Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kita mengetahui bahwa mata merupakan salah satu indera yang penting bagi
manusia. Mata dapat memberikan informasi sekitar 83 persen informasi dari luar.
Kita melihat,berkomunikasi antar sesama dan menjalani aktifitas dalam kehidupan
sehari-hari dengan menggunakan mata sehingga kualitas mata sangat berpengaruh
terhadap kualitas hidup seseorang. Oleh karena peranan mata yang sangat penting
,maka sudah sewajarnya jika mata mendapatkan perhatian khusus dalam salah satu
bidang ilmu kesehatan.

Penyakit mata tersering yang terjadi pada kornea adalah keratitis. Keratitis
atau peradangan pada kornea adalah masalah mata yang cukup sering dijumpai
karena lapisan kornea adalah lapisan terluar yang berinteraksi langsung dengan
lingkungan luar sehingga rentan terjadinya trauma ataupun infeksi. Sebagian besar
kasus keratitis akan mengganggu kemampuan penglihatan seseorang yang
berakibat langsung maupun tidak langsung terhadap penurunan kualitas hidup
seseorang. Sangatlah penting sebagai dokter umum untuk dapat mengenali dan
menanggulangi kasus keratitis (sejauh kemampuan dokter umum) yang terjadi di
masyarakat baik sebagai dokter keluarga ataupun dokter yang bekerja di fasilitas
pelayanan primer. Pada kesempatan ini, penulis membuat pembahasan kasus referat
ini mengenai gangguan kornea.

Tujuan & manfaat referat

Setelah mempelajari referat ini diharapkan dapat mengetahui tinjauan pustaka


dari penyakit yang ada kornea dengan gejala mata merah dengan visus normal
ataupun turun. Sehingga nantinya jika menemui kasus di tempat praktek dapat
melakukan tata laksana yang baik dan tepat mengenai penyakit tersebut dan
penyakit mata lainnya.

1
BAB II
KORNEA

Anatomi,fisiologi dan patofisiologi pada kornea

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding


dengan kristal sebuah jam tangan kecil.1 Kornea disisipkan ke dalam sklera pada
limbus dan lekukan melingkar pada sambungan ini ini disebut dengan sulcus
scleralis. Tebal kornea rata-rata adalah 550 µm, dengan diameter rata-rata
horizontal 11,75 mm dan vertikal 10.6 mm 1

Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilewati cahaya
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina.2 Sifat tembus cahaya
disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular dan deturgesens.3
Deturgesens,atau keadaan dehidrasi relatif jaringan pada kornea,dipertahankan oleh
pompa “bikarbonat” aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar pada endotel .3

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak


segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan
tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.2

Kerusakan epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma dan
akan menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat.3 Kerusakan pada
endotel akan menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan yang
cenderung bertahan lama akibat terbatasnya potensi perbaikan fungsi endotel.3

2
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.3
Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palpebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif,
regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang
terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan
dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.3

Histologi kornea

Gambar 2.1 Epitel Kornea

Gambar 2.1 Histologi Kornea

Secara histologi kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu: 4

1. Epitel kornea 4
- Tebalnya 50 Um, terdiri dari 5 lapis sel epitel tak bertanduk yang saling
tumpang tindih: satu sel basal,sel poligonal dan sel gepeng.
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, sel muda akan terdorong ke depan
membentuk sel gepeng, sel basal akan berikatan dengan sel basal di
sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui demosom dan makula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat dengannya.Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

3
- Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman 4
- Terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan kolagen
yang tersusun irreguler seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
- Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma 4
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya.
- Pada permukaan terlihat anyaman regular sedangkan di bagian perifer serat
kolagen bercabang dan regenerasi serat kolagen memakan waktu yang lama
bisa sampai 15 bulan.
- Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descemet 4

- Merupakan membran aselular dan merjadi batas belakang stroma.


- Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 μm.

5. Endotel 2.4

- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, besar


20-40 pm. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.4
- Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi.
Trauma kimiawi atau fisik, pada endotel jauh lebih berat daripada
trauma pada epitel.2

4
BAB III
Keratitis

Definisi

Keratitis adalah radang pada kornea yang daoat disebabkan oleh infeksi yang

melibatkan bakteri, virus, jamur atau parasit. Keratitis juga dapat disebabkan oleh

luka ringan, memakai lensa kontak terlalu lama atau penyakit tidak menular

lainnya.5

Pada peradangan yang lebih dalam, penyembuhan berakhir dengan

pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula, dan

leukoma.2

Etiologi

Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata,
keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topikal, dan reaksi terhadap
konjungtivitis menahun.6 Infeksi korena pada umumnya didahului trauma,
penggunaan lensa kontak, pemakaian kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol.
Kelainan ini merupakan penyebab kebutaan ketiga terbanyak di Indonesia.7

Epidemiologi
Variasi geografi yang luas dari epidemiologi keratitis bakteri dipengaruhi
oleh faktor ekonomi dan iklim. Keratitis jamur terhitung sebanyak 50% dari seluruh
kasus dari kultur keratitis di beberapa negara berkembang. Penelitian yang
dilakukan oleh Marlon M. Ibrahim dkk menunjukkan bahwa angka kejadian
keratitis bakteri di Banglades 82%, India 68,4%, dan yang terendah yaitu di Taiwan
40%. Fusarium sp merupakan penyebab keratitis jamur paling umum di Florida,
Nigeria, Tanzania, dan Singapura. Spesies Aspergillus lebih banyak ditemukan di
India bagian utara, Nepal, dan Banglades. Di India dan Nepal, Steptococcus
pneumoniae merupakan bakteri patogen yang lebih dominan. Sedangkan
Pseudomonas sp merupakan spesies bakteri yang lebih banyak ditemukan dalam
penelitian di Banglades, Hongkong dan Paraguai.8

5
Perbedaan tersebut dipegaruhi oleh faktor ikim dan lingkungan. Keratitis
jamur dan keratitis bakteri lebih sering terjadi pada musim semi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan aktivitas agrikultur dan/ atau peningkatan
proliferasi dari agen patogen pada periode tersebut. Faktor predisposisi keratitis
bakteri yang sering di Brazil adalah taruma, khususnya taruma pada kornea.
Penelitian Marlon M. Ibrahim dkk menunjukkan bahwa iklim, lingkungan tempat
tinggal mempengaruhi karakteristik dari keratitis bakteri.6
Menurut Murillo Lopez, sekitar 25.00 orang Amerika terkena keratitits
bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih sedikit pada
negara negara industri yang secara signifikan lebih sedikit memiliki jumlah
pengguna lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan lokasi
geografis dan berkisar 2% dari kasus keratitis di New York dan 35% di Florida.
Spesies Fusarium merupakan penyebab paling umum dari infeksi jamur kornea di
Amerika Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur). Sedangkan spesies
Candida dan Aspergillus lebih umum di negara negara utara. Secara signifikan lebih
sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa kontak.6,7

Klasifikasi

Menurut tempatnya, keratitis diklasifikasikan sebagai berikut:2

I. Keratitis Superfisial , tes fluoresin (+) yaitu:

1. Keratitis epitelial

a. Keratitis punctata superfisialis

b. Herpes simpleks

c. Herpes zoster

2. Keratitis subepitelial, tes fluoresin (-), yaitu:

a. Keratitis nummularis

b. Keratitis disiformis

3. Keratitis stromal,tes fluoresin (+),yaitu:

6
a. Keratitis neuroparalitik

b. Keratitis et lagoftalmus

II. Keratitis Profunda

1. Keratitis interstisial

2. Keratitis sklerotikans

3. Keratitis disiformis

Diagnosis Lesi Morfologi keratitis 3

Keratitis epitelial3

 Perubahan epitel kornea bervariasi.

 Lokasi lesi juga bervariasi. Pemeriksaan slitlamp dengan atau tanpa


pewarnaan fluoresens menjadi keharusan dari pemeriksaan mata luar. 3

 Gambar 3.1 Jenis-jenis keratitis Epitelial sesuai derajat keseringannya3

7
Keratitis Subepitel

 Ada beberapa tipe lesi subepitel yang penting untuk diketahui. Contoh:
infiltrat subepitel dari epidemik keratoconjungtivitis, yang disebabkan oleh
adenovirus 8 dan 19. 3

Gambar 3.2 keratitis


subepitel

Keratitis Stroma 3

 Respon stroma kornea berupa infiltrate (representasi dari akumulasi sel-sel


radang), edema (manifestasi dari penebalan kornea, opasifikasi atau
scarring), nekrosis atau melting yang mengakibatkan penipisan kornea,
perforasi kornea, dan vaskularisasi kornea.

Keratitis Endotel 3

 Disfungsi endotel kornea menyebabkan edema kornea, yang pada awalnya


melibatkan stroma kemudian epitel. Selama kornea belum terlalu edema,
morfologi abnormalitas endotel dapat terlihat dengan slitlamp.

 Sel-sel inflamasi pada endotel (presipitat kornea) tidak selalu menjadi tanda
penyakit kornea karena dapat berupa manifestasi klinis dari uveitis anterior
yang dapat diikuti ataupun tidak diikuti keratitis.

8
Menurut Etiologinya

Keratitis Bakteri

 Penyebab, terutama pada bakteri opurtunistik seperti streptokokus α


hemolitikus, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, nocardia,
dan M fortuitum-chelonei.3
 Ulkus yang cenderung menyebar perlahan dan superfisial. 3

Streptococcus pneumoniae (pneumococcal) Corneal Ulcer

 Biasanya timbul 24-48 jam setelah inokulasi pada kornea yang tidak
intak.
 Berwarna keabu-abuan, berbatas tegas, dan cenderung menyebar
secara acak dari fokus infeksi ke arah sentral kornea. Dinamakan acute
serpiginous ulcer karena ulserasi aktif diikuti oleh jejak ulkus yang
menyembuh.
 Hipopion (+ /-).
 Hasil dari kerokan bakteri kokus Gram-positif: lancet-shaped dengan
kapsul.

Lesi kornea Pseudomonas aeruginosa 3

 Dimulai dengan infiltrate berwarna kuning atau keabu-abuan pada


epitel kornea yang tidak intak.
 Nyeri (+).
 Lesi cenderung menyebar dengan cepat ke semua arah karena enzim
proteolitik yang diproduksi oleh Pseudomonas. Perforasi berhubungan
dengan IL-12 yang dilepaskan pada saat inflamasi.
 Hipopion (+).
 Infiltrat dan eksudat berwarna hijau kebiruan karena pigmen yang
diproduksi oleh Pseudomonas, warna tersebut merupakan
patognomonic untuk infeksi P aeruginosa.

9
 Berhubungan dengan pemakaian lensa kontak lunak – terutama jenis
pemakaian jangka panjang.,pemakian larutan fluoresens dan tetes mata
yang terkontaminasi.
 Hasil kerokan : batang Gram-negatif tipis.

Lesi kornea Moraxella liquefaciens 3

 Ulkus berbentuk oval yang biasanya terletak di inferior kornea


kemudian menginfeksi stroma bagian dalam dalam periode beberapa
hari.
 Hipopion (+/-)
 Sering terjadi pada pasien dengan alkoholisme, diabetes, dan keadaan
imunosupresi.
 Hasil kerokan: bakteri batang Gram-negatif, besar, dan square-ended
diplobacilli.

Lesi kornea Group A Streptococcus

 Ulkus tidak memiliki ciri khusus.


 Sekitar stroma kornea terdapat infiltrat dan edema, hipopion (+).
 Hasil kerokan lesi didapatkan kokus gram positif dalam bentuk rantai.

Lesi kornea Staphylococcus aureus,Staphylococcus epidermidis, & Streptococcis


alpha hemolyticus

 Ulkus korena sentral


 Dijumpai pada kornea yang telah terkena kortikosteroid topikal.
 Ulkusnya sering indolen, hipopion (+) dan sedikit infiltrat pada
kornea sekitar. Ulkus ini biasanya superfisial dan terasa padat saat
dikerok.
 Hasil kerokan :kokus gram-positif satu-satui,berpasangan maupun
rantai.
 Keratopati kristalina infeksiosa ( kornea tampak mirip Kristal) dapat
ditemukan pada pasien yang menggunakan steroid topikal jangka

10
panjang dan penyebab tersering adalah Streptococcus alpha
hemolyticus.

Lesi kornea Mycobacterium fortuitum-chelonei & Nocardia3

 Ulkus karena M fortuitum-chelonei dan Nocardia jarang terjadi.


 Biasanya menyertai trauma dan terdapat riwayat kontak dengan tanah.
 Pada dasar ulkus terdapat garis radier yang terlihat seperti kaca depan
mobil yang pecah.
 Hipopion (+/-).
 Hasil kerokan lesi memperlihatkan acid-fast slender rods (M fortuitum-
chelonei) atau bentuk filamen gram-positif (Nocardia).
 Pengobatan:
o Batang Gram (-): Tobramisin, Ceftazidime, Fluoroquinolone. 3
o Batang Gram (+): Cefazoline, Vancomycin,
Moxifloxacin/Gatofloxacin.
o Kokus Gram (-): Ceftriaxone, Ceftazidime,
Moxifloxacin/Gatofloxacin.

Keratitis Jamur 3,10

 Umumnya terjadi riwayat trauma atau kontak dengan benda organik


seperti pohon atau daun, atau penggunaan obat kortikosteroid.
 Timbul 5 hari – 3 minggu setelah trauma.
 Organisme yang biasa ditemukan pada keratitis jamur adalah jamur
berfilamen (Aspergillus, Fusarium sp) dan Candida albicans. Infeksi
candida sering terjadi pada pasien dengan gangguan sistem imun.
 Penampakan klinis : penderita keratitis jamur biasanya mengeluhkan
sensasi benda asing, fotofobia, penglihatan yang kabur dan abnormal
sekret, nyeri yang hebat dan mata berair.
 Tanda yang dapat ditemukan antara lain : keratitis dengan filamen
berwarna keabuan yang menginfiltrasi stroma dengan tekstur kering
dan tepi yang tidak rata, lesi satelit, plak endothelial dan hipopion.

11
 Pada keratitis candida biasanya ditandai dengan lesi berwarna putih
kekuningan.
 Tidak ada penampakan spesifik yang dapat membantu membedakan
ulkus jamur yang satu dengan yang lain.
 Pemeriksaan KOH 10% : hifa.
 Pengobatan : Natamisin 5% setiap 1-2 jam saat bangun untuk keratitis
jamur filamentosa seperti miconazole, amphoterisin, nistatin dan lain-
lain dan sikloplegik disertai obat oral anti glaukoma jika disertai
peningkatan tekanan intraokular. Keratoplasti jika tidak ada perbaikan.

Gambar 3.3 keratitis jamur

Keratitis Acanthamoeba

 Biasanya berhubungan dengan pemakaian lensa kontak lunak yang


berulang, termasuk lensa hidrogel silikon atau lensa kontak keras dan
kontak mata dengan tanah maupun air yang tercemar.

 Gejala awal berupa rasa sakit yang sangat dan tidak sebanding dengan
tampilan klinisnya, merah, dan fotofobia.

 Karakteristiknya adalah ulkus kornea dengan cincin pada stroma, dan


infiltrat perineural.

 Diagnosis Acanthamoeba cukup sulit karena gejala yang mirip dengan


keratitis herpes simpleks karena hilangnya sensasi kornea juga merupakan
gejala yang mirip dengan keratitis herpes simpleks.

12
 Diagnosis ditegakkan dengan media agar non-nutrien dengan biakan E.
Coli dengan metode biopsi kornea daripada kerokan kornea, jika pasien
adalah pemakai lensa kontak, tempat dan cairan lensa juga perlu dikultur
jika bentuk diagnosis.

o Diagnosis diferential meliputi keratitis herpes, keratitis


jamur,keratitis mikrobakterial dan infeksi Nocardia di kornea

 Pengobatan untuk keratitis Acanthamoeba adalah debridement epitel paling


bermanfaat pada tahap awal penyakit.

 Terapi obat propamidine isethionate (1% solution) topikal intensif dan


polyhexamethylene biguanide (0.01–0.02% solution) atau tetes mata
mengandung neomisin. Acanthamoeba juga dapat resisten terhadap obat
yang digunakan, penyulit lain adalah kemampuan organisme ini untuk
membentuk kista di dalam stroma kornea, jadi memerlukan pengobatan
dengan waktu yang lebih lama. Kortikosteroid topikal digunakan untuk
mengontrol reaksi inflamasi pada kornea.

 Mungkin diperlukan keratoplasti pada stadium lanjut untuk menghentikan


progresivitas atau setelah penyakit mengalami resolusi dan membentuk
jaringan parut untuk memulihkan penglihatan.

 Transplantasi selaput amnion mungkin bermanfaat pada defek epitel


persisten namun bila sudah mencapai sklera terapi obat dan bedah sudah
tidak berguna lagi.

Gambar 3.4 keratitis


Acanthamoeba

13
Keratitis Virus 10

Keratitis Pungtata Superfisial dengan gambaran Infiltrat halus bertitik-titik pada


dataran depan kornea yang dapat terjadi pada herpes simpleks, herpes zoster, infeksi
virus, vaksinia dan trakoma. Keratitis terkumpul di daerah membran Bowman,
bilateral dan kronis tanpa terlihat kelainan konjungtiva. 10

a) Keratitis Herpetik
 Disebabkan herpes simpleks dan herpes zoster.
 Keratitis Herpes Simpleks dibagi 2 bentuk :
o Epitelial adalah Keratitis dendritik. Pada epitelial terjadi
pembelahan virus di dalam sel epitel yang mengakibatkan kerusakan
sel dan membentuk tukak kornea superfisial. Pengobatan ditujukan
untuk virus dan replikasi virus
o Stromal adalah Keratitis diskiformis.Akibat reaksi imunologik
tubuh terhadap virus yang menyerang. Antigen (virus) dan antibodi
(tubuh pasien) bereaksi di dalam stroma kornea dan menarik sel
leukosit dan sel radang lainnya. Sel ini mengeluarkan bahan
proteolitik untuk merusak antigen (virus) yang juga merusak
jaringan stromal di sekitarnya. Pengobatan : pada virus dan reaksi
radangnya.
o Biasanya infeksi Herpes Simpleks berupa campuran antara Epitelial
dan Stromal.
o Pengobatan: IDU (Iodo 2 dioxyuridine). Murah, kerja tidak stabil,
 bekerja menghambat sintesis DNA virus dan manusia
sehingga toksik untuk epitel normal dan tidak boleh
digunakan lebih dari 2 minggu.
 Bentuk : larutan 1% diberikan setiap jam. Salep 0,5%
diberikan setiap 4 jam. Vibrabin sama dengan IDU, hanya
ada dalam bentuk salep. Trifluorotimidin (TFT) sama
dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam. Acyclovir bersifat
selektif terhadap sintesis DNA virus. Bentuk salep 3%

14
diberikan setiap 4 jam. Efektif dengan Efek samping
minimal.

Gambar 3.5 Keratitis herpetik


b) Keratitis Dendritik 10
 Keratitis Superfisial yang membentuk garis infiltrate pada permukaan kornea
kemudian membentuk cabang.
 Disebabkan oleh virus Herpes Simpleks.
 Gejala : Fotofobia, kelilipan, tajam penglihatan menurun, konjungtiva
hiperemia disertai sensibilitas kornea yang hipestesia. Karena gejala ringan,
pasien terlambat berkonsultasi.
 Dapat menjadi tukak kornea
 Pengobatan : Dapat sembuh spontan. Dapat juga diberikan antivirus (IDU
0,1% salep tiap 1 jam atau Asiklovir) dan sikloplegik dan antibiotik dengan
bebat tekan.

Gambar 3. 6. Keratitis Dendritik


c) Keratitis Disiformis 10,11
 Merupakan keratitis yang membentuk kekeruhan infiltrat yang bulat atau
lonjong di dalam jaringan kornea.
 Penyebab: Infeksi virus Herpes Simpleks.

15
 Merupakan reaksi alergi atau imunologik terhadap virus Herpes Simpleks
pada permukaan kornea.

Gambar 3.7 Keratitis Disiformis

d) Infeksi Herpes Zoster 10


 Merupakan keratitis vesikular karena infeksi Herpes Zoster di mata.
 Biasanya pada usia lanjut.
 Gejalanya rasa sakit di daerah yang terkena, badan terasa hangat, merah dan
penglihatan berkurang.
 Pada kelopak terlihat vesikel dan infiltrat pada kornea. Vesikel juga tersebar
pada dermatom yang dipersarafi saraf Trigeminus, progresif dan tidak
melewati garis meridian.
o Pengobatan tidak spesifik, hanya simptomatik Bisa dengan
Asiklovir dan pada usia lanjut diberikan Steroid.
o Penyulit berupa Uveitis, Parese otot penggerak mata, Glaukoma dan
Neuritis Optik.

Gambar 3.8 Infeksi Herpes Zoster

16
Keratokonjungtivitis epidemi 10
 Akibat reaksi peradangan kornea dan konjungtiva yang disebabkan
adenovirus tipe 8.
 Biasanya unilateral, suatu epidemi.
 Gejalanya demam, gangguan nafas, penglihatan menurun, merasa ada benda
asing,berair, kadang nyeri.
 Pada mata :edema kelopak dan folikel konjungtiva, pseudomembran pada
konjungtiva tarsal yang membentuk jaringan parut, pada kornea terdapat
Keratitis Pungtata (minggu pertama) Kelenjar preaurikel membesar.
Kekeruhan subepitel kornea menghilang sesudah 2 bulan - 3 tahun / lebih.
 Pengobatan : Pada yang akut : kompres dingin, cairan air mata dan supportif
lainnya.
 Jika terjadi penurunan visus berat dapat diberikan Steroid tetes mata 3 kali
per hari.

Gambar 3.9. Keratokonjungtivitis epidemi

Keratitis Dimmer atau Keratitis Numularis


 Merupakan keratitis numularis dengan infiltrate bundar berkelompok
dan tepi berbatas tegass ehingga ada gambaran halo.
 berjalan lambat dan sering unilateral.

Keratitis Filamentosa
 Keratitis yang disertai filamen mukoid dan deskuamasi sel epitel pada
permukaan kornea.
 Penyebab tidak diketahui. Disertai penyakit lain seperti keratokonjungtivitis
sika, sarkoidosis, trakoma, pempigoid okular, pemakaian lensa kontak,

17
edema kornea, keratokonjuntivitis limbik superior DM, trauma dasar otak
,pemakaian antihistamin,dry eyes, DM, Post op Katarak, dan keracunan
kornea oleh zat tertentu.
 Gambaran : filamen mempunyai dasar bentuk segitiga yang menarik epitel,
epitel pada filamen terlihat tidak melekat pada epitel kornea. Di dekat
filamen terdapat defek filamen dan kekeruhan epitel berwarna abu abu.
 Gejala : rasa kelilipan, sakit, silau, blefarospasme dan epiforia. Mata merah
dan terdapat defek kornea.
 Pengobatan : larutan hipertonik NaCl 5%, air mata hipertonik. Mengangkat
filamen dan memasang lensa kontak lembek.

Gambar 3.10 Keratitis Filamentosa

Keratitis Alergi 10
a) Keratokonjungtivitis Flikten 10
o R adang kornea dan konjungtiva sebagai suatu reaksi imun yang
mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap
antigen.
 Gejala : Terdapat flikten pada kornea berupa benjolan berbatas tegas
berwarna putih keabuan dengan atau tanpa neovaskularisasi menuju ke arah
benjolan tersebut.
 Bilateral, pada limbus tampak benjolan putih kemerahan dikelilingi
konjungtiva hiperemis papul dan pustula (+) pada kornea dan konjungtiva.
Lakrimasi dan fotofobia disertai rasa sakit. Hiperemis konjungtiva,
menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai gatal dan tajam
penglihatan berkurang.

18
 Pengobatan : Pemberian steroid.

Tukak atau ulkus fliktenular


 Tukak Flikten berbentuk benjolan abu abu terlihat sebagai :
o Ulkus Fasikular (ulkus menjalar melintas kornea dengan pembuluh
darah di belakangnya), Flikten multiple di sekitar limbus, Ulkus
Cincin merupakan gabungan ulkus.
o Pengobatan : Steroid.
o Flikten menghilang tanpa bekas, tetapi jika terjadi ulkus akibat
infeksi sekunder maka akan menjadi parut kornea.

Keratitis Fasikularis
 Keratitis dengan pembentukan pita pembuluh darah yang menjalar dari
limbus ke arah kornea.

Keratokonjungtivitis vernal
 Peradangan tarsus dan konjungtiva yang rekuren.
 Muncul pada musim panas, anak laki laki lebih sering terkena dibanding
perempuan.
 Gejala : Gatal, disertai riwayat alergi, blefarospasme, fotofobia, penglihatan
buram, dan kotoran mata serat-serat.
 Hipertrofi papil kadang berbentuk cobble stone pada kelopak atas dan
konjungtiva daerah limbus.
 Pengobatan : obat topikal antihistamin dan kompres dingin.

Keratitis Lagoftalmus
 Keratitis yang terjadi akibat lagoftalmus dimana kelopak mata tidak bisa
menutup dengan sempurna sehingga menyebabkan kekeringan pada kornea
dan konjungtiva sehingga rentan terkena infeksi.
 Lagoftalmus dapat disebabkan tarikan jaringan parut pada tepi kelopak,
eksoftalmus, paralise saraf fasial, atoni orbikularris okuli dan proptosis
karena tiroid.

19
 Pengobatan : mengatasi penyebab, air mata buatan. Untuk cegah infeksi
sekunder diberikan salep mata.

Keratitis Neuroparalitik
 Keratitis akibat kelainan saraf trigeminus sehingga terdapat kekeruhan kornea
yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.
 Gangguan persarafan dapat terjadi akibat herpes zoster, tumor fossa
posterior kranium, peradangan
 Gejalanya : tajam penglihatan menurun, silau, tidak nyeri. Refleks berkedip
hilang, injeksi siliar, permukaan kornea keruh, infiltrat dan vesikel pada
kornea.
 Pengobatan : air mata buatan dan salep untuk menjaga kornea tetap basah.
 Untuk cegah infeksi sekunder : pengobatan keratitis, tarsorafi, dan menutup
pungtum lakrimal.

Gambar 3.11 Keratitis Neuroparalitik

Keratokonjungtivitis Sika
 Keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Gejala : mata berpasir,
gatal, silau, penglihatan kabur, sekresi mukus mata yang berlebihan, sukar
menggerakkan kelopak mata, mata kering karena ada erosi kornea, Edema
kojungtiva bulbi, filamen (benang) di kornea.
 Pemeriksaan yang dilakukan : Tes Schimer : resapan air mata pada kertas
Schimer normal 10-25 mm dalam waktu 5 menit. Abnormal < 10 mm.

20
 Tes zat warna Rose Bengal konjungtiva zat warna ini akan mewarnai sel
epitel kornea. Terdapat titik merah di konjungtiva bila mata kering.
 Tear film break up time.
 Pengobatan tergantung penyebabnya. Pemberian air mata tiruan bila
kurang adalah komponen air. Pemberian lensa kontak apabila komponen
mukus yang berkurang. Penutupan pungtum lakrimal bila terjadi
penguapan yang berlebihan.

Gambar 3,11. Keratokonjungtivitis Sika

Keratitis Sklerotikan
 Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai skleritis.
Penyebabnya diduga perubahan susunan serat kolagen yang menetap.
 Gejala : kekeruhan kornea terlokalisasi dan berbatas jelas, unilateral, kadang
mengenai seluruh limbus, kornea putih menyerupai sklera.
 Pengobatan : steroid dan fenil butazon.

Manifestasi Klinik

Gejala patognomik dari keratitis adalah terdapatnya infitrat di kornea. Infiltrat


dapat ada di segala lapisan kornea. Tanda subyektif lain yang dapat mendukung
keratitis adalah fotofobia, lakrimasi, blefarospasme dan gangguan visus. Injeksi
perikornea di limbus merupakan tanda objektif yang dapat timbul pada keratitis,
selain dapat pula terjadinya edema kornea. Dibawah ini adalah penjabaran gejala
dan penatalaksanaan dari klasifikasi jenis keratitis diatas.

Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah:

21
1. Keratitis punctata superfisialis

Merupakan suatu peradangan akut yang mengenai satu atau kedua mata,

dapat dimulai dari konjungtivitis kataral, disertai infeksi dari traktus

respiratorius. Tampak infiltrat yang berupa titik-titik pada kedua permukaan

membran Bowman. Tes fluoresin (-), karena letaknya terjadi di subepitelial.

Penyebabnya belum diketahui dengan jelas, diduga diakibatkan infeksi virus,

bakteri, parasit, neurotropik, dan nutrisional.

Pengobatan secara lokal diberikan sulfas atropin 1% 3 kali sehari 1 tetes,

salep antibiotika atau sulfa untuk mencegah infeksi sekunder, mata ditutup

dengan perban.

2. Keratitis flikten

Merupakan radang kornea akibat dari reaksi imun yang mungkin sel

mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Pada mata terdapat

flikten yaitu berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan yang

terdapat pada lapisan superfisial kornea dan menonjol di atas permukaan kornea.

3. Keratitis sika

Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar

lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva, yang dapat disebabkan

karena:

- Defisiensi komponen lemak, seperti pada blefaritis kronik, distikiasis, dan

akibat pembedahan kelopak mata.

- Defisiensi kelenjar air mata, seperti pada sjogren syndrome, sindrom relay

day dan sarkoidosis

22
- Defisiensi komponen musin, seperti pada avitaminosis A, trauma kimia,

Steven-johnson syndrome

- Akibat penguapan yang berlebihan

- Akibat sikatrik di kornea

Gambaran klinis berupa sekret mukous, adanya tanda-tanda konjungtivitis

dengan xerosis. Pada kornea terdapat infiltrat kecil-kecil, letak epitelial sehingga

akan didapatkan tes fluoresin (+). Keluhan penderita tergantung dari kelainan

kornea yang terjadi. Apabila belum ada kerusakan kornea maka keluhan

penderita adalah mata terasa pedih, kering, dan rasa seperti ada pasir, keluhan-

keluhan yang lazim disebut syndrom dry eye. Apabila terjadi kerusakan pada

kornea, keluhan-keluhan ditambah dengan silau, sakit, berair, dan kabur. Pada

tingkat dry-eye, kejernihan permukaan konjungtiva dan kornea hilang, tes

Schimmer berkurang, tear-film kornea mudah pecah, (tear break-up time)

berkurang, dan sukar menggerakkan bola mata. Kelainan kornea dapat berupa

erosi kornea, keratitis filamentosa, atau punctata. Pada kerusakan kornea dapat

terjadi ulkus kornea dengan segala komplikasinya.

Tes pemeriksaan untuk keratitis sika:

- Tes Schimmer. Apabila resapan air pada kertas Schimmer kurang dari 10

mm dalam 5 menit dianggap abnormal.

- Tes zat warna Rose Bengal konjunctiva. Pada pemeriksaan ini terlihat

konjunctiva berwarna titik merah karena jaringan konjunctiva yang mati

menyerap zat warna.

23
- Tear film break-up time. Waktu antara kedip lengkap sampai timbulnya

bercak kering sesudah mata dibuka minimal terjadi sesudah 15-20 detik,

tidak pernah kurang dari 10 detik.

Pengobatan dari keratitis sika tergantung dari penyebab penyakitnya.

Pemberian air mata tiruan apabila yang berkurang adalah komponen air.

Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang. Penutupan

punctum lacrima bila terjadi penguapan yang berlebihan.

komplikasi keratitis sika adalah ulkus kornea, kornea tipis, infeksi

sekunder oleh bakteri, serta kekeruhan dan neovaskularisasi kornea.

4. Keratitis lepra

Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf,

disebut juga keratitis neuroparalitik. Morbus hansen atau lepra menyerang dan

menimbulkan kerusakan kornea melalui 4 cara:

- Gangguan trofik pada kornea yang disebabkan kerusakan saraf kornea oleh

Mycobacterium Lepra.

- Terjadinya ektropion dan lagoftalmus serta anestesi kornea sehingga

menyebabkan exposure keratitis.

- Pada daerah yang endemik sering disertai adanya penyakit trakoma yang

menyebabkan entropion dan trikiasis.

- Apabila terjadi denervasi kelenjar lakrimal, akan menyebabkan sindrom

dry-eye.

Penderita mengeluhkan adanya pembengkakan yang kemerahan pada

palpebra serta tanda-tanda lain pada bagian tubuh di luar mata. Terdapat

keratitis avaskular berupa lesi pungtata berwarna putih seperti kapur yang

24
secara perlahan batasnya akan mengabur dan sekelilingnya menjadi seperti

berkabut. Lesi ini akan menyatu dengan lesi di sebelahnya dan menyebabkan

kekeruhan subepitelial seperti nebula. Dalam nebula ini terdapat sebaran

seperti deposit kalsium dan sering disertai destruksi membran Bowman. Pada

fase yang lanjut terjadi neovaskularisasi superfisial yang disebut pannus

lepromatosa.

Pengobatan terhadap Mycobacterium Lepra diberikan dapsone dan

rifampisin. Apabila terdapat deformitas palpebra yang akan mengakibatkan

kerusakan kornea dilakukan koreksi pembedahan.

5. Keratitis nummularis

Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multipel

dan banyak didapatkan pada petani. Penyebabnya diduga diakibatkan oleh

virus. Pada kornea terdapat infiltrat bulat-bulat subepitelial dan di tengahnya

lebih jernih, seperti halo. Diduga halo ini terjadi karena resorpsi dari infiltrat

yang dimulai di tengah. Tes fluoresin (-).

Gambar 3.12 Keratitis numularis

Pengobatan tidak ada yang spesifik, obat-obat hanya mencegah infeksi

sekunder. Lokal diberikan sulfas atropin 1% 3 kali sehari 1 tetes, salep

25
antibiotika atau sulfa untuk mencegah infeksi sekunder, mata ditutup dengan

perban.

Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain:

1. Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis kongenital

Keratitis interstisial luetik adalah suatu reaksi imunologis terhadap

Treponema Pallidum karena kuman ini tidak dijumpai di kornea pada fase akut.

Merupakan manifestasi lanjut dari sifilis kongenital. Didapatkan pada anak

berusia 5-15 tahun. Penderita mengeluh sakit, silau, dan kabur pada fase akut.

Terdapat infiltrat stroma berupa bercak-bercak yang dapat mengenai seluruh

kornea dan menyebabkan kekeruhan seperti kaca susu. Pembuluh darah dari

a.siliaris anterior memasuki stroma pada seluruh kuadran dengan arah radial

menuju kebagian sentral kornea yang keruh. Tepi kornea merah sedang di

bagian tengah merah keabu-abuan, disebut bercak Salmon. Dalam beberapa

minggu proses peradangan menjadi tenang, kornea berangsur-angsur menjadi

bening kembali. Pada pemeriksaan selalu ditemukan kekeruhan yang radial di

kornea karena proses beningnya kembali kornea berlangsung lama. Pada fase

peradangan aktif, dapat terjadi uveitis anterior dan koroiditis disertai kekeruhan

badan kaca.

Pengobatan mata ditujukan untuk uveitis yang dapat menyebabkan

perlekatan iris dengan pemberian tetes mata kortikosteroid dan sulfas atropin

atau skopolamin.

2. Keratitis sklerotikans

Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang pada

sklera (skleritis). Perkembangan kekeruhan kornea ini biasanya terjadi akibat

26
proses yang berulang-ulang yang selalu memberikan sisa-sisa baru sehingga

defek makin luas bahkan dapat mengenai seluruh kornea. Keluhan dari keratitis

sklerotikans adalah mata terasa sakit, fotofobia dan timbul skleritis.

Tidak ada pengobatan spesifik. Pemberian kortikosteroid dan anti radang

non steroid ditujukan terhadap skleritisnya, apabila ada iritis selain

kortikosteroid dapat diberikan tetes mata atropin.

Tabel 3.1 pengobatan Keratitis bakterial,fungal dan ameba

Organisme Terapi awal Terapi alternatif

Tak ada organisme, Moxifloxacin,gatifloxacin Ciprofloxin,levofloxacin,ofloxacin,


ulkus kesan infeksi ,tobramycin dan cefazolin ceftadizime vancomycin
bakteri

Kokus gram positif : Moxifloxacin,gatifloxacin atau levofloxacin,ofloxacin,penicillin


bentuk lancet dengan cefazolin G,vancomycin atau ceftaxidime
kpasul = S Pneumoniae

Kokus gram positf: Vancomycin


methachillin-resistant S
Aureus

Batang gram-positif : Amikacine,moxifloxacin atau Flurooquinolone lain


langsing dan panjangnya gatifloxacin
bervariasi-
Mycobacterium
fortuitum,Nocardia
sp,Actinomyces

Organisme gram-positif Cefalozin,moxifloxacin atau Fluoroquinolone lain,,peniciliin


lain : kokus atau batang gatifloxacin G,vancomycin atau ceftazidime

Kokus gram negatif 3 Ceftriaxone3 Penicillin G,cefazolin atau


vancomycin

27
Batang gram–negatif: Moxifloxacin,gatifloxacin, Fluoroquinolone lain, polymixin B
kurus-Pseudomonas ciprofloxacin,tobramycin atau atau carbenicillin
gentamicin

Batang gram–negatif: Moxifloxacin,gatifloxacin, Tobramycin atau gentamicin dan


diplobacilli atau ciprofloxacin cefazolin atau penicillin G
besar,berujung persegi-
Moraxella

Batang gram negatif lain Moxifloxacin,gatifloxacin, Ceftadizime,gentamicin,atau


atau tobramycin carbenicillin

Tak ada organisme,ulkus Natamycin atau voriconazole Amphotericin B,


kesan jamur nystatin,miconazole,atau
flucytosine

Organisme mirip ragi : Voriconazole atau Amphotericin B,


Candida sp4 amphotericin B nystatin,miconazole,atau
flucytosine

Organisme mirip hifa= Natamycin atau voriconazole Amphotericin B atau nystatin,


ulkus fungi

Kista,trofozoit = Propamidine dan/atau Chlorhexidine atau neomycin


Acanthamoeba polyhexamethylene biguanide

1Terapi topikal intensif ,setiap jam saat sinag hari dan setiap 2 jam saat malam,setidaknya 48 jam pertama
kemudian diturunkan perlahan-lahan untuk semua kasus kecuali yang sangat ringan.Penyuntikan
subkonjungtiva jarang dibutuhkan kecuali bila ada perhatian khusus tentang kepatuhan dengan terapi topical
atau bila sakit berat. Terapi sistemik umumnya tidak diperlukan; mungkin dipakai bila ulkus kornea meluas ke
limbus atau bila disertai skleritis atau endoftalmitis.
2 Perubahan terapi hanya dibutuhkan jika tidak ada respons dan dapat dipandu dengan uji sensitivitas antibiotik

dari organisme yang terisolasi


3 Tersangka keratitis gonokokal harus diterapi dengan terapi sistemik ( ceftriaxone parenteral ,1-2 g per hari

selama 5 hari)
4 Jarang ,Pityrosporum ovale atau Pityrosporum orbiculare mungkin dikacaukan dengan Candida sp

(Vaughan, Asbury. 2010)

28
Tabel 3.2 Konsentrasi dan dosis obat untuk pengobatan keratitis bacterial
atau fungal
Amikasin 50 – 100 mg/mL 25 mg/ 0,5 mL/dosis 10-15 mg/kg/hari IV atau
IM dalam 2 dosis
Amphoterisin B 1,5 – 3 mg/mL 0,5 – 1 mg -
Carbenicillin 4 mg/mL 125 mg/0,5 100-200 mg/kg/hari IV
mL/dosis dalam 4 dosis
Cefazoline 50 mg/mL 100 mg/0,5 15 mg/kg/hari IV dalam 4
mL/dosis dosis
Ceftazidime 50 mg/mL 250 mg (0,5 mL) 1 g IV atau IM setiap 8-12
jam ( dosis dewasa)
Ceftriaxone 1-2 g/hari IV atau IM
Ciprofloxacin 3 mg/mL 500-750 mg per oral /12
jam
Flucytosine larutan 1 % 500-150 mg/kg/hari per
oral dalam 4 dosis
Gatifloxacin larutan 3mg/mL
Gentamicin 10-20 mg/Ml ( dosis 20 mg/0,5-1
forte) mL/dosis
Miconazole larutan 1 % atau 5-10 mg;0,5-1
salep 2% mL/dosis
Moxifloxacin larutan 5 mg/mL
Natamycin Suspensi 5%
Neomycin 20 mg/mL
Nystatin 50.000 unit/mL atau
krim ( 100.000
unit/g)
Paromomycin 10 mg/mL
Penicillin G 100.000 unit/mL 1 juta unit/dosis 40.000-50.000 unit/kg IV
(nyeri) dalam 4 dosis;atau 2 juta-6
juta unit IV setiap 4-6 jam
scr kontinu
Polyhexamethylene Larutan 0,01 %-
biguanide 0,02%
Polymixin B 1-2 mg/mL 10 mg/ 0,5 mL dosis
Propamidine larutan 0,1 mg/mL:
salep 0,15 %
Tobramycin 10-20 mg/Ml ( dosis 20 mg/0,5 mL/dosis
forte)
Vancomycin 50 mg/mL 25 mg/0,5 mL/dosis
1Topikal ,setiap jam saat sinag hari dan setiap 2 jam saat malam,setidaknya 48 jam pertama dan kemudian
perlahan-lahan diturunkan.Banyak preparat yang tertera di atas harus disiapkan oleh apoteker dengan pelatihan
khusus.
(Vaughan, Asbury. 2010)

29
BAB 4

ULKUS KORNEA

Definisi

Ulkus kornea adalah luka terbuka pada lapisan kornea yang paling luar. Ulkus

kornea merupakan keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat

supuratif disertai defek kornea bergaung dimana diskontinuitas jaringan kornea

dapat terjadi dari epitel sampai stroma, dan disertai hiperemi perikornea.

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.

Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini

menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil

dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi

bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma

maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.

Etiologi

Predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,

pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.

Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu

rusaknya sistem barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti :

- Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,

sumbatan saluranlakrimal) dsb.

- Oleh karena faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosio kornea) karena

trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka.

30
- Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : edema kornea kronik,

exposure-keratitis (pada lagoftalmus, bius umum, koma); keratitis karena

defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.

- Kelainan-kelainan sistemik : malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-Johnson,

sindrom defisiensi imun.

- Obat-obatan yang menurunkan mekanisme immun misalnya : kortikosteroid,

IDU (Idoxyuridine), anestetik lokal dan golongan imunosupresif.

Ulkus kornea dapat disebabkan oleh :

- Bakteri : kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptokok

pneumoniae sedangkan bakteri yang lain menimbulkan ulkus kornea melalui

faktor-faktor pencetus di atas.

- Virus : herpes simpleks, zoster, vaksinia, variola.

- Jamur : Golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium.

- Reaksi hipersensitivitas : terhadap stafilokokus (ulkus marginal), TBC

(keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin).

Berdasarkan penyebabnya, ulkus kornea disebabkan terutama oleh golongan

bakteri dan diikuti jamur. Jenis bakteri yang dominan adalah basil gram negatif,

kemudian diikuti oleh coccus gram negatif.

Faktor resiko terbentuknya ulkus antara lain adalah cedera mata, benda asing

di mata, iritasi akibat lensa kontak.

Klasifikasi

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

1. Ulkus kornea sentral


a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi

31
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis


-
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah

tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk

cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam

dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh

streptokok pneumonia.

- Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih

kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.

Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai

edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus

seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.

- Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral

kornea. Ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.

Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu

48 jam. Gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan sekret yang

dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti

cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

32
- Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang

dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga

memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus

terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan.

Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan

di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion

yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang

terlihat.Diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.

b. Ulkus kornea fungi

Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai

beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.

Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang

agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti

bulu pada bagian epitel normal. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran

di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit di sekitarnya.Ulkus kadang-

kadang dalam, seperti ulkus yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida

bentuk ulkuslonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi

akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

c. Ulkus kornea virus

- Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan

perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit.

Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva

hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma.

Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit

33
herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan

fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang

berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.

- Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus

herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai

dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di

permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.

terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat

pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil,

ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya

d. Ulkus kornea Acanthamoeba

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,

kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,

cincin stroma, dan infiltrat perineural.

2. Ulkus kornea perifer

a. Ulkus marginal

Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk

ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilokokus,

toksin atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok

arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya

lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis

dan lain-lain.

34
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea ke arah

sentral. Ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai

sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah

teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya

menyerang satu mata. Terasa sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan

kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang

sentral.

c. Ulkus cincin (ring ulcer)

Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang

berbentuk melingkar di pinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau

dalam, kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-

kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang

sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan

penyakitnya menahun.

Manifestasi Klinis

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :

Gejala Subjektif
 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
 Sekret mukopurulen
 Merasa ada benda asing di mata
 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau

35
 Nyeri
 Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel
kornea.

Gejala Objektif
 Injeksi siliar
 Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
 Hipopion

Penegakan Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat
terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
 Ketajaman penglihatan
 Tes refraksi
 Tes air mata
 Pemeriksaan slit-lamp
 Keratometri (pengukuran kornea)
 Respon reflek pupil

36
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Gambar 4.1 Kornea ulcer dengan fluoresensi

 Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura
dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram
atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan
periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau
agar ekstrak maltosa.

Gambar 4.2 Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Gambar 4.3 (a) Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar 4.3 (b) Pewarnaan gram ulkus kornea

herpes simplex herpes zoster

37
Gambar 4.4 (a) Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri Gambar 4.4 ( b) Pewarnaan gram ulkus kornea

Bakteri akantamoeba

PENATALAKSANAAN

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus
kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung
antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan
dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat
memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.

a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah

1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya


2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis

1. Pengobatan konstitusi

Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum
yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan
makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian

38
roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin
C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak
sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau
10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik.
Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai
melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya
antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.

2. Pengobatan lokal

Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.

Infeksi pada mata harus diberikan :

 Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,


Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.

Efek kerja sulfas atropine :

- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.


- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia
posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan
sinekia posterior yang baru

 Skopolamin sebagai midriatika.


 Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,
atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.

39
 Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap
mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.

 Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :

1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal


amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin
> 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai
jenis anti biotik
 Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid
lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk
infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.

Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,


interferon inducer.

Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada
ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :

40
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung
panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama
dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka
cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan
konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan
tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat
penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan
kembali.

Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan


sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan
melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan
terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :

 Iridektomi dari iris yang prolaps


 Iris reposisi
 Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
 Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita
obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya
sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

Gambar 4.5 Ulkus kornea perforasi jaringan


iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea
ditepi perforasi.

41
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas
tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :

1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita


2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Gambar 4.6 Keratoplasti

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering timbul berupa:

 Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat


 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
 Prolaps iris
 Sikatrik kornea
 Katarak
 Glaukoma sekunder

42
BAB 5
PENUTUP

Kesimpulan
1. Keratitis adalah infeksi pada kornea. Gejala patognomik dari keratitis ialah

terdapatnya infiltrat di kornea. Dapat mengenai lapisan epitel, membran

Bowman, dan stroma.

2. Tes fluoresin pada keratitis dapat (+) atau (-), tergantung letaknya. Pada

keratitis epitelial dan keratitis stromal, tes fluoresin (+), sedangkan pada

keratitis subepitelial dan keratitis profunda, tes fluoresin (-).

3. Ulkus kornea merupakan keadaan patologik kornea yang ditandai oleh

adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung dimana

diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma.

4. Adanya ulkus kornea dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin (+)

sebagai daerah yang berwarna kehijauan pada kornea.

43
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta. Ilmu penyakit Mata. Edisi ketiga. FKUI. Jakarta. 2009. Hal (118-
120) (147-167)
Vaughan, Asburi. Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC. Jakarta. 2010. Hal (7-10),
(125-139)

44

Anda mungkin juga menyukai