BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Keratitis pungtata adalah radang kornea dengan infiltrat berbentuk bercak
bercak halus yang dapat terletak superfisialis dan subepitel. Kelainan ini biasanya
terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan
konjungtiva, ataupun tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.1,2,3
Keratitis pungtata disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi
pada moluskum kontagiosum, akne rosasea, herpes simpleks, herpes zooster,
blefaritis neuroparalitik, infeksi virus, vaksinia, trakoma dan trauma radiasi, dry
eyes, trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin, dan bahan
pengawet lainnya.1,4,5
Kelainan ini dapat berupa :2,4,6
1. Keratitis pungtata superfisial
Keratitis ini disebut juga dengan Thygesons disease karena ditemukan
pertama kali oleh dr. Phillip Thygeson di Amerika. Keratitis pungtata superfisial
membuktikan gambaran seperti infiltrat halus bertitik titik pada permukaan
kornea. Wanita lebih sering terkena. Penyakit ini ditandai dengan kekeruhan epitel
yang meninggi dan berbatas tegas yang menampakkan bintik bintik pada
pemulasan fuoresein terutama di daerah pupil.
Keratitis pungtata superfisialis dapat disebabkan sindrom dry eye, blefaritis,
keratopati lagoftalmus, keracunan obat topikal (neomisin, tobramisin, ataupun
obat lainnya), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan, dan pemakaian lensa kontak.
Pasien akan mengeluh sakit, silau, mata merah, dan rasa kelilipan. Pengobatan
dengan pemberian air mata buatan, tobramisin tetes mata, dan siklopegik.
2. Keratitis pungtata subepitel
Keratitis yang terkumpul di daerah membrana bowman. Pada keratitis ini
biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan
konjungtiva, ataupun tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.
Lapisan epitel
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi
sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya
dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa
yang merupakan barrier.
Membran Bowman
Jaringan Stroma
Gambar. Stroma
4
Membran Descement
Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan
zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.2
Gangguan Transparansi kornea pada dasarnya disebabkan oleh gangguan tiga
pada tiga hal :3
10
komplikasinya.
Edema kornea yang pada dasarnya disebabkan disfungsi endotel.
2.3. Etiologi2
Penyebab keratitis tidak diketahui umumnya disebabkan virus dan mekanisme
imunologi. Keratitis pungtata superfisialis dapat disebabkan sindrom dry eye,
blefaritis, keratopati lagoftalmus, keracunan obat topikal (neomisin, tobramisin,
ataupun obat lainnya), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan, dan pemakaian lensa
kontak.2
Braley dan Alexander menjelaskan hasil yang juga menunjukkan virus
bertanggung jawab untuk kejadian Keratitis pungtata superficialis. Pada tahun
1974 , Lemp , et al mengisolasi virus varicella zooster dari permukaan kornea dari
seorang anak berusia 10 tahun dengan dengan diagnosis TSPK. studi terbaru
lainnya menggunakan polymerase chain reaction (PCR), tidak mampu mendeteksi
virus varicella zoster dari mata pasien yang menderita TSPK, menimbulkan
keraguan virus ini adalah agen penyebab.8
Di sisi lain, etiologi berdasarkan imunologi juga telah dikemukakan, sejak
kehadiran HLA - DR3, molekul kelas II MHC terkait dengan gen respon imun dan
beberapa gangguan autoimun (Gluten enteropati, Addison's dan Sjgren's
sindrom, lupus eritematosus sistemik, diabetes mellitus) telah positif terlibat untuk
pasien dengan TSPK.8
2.4.Epidemology
Tidak ada data spesifik tentang epidemiologi penyakit Thygeson
Superficialis Pungtata Keratitis. Penyakit ini dapat terjadi pada kedua jenis
kelamin , tetapi insiden yang lebih tinggi telah dilaporkan pada wanita. Timbulnya
penyakit ini terjadi antara dekade kedua dan ketiga kehidupan , dengan kisaran 25
sampai 70 tahun ( median : 29 tahun ).8
Sejak keratitis tidak termasuk dalam lima penyakit target WHO untuk
pencegahan kebutaan, sebagian besar data mengenai keratitis adalah dari
11
publications. Penderita keratitis bakteri adalah salah satu penyebab paling penting
kedua terjadinya kebutaan di seluruh dunia setelah katarak. Pola keratitis mikroba
bervariasi dengan wilayah geografis dan sesuai dengan iklim setempat. Jenis
bakteriologi pada keratitis tergantung daerah setempat. Kejadian yang bervariasi
antara negara-negara barat dan berkembang karena fakta bahwa negara-negara
kurang maju memiliki jumlah signifikan lebih rendah dari pengguna lensa kontak,
maka lebih sedikit lensa kontak terkait infeksi. Misalnya, USA memiliki kejadian
11 per 100.000 orang untuk keratitis mikroba dibandingkan dengan 799 per
100.000 orang di Nepal. Ormerod et al. menggambarkan spesies staphylococcal,
Pseudomonas aeruginosa dan Streptococcus pneumoniae sebagai isolat utama
dalam keratitis mikroba di America Utara Di Swedia. Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis adalah bakteri Gram-positif yang paling umum
penyebab keratitis mikroba pusat sementara Pseudomonas aeruginosa adalah
bakteri Gram-negatif yang paling umum.9
2.5. Patofisiologi
Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada
waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya
yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-tama
akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh
darah yang ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah
itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear, sel plasma
yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak kelabu,
keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin.10
12
jaringan
parut.
Mediator
inflamasi
yang dilepaskan
pada
peradangan kornea juga dapat sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan
peradangan pada iris. Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik
mata depan. Kadang-kadang dapat terbentuk hipopion. 10
13
Nyeri : terjadi pada sebagian besar kasus kornea. Hal ini dapat
menyebabkan ketidaknyamanan.
Gejala sistemik : ini tidak biasa pada pasien dengan penyakit akut kornea ,
terutama sakit kepala dan mual ringan.
Banyak
diantara
keratitis
yang
mengenai
kornea
bagian
14
berair mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak
kecuali pada ulkus kornea yang purulen.1,3
Penyakit ini biasanya bilateral, tetapi mungkin asimetris. Perjalanan
penyakit adalah variabel, salah satu episode bisa berlangsung dari 1 sampai 2
bulan dan remisi yang dapat memakan waktu selama 6 minggu.8
15
pada epitel kornea maka bagian yang terdapat defek akan memberikan warna
hijau karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih basa. Kertas Fluoresein yang
dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologik. Sebelum dilakukan uji ini, mata
diteteskan anestetikum pantokain 1 tetes. Kemudian zat warna fluoresein 0,5% 2% diteteskan pada mata atau kertas fluoresein ditaruh pada forniks inferior
selama 20 detik. Zat warna lalu dirigasi dengan garam fisiologik sampai seluruh
air mata tidak berwarna hijau lagi. Kemudian dilakukan penilaian pada kornea
yang berwarna hijau. Bila terdapat warna hijau pada kornea berarti terdapat defek
pada epitel kornea. Defek ini dapat berbentuk erosi kornea atau infiltrat yang
mengakibatkan kerusakan epitel. Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata
telanjang, namun mudah dilihat dengan slit-lamp dengan lampu berwarna biru
sehingga permukaan kornea terlihat warna hijau.2
16
gangguan visual, dan ketidakstabilan film air mata dengan potensi kerusakan pada
permukaan mata.
2. Keratitis Herpes Simpleks
Pasiens dengan HSV keratitis mungkin mengeluhkan hal berikut : Rasa sakit,
fotofobia, Penglihatan kabur dan kemerahan. Tanda awal replikasi virus aktif
dalam epitel kornea adalah ulkus dendritik adalah presentasi yang paling umum
dari HSV keratitis . Fitur yang menonjol dari ulkus dendritik termasuk pola
bercabangan terlihatdengan lampu terminal, perbatasan epitel bengkak , dan
ulserasi pusat melalui membran basal.
17
18
cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan
tobramisin, gentamisin atau polimixin B.Pemberian antibiotik juga diindikasikan
jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan
bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu : natamisin, amfoterisin atau fluconazol.
Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. 2,4
Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata
superfisial ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat
memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat
diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. 2,4
Pemberian tetes kortikosteroid dapat dipertimbangkan. Hal ini bertujuan
untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya jaringan parut
pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun
pada umumnya pada pemeberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena
steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari
keratitis tersebut adalah virus. Namun pemberian kortikosteroid topikal pada KPS
ini harus terus diawasi dan terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk
waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan
berakibat timbulnya katarak dan glaukoma terinduksi steroid, menambah
kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat infeksi bakteri juga
steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain. 13,15
Pemberian siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris
sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga
melemahkan akomodasi. Terdapat beberap obat sikloplegia yaitu atropin,
homatropin, dan tropikamida.Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik
yang sangat kuat dan juga bersifat midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan
pilihan terapi pada KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan
bila telah terjadi kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2
minggu setelah obat dihentikan. Atropin juga memberikan efek samping nadi
cepat, demam, merah, dan mulut kering. Homatropin (2%-5%) efeknya hilang
lebih cepat dibanding dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam 20-90 menit
dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan
19
20