Anda di halaman 1dari 15

Artikel Penelitian

Gambaran Klinis Rosasea Berdasarkan Tungau Demodex


Kubanov Alexey, Gallyamova Yulia and Kravchenko Anzhela*
Russian Medical Academy of Continuous Professional Education of the Ministry of Healthcare of
the Russian Federation, Russia

Abstrak
Artikel ini menyajikan hasil analisa dari gambaran klinis penderita rosasea
dengan derajat keparahan klinis yang berbeda disertai adanya demodikosis.
Dermatology Life Quality Index dari penderita rosasea dengan ada atau tidaknya
keberadaan tungau Demodex telah dievaluasi. Timbulnya tungau Demodex
mengurangi kualitas hidup pada penderita rosasea. Lama waktu dari proses
patologis pada kulit wajah dan juga angka kekambuhan pada pasien juga telah
dinilai. Perjalanan penyakit rosasea juga telah dinilai berdasarkan identitas spesies
tungau Demodex (Demodex follikulorum dan Demodex follikulorum brevis).
Didalam diagnosis rosasea, Demodex follikulorum (n=20; 66.7%) memiliki
prevalensi yang lebih signifikan dibanding Demodex follikulorum brevis (n=8;
26,7).

Pendahuluan
Rosasea merupakan penyakit kulit kronis yang dideskripsikan oleh lesi
pada kulit yang membentuk eritema dan efloresensi berupa papul dan pustul.
Rosasea umumnya sering diderita oleh orang dengan usia sekitar 30-50 tahun.
Rosasea juga dapat terjadi pada 14% dari wanita dan 5% dari pria yang memiliki
ras kulit putih [1].
Dengan demikian, rosasea adalah masalah yang sangat akut karena
prevalensinya didalam populasi manusia. Berkaitan dengan penyebab rosasea,
beberapa penyebab `mengarah ke teori parasit [2]. Menurut teori ini, pembentukan
papul dan pustul pada kulit wajah disebabkan oleh ada tungau pada folikel
(Demodex). Tungau ini berasal dari genus Demodex, famili Demodicidae, ordo
Trombidiformes, dan kelas Acariformes. Tungau ini ditemukan pertama kali oleh
F. Berger pada kotongan telinga yang diambil dari meatus akustikus seseorang
pada tahun 1841, dimana tahun ini merupakan tahun yang sama F.G.J Henle
menemukan tungau pada kulit manusia. Satu tahun kemudian, pada 1842 G.
Simon menemukan adanya parasit di folikel rambut dan untuk pertama kalinya
sifat morfologi dari tungau tersebut di deskripsikan, dan dinamakan Acarus
folliculorum (dari bahasa yunani – “ Tungau Follikulorum”). Kemudian G. Simon
and R. Owen mengklasifikasikan tungau tersebut kedalam genus Demodex. Jauh
di kemudian hari, setelah lebih dari setengah abad ahli tungau yang berasal dari
Inggris S, Hirst (1917-1923) mengidentifikasi keberadaan 21 spesies dan beberapa
subspesies dari tungau Demodex pada hewan [3]. Selanjutnya, L.H. Akbulatova
yang mempelajari infeksi tungau pada kulit menemukan dan mendeskripksikan
dua bentuk dari tungau tersebut yaitu: Demodex follikulorum dan Demodex
follikulorum brevis. Tungau Demodex menyerang secara rata diantara semua jenis
ras kulit dan jenis kelompok umur [5]. Hanya beberapa kasus langka dari deteksi
tungau pada bayi yang baru lahir yang di deskripsikan pada penelitian [6] dan
tingkat penyebaran yang secara keseluruhan rendah pada anak-anak. Dari semua
kemungkinan, hal ini disebabkan oleh produksi minyak (sebum) yang rendah pada
anak-anak dibandingkan pada orang dewasa [7]. Analisis frekuensi angka
kejadian dari infeksi tungau Demodex berdasarkan spesies mereka (Demodex
follikulorum dan Demodex follikulorum brevis), menurut literatur menunjukkan
bahwa Demodex follikulorim lebih banyak terjadi dibandingkan Demodex
folliculorum brevis [2,8].
Seperti banyak penelitian menunjukkan, bahwa meskipun terdapat banyak
tungau pada kulit, gambaran klinisnya tidak selalu muncul. Berdasarkan hal ini,
dapat dikatakan bahwa tungau Demodex merupakan parasit yang oportunistik [5].
Sejauh ini alasan sebenarnya yang menyebabkan tungau Demodex tersebut
patogen tidak dapat ditentukan, dan teori yang ada beragam serta kontradiktif [9].
Mengingat pentingnya masalah ini, peneliti telah melakukan survei
terhadap penderita rosasea dengan komplikasi dan tanpa komplikasi oleh
demodikosis dan subjek penelitian yang sehat.
Tujuan dari penelitian ini untuk menilai gambaran klinis, derajat
keparahan, dan perjalanan penyakit rosasea, baik dengan komplikasi dan tanpa
komplikasi oleh Demodex.

Metode dan Bahan Penelitian


Penelitian ini dilakukan dari tahun 2013 - 2016 di Russian Medical
Academy of Continuous Professional Education (Moscow, Russia). Terdapat 30
penderita rosasea dengan komplikasi disertai demodikosis (kelompok I), 30
penderita rosasea tanpa demodikosis (kelompok II), dan 30 subjek penelitian yang
sehat (kelompok III) dibawah supervisi. Rosasea didiagnosis ketika pasien
pertama kali melakukan pengobatan rawat jalan berdasarkan gambaran klinis.
Kriteria inklusi kelompok pasien pada penelitian ini adalah:
1. Laki-laki dan perempuan dengan akne vulgaris dan rosasea;
2. Usia 18 tahun keatas;
3. Pasien yang telah memberikan informed consent untuk mengikuti
penelitian ini.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini:
1. Memiliki penyakit somatik yang dialami bersamaan atau adanya tanda-
tanda neoplastik;
2. Memiliki hiperandrogenisme;
3. Pecandu alkohol atau obat-obatan;
4. Ketidakmauan pasien untuk melanjutkan penelitian;
5. Terjadinya reaksi allergi dan perkembangan efek samping yang signifikan
selama pengobatan;
6. Dalam masa kehamilan dan menyusui.
Semua pasien yang termasuk dalam kelompok I dan kelompok II telah
menjawab pertanyaan pada kuisioner “Dermatology Life Quality Index” yang
terdiri dari 10 pertanyaan. Setiap jawaban dinilai dengan menggunakan skala 0
sampai 3. Kemudian nilai dari jawaban responden di totalkan dan dibandingkan
antara pasien dari kelompok I dan kelompok II.
Derajat keparahan rosasea dinilai berdasarkan klasifikasi dari National
Rosacea Society:
Subtipe rosasea
Subtipe I- Erythematotelangiectatic;
Subtipe II- Papulopustular;
Subtipe III- Phymatous;
Subtipe IV- Ocular [10].
Klasifikasi ini telah sedikit dimodifikasi, karena keterbatasan kasus
Ophthalmorosacea pada tempat penelitian kami.
Penjelasan keberadaan dan identitas spesies dari tungau Demodex
dilakukan menggunakan mikroskopi dengan melihan kerokan kulit, isi dari
kelenjar sebasea, folilkel rambut pada bulu mata dan/atau alis mata, dan
perhitungan dari individu yang ditemukan per satuan luas (1 cm2). Bahan
penelitian diambil dari tempat-tempat kelenjar sebasea yang sering terhambat
pada wajah – mengambil kerokan kulit dari sayap hidung, dagu, dan daerah
glabella, mencabut alis mata dan bulu mata menggunakan pinset. Pemeriksaan
mikroskopis dilakukan menggunakan penjelasan yang sesuai aturan dari identitas
spesies tungau Demodex (Demodex follikulorum, Demodex follikulorum brevis)
dan jumlah tungau yang ditemukan per satuan luas (1 cm2). Pembesaran
mikroskopi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 10x dan 40x.
Pasien dengan jumlah tungau yang ditemukan lebih dari 5 tungau dewasa pada
1cm2 dan memiliki gambaran klinis rosasea digolongkan pada kelompok I.
Data statistik diproses menggunakan Microsoft Excel 2013 dan SPSS 21.
Hubungan dari indikator kategorik penelitian dijalankan dengan uji Exact Fisher.
Uji Exact Fisher adalah uji signifikansi statistik yang digunakan dalam analisis
kategorik yang memiliki ukuran sampel yang kecil. Uji Kruskal-Wallis dan
kriteria Mann-Whitney digunakan untuk menilai perbedaan secara signifikan pada
data yang tidak berdistribusi normal. Perbedaan dikatakan signifikan apabila
p<0,05.
Hasil Penelitian
Terdapat total 90 pasien dengan usia 18-79 tahun (rata-rata usia 30,0 ±
11,9) yang berada dibawah supervisi penelitian ini, termasuk 39 pria dan 51
wanita. Diagnosis rosasea terdapat pada 60 pasien pada penelitian ini (30 pasien
pada kelompok I dan 30 pasien pada kelompok II).
Menurut metode penelitian, pasien telah dibagi menjadi dua kelompok.
Kelompok I terdiri dari pasien dengan tungau Demodex yang di deteksi dengan
melihat lebih dari 5 jumlah tungau dewasa per 1 cm2 pada kerokan kulit pasien
dibawah mikroskopi, dan kelompok II terdiri dari pasien yang telah teruji negatif
pada pemeriksaan tungau Demodex. Kelompok I terdiri dari 30 penderita yang
telah terdiagnosis rosasea dengan rata-rata usia 45 tahun (minimal=27,
maksimal=58).
Analisis dari lamanya perjalanan penyakit rosasea pada kelompok
penelitian ini disajikan sebagai berikut (Tabel 1).
Tabel 1: Lama perjalanan penyakit rosasea pada kelompok I dan kelompok II.
Lama Perjalanan Penyakit Kelompok I Kelompok II Total
(n; %) (n; %) (n; %)
Kurang dari 1 tahun 3; 5 12; 20 15; 25
1-5 tahun 5; 8,3 12; 20 17; 28,3
Lebih dari 5 tahun 22; 36.7 6; 10 28; 46,7
Total 30; 50 30; 50 60; 100
*p < 0,01
Dari data yang diperoleh menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan
secara statistik pada pasien dengan rosasea yang merupakan kelompok I dan II,
dan dapat disimpulkan keberadaan tungau Demodex pada rosasea menyebabkan
perjalanan penyakit yang lebih lama.
Dilakukan survei pada pasien yang berulang kali datang berobat mengenai
angka kekambuhan penyakit rosasea pasien tersebut dalam kurun waktu satu
tahun. Berdasarkan jumlah angka rekurensi, pasien pasien tersebut digolongkan
menjadi tiga kelompok: satu kali rekuren, satu sampai tiga kali rekuren, dan lebih
dari tiga kali rekuren dalam waktu satu tahun.
Tabel 2: Jumlah rekurensi rosasea pada pasien-pasien kelompok I dan II dalam
satu tahun
1 kali 1-3 kali > 3 kali Total
(n; %) (n; %) (n; %) (n; %)
Kelompok I 3; 7,9 15; 39,5 4; 10,5 22; 57,9
Kelompok II 10; 26,3 4; 10,5 2; 5,3 16; 42,1
Total 13; 34,2 19; 50 6; 15,8 38; 100
*p<0,05
Dermatology Life Quality Index atau DLQI merupakan metode yang
digunakan untuk menilai sejauh mana pengaruh penyakit kulit tehadap kondisi
emosi dan psikis seseorang. Kuisioner ini dikembangkan pada tahun 1990-1994
oleh ilmuwan Departemen Dermatologi dari Universitas Cardiff yaitu Andrew Y.
Finlay dan Gul Karim Khan [11].
Ketika membandingkan nilai rata-rata dari DLQI, terdapat temuan
perbedaan yang dapat dipercaya secara statistik. Pada pasien dengan kelompok I
rata rata nilai DLQI bejumlah 12,5 ± 4,5 (min= 5,0; maks = 19,0). Data ini
menunjukkan bahwa penyakit rosasea ini memiliki dampak terhadap kualitas
hidup pasien. Pasien dengan kelompok II memiliki rata-rata nilai DLQI berjumlah
12,5 ± 4,5 (min= 5,0; maks = 19,0), yang menunjukkan bahwa penyakit ini
memiliki dampak sedang terhadap kualitas hidup pasien (p<0,05).
Perbandingan hasil data dari DLQI pasien pada kelompok I antara karier
Demodex follikulorum dan Demodex folliculorum brevis, serta adanya infeksi oleh
kedua spesies tungau ini diperoleh data sebagai berikut; yang ditunjukkan pada
Tabel 3.
Tabel 3: DLQI pasien dengan rosasea di kelompok I berdasarkan identitas spesies
tungau Demodex.
Spesies Jumlah Nilai Rata-Rata Min Max
Pasien DLQI
Demodex follikulorum 18 15,5* 5 19
Demodex follikulorum brevis 5 10,5* 9 13
Kasus gabungan (Demodex 4 13,5 13 14
follikulorum + Demodex
follikulorum brevis
*p<0,05
Tabel 3 menunjukkan bahwa rosasea disertai komplikasi yang dipengaruhi
oleh keberadaan Demodex follikulorum brevis memiliki dampak sedang pada
kualitas hidup pasien (dengan nilai rata-rata Dermatology Life Quality Index
sebesar 10,5). Pada kasus rosasea yang terdapat Demodex follikulorum dan kasus
gabungan yang terdapat dua spesies tungau ini, keduanya memiliki dampak yang
sangat besar pada kualitas hidup pasien (dengan nilai rata-rata DLQI 15,5 dan
13,5 secara berurutan). DLQI dari pasien dengan rosasea yang tergolong pada
kelompok I dengan temuan Demodex follikulorum dan Demodex folliculorum
brevis terbukti memiliki perbedaan yang signifikan secara statistik (p<0,05), yang
memang hal ini secara logis alamiah, sejak ditemukannya Demodex follikulorum
pada penderita rosasea dengan derajat yang lebih parah. Perbedaan statistik antara
penderita yang terinfeksi Demodex follikulorum, Demodex follikulorum brevis dan
kasus gabungan kedua spesies tersebut belum dapat diidentifikasi.
Status lokalis dideskripsikan saat penerimaan awal pasien dalam berobat.
Proses patologis dari kulit dinilai pada wajah, dan setelah itu dimasukkan dalam
bentuk dokumentasi primer.
Gambar 1-6 menunjukkan pasien yang terdiagnosis rosasea, baik disertai
atau tanpa komplikasi oleh demodikosis, yang termasuk pada kelompok I dan II.
Distribusi pasien menurut derajat keparahan rosasea ditunjukkan dalam
Tabel 4. Seperti yang terlihat pada Tabel 4, tungau Demodex lebih sering
terdeteksi pada penderita rosasea dengan derajat klinis yang lebih parah (tipe
pustular dan infiltratif-produktif).
Untuk objektivitas penelitian, pasien dengan rosasea dari kelompok I dan
II dibagi berdasarkan derajat keparahan manifestasi klinis dari penyakit (papul,
pustul, komedo terbuka, milia, telangiektasis, eritema perifokal, eksoriasi,
pigmentasi, bercak keminyakan).
Gambar 1: Pasien Z, 28 tahun, kelompok Gambar 2: Pasien A, 32 tahun, kelompok
II. Diagnosis: Rosasea, Subtipe II. Diagnosis: Rosasea, Subtipe
Erythematotelangiectatic Papulopustular

Gambar 3: Pasien K, 35 tahun, kelompok Gambar 4: Pasien N, 64 tahun, kelompok


I. Diagnosis: Rosasea, Subtipe II. Diagnosis: Rosasea, Subtipe
Papulopustular. Demodikosis. Jumlah Erythematotelangiectatic
tungau didapatkan 10 tungau per 1 cm2
dari kerokan kulit.
Gambar 5: Pasien V, 61 tahun, kelompok Gambar 6: Pasien V, 67 tahun, kelompok
I. Diagnosis: Rosasea, Subtipe I. Diagnosis: Rosasea, Subtipe
Papulopustular. Demodikosis. Jumlah Papulopustular. Demodikosis. Jumlah
tungau didapatkan 12 tungau per 1 cm2 tungau didapatkan 7 tungau per 1 cm2 dari
dari kerokan kulit. kerokan kulit.

Tabel 4: Distribusi pasien rosasea pada kelompok I dan II berdasarkan derajat


keparahan penyakit
Tipe Penyakit Rosasea Kelompok I Kelompok II Total
(n; %) (n; %) (n; %)
Telangiektasis Eritematosa 4; 6,7 11; 18,3 15; 25
Papular 5; 8,3 14; 23,3 19; 31,6
Pustular 9; 15 5; 8,4 14; 23,4
Infiltratif-Produktif 12; 20 0 12; 20
Total 30; 50 30; 50 60; 100
*p=0,05
Kasus rosasea dengan derajat klinis yang lebih parah yang disertai adanya
lesi papulopustular, nodul, eritema perifokal pada kulit wajah, bercak keminyakan
banyak terdapat pada pasien-pasien kelompok I (p<0,05) yang terserang tungau
Demodex. Pasien-pasien pada kelompok II memiliki papul, pustul, telangiektasis
dalam jumlah yang sedikit, dan pigmentasi.
Analisis dari temuan tungau Demodex pada alis dan bulu mata belum
dapat menunjukkan jumlah tungau yang berlebihan secara signifikan. Tungau
Demodex hanya ditemukan di satu individu pada 2-4 bulu mata atau bahkan tidak
ada sama sekali. Secara klinis tidak ada kasus ophthalmo-rosacea yang diteliti.
Identitas spesies tungau Demodex (Demodex follikulorum dan Demodex
follikulorum brevis) ditetapkan melalui kerokan kulit yang dilihat melalui
mikroskopi pada pasien dari kelompok I.
Jumlah kasus rosasea terbanyak pada pasien-pasien kelompok I
berhubungan dengan keberadaan Demodex follikulorum (n = 20; 66,7%),
Demodex follikulorum brevis hanya dapat ditemukan pada 8 pasien (26,7%), dan
kasus gabungan kedua spesies tungau tersebut ditemukan pada 2 pasien (6,6%
dari jumlah kasus). Demodex follikulorum secara signifikan lebih sering terjadi
pada penderita rosasea dibandingkan serangan kedua spesies tungau tersebut
secara bersamaan (p<0,01).
Pada pemeriksaan 30 subjek penelitian yang sehat dengan mengambil
kerokan kulit dan dilihat menggunakan mikroskop cahaya, hanya terdapat 3 kasus
yang teuji positif memiliki tungau Demodex (n=3; 10,0%), sedangkan 27 kasus
lainnya (90%) tidak terdapat tungau. Hal ini menunjukkan bahwa ketiadaan
gambaran klinis rosasea secara signifikan lebih penting dibandingkan tungau
Demodex yang tidak ditemukan pada kerokan kulit (p<0,01). Dalam menetapkan
identitas spesies tungau Demodex pada subjek yang sehat, infeksi Demodex
follikulorum brevis ditemukan pada ketiga kasus. Mengingat spesies ini
merupakan tungau Demodex ditemukan pada ketiga orang sehat tersebut
(ketiganya memiliki tungau Demodex follikulorum brevis); ketidakmunculan
gambaran klinis dari rosasea menegaskan bahwa spesies ini bersifat saprofitik dan
terdapat pada kulit wajah. Jumlah orang tanpa ditemukannya tungau demodex
pada kerokan kulitnya dan ketiadaan tanpa manifestasi klinis dari rosasea tercatat
pada kelompok III (n=30).
Tungau Demodex terdapat pada seluruh kasus rosasea pada pasien-pasien
di kelompok I. Demodex follikulorum ditemukan pada 20 kasus (66,7%),
sedangkan Demodex follikulorum brevis ditemukan pada 8 kasus (26,7%) serta
kasus gabungan dari kedua spesies sebanyak 2 kasus (6,6%).
Dengan demikian, dalam struktur diagnosis rosasea Demodex follikulorum
memiliki prevalensi yang lebih signifikan (n=20; 66,7%). Jumlah kasus dengan
temuan tungau ini melebihi jumlah kasus dengan temuan tungau Demodex
follikulorum brevis dan kasus infeksi kedua spesies tungau tersebut.
Pada saat pasien masuk berobat, seluruh pasien dengan rosasea pada
kelompok satu dibagi berdasarkan derajat keparahan gejala menurut klasifikasi
rosasea secara klinis. Diantara pasien-pasien ini, pengaruh identitas speseis tungau
Demodex sudah diteliti lebih dulu.
Tabel 5 memberikan distribusi spesies tungau Demodex pada pasien di
kelompok I yang menderita rosasea. Saat menganalisis data yang diperoleh,
ditemukan bahwa Demodex follikulorum ditemukan pada semua bentuk kasus
rosasea, namun secara signifikan lebih banyak ditemukan dalam tipe infiltratif-
produktif (n=11; 36,7%) (p<0,01). Demodex follikulorum brevis ditemukan pada
rosasea derajat yang ringan (telangiektasis-eritematosa dan papular) (n=8; 26,7%).
Kasus gabungan infeksi kedua spesies tersebut juga telah diamati dan terdapat di
beberapa kasus yang lebih parah (tipe pustular dan infiltratif-produktif)(n=2;
6,6%).
Tabel 5: Distribusi tungau Demodex diantara pasien rosasea pada kelompok I.
Spesies Tungau Tipe Tipe Tipe Tipe Total
Demodex Telangiektasis- Papular Pustular Infiltratif- (n; %)
Eritematosa (n; %) (n; %) Produktif
(n; %) (n; %)
Demodex 0; 0 1; 3,3* 8; 26,7* 11; 36,7* 20;
follikulorum 66,7
Demodex
follikulorum 4; 13,4* 4; 13,3* - - 8; 26,7
brevis
Demodex
follikulorum +
Demodex - - 1; 3,3* 1; 3,3* 2; 6,6
follikulorum
brevis
Total 4; 13,4* 5; 16,6 9; 30,0 12; 40,0 30; 100
*p<0,01
Hasil analisis dari lama perjalanan penyakit pada pasien-pasien kelompok I,
berdasarkan spesies tungau Demodex (Demodex follikulorum dan Demodex
follikulorum brevis) diperlihatkan pada data yang terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6: Lama perjalanan penyakit rosasea pada pasien di kelompok I,
berdasarkan spesies tungau Demodex.
Lama Demodex Demodex Demodex follikulorum + Total
Perjalanan follikulorum follikulorum Demodex follikulorum (n; %)
Penyakit (n; %) brevis brevis
(n; %) (n; %)
Kurang
dari 1 2; 6,7 6; 20,0* - 8; 26,7
tahun
1-5 tahun 5; 16,7* 2; 6,7 1; 3,3 8; 26,7
Lebih dari 13; 43,3* - 1; 3,3 14;
5 tahun 46,6
Total 20; 66,7 8; 26,7 2; 6,6 30; 100
*p≤0,05
Berdasarkan Tabel 6, ditemukan bahwa tungau Demodex follikulorum secara
signifikan lebih sering menimbulkan komplikasi pada pasien rosasea di kelompok
I, yang mengakibatkan lama penyakit diderita sekitar 5 tahun dibandingkan
dengan Demodex follikulorum brevis dan kasus gabungan kedua infeksi spesies
tungau tersebut (p≤0,05). Rosasea yang disertai oleh infeksi Demodex
follikulorum brevis, hanya berkisar beberapa bulan hingga satu tahun (p≤0,05),
dimana menurut statistik kasus ini secara signifikan lebih rendah dibandingkan
dengan kasus yang berhubungan dengan Demodex follikulorum.

Pembahasan
Diketahui bahwa penyakit kulit memiliki dampak langsung terhadap
kualitas hidup pasien. Secara praktis, semua aspek kehidupan manusia dapat
menderita akibat alasan ini. Seringkali, penyakit kulit menyebabkan gangguan
psikologis yang serius pada pasien, membuat penderita sulit bekerja sama dalam
tim, berkomunikasi dengan teman dan kolega, melakukan aktivitas publik dan
menjalani hubungan personal. Rosasea bukanlah penyakit yang mengancam
nyawa, tetapi dengan adanya penyakit tersebut memiliki dampak yang signifikan
terhadap persepsi pasien itu sendiri sebagai individu dan adaptasi yang adekuat
pada masyarakat. Pasien dengan rosasea sering melakukan percobaan bunuh diri,
mengalami depresi serta gangguan psikoneurotik. Pertanyaan pengaruh tungau
Demodex terhadap kualitas hidup pasien merupakan pertanyaan yang tajam.
Mengingat penderita mengalami rosasea, peneliti menggunakan Dermatology Life
Quality Index (DLQI) sebagai kuisioner yang paling objektif.
Perbedaan statistik yang signifikan diantara kedua kelompok ini dalam hal
jenis kelamin dan usia belom dapat dilakukan. Perbandingan frekuensi angka
kekambuhan penyakit rosasea dari pasien kelompok I dan II menunjukkan bahwa
secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05). Pada sebagian besar
kasus, kekambuhan rosasea yang diderita pasien terjadi hanya satu kali pada
pasien yang tidak memiliki tungau Demodex. Dapat disimpulkan bahwa tungau
Demodex menyebabkan komplikasi pada gambaran klinis rosasea, dan
menimbulkan angka kekambuhan yang lebih sering pada penderita.
Dengan demikian berdasarkan kuisioner Dermatology Life Quality Index,
keberadaan tungau Demodex mengurangi kualitas hidup dari penderita rosasea.
Sehubungan dengan hal ini, diagnosis dengan temuan tungau Demodex dan terapi
antiparasit berikutnya sangat penting dalam kesuksesan terapi dari penyakit
tersebut.
Ketika membandingkan sifat morfologi primer dan sekunder, perbedaan
statistik antara kelompok I dan II dapat diidentifikasi. Perubahan bentuk yang
abnormal seperti papulopustular yang dalam, adanya nodul, eritema pada sekitar
kulit wajah, serta bercak keminyakan pada kulit lebih ditemukan pada pasien-
pasien di kelompok I, yang hal ini menegaskan bahwa keberadaan tungau
Demodex berpengaruh terhadap munculnya infiltrasi sel-sel radang dan
menyebabkan perkembangan gambaran klinis yang lebih parah dari rosasea.
Secara garis besar, ditemukan bahwa tungau Demodex memiliki dampak
langsung pada gambaran klinis penyakit rosasea. Terlebih lagi, derajat keparahan
dari manifestasi klinis penyakit rosasea ini berhubungan secara langsung dengan
identitas spesies tungau Demodex. Spesies dengan jenis yang lebih panjang
(Demodex follikulorum) memiliki prevalensi yang lebih tinggi diantara seluruh
pasien pada penelitian ini. Adanya temuan tungau Demodex pada kasus rosasea
dengan derajat keparahan yang berat (tipe infiltratif-produktif) memberikan alasan
untuk mempertegas bahwa tungau Demodex dapat memperparah manifestasi
klinis pada rosasea, menyebebakan perkembangan, papul, pustul, dan nodul pada
penderita. Sebagai tambahan, selama observasi pasien dengan kasus lesi gabungan
dari kedua spesies tungau Demodex tersebut (Demodex follikulorum dan
Demodex follikulorum brevis), ditemukan bahwa Demodex follikulorum memiliki
peran yang penting dalam perkembangan manifestasi klinis rosasea yang lebih
parah disertai dengan durasi perjalanan penyakit yang lebih lama.
Temuan Demodex follikulorum brevis dengan derajat rosasea yang ringan
(tipe rosasea telangiektasis-eritematosa dan papular (n=8; 26,7%)), dan temuan
pada subjek penelitian yang sehat (n=3; 10%) menunjukkan bahwa Demodex
follikulorum brevis tidak memiliki pengaruh terhadap gambaran klinis dari
rosasea. Hal ini menunjukkan bahwa Demodex follikulorum brevis diduga terpada
pada kulit wajah yang safrofitik dan pasien tidak memerlukan terapi antiparasitik
ketika tungau ini ditemukan.

Kesimpulan
Selama masa penelitian, ditemukan bahwa pasien yang menderita rosasea
disertai komplikasi oleh demodikosis, keberadaan tungau Demodex mengurangi
kualitas hidup penderita rosasea dan berpengaruh kuat dalam kehidupan pasien
tersebut.
Hasil analisis dari adanya sifat morfologi primer dan sekunder pada pasien
rosasea menunjukkan terdapat perbedeaan secara statistik diantara kelompok
pasien I dan II yang diteliti. Keberadaan tungau Demodex memicu timbulnya sel-
sel radang akut (membentuk papulopustular yang dalam, dan nodul),
menyebabkan eritema perifokal dan bercak keminyakan pada kulit wajah, dan
memperpanjang lamanya perjalanan penyakit yang diderita dengan kemungkinan
terjadinya berulang. Ketika membandingkan identitas spesies tungau Demodex,
spesies Demodex follikulorum menyebabkan komplikasi pada gambaran klinis
rosasea yang diderita, bersamaan dengan beberapa bentuk klinis yang lebih parah
(rosasea dengan tipe papular dan pustular). Oleh karena itu, untuk menentukan
strategi lebih lanjut dalam penentuan terapi, semua pasien rosasea harus menjalani
pemeriksaan untuk menganalisa ada atau tidaknya tungau Demodex pada
penderita; dan semua pasien dengan diagnosis rosasea yang terbukti ditemukan
Demodex follikulorum pada kerokan kuliitnya, berapapun jumlahnya, memerlukan
terapi antiparasitik. Di saat yang sama, pada kasus-kasus pasien rosasea yang
terbukti ditemukan keberadaan tungau Demodex follikulorum brevis, penderita
tersebut tidak memerlukan terapi antiparasitik yang spesifik, karena jenis tungau
ini hanya ditemukan pada pasien yang memiliki derajat rosasea yang ringan dan
pada individu-individu yang sehat dan telah disimpulkan bahwa tungau ini
merupakan saprofit yang terdapat di kulit wajah.
Dari sudut pandang ini, penting untuk mendiagnosis keberadaan tungau
Demodex pada semua penderia rosasea dengan melakukan pemeriksaan yang
dapat menentukan identitas dari spesies mereka.

Anda mungkin juga menyukai