
Trauma pada pelvis memiliki standar kompetensi 2, yang berarti dokter
umum harus mampu mendiagnosis dan memberi rujukan yang tepat. Pemahaman
dalam mendiagnosis trauma pada pelvis dapat membantu mengurangi
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI PELVIS3,4

1
Pelvis merupakan struktur mirip-cincin yang terbentuk dari tiga tulang:
sacrum dan dua tulang innominata, yang masing-masing terdiri dari ilium,
ischium dan pubis. Tulang-tulang innominata menyatu dengan sacrum di bagian
posterior pada dua persendian sacroiliaca; di bagian anterior, tulang-tulang ini
bersatu pada simfisis pubis. Simfisis bertindak sebagai penopang sepanjang
memikul beban berat badan untuk mempertahankan struktur cincin pelvis.
Tiga tulang dan tiga persendian tersebut menjadikan cincin pelvis stabil
oleh struktur ligamentosa, yang terkuat dan paling penting adalah ligamentum-
ligamentum sacroiliaca posterior. Ligamentum-ligamentum ini terbuat dari serat
oblik pendek yang melintang dari tonjolan posterior sacrum sampai ke spina iliaca
posterior superior (SIPS) dan spina iliaca posterior inferior (SIPI) seperti halnya
serat longitudinal yang lebih panjang melintang dari sacrum lateral sampai ke
spina iliaca posterior superior (SIPS) dan bergabung dengan ligamentum
sacrotuberale. Ligamentum sacroiliaca anterior jauh kurang kuat dibandingkan
dengan ligamentum sacroiliaca posterior. Ligamentum sacrotuberale adalah
sebuah jalinan kuat yang melintang dari sacrum posterolateral dan aspek dorsal
spina iliaca posterior sampai ke tuber ischiadicum. Ligamentum ini, bersama
dengan ligamentum sacroiliaca posterior, memberikan stabilitas vertikal pada
pelvis. Ligamentum sacrospinosum melintang dari batas lateral sacrum dan
coccygeus sampai ke ligamentum sacrotuberale dan masuk ke spina ischiadica.
Ligamentum iliolumbale melintang dari processus transversus lumbalis keempat
dan kelima sampai ke crista iliaca posterior; ligamentum lumbosacrale melintang
dari processus transversus lumbalis ke lima sampai ke ala ossis sacri (gambar 1).

2
Gambar 1. Pandangan posterior (A) dan anterior (B) dari ligamentum pelvis.4
Arteri iliaca communis terbagi, menjadi arteri iliaca externa, yang terdapat
pada pelvis anterior diatas pinggiran pelvis. Arteri iliaca interna terletak diatas
pinggiran pelvis. Arteri tersebut mengalir ke anterior dan dalam dekat dengan
sendi sacroliliaca. Cabang posterior arteri iliaca interna termasuk arteri
iliolumbalis, arteri glutea superior dan arteri sacralis lateralis. Arteri glutea
superior berjalan ke sekeliling menuju bentuk panggul lebih besar, yang terletak
secara langsung diatas tulang. Cabang anterior arteri iliaca interna termasuk arteri
obturatoria, arteri umbilicalis, arteri vesicalis, arteri pudenda, arteri glutea inferior,
arteri rectalis dan arteri hemoroidalis. Arteri pudenda dan obturatoria secara
anatomis berhubungan dengan rami pubis dan dapat cedera dengan fraktur atau
perlukaan pada struktur ini. Arteri-arteri ini dan juga vena-vena yang
menyertainya seluruhnya dapat cedera selama adanya disrupsi pelvis (gambar 2).

Gambar 2. Aspek internal pelvis yang memperlihatkan pembuluh darah mayor


yang terletak pada dinding dalam pelvis.4

3
Gambar 3. Gambaran radiologi pelvis normal beserta organ-organ penting.

2.2 TRAUMA PELVIS


2.2.1 Definisi
Patah tulang panggul adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan
epifisis atau tulang rawan sendi dan gangguan struktur tulang dari pelvis.
Pada orang tua penyebab paling umum adalah jatuh dari posisi berdiri.
Namun, fraktur yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas
terbesar melibatkan kejadian yang signifikan misalnya dari kecelakaan
kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian.

2.2.2 Epidemiologi
Fraktur pelvis mempunyai angka kejadian 3% dari keseluruhan cedera
tulang. Angka mortalitas untuk trauma pelvis berkisar antara 10-20 persen,
dengan rerata kejadian fraktur pelvis tidak stabil sebanyak 8%. Sebuah
penelitian epidemiologi Mayo Clinic dilaporkan oleh Melton dan rekan-
rekannya. keseluruhan kejadian adalah 37 per 100.000 orang per tahun. Di
antaranya pasien yang berusia 15 hingga 25 tahun, signifikan lebih besar
laki-laki dibandingkan dengan perempuan, dengan mayoritas terkait dengan
trauma berat.6
2.2.3 Etiologi7
Fraktur pelvis dapat disebabkan karena:
a. Trauma Energi Tinggi
Fraktur pelvis dapat disebabkan oleh trauma energi tinggi, seperti yang
terjadi pada:
- Kecelakaan motor atau mobil

4
- Jatuh dari ketinggian
b. Insufisiensi tulang
Fraktur pelvis juga dapat terjadi akibat tulang yang lemah dan insufisien.
Ini sering ditemukan pada kelompok orang usia tua yang tulangnya telah
menjadi lemah akibat osteoporosis. Pada kelompok pasien ini, fraktur
dapat terjadi hanya dengan trauma energi rendah, misalnya hanya akibat
jatuh dari posisi berdiri atau pada saat melakukan aktivitas ringan saja
seperti bangkit dari duduk atau turun tangga.
c. Fraktur Avulsi
Segmen tulang tertarik oleh kontraksi otot yang terlalu kuat; hal ini
biasanya terjadi pada olahragawan dan atlet. Muskulus sartorius dapat
menarik spina iliaka anterior superior, muskulus rectus femoris dapat
menarik spina iliaka anterior inferior, muskulus adduktor longus dapat
menarik pubis, dan otot hamstring dapat menarik bagian dari tulang
ischium. Tipe fraktur ini cenderung stabil dan tidak merusak integritas
struktural dari cincin pelvis.

2.2.4 Klasifikasi
Ada beberapa macam klasifikasi fraktur pada pelvis.
Klasifikasi Young & Burgess5,9
a. Kompresi anteroposterior (Anterioposterior Compression)
Cedera ini biasanya disebabkan oleh karena benturan antara pejalan
kaki dan mobil. Rami pubis mengalami fraktur dan mengalami rotasi
eksternal dengan berpisahnya simfisis sehingga disebut juga dengan
cedera “buku terbuka”. Ligamen sakroiliaka anterior mengalami tarikan
dan bisa jadi putus, atau dapat juga terjadi fraktur pada bagian posterior
ilium. Cedera jenis ini diklasifikasikan kembali menjadi beberapa
subklasifikasi berdasarkan keparahan cederanya:
- APC-I : Diastasis simfisis minimal (< 2 cm), tarikan pada ligamen
sakroiliakal, dengan cincin pelvis yang stabil
- APC-II : Diastasis simfisis lebih renggang, ligamen sakroiliakal
putus, dengan pergeseran ringan sendi sakroiliaka, namun cincin
pelvis masih stabil
- APC-III: Ligamen sakroiliaka anterior dan posterior putus, dengan
pemisahan sendi sakroiliaka, satu bagian hemipelvis terpisah dari

5
hemipelvis yang lain secar anterior dan terpisah dari sakrum secara
posterior. Cincin pelvis tidak stabil

Gambar 4. Tipe fraktur pelvis APC (Antero-posterior Compression)8

b. Kompresi lateral (Lateral Compression)


Kompresi pelvis dari sisi ke sisi menyebabkan cincin pelvis
melengkung dan rusak. Hal ini biasanya terjadi akibat benturan dari sisi
samping pada kecelakaan darat atau jatuh dari ketinggian. Di bagian
anterior, rami pubis mengalami fraktur pada salah satu atau kedua
bagian dan di bagian posterior, akan tedapat tekanan sakroiliaka yang
hebat atau fraktur dari sakrum atau ilium, baik pada sisi yang sama
dengan sisi rami pubis yang fraktur atau pada sisi yang berlawanan.
Terbagi lagi menjadi beberapa subklasifikasi:
- LC-I : Fraktur transverse rami pubis bagian anterior. Cincin pelvis
stabil
- LC-II : Tambahan fraktur pada iliac wing pada sisi tekanan. Cincin
pelvis masih stabil
- LC-III : Tekanan kompresi lateral pada salah satu sisi iliac wing
mengakibatkan tekanan anteroposterior pada sisi ilium yang
berlawanan, menyebabkan pola fraktur yang sesuai dengan
mekanisme tersebut.

6
Gambar 5. Tipe fraktur pelvis LC (Lateral Compression)8

c. Benturan vertikal (Vertical Shear)


Terjadi fraktur rami pubis akibat tulang yang bergeser secara vertikal
dan menyebabkan kerusakan pada daerah sakroiliaka pada sisi yang
sama. Hal ini sering terjadi saat seseorang jatuh dari ketinggian dengan
bertumpu pada satu kaki. Fraktur jenis ini biasanya berat, tidak stabil,
dengan kerusakan jaringan lunak yang luas dan perdarahan
retroperitoneal.

d. Cedera Kombinasi
Pada cedera pelvis yang berat, dapat terjadi kombinasi dari mekanisme-
mekanisme di atas.

Gambar 6 Jenis fraktur pelvis berdasarkan mekanisme cedera5

Klasifikasi Tile7

Gambar 7. Klasifikasi Tile


Tile (1988) membagi fraktur pelvis ke dalam cidera yang stabil, cidera yang
secara rotasi tak stabil dan cidera yang secara rotasi dan vertikal tak stabil.

7
 Tipe A/stabil; ini temasuk avulsi dan fraktur pada cincin pelvis
dengan sedikit atau tanpa pergeseran.
o A1 : fraktur panggul tidak mengenai cincin
o A2 : stabil, terdapat pergeseran cincin yang minimal dari fraktur
 Tipe B yaitu secara rotasi tidak stabil tapi secara vertikal stabil.
Daya rotasi luar yang mengena pada satu sisi pelvis dapat merusak dan
membuka simfisis biasa disebut fraktur open book atau daya rotasi
internal yaitu tekanan lateral yang dapat menyebabkan fraktur pada rami
iskiopubik pada salah satu atau kedua sisi juga disertai cidera posterior
tetapi tida ada pembukaan simfisis.
o B1 : open book
o B2 : kompresi lateral  ipsilateral
o B3 : kompresi lateral  kontralateral (bucket-handle)
 Tipe C yaitu secara rotasi dan vertical tak stabil, terdapat kerusakan
pada ligament posterior yang keras dengan cidera pada salah satu atau
kedua sisi dan pergeseran vertical pada salah satu sisi pelvis, mungkin
juga terdapat fraktur acetabulum.
o C1 : unilateral
o C2 : bilateral
o C3 : disertai fraktur asetabulum

2.2.4 Gambaran Klinik9


Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma
multipel yangdapat mengenai organ-organ lain dalam panggul . Keluhan
berupa gejala pembengkakan ,deformitas serta perdarahan subkutan sekitar
panggul . Penderita datang dalam keadaan anemi dan syok karena
perdarahan yang hebat. Terdapat gangguan fungsi anggota gerak bawah.
Dislokasi dan fraktur dislokasi sendi panggul dibagi dalam 3 jenis :
1. Dislokasi posterior
 Tanpa fraktur
 Disertai fraktur rim posterior yang tunggal dan besar
 Disertai fraktur komunitif asetabulum bagian posterior dengan atau
tanpakerusakan pada dasar asetabulum.
 Disertai fraktur kaput femur

8
Mekanisme trauma dislokasi posterior disertai adanya fraktur adalah
kaput femur dipaksa keluar ke belakang asetabulum melalui suatu trauma
yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi pinggul dalama posisi
fleksi atau semi fleksi. Trauma biasanya terjadi karena kecelakaan lalu lintas
dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras
yang berada dibagian depan lutut. Kelainan ini juga dapat terjadi sewaktu
mengendarai motor. 50% dislokasi disertai fraktur pada pinggir asetabulum
dengan fragmen kecil atau besar. Penderita biasanya datang setelah suatu
trauma yang hebat disertai nyeri dan deformitas pada daerah sendi panggul.
Sendi panggul teraba menonjol ke belakang dalam posisi adduksi, fleksi dan
rotasi interna .terdapat pemendekan anggota gerak bawah. Dengan
pemeriksaan rontgen akan diketahui jenis dislokasi dan apakahdislokasi
disertai fraktur atau tidak.

Gambar 8. Dislokasi posterior

2. Dislokasi anterior

9
 Obturator
 Iliaka
 Pubik
 Disertai fraktur kaput femur

Gambar 9. Dislokasi anterior

3. Dislokasi sentral asetabulum


 Hanya mengenai bagian dalam dinding asetabulum
 Fraktur sebagian dari kubah asetabulum
 Pergeseran menyeluruh ke panggul disertai fraktur asetabulum yang
komunitif

Gambar 10. Dislokasi Asetabulum

Mekanisme trauma Fraktur dislokasi sentral adalah terjadi apabila kaput


femur terdorong ke dinding medial asetabulum pada rongga panggul. Disini

10
kapsul tetap utuh. Fraktur asetabulum terjadi karena dorongan yang kuat
dari lateral atau jatuh dariketinggian pada satu sisi atau suatu tekanan yang
melalui femur dimana keadaan abduksi. Didapatkan perdarahan dan
pembengkakan di daerah tungkai bagian proksimal tetapi posisi tetap
normal. Nyeri tekan pada daerah trokanter. Gerakan sendi panggul sangat
terbatas. Dengan pemeriksaan radiologis didapatkan adanya pergeseran dari
kaput femur menembus panggul.

2.2.5 Diagnosis8
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang:
• Anamnesis :
a. Keadaan dan waktu trauma
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
• Pemeriksaan Klinik :
a. Keadaan umum
- Denyut nadi, tekanan darah dan respirasi
- Lakukan survey kemungkinan trauma lainnya
b. Lokal
- Pemeriksaan nyeri :
Tekanan dari samping cincin panggul
Tarikan pada cincin panggul
- Inspeksi perineum untuk mengetahui asanya Perdarahan,
pembengkakan dan deformitas
- Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi
pada ramus dan simfisis pubis
- Pemeriksaan colok dubur

11
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan nyeri subjektif dan objektif, dan
pergerakan abnormal pada gelang panggul. Untuk itu, pelvis ditekan ke
belakang dan ke medial secara hati-hati pada kedua spina iliaka anterior
superior, ke medial pada kedua trokanter mayor, ke belakang pada simpisis
pubis, dan ke medial pada kedua krista iliaka. Apabila pemeriksaan ini
menyebabkan nyeri, patut dicurigai adanya patah tulang panggul.
Kemudian dicari adanya gangguan kencing seperti retensi urin atau
perdarahan melalui uretra, serta dilakukan pemeriksaan colok dubur untuk
melakukan penilaian pada sakrum, atau tulang pubis dari dalam.
Sinar X dapat memperlihatkan fraktur pada rami pubis, fraktur
ipsilateral atau kontra lateral pada elemen posterior, pemisahan simfisis,
kerusakan pada sendi sacroiliaca atau kombinasi CT-scan merupakan cara
terbaik untuk memperlihatkan sifat cedera.

2.2.6 Tatalaksana8,9
Penatalaksanaan kegawatan, ditujukan pada fase awal, meliputi hal-
hal sebagai berikut:
a. Penanganan kestabilan jalan napas dan ventilasi
b. Penangan perdarahan dan sirkulasi
c. Penanganan urethra dan kandung kemih
d. Pencegahan openbook injury dan mengurangi nyeri
Perdarahan yang sehubungan dengan fraktur pelvis menuntut adanya
evaluasi yang efisien dan intervensi yang cepat. Evaluasi dan perawatan
pasien dengan fraktur pelvis membutuhkan sebuah pendekatan
multidisiplin.
a. Teknik mengurangi perdarahan, meliputi:
1. Cegah manipulasi berlebihan atau berulang-ulang
2. Tungkai bawah di rotasi ke dalam untuk menutup fraktur open-
book. Pasang bantalan pada tonjolan tulang dan ikat kedua tungkai
yang dilakukan rotasi. Tindakan ini akan mengurangi pergeseran
simpisis, mengurangi volume pelvis, bermanfaat untuk tindakan
sementara menunggu pengobatan definitif.
3. Pasang dan kembangkan PASG. Alat ini bermanfaat untuk
membawa/transport penderita.

12
4. Pasang external fixator pelvis (konsultasi orthopedi segera)
5. Pasang traksi skeletal (konsultasi orthopedi segera)
6. Embolisasi pembuluh darah pelvis melalui angiografi
7. Lakukan segera konsultasi bedah/ orthopedi untuk menentukan
prioritas
8. Letakkan bantal pasir di bawah bokong kiri-kanan jika tidak
terdapat trauma tulang belakang atau cara menutup pelvis yang lain
tidak tersedia.
9. Pasang pelvic binder
10. Mengatur untuk transfer ke fasilitas terapi definitif jika tidak
mampu melakukannya.

Resusitasi cairan dianggap cukup penting sebagai usaha yang


dilakukan untuk menilai dan mengontrol lokasi perdarahan. Larutan
kristaloid ≥2 L harus diberikan dalam waktu 20 menit, atau lebih cepat pada
pasien yang berada dalam kondisi syok hipovolemik.
Radiografi dada portable, bersama dengan gambaran radiografi
pelvis dan tulang belakang cervical lateral, diperiksa untuk menyingkirkan
sumber kehilangan darah yang berasal dari toraks. Saluran tekanan vena
sentral dipasang, dan defisit basa diukur. Pemeriksaan sonografi abdomen
terfokus untuk trauma (focused abdominal sonography for trauma/FAST)
dilakukan. Jika hasilnya positif, pasien dibawa langsung ke ruang operasi
untuk laparotomi eksplorasi. Fiksator eksternal pelvis dipasang, dan
dilakukan balutan pelvis. Pasien yang secara hemodinamik tetap tidak stabil
menjalani angiografi pelvis sebelum dipindahkan ke ICU. Jika stabilitas
hemodinamik pulih, pasien dipindahkan langsung ke ICU. Di ICU, pasien
menerima resusitasi cairan lanjutan dan dihangatkan; berbagai usaha
dilakukan untuk menormalkan status koagulasi. Jika pasien membutuhkan
transfusi berkelanjutan di ICU, penilaian angiografi, jika sebelumnya tidak
dilakukan, maka harus dilakukan. rFVIIa harus dipertimbangkan jika
kondisi pasien melawan semua intervensi lainnya.
Jika hasil FAST negatif, transfusi PRC dimulai di departemen gawat
darurat. Jika pasien secara hemodinamik tetap tidak stabil sambil mengikuti

13
PRC unit kedua, pasien dibawa ke ruang operasi untuk fiksasi eksternal
pelvis dan balutan pelvis. Pasien yang secara hemodinamik tetap tidak stabil
mendapat angiografi pelvis sebelum dipindahkan ke ICU. Jika stabilitas
hemodinamik pulih, pasien dipindahkan langsung ke ICU. CT-scan
abdomen dapat dilakukan saat ini. Jika pasien membutuhkan transfusi
berkelanjutan ketika di ICU, penilaian angiografi, jika sebelumnya belum
dilakukan, maka pemeriksaan tersebut harus dilakukan.

Gambar 11 Algoritma untuk pengobatan pasien dengan fraktur pelvis yang


muncul dengan instabilitas hemodinamik.8

Pasien yang belum dilakukan laparotomi biasanya melakukan CT-scan


abdomen yang dimulai di ICU. Di ICU, pasien menerima resusitasi cairan
lebih lanjut dan dihangatkan; berbagai usaha dilakukan untuk menormalkan
status koagulasi. rFVIIa harus dipertimbangkan jika kondisi pasien melawan
semua intervensi lainnya.FAST = focused abdominal sonography for
trauma, PRBCs = packed red blood cells.

14
Terapi fraktur pelvis meliputi konservatif yitu penatalaksanaan
imobilisasi dengan pemasangan pelvic sling yang dilakukan untuk
menurunkan nyeri dan mencegah pergerakan fragmen, serta pembedahan
dengan ORIF dan OREF. Imobilisasi bedah ortopedi dilakukan untuk
imobilisasi dan reduksi frakturpelvis.
Pelvic sling traction. Pengatuan posisi dengan traksi pelvic sling untuk
menurunkan respon nyeri pada pasien dengan fraktur pelvis. Pada kondisi
klinik orang dewasa dengan berat badan 60 kg, makapemberian beban traksi
10 kg dan bisa dinaikkan sampai 1 kg pada kedua pemberat sehingga dapat
menaikkan tubuh pasien dari tempat tidur sekitar 3cm. pemasangan pelvic
sling ini dilakukan sampai pasien dapat dilakukan bedah perbaikan atau
pemasangan fiksasi interna/eksterna. Oleh karena itu perlu, selalu
memonitor adanya komplikasi dari adanya kondisi syok, ketidakmampuan
mengelminasi urin, dan respon penekanan pada bagian posterior. Fraktur
yang tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang
dikembangkan oleh group ASIF.
Traksi merupakan salah satu pengobatan konservatif yaitu mudah
dilakukan oleh setiap dokter dan bermanfaat dalam mereduksi suatu fraktur
atau kelainan – kelainan lain seperti spasme otot. Traksi yang dipasang
memakai pemberat dengan berat badan sebagai counter traksi. Walaupun
penggunaan traksi telah jarang digunakan seiring dengan frekuesi trauma
yang menurun di daerah barat, pengetahuan tentang prinsip-prinsip efektif
diperlukan untuk indikasi khusus atau situasi di mana peralatan atau
keahlian tidak tersedia atau komorbiditas pasien tidak mengijinkan
intervensi operasi.
2.2.7 Komplikasi6
Komplikasi fraktur pelvis dibagi dalam:14
1. Komplikasi Segera
a. Thrombosis vena ilio-femoral.
b. Robekan kandung kemih.
c. Robekan urethra.

15
d. Robekan urethra terjadi karena adanya disrupsi simfisis pada
daerah urethra pars membranosa.
e. Trauma rectum dan vagina.
f. Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan
massif sampai syok.
g. Trauma pada saraf.
2. Komplikasi Lanjut
a. Pembentukan tulang heterotropik
b. Nekrosis avaskuler
c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoarthritis sekunder
d. Skoliosis kompensatoar

16
BAB III
KESIMPULAN

Fraktur pelvis berkekuatan-tinggi dengan instabilitas hemodinamik ada


diantara cedera traumatik yang paling berat. Pengobatan dan penilaian
terkoordinasi yang efisien penting untuk memastikan kesempatan terbaik untuk
bertahan hidup. Evaluasi hemodinamik dan pengenalan pola fraktur merupakan
langkah pertama dalam manajemen. Pada kebanyakan pusat trauma, paradigma
pengobatan terdiri atas embolisasi angiografi bersama dengan stabilisasi pelvis
mekanik dini.
Manajemen yang sukses pada perdarahan fraktur pelvis paling baik
dikerjakan oleh sebuah pendekatan tim yang melibatkan profesional dari berbagai
macam spesialisasi. Ahli bedah ortopedi yang berpengalaman dapat menyediakan
pengenalan yang tepat terhadap pola fraktur, mencapai stabilisasi pelvis dengan
segera, dan membantu dengan pembuatan keputusan yang tepat untuk
memaksimalkan ketahanan hidup pasien.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit EGC. 2004: 874-6
2. Advanced Trauma Life Support. Seven edition. American college of
surgeons. 2004; 252-253
3. Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed ke-6.
Jakarta: EGC.
4. Kevin T. Patton, Gary A. Thibodeau. 2010. Mosby's Handbook of
Anatomy & Physiology. Edinburgh: Elsevier Health Sciences
5. Rasjad C. 2007 Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Ed 3. Jakarta : PT Yarsif
Watampone
6. McCormack, Richard, et al. "Diagnosis and management of pelvic
fractures." Bulletin of the NYU hospital for joint diseases 68.4 (2010): 281.
7. Wong, James Min-Leong, and Andrew Bucknill. "Fractures of the pelvic
ring." Injury 48.4 (2017): 795-802.
8. Magnone, Stefano, et al. "Management of hemodynamically unstable
pelvic trauma." World Journal of Emergency Surgery 9.1 (2014): 18.
9. Cocolini F, et al. Pelvic trauma: WSES classification and guidelines. World
Journal of Emergency Surgery (2017) 12:5

18

Anda mungkin juga menyukai