LAPORAN KASUS
Oleh
Griselda Fortunata Susilo Putri
152010101007
Pembimbing
dr. Zaki Afif, Sp. OG
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda
persalinan. Ketuban Pecah Dini dapat terjadi saat usia kehamilan 37 minggu atau lebih yang
lebih dikenal dengan KPD aterm atau premature rupture of membrane (PROM). Selain itu
KPD juga dapat terjadi saat usia kehamilan kurang dari 37 minggu yang dikenal dengan
istilah KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM) (POGI, 2016)
Insidensi ketuban pecah dini berkisar antara 8 % sampai 10 % dari semua
kehamilan.Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6% sampai 19 %, sedangkan
pada kehamilan preterm insidensinya 2 % dari semua kehamilan (Sualman, 2009).
Ketuban pecah dini belum diketahui penyebab pastinya, namun terdapat beberapa
kondisi internal ataupun eksternal yang diduga terkait dengan ketuban pecah dini. Yang
termasuk dalam faktor internal diantaranya usia ibu, paritas, polihidramnion, inkompetensi
serviks dan presentasi janin. Sedangkan yang termasuk dalam faktor eksternal adalah infeksi
dan status gizi. Infeksi dapat mengakibatkan ketuban pecah dini karena agen penyebab
infeksi tersebut akan melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus.
Hal ini dapat menyebabkan perubahan dan pembukaan serviks, serta pecahnya selaput
ketuban.
Kejadian KPD sering menjadi masalah yang diperhatikan dalam proses persalinan.
Hal ini karena dampak yang terjadi setelah KPD yaitu berpengaruh pada janin dan ibu.
Ketuban pecah dini sangat berpengaruh pada janin, walaupun ibu belum menunjukkan infeksi
tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi karena infeksi intrauterin terjadi lebih dulu
sebelum gejala pada ibu dirasakan. Sedangkan pengaruh pada ibu karena jalan lahir telah
terbuka maka akan dijumpai infeksi intrapartal, infeksi puerpuralis, peritonitis dan septikemi
serta dry-labor. Selain itu terjadi kompresi tali pusat dan lilitan tali pusat pada janin. Hal ini
akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal (Kusuma, 2013).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah selaput ketuban yang pecah sebelum adanya tanda
persalinan (Wiradharma et al., 2013). Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of
Membrane (PROM) merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan,
apabila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai ketuban
pecah dini prematur atau Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM) (Putra dan
Utami, 2017).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tanda tanda persalinan
mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi pada pembukaan< 4 cm yang dapat
terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu. Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum
usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam
sebelum waktunya melahirkan.
2.2 Fisiologi
Selaput amnion merupakan lapisan paling dalam dari plasenta, terdiri dari tiga
lapisan: lapisan epitel, selaput basal yang tebal yang mengandung kolagen tipe IV, V, VII,
fibronektin dan laminin, dan stroma yang tidak mengandung pembuluh darah. Selain itu
selaput amnion juga mengandung berbagai macam faktor pertumbuhan, seperti epidermal
growth factor (EGF), keratinocyte growth factor (KGF), hepatocyte growth factor (HGF),
fibroblast growth factor (FGF), transforming growth factor-α (TGF-α), dan transforming
growth factor-β (TGF-β) (Retno et al., 2008).
Dua belas hari setelah ovum dibuah, terbentuk suatu celah yang dikelilingi amnion
primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan amnion
disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian dengan korion yang
akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan amnion. Cairan amnion, normalnya
berwarna putih, agak keruh serta mempunyai bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini
mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari
1,025 menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti, dan masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion
sementara teori lain menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam didapatkan
perputaran cairan lebih kurang 500 m2.
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus janin
dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada
korion (sekalipun dapat dikupas dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada
plasenta sampai pada insertio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali
pusat yang tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran
eksternal berwarna putih dan terbentuk dari vili-vili sel telur yang berhubungan dengan
desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan
uterus.
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan sekitar
1000-1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis, terdiri dari 98%-99%
air, 1-2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut
lanugo, verniks kaseosa, dan sel-sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam.
Minggu Taksiran Plasenta Cairan Persen
gestasi Berat anin Amnion Cairan
16 100 100 200 50
28 1000 200 1000 45
36 2500 400 900 24
40 3300 500 800 17
Tabel 2.1 Jumlah Cairan Amnion
2.3 Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat ditentukan
secara pasti. Adapun yang menjadi faktor risiko menurut (Rukiyah, 2010; Manuaba, 2009;
Winkjosastro, 2011) adalah :
1. Infeksi
Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari vagina atau infeksi
pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini. Membrana khorioamniotik
terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi
maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas
enzim kolagenolitik. Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada persalinan preterm
dengan ketuban pecah dini. Grup B streptococcus merupakan mikroorganisme yang sering
menyebabkan amnionitis.
2. Serviks yang inkompeten
Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-
otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar.
Inkompetensi serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan
laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital pada
serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules
dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2009).
8. Usia ibu
Menurut Mundi (2007) umur dibagi menjadi 3 kriteria yaitu < 20 tahun, 20-35 tahun
dan > 35 tahun. Usia reproduksi yang aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu usia 20-35
tahun (Winkjosastro, 2011). Pada usia ini alat kandungan telah matang dan siap untuk
dibuahi, kehamilan yang terjadi pada usia < 20 tahun atau terlalu muda sering menyebabkan
komplikasi/ penyulit bagi ibu dan janin, hal ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi
untuk hamil, dimana rahim belum bisa menahan kehamilan dengan baik, selaput ketuban
belum matang dan mudah mengalami robekan sehingga dapat menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini. Sedangkan pada usia yang terlalu tua atau > 35 tahun memiliki resiko
kesehatan bagi ibu dan bayinya (Winkjosastro, 2011). Keadaan ini terjadi karena otot-otot
dasar panggul tidak elastis lagi sehingga mudah terjadi penyulit kehamilan dan persalinan.
Salah satunya adalah perut ibu yang menggantung dan serviks mudah berdilatasi sehingga
dapat menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini yang menyebabkan terjadinya ketuban
pecah dini. Cunningham et all (2006) yang menyatakan bahwa sejalan dengan bertambahnya
usia maka akan terjadi penurunan kemampuan organ- organ reproduksi untuk menjalankan
fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi proses embryogenesis, kualitas sel telur juga
semakin menurun, itu sebabnya kehamilan pada usia lanjut berisiko terhadap perkembangan
yang janin tidak normal, kelainan bawaan, dan juga kondisi-kondisi lain yang mungkin
mengganggu kehamilan dan persalinan seperti kelahiran dengan ketuban pecah dini.
2.4 Patofisiologi
2.5 Klasifikasi
a. Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan vaginal
pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu sebelum
onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecah ketuban saat umur kehamilan ibu
antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm saat umur
kehamilan ibu antara 34 minggu sampai kurang 37 minggu. Definisi preterm
bervariasi pada berbagai kepustakaan, namun yang paling diterima dan tersering
digunakan adalah persalinan kurang dari 37 minggu.
b. KPD pada Kehamilan Aterm Ketuban pecah dini/ premature rupture of membranes
(PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal
pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.
2.6 Diagnosis
Penegakan diagnosis pada ketuban pecah dini antara lain sebagai berikut (POGI,
2016):
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti
urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari
vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.Keluar air-air (bening keputihan
mengandung verniks kaseosa), tidak ada nyeri maupun kontak uterus. Jika sudah terjadi
infeksi intarpartum ( misalnya amnionitis) didapat keluhan demam tinggi, nyeri abdomen dan
keluar cairan pervagianam berbau
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah,
dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam seperti
vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari vagina perlu
diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks. Dilihat
juga prolaps tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang khas juga harus
diperhatikan.
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk memudahkan
melihat pooling.
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas lakmus akan
berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. Sekret vagina ibu memiliki PH 4 – 5, dengan kerta
nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin ini dapat memberikan positif
palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau vaginisis trichomiasis.
Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior. Cairan diswab dan dikeringkan
diatas gelas objek dan dilihat dengan mikroskop. Gambaran “ferning” menandakan cairan
amnion
b. Pemeriksaan laboratorium
Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan kemungkinan
lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika diagnosis KPD aterm masih belum
jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin dan tes fern, dapat dipertimbangkan.
2.8 Komplikasi
a. Komplikasi Ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin. Infeksi tersebut
dapat berupa endomyometritis, maupun korioamnionitis yang berujung pada sepsis. Pada
sebuah penelitian, didapatkan 6,8% ibu hamil dengan KPD mengalami endomyometritis
purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun tidak ada yang meninggal dunia (POGI, 2016).
Diketahui bahwa yang mengalami sepsis pada penelitian ini mendapatkan terapi
antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa sekuele. Sehingga angka mortalitas belum
diketahui secara pasti. 40,9% pasien yang melahirkan setelah mengalami KPD harus dikuret
untuk mengeluarkan sisa plasenta,, 4% perlu mendapatkan transfusi darah karena kehilangan
darah secara signifikan. Tidak ada kasus terlapor mengenai kematian ibu ataupun morbiditas
dalam waktu lama (POGI, 2016).
b. Komplikasi Janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih awal. Periode
laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion sampai persalinan secara umum
bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi pada saat KPD terjadi. Sebagai
contoh, pada sebuah studi besar pada pasien aterm menunjukkan bahwa 95% pasien akan
mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian. Sedangkan analisis terhadap studi yang
mengevaluasi pasien dengan preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22 persen memiliki periode
laten 4 minggu. Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat mengalami
sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion, necrotizing enterocolitis,
gangguan neurologi, perdarahan intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan(POGI,
2016).
Pemberian kortikosteroid antenatal pada wanita dengan KPD preterm telah dibuktikan
manfaatnya dari 15 RCT yang meliputi 1400 wanita dengan KPD dan telah disertakan dalam
suatu metaanalisis. Kortikosteroid antenatal dapat menurunkan risiko respiratory distress
syndrome (RR 0,56; 95% CI 0,46-0,70), perdarahan intraventrikkular (RR 0,47; 95% CI 0,31-
0,70) dan enterokolitis nekrotikan (RR 0,21; 95% CI 0,05-0,82), dan mungkin dapat
menurunkan kematian neonatus (RR0,68; 95% ci 0,43-1,07) ) (POGI, 2016).
2
Tokolisis pada kejadian KPD preterm tidak direkomendasikan. Tiga uji teracak 235
pasien dengan KPD preterm melaporkan bahwa proporsi wanita yang tidak melahirkan 10
hari setelah ketuban pecah dini tidak lebih besar secara signifikan pada kelompok yang
menerima tokolisis (levels of evidence Ib) (POGI, 2016).
Gambar 2.5 Algoritma Penatalaksaan Ketuban Pecah Dini
Gambar 2.6 Medikamentosa yang digunakan pada KPD
2.9 Prognosis
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih
sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37
minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran prematur (POGI, 2016).
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.2 Anamnesis
Pasien datang ke PONEK IGD RSD dr. Soebandi dari Puskesmas Pakusari jam
00.37 dengan G1P0000Ab000 part 38-39 mgg J/T/H + PROM.
a. Keluhan Utama : Keluar cairan dari jalan lahir
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merasa hamil 9 bulan. Pasien mengeluh kenceng-kenceng disertai keluar cairan
dari jalan lahir sejak 22 Mei 2019 pukul 21.00. Kemudian pasien dibawa ke puskesmas
pukul 23.00. Di puskesmas pasien diperiksa dalam didapatkan VT terdapat bukaan
2cm. Kemudian pukul 00.37 tanggal 23 Mei 2019 pasien dirujuk ke RSD dr. Soebandi
Jember karena KPD.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi : disangkal
Diabetes mellitus : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi : disangkal
Diabetes mellitus : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal
e. Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Siklus : ± tiap 28 hari, teratur
Lama : 7 hari
Dismenorhea : tidak merasa nyeri selama haid
HPHT : 20 Agustus 2018
HPL : 27 Mei 2019
f. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1 kali
Lama menikah : 1 tahun
g. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1. Hamil ini
h. Riwayat KB
disangkal
i. Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pola makan pasien sehari-hari baik dan
teratur. Pasien mengaku tidak memiliki kecenderungan mengonsumsi jenis makanan
tertentu. Pasien tidak memiliki kebiasaan minum alkohol dan merokok. Hubungan
pasien dengan keluarga serta lingkungan sekitar baik.
3.3 Pemeriksaan Umum
a. Status Generalis
Kepala : Oedem kelopak mata - / -
Konjunctiva anemis - / -
Sclera icterus - / -
Sianosis (-)
Dyspnea (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Bendungan Vena Leher (-)
Thorax : Bentuk normal, gerak simetris +/+, retraksi -/-
Pulmo : Suara nafas Simetris +/+, vesikuler +/+, Rhonkhi -/- , Wheezing -/-
Cor : S1S2 tunggal, extra systole (-), gallop (-), murmur (-)
Abdomen : BU (+) dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat + + oedema - -
+ + - -
b. Status Obstetri
Mammae : kolostrum (-), hiperpigmentasi areola mammae, penonjolan glandula
mammae (-)
Abdomen : Inspeksi : Cembung, BSC (-), BSO (-)
Auskultasi : DJJ (+) 144x/menit
Perkusi : Redup (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), TFU 29 cm (3 jari di
bawah pusat ), punggung kanan, letak bujur dengan
presentasi kepala, belum masuk pintu atas panggul
(PAP). His 2x10x30”
Genitalia : VT ø 2 cm, efficement 25%, ketuban (-), letak kepala, bidang
Hodge 1, posisi porsio medial dengan konsistensi lunak, denominator
Sulit dievaluasi, ukuran panggul dalam batas normal
TBJ : 2790 gr
3.5 Resume
Ibu usia 27 tahun datang ke PONEK IGD RSD dr. Soebandi dari Puskesmas
Pakusari jam 00.37 dengan G1P0000Ab000 part 38-39 mgg J/T/H + PROM. Pasien
merasa hamil 9 bulan. Pasien mengeluh kenceng-kenceng disertai keluar cairan dari
jalan lahir sejak 22 Mei 2019 pukul 21.00. Kemudian pasien dibawa ke puskesmas
pukul 23.00. Di puskesmas pasien diperiksa dalam didapatkan VT terdapat bukaan
2cm. Kemudian pukul 00.37 tanggal 23 Mei 2019 pasien dirujuk ke RSD dr. Soebandi
Jember karena KPD. TTV: TD 120/76 mmHg, Nadi 86 x/menit, RR 20x/menit, Tax :
36,5°C. Abdomen: TFU 29 cm, puka, preskep, kepala HI, His 2x10x30”, DJJ (+) 144
x/menit. Genitalia: VT ø 2cm, efficement 25%, ketuban (-), letak kepala, kepala HI,
denominator sulit dievaluasi.
3.6 Diagnosis Kerja
G1P0000Ab000 part 38-39 mgg J/T/H + PROM.
3.7 Planning
Edukasi :
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang kondisi pasien, tindakan
yang dilakukan, serta prognosisnya
Diagnostik :
DL
USG
TTV
NST
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Terapi :
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr
Usul Oxytosin drip 5 iu dalam 500cc RL dengan 8 tpm, naik 4 tpm/30
menit
Pro Terminasi berdasarkan NST
Monitoring :
Keluhan pasien
TTV
USG
3.8. Observasi
+ + - -
P/ - Pro terminasi
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gr
- Usul Oxytosin drip 5 iu dalam 500cc RL dengan 8 tpm, naik 4 tpm/30 menit
+ + - -
P/ - Pimpin persalinan
Telah dilakukan tindakan persalinan pervaginam. Bayi lahir pukul 03.45. Jenis
kelamin perempuan AS 4-6. Ketuban keruh, BB: 2580 gr, PB: 50 cm. cacat (-), anus (+)
3.10 Penatalaksanaan
Monitoring :
Keluhan pasien
Fluksus
TTV
Kontraksi uterus
3.11 Prognosis
Duff, P., Lockwood, C.J., Barss, V.A. 2016. Preterm prelabor rupture of
membranes. [Online] https://www.uptodate.com/contents/preterm-prelabor-
rupture-of-membranes Diakses tanggal 7 Juni 2018.
Muntoha, Suharyono, Endah, N.W. 2013. Hubungan Antara Paparan Asap Rokok
dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini pada Ibu Hamil di RSUD
dr.H.Soewondo Kendal. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol.12(1):
88-93.
Putra, N., Utami, N. 2017. Rencana Partus Pervaginam pada Kehamilan Aterm
dengan Presentasi Bokong dan Ketuban Pecah Dini. Jurnal Medula Unila.
Vol.7 (2): 81-84.
Retno, E., Effendi, G., Suhendro, G., Handojo. 2008. Pengaruh Pengawet Beku
(Cryopreservation) Terhadap Kadar Epidermal Growth Factor (EGF) Pada
Selaput Amnion. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory. Vol. 15 (1): 22–26.
Sabarudin, U., Mose, J.C., Krisnadi, S.R. 2011. Polimorfisme Gen MMP-9,
Ekspresi MMP-9, dan Indeks Apoptosis Sel Serviks pada Kehamilan 21–36
Minggu. Majalah Kedokteran Bandung. Volume 43(4) :199-206.