Anda di halaman 1dari 37

Referat

Dry Eye “Mata Kering”


Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Dokter Pembimbing
dr. Chairunisa Ferdiana, Sp.M

Disusun oleh
Zulfa Laili Afdhila
22004101067

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LABORATORIUM MATA DI RSUD
KANJURUHAN KEPANJEN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala

nikmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada

Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.

Atas izin dan kehendak Allah, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini

dengan judul “DRY EYE (MATA KERING)”. Ucapan terima kasih saya

ucapkan kepada dr.Choirunissa selaku pembimbing Stase Mata yang telah

membimbing saya dalam penulisan referat ini. Referat ini dibuat untuk memenuhi

tugas Kepaniteraan Klinik Madya Stase Mata


DAFTAR ISI

Halaman

COVER............................................................................................................1

KATA PENGANTAR.....................................................................................1

DAFTAR ISI....................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG..........................................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH......................................................2

1.3 TUJUAN...............................................................................2

1.4 MANFAAT...........................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI………………………………………………………4

2.2 ETIOLOGI …………………………………………………….5

2.3 EPIDEMILOLOGI……………………………………………..7

2.4 PATOFISIOLOGI …………………………………………......7

2.5 GEJALA MATA KERING …………………………………..15

2.6.DIAGNOSIS DAN HASIL PEMERIKSAAN ……………....16

2.7 PENATALAKSANAAN ……………………………………24

2.8 DIFERENSIAL DIAGNOSA ……………………………….27

2.9 PROGNOSIS………………………………………………...27

2.10 KOMPLIKASI …………………………………………….28

2.11 PENCEGAHAN …………………………………………...28


BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN...............................................................................29

3.2 SARAN...................................................................................29

BAB IV DAFTAR PUSTAKA.....................................................................30


BAB I
PENDAHULUAN
 

1.1 Latar Belakang

Penyakit mata kering (juga dikenal sebagai sindrom mata kering) mengacu

pada sekelompok gangguan film air mata yang disebabkan oleh penurunan

produksi air mata atau ketidakstabilan film air mata, terkait dengan ocular serta

ketidaknyamanan dan/atau gejala visual dan penyakit inflamasi pada permukaan

ocular (American Academy of Ophthalmology, 2012)

Mata kering terjadi ketika volume atau fungsi air mata tidak memadai,

menghasilkan film air mata yang tidak stabil dan penyakit permukaan mata. Pada

kondisi ini sangat umum terjadi, terutama pada wanita  pascamenopause dan

lansia. Mata kering dapat dibagi menjadi Keratokonjungtivitis Sicca (KCS),

Xerophthalmia, Xerosis dan Sindrom Sjögren.

Penyakit mata kering lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dan

memiliki prevalensi yang meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi

penyakit mata kering bervariasi tergantung pada kriteria diagnostik yang

digunakan dan berkisar antara 5 hingga 50% dalam studi berbasis populasi. Secara

umum, ini lebih sering terjadi pada populasi Asia jika dibandingkan dengan orang

kulit putih meskipun variasi geografis, iklim, dan lingkungan juga dapat menjadi

faktor yang signifikan.

Ciri khas penyakit mata kering adalah hiperosmolaritas lapisan air mata

yang dapat merusak permukaan mata secara langsung atau tidak langsung dengan

memicu peradangan. Hiperosmolaritas dari film air mata mengarah ke kaskade

5
peristiwa sinyal yang melepaskan mediator inflamasi dan menyebabkan kerusakan

pada permukaan mata yang selanjutnya dapat menurunkan stabilitas film air mata.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Dari Dry Eye ?

2. Apa Etiologi Dari Dry Eye?

3. Bagaimana Patofisiologi Terjadinya Dry Eye ?

4. Bagaimana Diagnosis Dan Hasil Pemeriksaan Pada Dry Eye?

5. Bagaimana Penatalaksanaan Pada Dry Eye ?

6. Bagaimana Diferensial Diagnosa Pada Dry Eye ?

7. Bagaimana Prognosa Pada Dry Eye ?

8. Bagaimana Komplikasi Pada Dry Eye ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui penegakan

diagnosis dan penanganan pada mata kering sehingga dapat meminimalisir

terjadinya komplikasi yang lebih serius akibat dari mata kering. 

1.3.2 Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini adalah:

1. Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik

Madya stase Mata di RSUD Kanjuruhan Kepanjen;

2. Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan dalam menegakkan dan

menatalaksana pada pasien dengan diagnosa mata kering

3. Sebagai tambahan pengalaman bagi penulis untuk memperluas dan

menambah wawasan mengenai mata kering. Serta meningkatkan

6
keilmuan di bidang kesehatan.

1.4 Manfaat

Sebagai bekal dan tambahan referensi klinisi agar mampu menegakan

diagnosa dan memberi terapi yang baik dan sesuai pada Dry Eye (mata

kering).

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih

banyak kekurangan. Kritik dan saran diharapkan guna menyempurnakan

penulisan kedepannya. Semoga laporan kasus ini memberikan manfaat bagi

kita semua. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Kepanjen, 10 November 2021

Zulfa Laili Afdhila

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mata kering, juga dikenal sebagai penyakit mata kering, sindrom mata kering,

dan keratokonjungtivitis sicca (KCS) adalah salah satu alasan paling umum pasien

untuk memeriksakan diri ke dokter mata. Mata kering juga mengacu pada

sekelompok gangguan film air mata yang disebabkan oleh penurunan produksi air

mata atau ketidakstabilan film air mata, terkait dengan ocular serta

ketidaknyamanan dan/atau gejala visual dan penyakit inflamasi pada permukaan

ocular (American Academy of Ophthalmology, 2012)

Pada kondisi ini sangat umum terjadi, terutama pada wanita 

pascamenopause dan lansia.

• Penyakit mata kering adalah penyakit multifaktorial pada permukaan mata an

film air mata disertai dengan peningkatan osmolaritas air mata film dan

peradangan pada permukaan mata.

• Keratokonjungtivitis sicca (KCS) mengacu pada setiap mata dengan beberapa

derajat kekeringan.

• Xerophthalmia menggambarkan mata kering yang berhubungan dengan

defisieensi vitamin A.

• Xerosis mengacu pada kekeringan okular yang ekstrim dan keratinisasi yang

terjadi pada mata dengan sikatrisasi konjungtiva yang parah.

• Sindrom Sjögren adalah penyakit inflamasi autoimun pada mata kering mana

yang menjadi cirinya.

8
Film air mata tebalnya sekitar 2 sampai 5 m di atas kornea dan terdiri dari

tiga komponen utama. Komponen ini (lipid, air, dan musin) sering digambarkan

sebagai lapisan, meskipun ini mungkin merupakan penyederhanaan yang

berlebihan dari lingkungan film air mata. Lapisan paling superfisial, lapisan lipid,

diproduksi oleh kelenjar meibom kelopak mata dan berfungsi untuk mengurangi

penguapan air mata. Lapisan air tengah adalah komponen paling tebal dari film air

mata dan diproduksi oleh kelenjar lakrimal, terletak di orbit, dan kelenjar lakrimal

aksesori (kelenjar Krause dan Wolfring) di konjungtiva. Lapisan basal terdiri dari

musin, atau glikoprotein, dan sebagian besar diproduksi oleh sel goblet

konjungtiva. Musin meningkatkan penyebaran lapisan air mata di atas epitel

kornea melalui pengaturan tegangan permukaan (O'Neil et al, 2019)

2.2 Etiologi

Banyak penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari satu

komponen film air mata atau menyebabkan perubahan permukaan mata yang

secara sekunder menyebabkan ketidakstabilan lapisan air mata. Fitur histopatologi

termasuk munculnya bintik-bintik kering pada epitel kornea dan konjungtiva,

pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel

epitel nongoblet, peningkatan stratifikasi seluler, dan peningkatan keratinisasi

(Vaughan et al,2013).

2.2.1 Potensi Penyebab dan/atau Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Mata

Kering yaitu :

 Obat sistemik seperti antihistamin, antihipertensi,

ansiolitik/benzodiazepin, diuretik, hormon sistemik, obat antiinflamasi

9
nonsteroid, kortikosteroid sistemik atau inhalasi, obat antikolinergik,

isotretinoin (menyebabkan atrofi kelenjar meibom), dan antidepresan.

 Obat topikal seperti tetes glaukoma atau toksisitas pengawet dari obat tetes

mata yang mengandung pengawet

 Penyakit kulit pada atau di sekitar kelopak mata seperti rosacea atau eksim

 Disfungsi kelenjar Meibom adalah komorbiditas umum dengan penebalan

dan eritema kelopak mata dan sekresi kelenjar meibom yang tidak

memadai atau berubah.

 Operasi mata, termasuk operasi refraktif, operasi katarak, keratoplasti, dan

operasi kelopak mata.

 Luka bakar kimia atau termal yang melukai konjungtiva.

 Alergi mata.

 Penggunaan komputer atau perangkat karena hal ini dapat menyebabkan

penurunan kedipan saat melihat layar.

 Kelebihan atau kekurangan dosis vitamin, terutama kekurangan vitamin A

yang dapat menyebabkan xerophthalmia dan munculnya bintik Bitot pada

konjungtiva pada kasus yang parah.

 Penurunan sensasi pada kornea akibat pemakaian lensa kontak jangka

panjang, infeksi virus herpes, atau penyebab lain dari kornea neurotropik.

 Penyakit graft-versus-host

 Penyakit sistemik termasuk sindrom Sjogren dan gangguan autoimun atau

jaringan ikat lainnya seperti rheumatoid arthritis dan lupus, dan penyakit

tiroid.

10
 Faktor lingkungan seperti paparan iritasi seperti asap kimia, asap rokok,

polusi, atau kelembaban rendah(Stapleton et al,2017).

2.3 Epidemiologi

Penyakit mata kering lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dan

memiliki prevalensi yang meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi

penyakit mata kering bervariasi tergantung pada kriteria diagnostik yang

digunakan dan berkisar antara 5 hingga 50% dalam studi berbasis populasi. Secara

umum, ini lebih sering terjadi pada populasi Asia jika dibandingkan dengan orang

kulit putih meskipun variasi geografis, iklim, dan lingkungan juga dapat menjadi

faktor yang signifikan. Mata kering evaporatif dianggap sebagai subtipe penyakit

mata kering yang paling umum. Mungkin ada ketidaksesuaian antara tanda dan

gejala mata kering dengan tanda yang lebih umum dan bervariasi daripada gejala

(Stapleton et al,2017).

2.4 Patofisiologi

Penyakit mata kering secara tradisional diklasifikasikan menjadi dua

kategori: kekurangan air dan penguapan. Namun, kategori ini tidak saling

eksklusif dan banyak pasien memiliki kombinasi mekanisme penyakit mata kering

ini.

Permukaan okular dan kelenjar yang mensekresi air mata berfungsi sebagai

unit yang terintegrasi. Penyakit atau disfungsi unit fungsional ini dapat

menyebabkan lapisan air mata yang tidak stabil dan tidak terpelihara dengan baik

yang menyebabkan gejala iritasi okular dan kemungkinan kerusakan pada epitel

permukaan okular. Disfungsi ini dapat berkembang sebagai factor akibat penuaan,

penurunan faktor pendukung (seperti hormon androgen), kelainan berkedip,

11
penyakit inflamasi sistemik (misalnya, sindrom Sjӧgren, penyakit tiroid autoimun,

atau rheumatoid arthritis), penyakit permukaan mata ( misalnya, keratitis virus

herpes simpleks [HSV]) atau operasi yang mengganggu saraf sensorik aferen

trigeminal (misalnya, keratomileusis in situ berbantuan laser [LASIK]), dan

penyakit sistemik atau obat-obatan yang mengganggu saraf kolinergik eferen yang

merangsang sekresi air mata.

Penurunan sekresi air mata dan pembersihan memulai respon inflamasi pada

permukaan okular yang melibatkan mediator terlarut dan seluler. Penelitian klinis

dan dasar menunjukkan bahwa peradangan ini berperan dalam patogenesis mata

kering (lihat Gambar 1) (American Academy of Ophthalmology,2012).

Gambar 1. MEDIATOR INFLAMASI PADA MATA KERING “Dimodifikasi


dengan izin dari Craig JP et al. Ringkasan eksekutif laporan TFOS DEWS II.
Ocul Surf. 2017;15:802- 812.

Kekurangan air mata ditandai dengan produksi air mata yang tidak memadai

dengan penyebab utama yang terdiri dari Sindrom Sjogren (primer atau sekunder),

12
penyakit kelenjar lakrimal seperti obstruksi, atau obat sistemik yang

mempengaruhi produksi air mata. Mata kering evaporatif ditandai dengan

peningkatan evaporasi lapisan air mata dan paling sering disebabkan oleh

disfungsi kelenjar meibom.

Kelenjar meibom melapisi tepi kelopak mata dan mengeluarkan minyak yang

menjadi lapisan lipid dari film air mata dan mengurangi penguapan air mata.

Disfungsi kelenjar Meibom dapat disebabkan oleh sekresi yang tidak adekuat

karena atrofi, dropout kelenjar, atau obstruksi lubang kelenjar (Vaughan et

al,2013).

Penyebab utama lainnya dari peningkatan penguapan air mata termasuk

kedipan yang buruk (laju rendah, penutupan kelopak mata tidak lengkap),

gangguan bukaan kelopak mata, dan faktor lingkungan (kelembaban rendah,

aliran udara tinggi).

Terdapat 3 Komponen lapisan film air mata yaitu : 

• Lapisan lipid yang disekresikan oleh kelenjar meibom.

• Lapisan berair yang disekresikan oleh kelenjar lakrimal.

• Lapisan mukosa yang disekresikan terutama oleh sel goblet konjungtiva.

Konstituennya kompleks, dengan sebanyak seratus protein  yang berbeda.

Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 L di masing-masing mata.

Albumin menyumbang 60% dari total protein dalam cairan air mata.

Imunoglobulin IgA, IgG, dan IgE serta lisozim membentuk 40% sisanya dari

total protein. IgA mendominasi dan berbeda dari IgA serum karena tidak hanya

ditransudat dari serum tetapi juga diproduksi oleh sel plasma yang terletak di

kelenjar lakrimal (Vaughan et al,2013).

13
Pada kondisi alergi tertentu seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi IgE

cairan air mata meningkat. Lisozim air mata membentuk 21-25% dari total

protein dan bertindak secara sinergis dengan gamma globulin dan faktor

antibakteri nonlisozim lainnya merupakan mekanisme pertahanan penting

terhadap infeksi.

Enzim air mata lainnya juga dapat berperan dalam diagnosis entitas klinis

tertentu, misalnya uji heksoseaminidase untuk diagnosis penyakit Tay-Sachs

(Vaughan et al,2013).

K+, Na+, dan Cl- juga terjadi pada konsentrasi yang lebih tinggi pada air mata

dibandingkan plasma. Air mata mengandung sejumlah kecil glukosa (5 mg/dL)

dan urea (0,04 mg/dL), dan perubahan konsentrasi darah paralel dengan

perubahan kadar glukosa dan urea air mata. PH rata-rata air mata adalah 7,35,

meskipun ada variasi normal yang luas (5,20-8,35). Dalam kondisi normal,

cairan air mata bersifat isotonik. Osmolaritas film air mata berkisar antara 295

hingga 309 mosm/L(Vaughan et al,2013).

Film air mata didistribusikan secara mekanis di atas permukaan mata melalui

mekanisme kedip yang dikendalikan secara saraf. Tiga faktor yang diperlukan

untuk pelapisan kembali film air mata yang efektif : 

• Refleks berkedip normal.

• Kontak antara permukaan okular eksternal dan kelopak mata.

• Epitel kornea normal.

14
Gambar 2. Tiga lapisan utama film air mata yang mengkover lapisan epitel superfisial kornea
(Jack J Kanski et al,2015).
a. Lipid Layer

Komposisi :

 Lapisan lipid luar terdiri dari fase polar yang mengandung fosfolipid

yang berdekatan dengan fase musin berair dan fase non-polar yang

mengandung lilin, ester kolesterol dan trigliserida.

 Lipid polar terikat pada lipocalin di dalam lapisan air. hal Ini berkaitan

dengan protein kecil yang disekresikan yang memiliki kemampuan

untuk mengikat molekul hidrofobik dan mungkin juga berkontribusi

pada viskositas air mata.

 Gerakan kelopak mata selama berkedip penting dalam melepaskan

lipid dari kelenjar. 

 Ketebalan lapisan bisa meningkat dengan berkedip paksa dan

sebaliknya dikurangi dengan jarang berkedip.

Fungsi:

15
 Mencegah penguapan lapisan air dan mempertahankan ketebalan film

air mata.

 Bertindak sebagai surfaktan yang memungkinkan penyebaran film air

mata.

 Kekurangannya menyebabkan evaporated dry eye (Jack J Kanski et

al,2015).

b. Aqueous layer

Sekresi :

 Kelenjar lakrimal utama menghasilkan sekitar 95% dari komponen air

mata dan lakrimal aksesori kelenjar Krause dan Wolfring menghasilkan

sisanya.

 Sekresi air mata memiliki dasar (istirahat) dan jauh lebih besar

komponen refleks. Yang terakhir terjadi sebagai respons terhadap

kerusakan kornea dan stimulasi sensorik konjungtiva, pemecahan air

mata dan inflamasi okular dan dimediasi melalui kranial kelima saraf.

Hal ini dikurangi dengan anestesi topikal dan jatuh selama tidur.

Sekresi dapat meningkat 500% sebagai respons terhadap cedera.

Gambar 3. Tiga lapisan film air mata (Jack J Kanski et al,2015).

16
Komposisi

• Air, elektrolit, musin dan protein terlarut.

• Faktor pertumbuhan yang berasal dari kelenjar lakrimal, yang

produksinya meningkat sebagai respons terhadap cedera.

• Sitokin interleukin pro-inflamasi yang terakumulasi saat tidur ketika

produksi air mata berkurang.

Fungsi

• Untuk memberikan oksigen atmosfer ke epitel kornea.

• Aktivitas antibakteri karena protein seperti IgA, lisozim dan laktoferin.

• Untuk membersihkan puing-puing dan rangsangan berbahaya dan

memfasilitasi transportasi leukosit setelah cedera.

• Untuk meningkatkan permukaan kornea secara optik dengan menghapus

• penyimpangan menit (Jack J Kanski et al,2015).

c. Mucous Layers
Komposisi

• Musin adalah glikoprotein dengan berat molekul tinggi yang mungkin

tipe transmembran atau sekretorik.

• Lendir sekretori selanjutnya diklasifikasikan sebagai pembentuk gel

atau larut. Mereka diproduksi terutama oleh sel goblet konjungtiva

tetapi juga oleh kelenjar lakrimal.

• Sel epitel superfisial kornea dan konjungtiva menghasilkan musin

transmembran yang membentuk glikokaliks (lapisan ekstraseluler).

• Pewarnaan epitel yang sakit dengan rose Bengal menunjukkan bahwa

lapisan mukosa transmembran dan gel tidak ada dan permukaan sel

terbuka. Kerusakan pada sel epitel akan mencegah perlekatan film air

17
mata yang normal

Fungsi :

• Untuk membasahi dengan mengubah epitel kornea dari permukaan

hidrofobik ke hidrofilik.

• Lubrikasi.

 Defisiensi lapisan mukosa mungkin merupakan ciri dari kekurangan

air dan keadaan penguapan. Goblet cell lost terjadi dengan

terbentuknya sikatriks konjungtivitis, defisiensi vitamin A, luka bakar

kimia dan toksisitas dari obat-obatan (Jack J Kanski et al,2015).

Regulasi komponen film air mata

• Hormonal:

- Androgen adalah hormon utama yang bertanggung jawab untuk regulasi

dari produksi lipid.

- Reseptor estrogen dan progesteron di konjungtiva dan kelenjar lakrimal

sangat penting untuk fungsi normal jaringan ini.

• Saraf:

- Melalui serat yang berdekatan dengan kelenjar lakrimal dan sel goblet

yang merangsang sekresi aqueous dan mucus (Jack J Kanski et al,2015).

Ciri khas penyakit mata kering adalah hiperosmolaritas lapisan air mata yang

dapat merusak permukaan mata secara langsung atau tidak langsung dengan

memicu peradangan. Hiperosmolaritas dari film air mata mengarah ke kaskade

peristiwa sinyal yang melepaskan mediator inflamasi dan menyebabkan kerusakan

pada permukaan mata yang selanjutnya dapat menurunkan stabilitas film air mata,

18
yang mengarah ke pengabadian diri penyakit dalam 'lingkaran setan. (Bron et

al,2017).

2.5 Gejala Mata Kering

Penyakit mata kering dapat menyebabkan salah satu gejala berikut :

 Menyengat, terbakar, atau perasaan tertekan di mata.

 Sensasi berpasir, berpasir, atau benda asing.

 Epiphora, atau robek, adalah gejala yang sering berlawanan dengan intuisi.

Hal ini disebabkan oleh kekeringan yang menyebabkan rasa sakit atau

iritasi yang menyebabkan robekan berlebihan yang berselang-seling, atau

epifora.

 Nyeri adalah istilah yang luas, dan nyeri tajam dan tumpul dapat

digambarkan, yang mungkin terlokalisasi pada beberapa bagian mata, di

belakang mata, atau bahkan di sekitar orbit.

 Kemerahan adalah keluhan umum dan sering diperburuk oleh efek

rebound vasokonstriktor yang ditemukan di banyak obat tetes mata yang

dijual bebas yang dirancang untuk mengurangi kemerahan.

Vasokonstriktor dapat mengurangi kemerahan untuk jangka pendek

dengan menyempitkan pembuluh darah di episklera tetapi dapat memiliki

efek rebound dan meningkatkan kemerahan setelah obat tetes hilang dalam

waktu yang relatif singkat.

 Penglihatan kabur, terutama penglihatan kabur intermiten, adalah keluhan

umum dan juga dapat digambarkan sebagai silau atau lingkaran cahaya di

sekitar lampu di malam hari.

 Sensasi kelopak mata berat atau kesulitan membuka mata.

19
 Kekeringan adalah masalah umum bagi pemakai lensa kontak, dan iritasi

dapat membuat lensa kontak tidak nyaman atau bahkan tidak mungkin

dipakai.

 Mata lelah. Menutup mata dapat memberikan kelegaan bagi beberapa

individu dengan mata kering.

2.6 Diagnosis dan Hasil Pemeriksaan

Tidak ada tanda atau gejala 'gold Standart' tunggal untuk diagnosis

penyakit mata kering. Evaluasi gejala dan tanda-tanda penyakit mata kering

dianjurkan karena tanda-tanda dapat muncul tanpa gejala, dan sebaliknya.

a. Tear Stability

Tear Film Break-up Time (TBUT). Hal ini merupakan interval waktu

antara kedipan penuh dan jeda pertama dalam film air mata. Ini paling

sering dilakukan di klinik menggunakan mikroskop slit lamp setelah

menanamkan pewarna natrium fluorescein untuk meningkatkan visibilitas

film air mata. Batas waktu kurang dari sepuluh detik sering dianggap

konsisten dengan penyakit mata kering. Atau, waktu pemecahan air mata

non-invasif dapat diukur tanpa fluorescein menggunakan instrumentasi

yang mengevaluasi pantulan pola atau cincin dari film air mata atau

penggunaan interferometri untuk mengevaluasi munculnya diskontinuitas

lapisan lipid setelah berkedip.

b. Tear Volume

Penilaian meniskus robek (Tear meniscus assessment). Penilaian

meniskus air mata dilakukan pada slit-lamp dengan menilai tinggi

meniskus film air mata inferior. Teknik ini sederhana untuk dilakukan

20
tetapi memiliki pengulangan intervisi yang buruk. Instrumentasi telah

dikembangkan untuk pengukuran yang lebih objektif dari film air mata

meniskus tetapi saat ini tidak tersedia secara luas di sebagian besar

klinik(Wolffsohn et al, 2017).

Schirmer Test. Sebuah strip kertas Schirmer dilipat pada takik

dengan ujung yang lebih pendek dihubungkan ke tepi kelopak mata lateral

untuk menghindari iritasi pada kornea saat pasien beristirahat dengan mata

tertutup. Tes Schirmer I dilakukan tanpa anestesi topikal untuk mengukur

robekan dasar dan refleks dengan pembasahan kurang dari 5 hingga 10

mm (tergantung pada cut-off yang digunakan) setelah 5 menit diagnostik

defisiensi akuos. Sebagai alternatif, anestesi topikal dapat diberikan, dan

kemudian cairan sisa dikeluarkan dari forniks inferior sebelum melakukan

pengujian untuk mengukur sekresi dasar dengan pembasahan kurang dari

5 sampai 10 mm yang dianggap diagnostik untuk defisiensi akuos.

Phenol red test. Serupa dengan pengujian Schirmer, benang kapas

yang diwarnai dengan phenol red dihubungkan di atas kelopak mata

temporal ke dalam sulkus selama 15 detik sementara pasien beristirahat

dengan mata tertutup. Saat basah, benang berubah menjadi merah dengan

nilai batas mulai dari kurang dari 10 hingga 20 mm yang digunakan secara

klinis

c. Penilaian Permukaan Mata (Ocular Surface Assessment)

Fluorescein staining. Pewarnaan fluorescein memungkinkan penilaian

kerusakan kornea. Sebuah volume minimal fluorescein ditanamkan ke

21
dalam film air mata dengan tampilan optimal 1 sampai 3 menit kemudian.

Lebih dari 5 titik pewarnaan dianggap sebagai hasil positif dengan

berbagai skala penilaian seperti skala penilaian Oxford yang digunakan

juga (Whitcher et al,2010). 

Lissamine green staining. Pemeriksaan ini memungkinkan untuk

menilai kerusakan konjungtiva dan margin kelopak mata, dan pada tingkat

yang lebih rendah, kerusakan kornea. Lebih dari 9 titik adalah hasil positif.

[11] Epiteliopati wiper kelopak mata, atau pewarnaan tepi kelopak mata,

dapat dilakukan dengan hasil positif dengan panjang pewarnaan 2 mm atau

lebih dan/atau lebar sagital lebih dari 25% (Whitcher et al,2010). 

Conjunctival redness. Kemerahan konjungtiva, atau hiperemia, tidak

spesifik untuk penyakit mata kering karena hal ini dapat terjadi akibat

stimulus apa pun yang menyebabkan konjungtivitis, termasuk etiologi

infektif, alergi, kimia, atau mekanis. Grading umumnya ditentukan secara

subjektif dengan pemeriksaan slit-lamp meskipun beberapa perangkat

dengan grading otomatis atau fotografi digital juga dapat digunakan.

d. Tes Film Air Mata (Tear Film Assays)

Tear film Osmolarity. Peningkatan osmolaritas dan peningkatan

variabilitas osmolaritas air mata merupakan karakteristik penyakit mata

kering. Nilai osmolaritas biasanya meningkat dengan keparahan penyakit.

Berbagai nilai batas telah dilaporkan dengan 308mOsm/L digunakan

sebagai ambang batas untuk mendiagnosis penyakit ringan/sedang

sementara 316 mOsm/L telah digunakan sebagai batas untuk penyakit

yang lebih parah (Wolffsohn et al, 2017).

22
Matrix Metalloproteinases. Protease ini ditemukan dalam air mata

individu dengan mata kering. Tingkat matrix metalloproteinase-9 (MMP-

9) dapat diuji menggunakan tes di tempat perawatan (Kaufman et al,2013).

e. Evaluasi kelopak mata (Eyelid Evaluation)

Blefaritis. Evaluasi kelopak mata adalah bagian penting dari

evaluasi untuk menentukan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap

penyakit mata kering. Evaluasi meliputi penilaian untuk blepharitis

anterior dan blepharitis Demodex yang sering menjadi komorbiditas

penyakit mata kering

Lid wiper epitheliopathy. Bagian konjungtiva di sepanjang tepi

kelopak mata yang berkontak dengan permukaan mata untuk menyebarkan

air mata disebut 'Lid wiper'. Epiteliopati wiper kelopak mata, atau

pewarnaan wiper kelopak mata dengan fluorescein atau lissamine green,

dapat terlihat lebih sering pada individu dengan penyakit mata kering,

mungkin karena peningkatan gesekan antara kelopak dan permukaan

okular.

Evaluasi kelenjar Meibom. Evaluasi struktur kelenjar meibom

dapat dilakukan dengan meibografi. Sementara garis besar kelenjar

meibom dapat dilihat pada slit lamp atau dengan senter dengan

mentransiluminasi kelopak mata yang ditekuk, visualisasi yang

disempurnakan diperoleh dengan menggunakan sistem pencitraan

inframerah untuk melakukan meibografi. Inspeksi lubang kelenjar meibom

di sepanjang tepi kelopak mata dapat dilakukan untuk mendeteksi

obstruksi eksternal lubang. Fungsi kelenjar Meibom dapat dinilai dengan

23
mengevaluasi kuantitas, kualitas, dan ekspresi meibum (Wolffsohn et

al,2017). Ekspresibilitas dinilai dengan menerapkan tekanan digital di

sepanjang margin kelopak mata dengan meibum yang jelas dengan mudah

diekspresikan dari kelopak mata normal. Pada disfungsi kelenjar meibom,

meibum keruh atau kental, dan tidak mudah diekspresikan.

Eyelid blink and closure. Berkedip tidak baik dan lagophthalmos

nokturnal dapat menyebabkan penyakit mata kering. Penilaian kedipan

dapat dilakukan dengan atau tanpa mikroskop atau alat perekam video.

Lagophthalmos dapat diperkirakan dengan meminta pasien menutup

matanya dengan lembut dan menilai penutupan yang tidak sempurna.

f. Diagnosis

Banyak penyakit permukaan mata menghasilkan gejala yang mirip

dengan mata kering, termasuk sensasi benda asing, gatal ringan, iritasi,

dan nyeri. Mengidentifikasi karakteristik faktor penyebab, seperti

lingkungan yang merugikan (misalnya, perjalanan udara, duduk di dekat

ventilasi AC, kelembaban rendah), upaya visual yang berkepanjangan

(misalnya, membaca, penggunaan komputer), atau menghilangkan gejala

dengan penggunaan air mata buatan. membantu dalam mendiagnosis mata

kering (American Academy of Ophthalmology,2012).

Pengamatan dan tes klinis yang mendukung juga digunakan untuk

mengkonfirmasi diagnosis. Skema klasifikasi diagnostik ditunjukkan pada

Gambar 4.

24
25
Gambar 4. GAMBAR 2. Klasifikasi Penyakit Mata Kering (American Academy of Ophthalmology,2012). DED = penyakit mata kering (juga
dikenal sebagai sindrom mata kering); OSD = penyakit permukaan mata.

26
Menurut penelitian dari International Dry Eye Workshop (DEWS II) sepakat

bahwa dua faktor utama, produksi air mata yang kurang dan ketidakstabilan

lapisan air mata, dapat menyebabkan mata kering secara independen. Faktor-

faktor tersebut juga dapat hadir bersama-sama dan keduanya berkontribusi pada

gejala dan tanda mata kering. Bukti terbaru menunjukkan bahwa ketidakstabilan

lapisan air mata lebih umum daripada mata kering mekanisme gabungan.

Defisiensi air mata saja merupakan gambaran paling umum dari mata kering.25

Namun, hal ini tetap penting karena dapat dikaitkan dengan penyakit

inflamasi/autoimun sistemik yang mendasarinya. Sebagian besar pasien memiliki

banyak faktor yang berkontribusi terhadap mata kering. Banyak kondisi, seperti

keratitis neurotropik setelah infeksi HSV atau LASIK, termasuk aspek penurunan

air mata produksi dan peningkatan kehilangan penguapan (American Academy of

Ophthalmology,2012).

Gambar 5. Temuan Karakteristik Uji Diagnostik Penyakit Mata Kering (American


Academy of Ophthalmology,2012).

 Klasifikasi Mata Kering :

Mata kering umumnya diklasifikasikan menurut kombinasi gejala dan tanda.

Dalam PPP ini, mata kering diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, dan berat

berdasarkan gejala dan tanda, tetapi dengan penekanan pada gejala di atas tanda.

Karena sifat penyakit mata kering, klasifikasi ini kurang tepat karena karakteristik

pada setiap orang memiliku tingkat berbeda.

27
Pasien dengan penyakit mata kering ringan mungkin memiliki gejala iritasi,

gatal, nyeri, ketidak nyamanan pada mata, rasa terbakar, atau penglihatan kabur

intermiten. Diagnosis mata kering dalam bentuk yang ringan sulit dibuat karena

korelasi yang tidak konsisten antara gejala yang dilaporkan dan tanda-tanda klinis.

Pasien dapat mengidentifikasi disestesia okular terkait dengan pemakaian lensa

kontak atau penyebab lain sebagai kekeringan pada mata, bahkan ketika fungsi air

mata norma (American Academy of Ophthalmology,2012).

28
2.7 Penatalaksanaan

Pengobatan sindrom mata kering dilakukan dengan pendekatan bertahap yang

dapat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan penyakit (Craig et al, 2017).

Pendekatan awal termasuk pendidikan tentang kondisi, modifikasi lingkungan

(menghilangkan aliran udara/kipas tinggi langsung, mengurangi waktu layar,

pelembab udara), identifikasi dan penghapusan agen topikal dan sistemik yang

menyinggung, pelumas mata topikal, dan kebersihan kelopak mata (kompres

hangat dan scrub kelopak mata), asam lemak esensial oral.

Pasien dengan gejala mata kering seringkali memiliki banyak faktor

penyebab. Sangat penting untuk mengobati setiap faktor penyebab yang dapat

menerima pengobatan. Terapi khusus dapat dipilih dari kategori apa pun terlepas

dari tingkat keparahan penyakit, tergantung pada pengalaman dokter dan

preferensi pasien (American Academy of Ophthalmology,2012).

29
Tabel 1. Rekomendasi Penatalaksanaan Dan Pengobatan Bertahap Untuk Penyakit Mata
Kering (American Academy of Ophthalmology,2012).

30
Langkah selanjutnya dari pilihan pengobatan termasuk pelumas mata bebas

pengawet, oklusi punctal reversibel (punctal plugs), salep malam hari atau

kacamata pelembab, pemanasan dengan bantuan perangkat dan/atau ekspresi

kelenjar meibom, terapi cahaya berdenyut intens, anti-inflamasi topikal. obat

inflamasi (kortikosteroid, siklosporin, lifitegrast), dan antibiotik oral (makrolida

atau tetrasiklin).

Pilihan pengobatan lebih lanjut termasuk tetes mata serum, secretagogues oral

atau topikal, lensa kontak terapeutik, pencangkokan membran ketuban, oklusi

punctal bedah, dan tarsorrhaphy.

31
2.8 Diferensial Diagnosa

Banyak kondisi dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan yang

disebabkan oleh penyakit mata kering. Beberapa kondisi juga dapat dikaitkan

dengan atau menyebabkan penyakit mata kering, seperti konjungtivitis alergi,

konjungtivitis sikatrik, keratitis filamen, dan keratitis neurotropik. Identifikasi

kondisi primer yang mendasari dalam kasus ini adalah kunci untuk mengurangi

perkembangan penyakit dan memburuknya mata kering.

Diagnosis banding meliputi:

 Konjungtivitis (alergi, virus, bakteri, parasit/klamidia)

 Blefaritis anterior

 Blefaritis Demodex

 Konjungtivitis sikatriks (Sindrom Stevens-Johnson, pemfigoid membran

mukosa)

 Keratopati Bulosa

 Keratokonjungtivitis terkait lensa kontak

 Malposisi kelopak mata (entropion, ectropion) atau kelainan (trichiasis) yang

menyebabkan penyakit permukaan mata

 Keratitis (interstisial, filamen, terkait lensa kontak, neurotropik) (Craig JP et

al, 2017).

2.9 Prognosis

Ada sedikit data yang dipublikasikan yang menjelaskan riwayat alami

penyakit mata kering yang diobati dan yang tidak diobati. Penyakit mata kering

sering dianggap kronis dengan periode eksaserbasi karena faktor penyebab

intermiten. Mata kering pasca-operasi (seperti setelah operasi katarak atau operasi

32
refraktif) sering membaik seiring waktu, mungkin terkait dengan regenerasi saraf

kornea atau pengurangan peradangan mata (Stapleton et al,2017).

2.10 Komplikasi

Komplikasi dari penyakit mata kering berkisar dari ringan hingga berat.

Penyakit mata kering ringan hingga sedang menyebabkan gejala yang dijelaskan

di atas termasuk iritasi mata dan/atau gangguan penglihatan. Penyakit yang lebih

parah dapat mengakibatkan komplikasi kornea termasuk keratitis menular,

ulserasi, dan jaringan parut yang dapat menyebabkan hilangnya penglihatan

berikutnya. Sementara penyebabnya belum ditetapkan, ada beberapa hubungan

non-okular dengan penyakit mata kering termasuk depresi, gangguan tidur dan

suasana hati, dislipidemia, dan sakit kepala migrain (Ayaki et al, 2015). 

2.11 Pencegahan dan Edukasi Pasien

Pasien harus dididik mengenai modifikasi lingkungan atau perilaku yang

dapat dilakukan untuk mengurangi penyakit mata kering. Termasuk pendidikan

tentang lingkungan. Misalnya, faktor-faktor seperti kipas angin, AC, atau ventilasi

pemanas dapat memperburuk penyakit mata kering dan furnitur atau tempat tidur

dapat dipindahkan dari jalur langsung udara. Penggunaan perangkat digital baru-

baru ini dikenal sebagai penyebab berkurangnya kedipan mata dan penyakit mata

kering evaporatif berikutnya. Pelatihan kesadaran berkedip atau istirahat sebentar-

sebentar dapat mengurangi efek mata kering dari menatap perangkat digital.

Pasien juga dapat dididik mengenai faktor makanan yang dapat mempengaruhi

penyakit mata kering termasuk suplementasi dengan asam lemak esensial.

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mata kering mengacu pada sekelompok gangguan film air mata yang

disebabkan oleh penurunan produksi, volume atau fungsi air mata yang

tidak memadai sehingga dapat menimbulkan penyakit pada permukaan

mata. Beberapa hal yang dapat mengakibatkan mata kering antara lain

penggunaan obat sistemik maupun obat topikal di luar pemantauan

dokter. Beberapa pemeriksaan untuk mendiagnosis mata kering ialah

Tear Stability test, Tear volume, Ocular surface assesment, Tear film

assays, dan Eyelid evaluation. Pasien dengan gejala mata kering memiliki

banyak faktor penyebab oleh karena itu sangat penting untuk mengobati

setiap faktor penyebab tersebut. Terapi Dey eye dapat dipilih dari

kategori apapun terlepas dari tingkat ke Parahan penyakit, tergantung

pada pengalaman dokter dan Preferensi pasien. Pilihan pengobatan lebih

lanjut termasuk Tetes mata Serrum, Secretogogues.

3.2 Saran

1. Perlunya diagnosis sedini mungkin dan penanganan yang tepat pada Dry

eye.

2. Perlu dilakukan penyuluhan terhadap pentingnya menjaga kebersihan dan

kesehatan mata dan penanganan yang tepat pada penderita dry eye.

34
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. 2011-2012. Basic and clinical

science course: Section 11 –Lens and cataract. San Fransisco: American

Academy Opthalmology. p 193-5.

2. Ayaki M, Kawashima M, Negishi K, Tsubota K. High prevalence of sleep

and mood disorders in dry eye patients: survey of 1,000 eye clinic visitors.

Neuropsychiatr Dis Treat. 2015;11:889-94. [PMC free article] [PubMed]

[Ref list]

3. Bron AJ, de Paiva CS, Chauhan SK, Bonini S, Gabison EE, Jain S, Knop

E, Markoulli M, Ogawa Y, Perez V, Uchino Y, Yokoi N, Zoukhri D,

Sullivan DA. TFOS DEWS II pathophysiology report. Ocul Surf. 2017

Jul;15(3):438-510. [PubMed] [Ref list]

4. Craig JP, Nichols KK, Akpek EK, Caffery B, Dua HS, Joo CK, Liu Z,

Nelson JD, Nichols JJ, Tsubota K, Stapleton F. TFOS DEWS II Definition

and Classification Report. Ocul Surf. 2017 Jul;15(3):276-283. [PubMed]

[Ref list]

5. Craig JP, Nelson JD, Azar DT, Belmonte C, Bron AJ, Chauhan SK, de

Paiva CS, Gomes JAP, Hammitt KM, Jones L, Nichols JJ, Nichols KK,

Novack GD, Stapleton FJ, Willcox MDP, Wolffsohn JS, Sullivan DA.

TFOS DEWS II Report Executive Summary. Ocul Surf. 2017

Oct;15(4):802-812. [PubMed] [Ref list]

6. Jack J Kanski, 2015, Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach 8th

Edition, Elsevier, Saunders Ltd. p 51-58

35
7. Kaufman HE. The practical detection of mmp-9 diagnoses ocular surface

disease and may help prevent its complications. Cornea. 2013

Feb;32(2):211-6. [PubMed] [Ref list]

8. O'Neil EC, Henderson M, Massaro-Giordano M, Bunya VY. Advances in

dry eye disease treatment. Curr Opin Ophthalmol. 2019 May;30(3):166-

178. [PMC free article] [PubMed] [Ref list]

9. Stapleton F, Alves M, Bunya VY, Jalbert I, Lekhanont K, Malet F, Na KS,

Schaumberg D, Uchino M, Vehof J, Viso E, Vitale S, Jones L. TFOS

DEWS II Epidemiology Report. Ocul Surf. 2017 Jul;15(3):334-365.

[PubMed] [Ref list]

10. Vaughan D, Asbury J. Oftalmologi Umum. Anatomi dan Embriologi

Mataௗ: Glaukoma. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2013. hal. 212-28. 2.

Ilyas S, Yulianti SR.

11. Wolffsohn JS, Arita R, Chalmers R, Djalilian A, Dogru M, Dumbleton K,

Gupta PK, Karpecki P, Lazreg S, Pult H, Sullivan BD, Tomlinson A, Tong

L, Villani E, Yoon KC, Jones L, Craig JP. TFOS DEWS II Diagnostic

Methodology report. Ocul Surf. 2017 Jul;15(3):539-574. [PubMed] [Ref

list]

12. Whitcher JP, Shiboski CH, Shiboski SC, Heidenreich AM, Kitagawa K,

Zhang S, Hamann S, Larkin G, McNamara NA, Greenspan JS, Daniels

TE., Sjögren's International Collaborative Clinical Alliance Research

Groups. A simplified quantitative method for assessing

keratoconjunctivitis sicca from the Sjögren's Syndrome International

36
Registry. Am J Ophthalmol. 2010 Mar;149(3):405-15. [PMC free article]

[PubMed] [Ref list]

13. Wolffsohn JS, Arita R, Chalmers R, Djalilian A, Dogru M, Dumbleton K,

Gupta PK, Karpecki P, Lazreg S, Pult H, Sullivan BD, Tomlinson A, Tong

L, Villani E, Yoon KC, Jones L, Craig JP. TFOS DEWS II Diagnostic

Methodology report. Ocul Surf. 2017 Jul;15(3):539-574. [PubMed] [Ref

list]

37

Anda mungkin juga menyukai