Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ulkus kornea adalah penyakit yang mengancam penglihatan,
dimana angka kejadian ulkus kornea berubah-ubah di seluruh dunia. Data
Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2011 menyebutkan saat ini terdapat 285 juta
orang menderita gangguan penglihatan, 39 juta diantaranya mengalami
kebutaan. Sembilan puluh persen penderitanya berada di negara
berkembang.1
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh
adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas
jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea
adalah suatu kondisi yang berpotensi menyebabkan kebutaan yang
membutuhkan penatalaksanaan secara langsung.1
. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa
descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang
sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab
kebutaan nomor lima di Indonesia. Kekeruhan kornea ini terutama
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan
bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan
kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas yang akhirnya
mengarah pada kebutaan fungsional. Kebanyakan gangguan penglihatan ini
dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara
dini dan diobati secara memadai.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea

Gambar 2.1
Gambar kornea dan bagian-bagian di sekitar kornea

a. Anatomi dan Fisiologi Kornea


Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleraris. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,52 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di
tepi, dan diameternya sekitar 12,5 mm.Dari anterior ke posterior, kornea
mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung
dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran
Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sklera dan kornea disebut
limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi
sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka kornea

2
juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga
penderita akan melihat halo.3

Gambar 2.2 Anatomi Kornea

Sifat transparan kornea dapat dipertahankan pada keadaan struktur


histologis yang teratur, avaskuler, deturgescence (dehidrasi relatif), hal ini
oleh karena barier oleh epitelium dan endotelium, penguapan oleh epitelium,
pompa aktif bikarbonat oleh endotelium. Epitelium bersifat fat soluble,
stroma bersifat water soluble. Akibatnya, obat mata baru dapat menembus
kornea jika mempunyai 2 fase (bi phasic), yaitu fase fat soluble dan fase water
soluble. Kornea mendapatkan sumber nutrisi dari: limbus, humor akuos, tear
film (lapisan air mata), dan atmosfer (khusus oksigen). 4
Kornea menjadi bagian paling depan dari bola mata, karenanya
sangat rentan terhadap infeksi. Pada saat yang sama kornea dilindungi dari
infeksi oleh mekanisme pertahanan normal yang terdapat pada air mata dalam
bentuk lisozim, betalysin, dan protein pelindung lainnya. Oleh karena itu,
ulkus kornea dapat berkembang ketika salah satu mekanisme pertahanan mata
terganggu, atau terdapat penyakit mata, atau daya tahan tubuh terganggu, atau
terdapat organisme yang dapat merusak kornea. 5

3
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:6
1. Lapisan epitel
 Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan
ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan
barrier.
 Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
 Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang
sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
 Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.

4
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 µm.
5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom
dan zonula okluden.6

Gambar 2.3 Corneal Cross Section

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra
koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman
melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus
terjadi dalam waktu 3 bulan.3
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
humour aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen
sebagian besar dari atmosfir.3

5
2.2 Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma.6
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian jaringan kornea yang ditandai
dengan adanya peradangan dengan atau tanpa disertai hipopion.5

2.3 Epidemiologi

Penelitian yang dilaksanakan selama 2 tahun di bagian mata Rumah Sakit


Pravara India, melibatkan 62 koresponden, menunjukkan bahwa laki-laki lebih
banyak menderita ulkus yaitu sebanyak 36 orang laki-laki dan 26 orang
perempuan dengan penyebab tersering ulkus kornea adalah karena jamur
(35.48%), bakteri (32.25%), jamur dan bakteri (17.74%) dan sisanya tidak
disebabkan oleh jamur dan bakteri (14.53%). 7
Pola dan penyebab dari timbulnya ulkus kornea berbeda tiap daerah, oleh
karena itu mencari penyebab dari timbulnya ulkus kornea sangatlah penting
untuk dapat menegakkan diagnosis dan terapi ulkus kornea, sehingga
morbiditasnya dapat diturunkan secara signifikan. 7
Predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, sindroma mata kering, imunosupresif dll. Ulkus
kornea merupakan penyebab utama kebutaan di dunia. Sekitar 10% kasus
kebutaan adalah karena ulkus kornea. 5,7

2.4. Etiologi Ulkus Kornea


a. Infeksi
 Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret

6
yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi
P aeruginosa.2,3,4
 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides. 2,3,4
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang
bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk
disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya
varicella-zoster, variola, vacinia (jarang). 2,3,4
 Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada
pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam
buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa
kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar. 2,3,4

b. Noninfeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan
terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak
tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat
superfisial saja. Trauma kimia asam adalah trauma pada kornea dan
konjungtiva yang disebabkan karena adanya kontak dengan bahan kimia
asam yang dapat menyebabkan kerusakan permukaan epitel bola mata,
kornea dan segmen anterior yang cukup parah serta kerusakan visus
permanen baik unilateral maupun bilateral. Sebagian besar bahan asam
hanya akan mengadakan penetrasi terbatas pada permukaan mata, namun
bila penetrasi lebih dalam dapat membahayakan visus. Asam sulfat

7
merupakan penyebab paling sering dari seluruh trauma kimia asam. Asam
bereaksi dengan air mata yang melapisi kornea dan mengakibatkan
temperatur meningkat (panas) dan terbakarnya epitel kornea. Semua asam
cenderung untuk mengkoagulasi dan mengendapkan protein. Sel-sel
terkoagulasi pada permukaan berfungsi sebagai penghalang relatif pada
penetrasi asam yang lebih parah. Protein jaringan juga memiliki efek
buffer pada asam, yang berkontribusi pada sifat terlokalisir luka bakar
asam.1,2,8

Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang


mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi
penghancuran kolagen kornea. Trauma basa biasanya lebih berat daripada
trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik
dan lipolifik dimana dapat mengijinkan mereka secara cepat untuk
penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai
retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein
permukaan, dimana merupakan suatu sawar perlindungan agar asam tidak
penetrasi lebih dalam. Bahan ammonium hidroksida dan akustik soda
dapat menyebabkan kerusakan yang berat karena mereka dapat penetrasi
secara cepat, dan dilaporkan bahwa bahan akustik soda dapat menembus
ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik. Kornea, pada organ ini
dapat terjadi edema kornea karena adanya kerusakan dari epitel,
glikosaminoglikan, keratosit, dan endotel, sehingga aquos humor dari bilik
mata anterior dapat masuk kedalam kornea. Selain itu karena adanya
iskemia limbus suplai nutrisi berkurang sehingga menyebabkan tidak
terjadinya reepitelisai kornea dan pada akhirnya dapat timbul sikatrik pada
kornea. 3,4

 Radiasi atau suhu


Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.

8
 Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan
palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik
kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada
kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.3,8

 Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh. 3,8

 Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan
imunosupresif. 3,8

 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma. 3,8

 Pajanan (exposure)
Dapat timbul pada situasi apapun dengan kornea yang tidak cukup
dibasahi dan dilindung oleh palpebra. 3,8
 Neurotropik
Ulkus yang terjadi akibat gangguan saraf ke V atau ganglion Gaseri. Pada
keadaan ini kornea atau mata menjadi anestetik dan reflek mengedip
hilang. Benda asing pada kornea bertahan tanpa memberikan keluhan
selain daripada itu kuman dapat berkembang biak tanpa ditahan daya tahan
tubuh. Terjadi pengelupasan epitel dan stroma kornea sehingga menjadi
ulkus kornea. 2,3,8

9
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
 SLE
SLE adalah gangguan autoimun multisistem dengan komplikasi okular di
segmen anterior dan posterior, termasuk keratitis sicca, episkleritis, ulkus
kornea, uveitis, dan vasculitis retina. 3,8
 Rheumathoid arthritis
RA adalah gangguan vaskulitis sistemik yang paling sering melibatkan
permukaan okular. Pasien dengan RA berat sering hadir dengan ulserasi
progresif indolen dari kornea perifer atau pericentral dengan peradangan
minimal yang pada akhirnya dapat mengakibatkan perforasi kornea. 3,8

2.5. Klasifikasi Ulkus Kornea3,4


Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

Gambar 2.4. Ulkus kornea berdasarkan lokasi

10
2.5.1. Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Stafilokokus :
Banyak di antaranya pada kornea yang telah biasa terkena
kortikosteroid topikal.Ulkusnya sering indolen namun dapat disertai
hipopion dan sedikit infiltrat pada kornea sekitar.Ulkus ini sering
superficial , dan dasar ulkus teraba pada saat dilakukan kerokan.Kerokan
mengandung kokus gram positif satu-satu , berpasangan atau dalam bentuk
rantai. Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan disertai
infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati
secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan
infiltrasi sel leukosit.3

Gambar 2.5 Ulkus Kornea Staphylooccus aureus

Ulkus Pseudomonas :

Ulkus kornea pseudomonas berawal sebagai infiltrat kelabu atau


kuning di tempat epitel kornea yang retak.Nyeri yang sangat biasanya
menyertainya.Lesi ini cenderung cepat menyebar ke segala arah karena
pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkan organism ini.Meskipun pada
awalnya superficial , ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea.Umumnya
terdapat hipopion besar yang cenderung membesar dengan berkembangnya
ulkus.Infiltrat dan eksudat mungkin berwarna hijau kebiruan.Ini akibat

11
pigmen yang dihasilkan organism dan patognomonik untuk infeksi P
aeruginosa.Dapat terjadi pada abrasi kornea minor atau penggunaan lensa
kontak lunak terutama yang dipakai agak lama.Kerokan dari ulkus
mengandung batang gram negative halus panjang yang sering tidak
banyak.3

Gambar 2.6 Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus :
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus
akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran
karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel
yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat
cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat
banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya
sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila
ditemukan dakriosistitis.3

Gambar 2.7. Ulkus Kornea pneumococcus

12
Ulkus Moraxella Liquefaciens
mengenai kornea bagian bawah dan meluas ke bagian dalam stroma selang
beberapa hari. Biasanya tidak ada hipopion atau bila ada, hanya sedikit dan
kornea sekitarnya umumnya bening. 3

Gambar 2.7. Ulkus Kornea Moraxella Liquefaciens

b. Ulkus Kornea Fungi


Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti
bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal
penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan
bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik.
Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi
siliar disertai hipopion.3

13
Gambar 2.9. Ulkus Kornea Fungi

Perbedaan Ulkus Kornea Bakteri dan Ulkus kornea Jamur9

Ulkus Bakteri Ulkus jamur

Riwayat dari trauma, pemakaian lensa Terkena tumbuh-tumbuhan.


kontak.
Sakit, merah, berair, penurunan visus. Pekerjaannya berhubungan dengan
agricultural.
Edema pada kelopak dan secret purulen Sakit dan kemerahan mirip seperti ulkus
dari ulkus Neisseria gonorrhea, eksudat bakteri, namun edema kelopak minimal.
hijau kebiruan pada infeksi Pseudomonas
aeruginosa.

Berbetuk bulat biasa terdapat di tengah Infeksi awalnya menyerupai ulkus


atau di paracentral dari kornea, sisa dari dendritik pada herpes simpleks,
kornea biasa bersih dan hipopion bisa ada feathery border, lesi satelit, immune
bisa tidak ada. ring, hipopion yang tidak sama rata.

14
Pada ulkus pneumokokus terdapat pola Permukaannya meninggi dengan
serpiginosa, hipopion sama rata, sering infiltrate yang putih susu bisa basah
berhubungan dengan dakriosistisis. maupun kering.

Ulkus karena pseudomonas bisa terdapat


edema kornea yang berat dengan
progresivitas yang cepat dan bisa
menimbulkan perforasi dalam 2-3 hari.

Ulkus karena Moraxella dan Nocardia


perkembangannya lambat terutama pada
orang dengan gangguan imunitas.

c. Ulkus Kornea Virus

Ulkus Kornea Herpes Zoster :


Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini
timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan
vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat
terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit
yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster
berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi
dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan
infeksi sekunder.3

Gambar 2.10 Ulkus Kornea

15
Ulkus Kornea Herpes simplex :
Ada dua bentuk yaitu primer dan rekurens. Perjalanan klinik dapat
berlangsung lama karena stroma kornea kurang vaskuler, sehingga
menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke tempat lesi. Infeksi okuler HSV
pada hospes imunokompeten biasanya sembuh sendiri namun pada hospes
yang secara imunologik tidak kompeten , termasuk pasien yang diobati dengan
kortikosteroid topikal , perjalanan penyakitnya mungkin menahun dan dapat
merusak. Penyakit stroma dan endotel tadinya diduga hanyalah respons
imunologik terhadap partikel virus atau perubahan seluler akibat virus namun
sekarang bukti menunjukkan infeksi virus aktif dapat timbul di dalam stroma
dan juga sel-sel endotel , selain di jaringan lain dalam segmen anterior seperti
iris dan endotel trabekel.Kortikosteroid topikal dapat mengendalikan respons
peradangan yang merusak namun memberi peluang terjadinya replikasi
virus.Jadi setiap kali menggunakan kortikosteroid topikal , harus ditambahkan
obat anti-viral.Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan HSV tipe 1 (
penyebab herpes labialis ) namun beberapa kasus pada bayi dan dewasa
dilaporkan disebabkan HSV tipe 2 ( penyebab herpes genitalis ).Lesi kornea
kedua jenis ini tidak dapat dibedakan.3,8
Ulkus dendritik terjadi pada epitel kornea memiliki percabangan linear
khas dengan tepian kabur, memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya.
Pemulasan floresein memudahkan melihat dendrit. Ulserasi geografik sebentuk
penyakit menahun yang lesi dendritiknya berbentuk lebih lebar.Tepian ulkus
tidak kabur. Sensasi kornea menurun.3

Gambar 2.11 Ulkus Kornea Dendritik

16
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di dalam air


tercemar yang mengandung bakteri.Komplikasi pada pengguna lensa kontak
lunak khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri.Infeksi ini juga pada
yang terpapar pada air yang tercemar.Gejala awal adalah rasa sakit yang tidak
sebanding dengan temuan kilniknya yaitu kemerahan dan fotofobia. Tanda
klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma dan infiltrate perineural.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan. Biopsi kornea
mungkin diperlukan. Sediaan histopatologik menampakkan adanya kista atau
trofozoit.3

Gambar 2.12 Ulkus Kornea Acanthamoeba

2.5.2. Ulkus Kornea Perifer


a. Ulkus Marginal
Merupakan peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat
atau segiempat, dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea yang
sehat dengan limbus. Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak
namun sangat sakit. Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri
di mana antibody dari pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah
berdifusi melalui epitel kornea. Infiltrat mulai berupa infiltrat linear atau
lonjong terpisah dari limbus oleh interval bening dan hanya pada akhirnya
menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi. Proses ini sembuh sendiri

17
umumnya setelah 7 sampai 10 hari namun yang menyertai
blefarokonjungtivitis stafilokok umumnya kambuh.3,9

Gambar 2.13 Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren

Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer


kornea berjalan progresif ke arah sentral tanpa adanya kecenderungan untuk
perforasi ditandai tepi tukak bergaung dengan bagian sentral tanpa adanya
kelainan dalam waktu yang agak lama. Penyebab ulkus Mooren belum
diketahui namun diduga autoimun. Paling sering terdapat pada usia tua
namun tidak berhubungan dengan penyakit sistemik yang sering diderita
orang tua. Ulkus ini tidak responsive terhadap antibiotic atau kortikosteroid.3

18
Gambar 2.14 Ulkus Mooren

c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus
yang berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal
atau dalam, kadang-kadang timbul perforasi. Ulkus marginal yang banyak
kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Perjalanan
penyakitnya menahun.1,3

Gambar 2.13 Ulcer Ring

19
2.6 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab
susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan
cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam
bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan
yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat
menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil.1,3
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan
tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan
tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-
sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna
kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin,
kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.1
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra
(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan
fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh
iris.1,3
Ketika epitel kornea rusak, terjadi perubahan patologis melalui empat
tahap, yaitu infiltrasi, ulserasi, regresi dan sikatrik. Terbentuknya ulkus
kornea tergantung pada penyebab infeksi, mekanisme pertahanan inang dan

20
terapi yang didapat. Secara umum, proses pembentukan ulkus kornea melalui
bentuk ulkus terlokalisir, dan ulkus kornea perforasi. 5
A. Ulkus Kornea Terlokalisir
Patologi ulkus kornea terlokalisir dibagi dalam 4 tahap, yaitu :
1. Tahap Infiltrasi Progresif
Karakteristik dari tingkat ini adalah infiltrasi sel – sel PMN dan atau
limfosit ke dalam epitel dari sirkulasi perifer. Selanjutnya dapat terjadi
nekrosis dari jaringan yang terlibat bergantung virulensi agen dan
pertahanan tubuh host. (Lihat gambar 1. A)
2. Tahap Ulserasi Aktif
Ulserasi aktif merupakan hasil dari nekrois dan pengelupasan epitel,
membran Bowman, dan stroma yang terlibat. Selama fase ulserasi aktif
terjadi hiperemia yang mengakibatkan akumulasi eksudat purulen di
kornea. Jika organisme penyebab virulensinya tinggi atau pertahanan
tubuh host lemah akan terjadi penetrasi yang lebih dalam selama fase
ulserasi aktif. (lihat gambar 1. B)
3. Tahap Regresi
Regresi ditimbulkan oleh sistem pertahanan natural (antibodi humoral
dan pertahanan seluler) dan terapi yang memperbesar respon host
normal. Garis batas yang merupakan kumpulan leukosit mulai timbul di
sekitar ulkus, lekosit ini menetralisir bahkan memfagosit organisme
debris seluler. Proses ini disertai vaskularisasi superfisial yang yang
meningkatkan respon imun humoral dan seluler. Ulkus mulai
menyembuh dan epitel mulai tumbuh dari tepi ulkus. (lihat gambar 1. C)
4. Tahap Pemulihan
Pada fase ini penyembuhan berlanjut dengn epitelisasi progresif yang
membentuk sebuah penutup permanen. Di bawah epitel baru terbentuk
jaringan fibrosa yang sebagain berasal dari fibroblas kornea dan sebagian
lagi berasal dari sel endotel pembuluh darah baru. Stroma menebal dan
mendorong permukaan epitel ke anterior. Derajat sikatrik bervariasi, jika
ulkus sangat superfisial dan hanya melibatkan epitel maka akan

21
menyembuh sempurna tanpa bekas. Jika ulkus melibatkan memran
Bowman dan sedikit lamela stroma superficial maka akan terbentuk
sikatrik yang disebut “nebula”. Apabila ulkus melibatkan hingga lebih
dari sepertiga stroma akan membentuk “makula”dan “leukoma”. (lihat
gambar. 1. D ) 5

Gambar 1. Ulkus Kornea Terlokalisir

B. Ulkus Kornea Perforasi


Ulkus kornea dengan perforasi terjadi jika proses ulserasi berlanjut
lebih dalam dan mencapai membran Descemet, membran ini akan
mengeras dan membengkak ke luar menjadi desmatokel. Pada fase ini

22
semua pengerahan tenaga pada pasien seperti saat batuk, bersin, dll. akan
membuat perforasi. Segera setelah terjadi perforasi cairan aqueous akan
keluar, tekanan intra okuler akan turun dan diafragma iris-lensa akan lepas.
5

Gambar 2. Ulkus kornea perforasi


C. Pengelupasan Ulkus Kornea dan Pembentukan Stafiloma
Ketika agen virulensi meningkat dan daya tahan tubuh turun, seluruh
kornea dapat terkelupas kecuali batas lingkaran yang sempit dan seluruh
iris yang mengalami prolaps akan muncul.5
Iris menjadi meradang dan eksudat memblok pupil dan menutupi
permukaan iris, sehingga akan terbentuk kornea palsu, selanjutnya eksudat
akan membentuk jaringan fibrosa yang mana konjungtiva atau epitel
kornea cepat mengalami pertumbuhan sehingga lama kelamaan akan
terbentuk pseudokornea, karena pseudokornea tipis dan tidak dapat
menahan tekanan intraokuli, sehingga terbentuk tonjolan dan jaringan iris
dapat terlihat. Tonjolan ini disebut stafiloma. 5

23
Tepi dari jaringan bekas luka pada stafiloma memiliki luas dan
ketebalan yang berbeda – beda, menghasilkan permukaan yang terlobulasi,
sering menghitam dengan jaringan iris yang menyerupai anggur hitam,
oleh sebab itu disebut sebagai stafiloma.

2.7 Manifestasi Klinis3


Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :

2.6.1. Gejala Subjektif


a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
b. Sekret mukopurulen
c. Merasa ada benda asing di mata
d. Pandangan kabur
e. Mata berair
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
g. Silau
h. Nyeri
i. Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus
terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan
lapisan epitel kornea.

2.6.2. Gejala Objektif

a. Injeksi siliar
b. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
c. Hipopion

2.8 Diagnosis Ulkus Kornea


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan
laboratorium.3

24
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat
diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat
penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus
herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat
pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan
predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes
simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti
diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.3
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya
injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea.
Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion. 5
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :3,5
a. Ketajaman penglihatan
b. Tes refraksi
c. Pemeriksaan slit-lamp
d. Keratometri (pengukuran kornea)
e. Respon reflek pupil
f. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
g. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
h. Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura
dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan
KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea
dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur
dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

2.9 Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani
oleh spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat
tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik
dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila

25
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak
terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik. 5
Secara umum penatalaksanaan ulkus kornea adalah :
1. Penatalaksanaan medikamentosa
a. Antibiotik
Penatalaksanaan ulkus kornea karena bakteri dapat diberikan secara
topikal atau sistemik.
- Antibiotik topikal
Terapi inisial (sebelum didapatkan hasil kultur dan tes
sensitivitas) hendaknya diberikan antibiotik spektrum luas.
Dianjurkan tetes mata gentamycin (14 mg/ml) atau tobramycin
(14mg/ml) bersama dengan cephazoline (50mg/ml), setiap
setengah hingga satu jam untuk beberapa hari pertama kemudian
dikurangi menjadi per dua jam . Setelah respon yang diinginkan
tercapai, tetes mata dapat diganti dengan Ciprofloxacin (0.3%),
Ofloxacin (0.3%), atau Gatifloxacin (0.3%).9
- Antibiotik sistemik
Biasanya tidak diperlukan. Akan tetapi, cephalosporine dan
aminoglycoside atau oral ciprofloxacin (750 mg dua kali sehari)
dapat diberikan pada kasus berat dengan perforasi atau jika
sklera ikut terkena.9
b. Anti virus
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik
diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik,
antibiotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila
terdapat indikasi.9
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A,
PAA, interferon inducer. Perban tidak seharusnya dilakukan pada
lesi infeksi supuratif karena dapat menghalangi pengaliran sekret
infeksi tersebut dan memberikan media yang baik terhadap
perkembangbiakan kuman penyebabnya. 9

26
c. Anti jamur
Ulkus Kornea yang disebabkan oleh Jamur : 9
- Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamicin 10
mg/ml, golongan Imidazole
- Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
- Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
- Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa,
d. Obat Siklopegik
Dianjurkan salep mata atau tetes mata atropin 1% untuk mengurangi
nyeri karena spasme siliar dan untuk mencegah pembentukan
sinekia posterior karena iridosiklitis sekunder. Atropin juga
meningkatkan suplai darah ke uvea anterior dengan mengembalikan
tekanan di arteri siliaris anterior sehingga membawa lebih banyak
antibodi di aqueous humour, juga mengurangi eksudat dengan
menurunkan permeabilitas vaskular dan hiperemi. Siklopegik lain
yang dapat digunakan ialah tetes mata homatropin 2%. (1,2,4)
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2
minggu. Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru. 3,9

27
e. Obat analgesik sistemik dan anti inflamasi
Paracetamol and ibuprofen dapat menghilangkan rasa sakit dan
mengurangi edema atau dapat pula diberikan tetes mata pantokain atau
tetrakain. 3
f. Vitamin
Vitamins (A, B-complex dan C) membantu mempercepat
penyembuhan ulkus. 5
g. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh
dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc
susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan
penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi
39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi
dalam badan dan menjadi lekas sembuh.9
h. Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
5,9

2. Penatalaksanaan non medikamentosa


- Konsumsi makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang
sehat.
- Penggunaan kaca mata gelap untuk mengurangi fotofobia.
- Sebaiknya mata yang sakit tidak dibebat. 9
3. Penatalaksanaan Bedah
a. Kauterisasi
- Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
- Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.3

28
b. Debridement mekanik
Debridement mekanik dilakukan untuk menghilangkan material
nekrosis dengan mengerok dasar ulkus dengan spatula dengan bantuan
anestesi lokal. Debridement ini dapat mempercepat penyembuhan.9,10
c. Flap Konjungtiva
Kornea ditutup dengan flap konjungtiva sebagian atau seluruhnya
unyuk menyokong jaringan yang lemah. 3
d. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
- Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
- Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
- Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia. 10
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa :11
1. Komplikasi paling serius ialah perforasi kornea dengan infeksi sekunder
2. Perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
3. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat Prolaps iris
4. Sikatrik kornea
5. Katarak sekunder
6. Glaukoma sekunder

2.11 Pencegahan
Trauma yang kecil dapat menyebabkan luka pada kornea dan berlanjut
menjadi ulkus bahkan kebutaan. Untuk itu diperlukan pencegahan antara lain
sebagai berikut :11
1. Menggunakan pelindung mata apabila bekerja di tempat yang terekspos
partikel kecil yang dapat masuk ke mata.

29
2. Menggunakan air mata buatan untuk mata kering atau jika kelopak mata
tidak dapat menutup sempurna.
3. Berhati – hati jika menggunakan lensa kontak :
a. Selalu mencuci tangan sebelum memegang lensa kontak
b. Melepas lensa kontak setiap malam dan membersihkan lensa kontak
dengan hati – hati dengan pembersih khusus
c. Jangan pernah tidur dengan menggunakan lensa kontak
d. Menyimpan lensa kontak di tempat khusus dengan direndam larutan
desinfektan semalaman
e. Segera melepas lensa kontak jika mata teriritasi dan tidak memakainya
hinggga kondisi mata membaik
f. Membersihkan tempat penyimpanan lensa kontak secara reguler.

2.12 Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan
ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan
waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular.
Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta
timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. 11
Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan
penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat
terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.11
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil
dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus
yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat
membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.11

30
BAB III
KESIMPULAN
Ulkus Kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Ulkus kornea adalah suatu kondisi yang berpotensi
menyebabkan kebutaan yang membutuhkan penatalaksanaan secara langsung.3
Ulkus Kornea bisa disebabkan oleh infeksi (bakteri, jamur ,virus dan
Acanthamoeba), noninfeksi ; seperti bahan kimia bersifat asam atau basa tergantung
PH, radiasi atau suhu, Sindrom Sjorgen, defisiensi vitamin, obat-obatan, pajanan
(exposure), neurotropik dan juga bisa disebabkan oleh pengaruh sistem imun
(Reaksi Hipersensitivitas). 3,4
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes
mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam
perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan
perlunya obat sistemik. 3
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. 3,11

31

Anda mungkin juga menyukai