Anda di halaman 1dari 17

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Keratitis pungtata adalah radang kornea dengan infiltrat berbentuk bercak
bercak halus yang dapat terletak superfisialis dan subepitel. Kelainan ini biasanya
terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan
konjungtiva, ataupun tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.1,2,3
Keratitis pungtata disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi
pada moluskum kontagiosum, akne rosasea, herpes simpleks, herpes zooster,
blefaritis neuroparalitik, infeksi virus, vaksinia, trakoma dan trauma radiasi, dry
eyes, trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin, dan bahan
pengawet lainnya.1,4,5
Kelainan ini dapat berupa :2,4,6
1. Keratitis pungtata superfisial
Keratitis ini disebut juga dengan Thygesons disease karena ditemukan
pertama kali oleh dr. Phillip Thygeson di Amerika. Keratitis pungtata superfisial
membuktikan gambaran seperti infiltrat halus bertitik titik pada permukaan
kornea. Wanita lebih sering terkena. Penyakit ini ditandai dengan kekeruhan epitel
yang meninggi dan berbatas tegas yang menampakkan bintik bintik pada
pemulasan fuoresein terutama di daerah pupil.
Keratitis pungtata superfisialis dapat disebabkan sindrom dry eye, blefaritis,
keratopati lagoftalmus, keracunan obat topikal (neomisin, tobramisin, ataupun
obat lainnya), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan, dan pemakaian lensa kontak.
Pasien akan mengeluh sakit, silau, mata merah, dan rasa kelilipan. Pengobatan
dengan pemberian air mata buatan, tobramisin tetes mata, dan siklopegik.
2. Keratitis pungtata subepitel
Keratitis yang terkumpul di daerah membrana bowman. Pada keratitis ini
biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan
konjungtiva, ataupun tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.

2.2 Anatomi Kornea


Kornea (Latin corneum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup
bola mata sebelah depan. Kornea merupakan 1/6 bagian pembungkus bola mata
yang bening dan berbentuk kaca arloji terletak di dataran bola mata.3
Akibat kejernihan kornea maka sinar dapat diteruskan atau dibiaskan ke
dalam bola mata. Kornea merupaakan komponen utama sistem optik mata dimana
70o/o pembiasan dilakukannya. Untuk fungsinya ini kornea harus mempunyai
permukaan yang licin. Permukaan ini akan lebih licin bila terdapat film air mata di
depan kornea. Sinar yang masuk ke dalam bola mata dibiaskan oleh kornea untuk
difokuskan pada makula lutea kornea tidak mempunyai pembuluh darah. Bila
terjadi perubahan walaupun kecil pada permukaan kornea akan mengakibatkan
gangguan pembiasan sinar dan berkurangnya tajam penglihatan secara nyata.
Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada
persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai
tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm
dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda:
lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera
dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan
kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab,
maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar
sehingga penderita akan melihat halo.3

Gambar 1. Anatomi Kornea

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:2,6,7

Gambar . Lapisan Kornea

Lapisan epitel

Gambar 3. Histologi epitelium

Tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang


saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel
gepeng.

Saraf pada kornea berasal dari stroma kemudian melewati membrana


bowman kemudian berakhir diantara sel epitelium ini kemudian yang
berfungsi dalam sensitivitas kornea.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi
sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya
dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa
yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat


kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.

Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

Membran Bowman

Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan


kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.

Gambar. Histologi Membrana Bowman


3

Jaringan Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar


satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

Stroma menyusun sekitar 90% ketebalan cornea.

Gambar. Stroma
4

Membran Descement

Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma


kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,


mempunyai tebal 40 m.

Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan
zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.2
Gangguan Transparansi kornea pada dasarnya disebabkan oleh gangguan tiga
pada tiga hal :3

Tumbuhnya vaskularisasi ke dalam jaringan kornea.

10

Gangguan pada integras struktur jarinngan kornea misalnya oleh adanya


kelainan kongenital dan herediter, infeksi kornea, ulkus kornea dan

komplikasinya.
Edema kornea yang pada dasarnya disebabkan disfungsi endotel.

2.3. Etiologi2
Penyebab keratitis tidak diketahui umumnya disebabkan virus dan mekanisme
imunologi. Keratitis pungtata superfisialis dapat disebabkan sindrom dry eye,
blefaritis, keratopati lagoftalmus, keracunan obat topikal (neomisin, tobramisin,
ataupun obat lainnya), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan, dan pemakaian lensa
kontak.2
Braley dan Alexander menjelaskan hasil yang juga menunjukkan virus
bertanggung jawab untuk kejadian Keratitis pungtata superficialis. Pada tahun
1974 , Lemp , et al mengisolasi virus varicella zooster dari permukaan kornea dari
seorang anak berusia 10 tahun dengan dengan diagnosis TSPK. studi terbaru
lainnya menggunakan polymerase chain reaction (PCR), tidak mampu mendeteksi
virus varicella zoster dari mata pasien yang menderita TSPK, menimbulkan
keraguan virus ini adalah agen penyebab.8
Di sisi lain, etiologi berdasarkan imunologi juga telah dikemukakan, sejak
kehadiran HLA - DR3, molekul kelas II MHC terkait dengan gen respon imun dan
beberapa gangguan autoimun (Gluten enteropati, Addison's dan Sjgren's
sindrom, lupus eritematosus sistemik, diabetes mellitus) telah positif terlibat untuk
pasien dengan TSPK.8
2.4.Epidemology
Tidak ada data spesifik tentang epidemiologi penyakit Thygeson
Superficialis Pungtata Keratitis. Penyakit ini dapat terjadi pada kedua jenis
kelamin , tetapi insiden yang lebih tinggi telah dilaporkan pada wanita. Timbulnya
penyakit ini terjadi antara dekade kedua dan ketiga kehidupan , dengan kisaran 25
sampai 70 tahun ( median : 29 tahun ).8
Sejak keratitis tidak termasuk dalam lima penyakit target WHO untuk
pencegahan kebutaan, sebagian besar data mengenai keratitis adalah dari

11

publications. Penderita keratitis bakteri adalah salah satu penyebab paling penting
kedua terjadinya kebutaan di seluruh dunia setelah katarak. Pola keratitis mikroba
bervariasi dengan wilayah geografis dan sesuai dengan iklim setempat. Jenis
bakteriologi pada keratitis tergantung daerah setempat. Kejadian yang bervariasi
antara negara-negara barat dan berkembang karena fakta bahwa negara-negara
kurang maju memiliki jumlah signifikan lebih rendah dari pengguna lensa kontak,
maka lebih sedikit lensa kontak terkait infeksi. Misalnya, USA memiliki kejadian
11 per 100.000 orang untuk keratitis mikroba dibandingkan dengan 799 per
100.000 orang di Nepal. Ormerod et al. menggambarkan spesies staphylococcal,
Pseudomonas aeruginosa dan Streptococcus pneumoniae sebagai isolat utama
dalam keratitis mikroba di America Utara Di Swedia. Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis adalah bakteri Gram-positif yang paling umum
penyebab keratitis mikroba pusat sementara Pseudomonas aeruginosa adalah
bakteri Gram-negatif yang paling umum.9
2.5. Patofisiologi
Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada
waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya
yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-tama
akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh
darah yang ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah
itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear, sel plasma
yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak kelabu,
keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin.10

12

Skema Patogenesis Keratitis.


Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang berwarna
kehijauan pada kornea. Bila tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan
yang baik dapat sembuh tanpa meninggakan jaringan parut, namun apabila tukak
dalam apalagi sampai terjadi perforasi penyembuhan akan disertai dengan
terbentuknya

jaringan

parut.

Mediator

inflamasi

yang dilepaskan

pada

peradangan kornea juga dapat sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan
peradangan pada iris. Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik
mata depan. Kadang-kadang dapat terbentuk hipopion. 10

2.6. Gambaran Klinis dan Konfirmasi Diagnosis

13

Secara umum pasien dengan keratitis memiliki gejala :11,12

Nyeri : terjadi pada sebagian besar kasus kornea. Hal ini dapat
menyebabkan ketidaknyamanan.

Fotofobia : sering menyertai nyeri .

Menurunnya ketajaman visual : setiap lesi mempengaruhi sumbu visual


dan bentuk kornea sehingga akan mempengaruhi ketajaman visual .

Hiperlakrimasi (epifora) karena sakit juga dapat menyertai keluhan ini.

Mata merah : ini sering menyertai gejala di atas .

Gejala sistemik : ini tidak biasa pada pasien dengan penyakit akut kornea ,
terutama sakit kepala dan mual ringan.

Pasien dengan keratitis pungtata superfisial biasanya datang dengan keluhan


iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata berair, penglihatan yang sedikit
kabur, dan silau (fotofobia) . Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi
biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik-titik
abu-abu yang kecil. Keratitis epitelial sekunder terhadap blefarokonjungtivitis
stafilokokus dapat dibedakan dari keratitis pungtata superfisial karena mengenai
sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis epitelial pada trakoma dapat
disingkirkan karena lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas dan ada
pannus.

Banyak

diantara

keratitis

yang

mengenai

kornea

bagian

superfisial bersifat unilateral atau dapat disingkirkan berdasarkan riwayatnya.1,3


Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak
serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis
maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Karena kornea
berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan
terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan
mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea.1,3
Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris
yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang
disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga

14

berair mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak
kecuali pada ulkus kornea yang purulen.1,3
Penyakit ini biasanya bilateral, tetapi mungkin asimetris. Perjalanan
penyakit adalah variabel, salah satu episode bisa berlangsung dari 1 sampai 2
bulan dan remisi yang dapat memakan waktu selama 6 minggu.8

Gambar. 3.Typical lesion in Thygesons superficial punctate keratitis.


Penampakkan khas kornea menunjukkan banyak lesi superfisial yang akan
terlihat dengan tes fluorescein. Epitel dapat terkikis. Lesi bisa bulat, oval atau
berbentuk bintang. Lesi terdiri dari titik abu-abu putih kecil yang sedikit
terangkat. Lesi biasanya terlihat secara acak tersebar di bagian tengah kornea.13
Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis
dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea. Diagnosis keratitis
pungtata keratitis didasarkan pada gejala. Test ketajaman visual dari kedua mata

dapat mengetahui adanya penurunan tajam penglihatan. Mengamati kornea


dengan slit lamp untuk mengetahui daerah kekeruhan menilai kornea dari anterior
dapat melihat infiltrat ( lesi putih berbatas tegas) dan vaskularisasi.11,14
Pemeriksaan sensasi kornea dengan memutar tisu bersih atau bola kapas
untuk sedikit menyentuh pusat kornea . Ini harus mendapatkan respon cepat dan
segera dari pasien.11,14
Pemeriksaan dengan Tes Fluoresein digunakaan untuk melihat adanya
defek pada kornea. Dasar dari uji ini adalah bahwa zat warna fluoresein akan
berubah berwarna hijau pada media alkali. Zat warna fluoresein bila menempel

15

pada epitel kornea maka bagian yang terdapat defek akan memberikan warna
hijau karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih basa. Kertas Fluoresein yang
dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologik. Sebelum dilakukan uji ini, mata
diteteskan anestetikum pantokain 1 tetes. Kemudian zat warna fluoresein 0,5% 2% diteteskan pada mata atau kertas fluoresein ditaruh pada forniks inferior
selama 20 detik. Zat warna lalu dirigasi dengan garam fisiologik sampai seluruh
air mata tidak berwarna hijau lagi. Kemudian dilakukan penilaian pada kornea
yang berwarna hijau. Bila terdapat warna hijau pada kornea berarti terdapat defek
pada epitel kornea. Defek ini dapat berbentuk erosi kornea atau infiltrat yang
mengakibatkan kerusakan epitel. Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata
telanjang, namun mudah dilihat dengan slit-lamp dengan lampu berwarna biru
sehingga permukaan kornea terlihat warna hijau.2

Gambar. Thygesons Superficial punctate keratitis with Fluoresceine staining


2.7 Differential Diagnosis
Berdasarkan klinis dan manifestasi klinis dari penyakit , terutama lesi
kornea yang khas . Namun , ada beberapa manifestasi klinis yang bisa menyerupai
TSPK dan harus dipertimbangkan sebagai diagnosis diferensial :8,15
1. Dry Eye syndrom
Sindrom mata kering (DES), juga dikenal sebagai penyakit mata kering
(DED), xerophtalmia (KCS), dan keratitis sicca, adalah penyakit multifaktorial
dari air mata dan permukaan mata yang mengakibatkan ketidaknyamanan,

16

gangguan visual, dan ketidakstabilan film air mata dengan potensi kerusakan pada
permukaan mata.
2. Keratitis Herpes Simpleks
Pasiens dengan HSV keratitis mungkin mengeluhkan hal berikut : Rasa sakit,
fotofobia, Penglihatan kabur dan kemerahan. Tanda awal replikasi virus aktif
dalam epitel kornea adalah ulkus dendritik adalah presentasi yang paling umum
dari HSV keratitis . Fitur yang menonjol dari ulkus dendritik termasuk pola
bercabangan terlihatdengan lampu terminal, perbatasan epitel bengkak , dan
ulserasi pusat melalui membran basal.

Gambar. Herpes simplex virus dendritic ulcer


3. Recurrent corneal erosion syndrome
Adalah suatu kondisi yang ditandai dengan gangguan pada tingkat
membran basement epitel kornea. erosi kornea berulang dan epitel basement
distrofi membran biasanya bilateral dan ditandai dengan berbagai pola titik-titik ,
garis paralel yang seperti sidik jari, dan pola yang menyerupai peta, yang muncul
dalam epitel.

17

Gambar. Recurrent corneal erosion


4. Map-dot-fingerprint dystrophy

Gambar. Map-dot-fingerprint dystrophy


Pada pemeriksan slit lamp dapat dilihat gambaran seperti peta yang tidak
teratur , samar bercak putih abu-abu

yang sangat bervariasi dalam ukuran

(biasanya 1 mm sampai beberapa mm) dan terlihat terbaik dengan pencahayaan


oblique.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada ketratitis pungtata superfisial pada prinsipnya
adalah diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine,
trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah

18

cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan
tobramisin, gentamisin atau polimixin B.Pemberian antibiotik juga diindikasikan
jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan
bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu : natamisin, amfoterisin atau fluconazol.
Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. 2,4
Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata
superfisial ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat
memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat
diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. 2,4
Pemberian tetes kortikosteroid dapat dipertimbangkan. Hal ini bertujuan
untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya jaringan parut
pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun
pada umumnya pada pemeberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena
steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari
keratitis tersebut adalah virus. Namun pemberian kortikosteroid topikal pada KPS
ini harus terus diawasi dan terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk
waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan
berakibat timbulnya katarak dan glaukoma terinduksi steroid, menambah
kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat infeksi bakteri juga
steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain. 13,15
Pemberian siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris
sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga
melemahkan akomodasi. Terdapat beberap obat sikloplegia yaitu atropin,
homatropin, dan tropikamida.Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik
yang sangat kuat dan juga bersifat midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan
pilihan terapi pada KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan
bila telah terjadi kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2
minggu setelah obat dihentikan. Atropin juga memberikan efek samping nadi
cepat, demam, merah, dan mulut kering. Homatropin (2%-5%) efeknya hilang
lebih cepat dibanding dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam 20-90 menit
dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan

19

trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan efek


maksimal dicapai setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering
dipakai untuk melebarkan pupil pada pemeriksaan fundus okuli.2
Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien
dengan KPS. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung
kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar
tidak terlaru sering terpapar sinar matahari ataupun debu karena KPS ini dapat
juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar
matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah
memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya
karena dapat memperberat lesi KPS yang telah ada.Pada KPS dengan etiologi
bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah
transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan,
membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.8
2.9. Prognosis
Prognosis akhirnya baik karena tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada
kornea. Bila tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun dengan
meninggalkan gejala sisa. Meskipun sebagian besar KPS memberikan hasil akhir
yang baik namun pada beberapa pasien dapat berlanjut hingga menjadi ulkus
kornea jika lesi pada KPS tersebut telah melebihi dari epitel dan membran
bowman. Hal ini biasanya terjadi jika pengobatan yang diberikan sebelumnya
kurang adekwat, kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang
sudah dianjurkan, terdapat penyakit sistemik lain yang dapat menghambat proses
penyembuhan seperti pada pasien diabetes mellitus, ataupun dapat juga karena
mata pasien tersebut masih terpapar secara berlebihan oleh lingkungan luar,
misalnya karena sinar matahari ataupun debu.13,15
Pemberian kortikosteroid topikal untuk waktu lama dapat memperpanjang
perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun serta dapat pula mengakibatkan
timbulnya katarak dan glaukoma yang diinduksi oleh steroid.13,15

20

Anda mungkin juga menyukai