Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ABLASIO RETINA

Di Rumah Sakit Mata “ YAP ”

OLEH :

Razin Habibur Rahman

D3.KP.17.00.498

PROGRAM STUDY KEPERAWATAN

STIKES WIRA HUSADA

YOGYAKARTA

2019
LAPORAN PENDAHULUAN ABLASIO RETINA
Di Rumah Sakit Mata “ YAP ”

Laporan Pendahuluan ini telah dibaca dan diperiksa pada


Hari/Tanggal :…………………………………….

Mahasiswa Praktikan

(……………………)

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(…………………..…...) (……….………………..)
LAPORAN PENDAHULUAN ULKUS KORNEA

A. DEFINISI
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibatkematian
jaringan kornea. (Arif mansjoer,2000).
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat
disertai defek kornea bergaung dan diskontinuitas jaringan kornea dengan kehilangan
epitel juga sampai mengenai stromal kornea (Vaughan,2010).
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibatkematian
jaringan kornea. (Ilyas Sidarta. 2010)

B. ANATOMI FISIOLOGI

Kornea merupakan membran pelindung dan ‘jendela’ yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Kornea meliputi seperenam dari permukaan anterior bola mata.
Kelengkungannya lebih besar dibandingkan permukaan mata lainnya. Perbatasan antara
kornea dan sklera disebut sebagai limbus (ditandai dengan adanya sulkus yang dangkal–
sulkus sklera). Kornea terdiri dari 3 lapisan yaitu epitel, substansi propria atau stroma
dan endotel. Diantara epitel dan stroma terdapat lapisan atau membran Bowman dan
diantara stroma dan endotel terdapat membran descemet.
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar
pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai
tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari
anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel
(yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,
membrane Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut
limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43
dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai
prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
a. Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
b. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya
melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
c. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
d. Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
a. Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
b. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan
yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea
yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma.
4. Membran Descement
a. Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
b. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
µm.
5. Endotel
a. Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 mm.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden.
b. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan (Ilyas Sidarta. 2010)

C. ETIOLOGI
1. Infeksi
a. Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral.
Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat
mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
b. Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
c. Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila
pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform
bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,
variola, vacinia (jarang).
d. Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga
biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau
tanah yang tercemar.
2. Noninfeksi
a. Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik
dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka
tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada
bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung
kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran
kolagen kornea.
b. Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
c. Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi
unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau
kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea.
Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel
kornea terpulas dengan flurosein.

d. Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun
pemanfaatan oleh tubuh.
e. Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan
imunosupresif.
f. Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma (Vaughan,2010).

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Vaughan (2010) Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang
harus dilalui cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih,
sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya
terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan
kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan
yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.
Patologi ulkus kornea tanpa perforasi dibagi dalam 4 Fase :
a. Fase Infiltrasi Progresif
Karakteristik dari tingkat ini aialah infiltrasi sel – sel PMN dan atau limfosit ke
dalam epitel dari sirkulasi perifer. Selanjutnya dapat terjadi nekrosis dari jaringan
yang terlibat bergantung virulensi agen dan pertahanan tubuh host.
b. Fase Ulserasi Aktif
Ulserasi aktif merupakan hasil dari nekrois dan pengelupasan epitel, membran
Bowman, dan stroma yang terlibat. Selama fase ulserasi aktif terjadi hiperemia yang
mengakibatkan akumulasi eksudat purulen di kornea. Jika organisme penyebab
virulensinya tinggi atau pertahanan tubuh host lemah akan terjadi penetrasi yang
lebih dalam selama fase ulserasi aktif.
c. Fase Regresi
Regresi ditimbulkan oleh sistem pertahanan natural (antibodi humoral dan
pertahanan seluler) dan terapi yang memperbesar respon host normal. Garis batas
yang merupakan kumpulan leukosit mulai timbul di sekitar ulkus, lekosit ini
menetralisir bahkan memfagosit organisme debris seluler. Proses ini disertai
vaskularisasi superfisial yang yang meningkatkan respon imun humoral dan seluler.
Ulkus mulai menyembuh dan epitel mulai tumbuh dari tepi ulkus.
d. Fase Sikatrisasi
Pada fase ini penyembuhan berlanjut dengn epitelisasi progresif yang membentuk
sebuah penutup permanen. Di bawah epitel baru terbentuk jaringan fibrosa yang
sebagain berasal dari fibroblas kornea dan sebagian lagi berasal dari sel endotel
pembuluh darah baru. Stroma menebal dan mendorong permukaan epitel ke anterior.
Derajat sikatrik bervariasi, jika ulkus sangat superfisial dan hanya melibatkan epitel
maka akan menyembuh sempurna tanpa bekas. Jika ulkus melibatkan memran
Bowman dan sedikit lamela stroma superficial maka akan terbentuk sikatrik yang
disebut “nebula”. Apabila ulkus melibatkan hingga lebih dari sepertiga stroma akan
membentuk “makula”dan “leukoma”.
E. PATHWAY

F. MENIFESTASI KLINIS
a. Bintik bulat berwarna putih atau abu-abu pada kornea
b. Mata berair (epifora)
c. Mata yang gatal
d. Nyeri mata
e. Pembengkakan kelopak mata
f. Pembuluh darah yang bengkak atau melebar pada bagian putih mata, yang
menyebabkan mata terlihat merah (mata merah)
g. Penglihatan kabur
h. Sensitif terhadap cahaya
Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi, tergantung dari
penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea yaitu nyeri yang ekstrirn oleh
karena paparan terhadap nervus, oleh karena kornea memiliki banyak serabut nyeri,
kebanyakan lesi kornea menimbulkan rasa sakit dan fotopobia. Rasa sakit mi diperhebat
oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai
sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas
cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan terutama jika letaknya di
pusat. Fotopobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit.
Dilatasi pembuluh darah Ms adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung
saraf kornea. Fotopobia yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada
keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda
diagnostik berharga. Meskipun berairmata dan fotopobia umunnya menyertai penyakit
kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.
Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek pada epitel yang
nampak pada pewarnaan fluoresen. Biasanya juga terdapat tanda-tanda uveitis anterior
seperti miosis, aqueus flare (protein pada humor aqueus) dan kemerahan pada mata.
Refleks axon berperan terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor nyeri pada
kornea menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin, histamine dan
asetilkolin. Pemeriksaan terhadap bola mata biasanya eritema, dan tanda-tanda inflamasi
pada kelopak mata dan konjungtiva, injeksi siliaris biasanya juga ada. Eksudat purulen
dapat terlihat pada sakus konjungtiva dan pada permukaan ulkus, dan infiltrasi stroma
dapat menunjukkan opasitas kornea berwarna krem. Ulkus biasanya berbentuk bulat atau
oval, dengan batas yang tegas. Pemeriksaan dengan slit lamp dapat ditemukan tanda-
tanda iritis dan hipopion (Arif mansjoer,2000).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan )
2. Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 15 - 20 mmHg
3. Pemeriksaan oftalmoskopi
4. Pemeriksaan Darah lengkap, LED
5. Pemeriksaan EKG
6. Tes toleransi glukosa (Darling, 2000)

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
a. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya.
b. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang.
c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih.
d. Berikan analgetik jika nyeri
2. Penatalaksanaan medis
a. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum
yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan
makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian
roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C.
Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh
dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu
steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan
ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan
suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas
sembuh.
b. Pengobatan local
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
1) Sulfas atropine sebagai salap atau larutan, Kebanyakan dipakai sulfas atropine
karena bekerja lama 1-2 minggu.Efek kerja sulfas atropine :
a) Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
b) Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
c) Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
d) Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor
pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat
dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru
2) Skopolamin sebagai midriatika.
3) Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering. Paracetamol and ibuprofen dapat
menghilangkan rasa sakit dan mengurangi edem.4 Atau dapat pula diberikan
tetes mata pantokain atau tetrakain

4) Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva.
Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat
memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea
kembali.
5) Anti jamur
6) Anti Viral
7) Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
a) Kauterisasi
Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat 20.
b) Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama
dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan
luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan
melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada
ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap
konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
c) Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
3. Tindakan bedah meliputi
a. Keratektomi superficial tanpa membuat perlukaan pada membrane Bowman.
b. Tissue adhesive atau graft amnion multilayer.
c. Flap konjungtiva
d. Patch graft dengan flap konjungtiva.
e. Keratoplasti tembus.
f. Fascia lata graft (Darling,2000)

I. KOMPLIKASI
1. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat.
2. Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
3. Prolaps iris
4. Sikatrik kornea
5. Katarak
6. Glaukoma sekunder
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III. Media Aeuscualpius.
Jakarta.
Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2010
Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2010
Darling, Vera. (2000). Perawatan Mata. Yogyakarta : Penerbit Andi. Dikutip pada senin
23 april 2018 dari journal.unair.ac.id/download-fullpapers-LapSUS-4.pdf
Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia. (2002). Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. edisi ke
2.Penerbit Sagung Seto. Jakarta. Dikutip pada senin 23 april 2018 dari
juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/511/512

Anda mungkin juga menyukai