Abstrak
Artikel ini menyajikan hasil analisa dari gambaran klinis penderita rosasea
dengan derajat keparahan klinis yang berbeda disertai adanya demodikosis.
Dermatology Life Quality Index dari penderita rosasea dengan ada atau tidaknya
keberadaan tungau Demodex telah dievaluasi. Timbulnya tungau Demodex
mengurangi kualitas hidup pada penderita rosasea. Lama waktu dari proses
patologis pada kulit wajah dan juga angka kekambuhan pada pasien juga telah
dinilai. Perjalanan penyakit rosasea juga telah dinilai berdasarkan identitas spesies
tungau Demodex (Demodex follikulorum dan Demodex follikulorum brevis).
Didalam diagnosis rosasea, Demodex follikulorum (n=20; 66.7%) memiliki
prevalensi yang lebih signifikan dibanding Demodex follikulorum brevis (n=8;
26,7).
Pendahuluan
Rosasea merupakan penyakit kulit kronis yang dideskripsikan oleh lesi
pada kulit yang membentuk eritema dan efloresensi berupa papul dan pustul.
Rosasea umumnya sering diderita oleh orang dengan usia sekitar 30-50 tahun.
Rosasea juga dapat terjadi pada 14% dari wanita dan 5% dari pria yang memiliki
ras kulit putih [1].
Dengan demikian, rosasea adalah masalah yang sangat akut karena
prevalensinya didalam populasi manusia. Berkaitan dengan penyebab rosasea,
beberapa penyebab `mengarah ke teori parasit [2]. Menurut teori ini, pembentukan
papul dan pustul pada kulit wajah disebabkan oleh ada tungau pada folikel
(Demodex). Tungau ini berasal dari genus Demodex, famili Demodicidae, ordo
Trombidiformes, dan kelas Acariformes. Tungau ini ditemukan pertama kali oleh
F. Berger pada kotongan telinga yang diambil dari meatus akustikus seseorang
pada tahun 1841, dimana tahun ini merupakan tahun yang sama F.G.J Henle
menemukan tungau pada kulit manusia. Satu tahun kemudian, pada 1842 G.
Simon menemukan adanya parasit di folikel rambut dan untuk pertama kalinya
sifat morfologi dari tungau tersebut di deskripsikan, dan dinamakan Acarus
folliculorum (dari bahasa yunani – “ Tungau Follikulorum”). Kemudian G. Simon
and R. Owen mengklasifikasikan tungau tersebut kedalam genus Demodex. Jauh
di kemudian hari, setelah lebih dari setengah abad ahli tungau yang berasal dari
Inggris S, Hirst (1917-1923) mengidentifikasi keberadaan 21 spesies dan beberapa
subspesies dari tungau Demodex pada hewan [3]. Selanjutnya, L.H. Akbulatova
yang mempelajari infeksi tungau pada kulit menemukan dan mendeskripksikan
dua bentuk dari tungau tersebut yaitu: Demodex follikulorum dan Demodex
follikulorum brevis. Tungau Demodex menyerang secara rata diantara semua jenis
ras kulit dan jenis kelompok umur [5]. Hanya beberapa kasus langka dari deteksi
tungau pada bayi yang baru lahir yang di deskripsikan pada penelitian [6] dan
tingkat penyebaran yang secara keseluruhan rendah pada anak-anak. Dari semua
kemungkinan, hal ini disebabkan oleh produksi minyak (sebum) yang rendah pada
anak-anak dibandingkan pada orang dewasa [7]. Analisis frekuensi angka
kejadian dari infeksi tungau Demodex berdasarkan spesies mereka (Demodex
follikulorum dan Demodex follikulorum brevis), menurut literatur menunjukkan
bahwa Demodex follikulorim lebih banyak terjadi dibandingkan Demodex
folliculorum brevis [2,8].
Seperti banyak penelitian menunjukkan, bahwa meskipun terdapat banyak
tungau pada kulit, gambaran klinisnya tidak selalu muncul. Berdasarkan hal ini,
dapat dikatakan bahwa tungau Demodex merupakan parasit yang oportunistik [5].
Sejauh ini alasan sebenarnya yang menyebabkan tungau Demodex tersebut
patogen tidak dapat ditentukan, dan teori yang ada beragam serta kontradiktif [9].
Mengingat pentingnya masalah ini, peneliti telah melakukan survei
terhadap penderita rosasea dengan komplikasi dan tanpa komplikasi oleh
demodikosis dan subjek penelitian yang sehat.
Tujuan dari penelitian ini untuk menilai gambaran klinis, derajat
keparahan, dan perjalanan penyakit rosasea, baik dengan komplikasi dan tanpa
komplikasi oleh Demodex.
Pembahasan
Diketahui bahwa penyakit kulit memiliki dampak langsung terhadap
kualitas hidup pasien. Secara praktis, semua aspek kehidupan manusia dapat
menderita akibat alasan ini. Seringkali, penyakit kulit menyebabkan gangguan
psikologis yang serius pada pasien, membuat penderita sulit bekerja sama dalam
tim, berkomunikasi dengan teman dan kolega, melakukan aktivitas publik dan
menjalani hubungan personal. Rosasea bukanlah penyakit yang mengancam
nyawa, tetapi dengan adanya penyakit tersebut memiliki dampak yang signifikan
terhadap persepsi pasien itu sendiri sebagai individu dan adaptasi yang adekuat
pada masyarakat. Pasien dengan rosasea sering melakukan percobaan bunuh diri,
mengalami depresi serta gangguan psikoneurotik. Pertanyaan pengaruh tungau
Demodex terhadap kualitas hidup pasien merupakan pertanyaan yang tajam.
Mengingat penderita mengalami rosasea, peneliti menggunakan Dermatology Life
Quality Index (DLQI) sebagai kuisioner yang paling objektif.
Perbedaan statistik yang signifikan diantara kedua kelompok ini dalam hal
jenis kelamin dan usia belom dapat dilakukan. Perbandingan frekuensi angka
kekambuhan penyakit rosasea dari pasien kelompok I dan II menunjukkan bahwa
secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05). Pada sebagian besar
kasus, kekambuhan rosasea yang diderita pasien terjadi hanya satu kali pada
pasien yang tidak memiliki tungau Demodex. Dapat disimpulkan bahwa tungau
Demodex menyebabkan komplikasi pada gambaran klinis rosasea, dan
menimbulkan angka kekambuhan yang lebih sering pada penderita.
Dengan demikian berdasarkan kuisioner Dermatology Life Quality Index,
keberadaan tungau Demodex mengurangi kualitas hidup dari penderita rosasea.
Sehubungan dengan hal ini, diagnosis dengan temuan tungau Demodex dan terapi
antiparasit berikutnya sangat penting dalam kesuksesan terapi dari penyakit
tersebut.
Ketika membandingkan sifat morfologi primer dan sekunder, perbedaan
statistik antara kelompok I dan II dapat diidentifikasi. Perubahan bentuk yang
abnormal seperti papulopustular yang dalam, adanya nodul, eritema pada sekitar
kulit wajah, serta bercak keminyakan pada kulit lebih ditemukan pada pasien-
pasien di kelompok I, yang hal ini menegaskan bahwa keberadaan tungau
Demodex berpengaruh terhadap munculnya infiltrasi sel-sel radang dan
menyebabkan perkembangan gambaran klinis yang lebih parah dari rosasea.
Secara garis besar, ditemukan bahwa tungau Demodex memiliki dampak
langsung pada gambaran klinis penyakit rosasea. Terlebih lagi, derajat keparahan
dari manifestasi klinis penyakit rosasea ini berhubungan secara langsung dengan
identitas spesies tungau Demodex. Spesies dengan jenis yang lebih panjang
(Demodex follikulorum) memiliki prevalensi yang lebih tinggi diantara seluruh
pasien pada penelitian ini. Adanya temuan tungau Demodex pada kasus rosasea
dengan derajat keparahan yang berat (tipe infiltratif-produktif) memberikan alasan
untuk mempertegas bahwa tungau Demodex dapat memperparah manifestasi
klinis pada rosasea, menyebebakan perkembangan, papul, pustul, dan nodul pada
penderita. Sebagai tambahan, selama observasi pasien dengan kasus lesi gabungan
dari kedua spesies tungau Demodex tersebut (Demodex follikulorum dan
Demodex follikulorum brevis), ditemukan bahwa Demodex follikulorum memiliki
peran yang penting dalam perkembangan manifestasi klinis rosasea yang lebih
parah disertai dengan durasi perjalanan penyakit yang lebih lama.
Temuan Demodex follikulorum brevis dengan derajat rosasea yang ringan
(tipe rosasea telangiektasis-eritematosa dan papular (n=8; 26,7%)), dan temuan
pada subjek penelitian yang sehat (n=3; 10%) menunjukkan bahwa Demodex
follikulorum brevis tidak memiliki pengaruh terhadap gambaran klinis dari
rosasea. Hal ini menunjukkan bahwa Demodex follikulorum brevis diduga terpada
pada kulit wajah yang safrofitik dan pasien tidak memerlukan terapi antiparasitik
ketika tungau ini ditemukan.
Kesimpulan
Selama masa penelitian, ditemukan bahwa pasien yang menderita rosasea
disertai komplikasi oleh demodikosis, keberadaan tungau Demodex mengurangi
kualitas hidup penderita rosasea dan berpengaruh kuat dalam kehidupan pasien
tersebut.
Hasil analisis dari adanya sifat morfologi primer dan sekunder pada pasien
rosasea menunjukkan terdapat perbedeaan secara statistik diantara kelompok
pasien I dan II yang diteliti. Keberadaan tungau Demodex memicu timbulnya sel-
sel radang akut (membentuk papulopustular yang dalam, dan nodul),
menyebabkan eritema perifokal dan bercak keminyakan pada kulit wajah, dan
memperpanjang lamanya perjalanan penyakit yang diderita dengan kemungkinan
terjadinya berulang. Ketika membandingkan identitas spesies tungau Demodex,
spesies Demodex follikulorum menyebabkan komplikasi pada gambaran klinis
rosasea yang diderita, bersamaan dengan beberapa bentuk klinis yang lebih parah
(rosasea dengan tipe papular dan pustular). Oleh karena itu, untuk menentukan
strategi lebih lanjut dalam penentuan terapi, semua pasien rosasea harus menjalani
pemeriksaan untuk menganalisa ada atau tidaknya tungau Demodex pada
penderita; dan semua pasien dengan diagnosis rosasea yang terbukti ditemukan
Demodex follikulorum pada kerokan kuliitnya, berapapun jumlahnya, memerlukan
terapi antiparasitik. Di saat yang sama, pada kasus-kasus pasien rosasea yang
terbukti ditemukan keberadaan tungau Demodex follikulorum brevis, penderita
tersebut tidak memerlukan terapi antiparasitik yang spesifik, karena jenis tungau
ini hanya ditemukan pada pasien yang memiliki derajat rosasea yang ringan dan
pada individu-individu yang sehat dan telah disimpulkan bahwa tungau ini
merupakan saprofit yang terdapat di kulit wajah.
Dari sudut pandang ini, penting untuk mendiagnosis keberadaan tungau
Demodex pada semua penderia rosasea dengan melakukan pemeriksaan yang
dapat menentukan identitas dari spesies mereka.