Anda di halaman 1dari 32

1

Presentasi Kasus
dr. Adeline

Dr. Octaviani sp.S


CHARITAS HOSPITAL PALEMBANG
2022
Identitas Pasien
◉ Nama : Tn.S
◉ Umur : 67 Tahun
◉ Jenis Kelamin : Laki-laki
◉ Tanggal masuk RS : 14 Agustus 2022
Anamnesis
◉ Os datang dengan rujukan dari RS Charitas Belitang dengan keluhan rahang terasa kaku
sejak tadi pagi, leher juga kaku,nyeri saat menelan
◉ Sebelumnya 7 hari SMRS , os mengaku tergores ranting pohon cabe saat membersihkan
ladang
◉ Nyeri pada tangan kanan sempat bengkak dan kempes berulang demam disangkal
◉ BAB dan BAK tidak ada keluhan
◉ Nafsu makan menurun, mual dan muntah disangkal
◉ Os sudah diberikan anti tetanus 3000 unit
◉ Riwayat Penyakit Dahulu : HT , DM , asma –
◉ Riwayat penyakit Keluarga : HT, DM , asma -
Pemeriksaan Fisik

◉ Keadaan umum : tampak sakit Ringan ◉ Kepala: Konjungtiva anemis (-), sklera
◉ Kesadaran: Compos mentis E4M6V5 ikterik (-),trismus (-), NGT +
◉ TD: 160/80 mmHg ◉ Leher: Pembesaran KGB (-), JVP normal
◉ N : 75x /m ◉ Thorax: simetris, vesikuler ka +ki , ronki
(-), wheezing (-). BJ I-II reguler, murmur
◉ RR: 20 x/m (-), gallop (-)
◉ SpO2: 98% ◉ Abdomen: datar , supel, BU + normal,
◉ T: 36,5 C NT -, hepar lien tidak teraba,
◉ Skala nyeri: 3/ N ◉ Extremitas: akral hangat ,nadi
kuat ,edema + pada manus dextra vesikel
+ teraba solid
Pemeriksaan Penunjang
Foto Thorax
Pemeriksaan Penunjang
Kesan: kardiomegali , Pneumonia Kiri
Terpasang ETT distal tip 2 korpus di atas
karina
Diagnosis Kerja

◉ Diagnosis Kerja : Tetanus + Abses manus dex


◉ Diagnosis Banding :
◉ Meningoensefalitis
◉ Abdomen akut
◉ Bell’s Palsy
◉ Neuritis Trigeminal
◉ Muscles spasm
Tata Laksana

◉ Instruksi DPJP:
◉ MRS ◉ Ceftriaxone 2x1 gr iv
◉ Metronidazole 4 x500 mg iv
◉ Lapor DPJP
◉ Valisanbe 4x10 mg iv pelan ( rutin)
◉ Neurodex 2x1 tab
◉ Paracetamol 3x 500 mg po k/p
demam
◉ Diet cair tinggi protein 3000 kalori
via NGT
◉ Konsul sp.B
◉ Ruang rawat isolasi gelap minim
suara
◉ Amlodipin 1x 5 mg bila TDS > 160
mmHg
Pemantauan hari ke-1 Pemantauan hari ke-2
S: Rahang kaku , batuk berdahak +
O: TD : HR: RR : Sp0 S: Rahang kaku , batuk berdahak +,perut papan
O: GCCS : E4M6V5
TD : 110/80 HR: RR : Sp0
A: Tetanus + abses manus dex + cough
kepala : trismus 2 jari
P:
- Terapi lanjut abdomen : defans muscular , ophistotonus

- Valisanbe 5 x 10 mg iv pelan
- Asetilsistein 3 x 200 mg po A: Tetanus + abses manus dex

- P:
Awasi tanda gagal nafas
- Terapi lanjut
- Valisanbe 5 x 10 mg iv pelan
- Asetilsistein 3 x 200 mg po
- Awasi tanda gagal nafas
Pemantauan hari ke-2 ( 03.20)

S: kejang berulang pukul 22.00, 00.00,03.20


O: GCS : E4M6V4 S : post kejang

TD :130/80 HR: 110 RR 20: Sp0: 98 O: GCS : E4M6V4


TD : 158/85 HR:90
RR :28 Sp0:95 on NK 3 lpm
A: Tetanus + abses manus dex
P: Lapor DPJP Spastis Generalisata

Naikkan dosis Valisanbe 6 x 1 amp


Pindah HDU isolasi A: Tetanus + abses manus dex
P: Terapi sesuai DPJP
Bila kejang masih berlanjut bolus midazolam 2,5 mg
Iv lanjut drip 1 mg/jam dan valisanbe stop
11
Analisis Kasus
TETANU
Patogenesis
(1)
 Etiologi tetanus: Clostridium
tetani.
Ciri-ciri
 Luka luka
rentan rentan tetanus:
tetanus Luka yang tidak rentan tetanus
6-8 jam < 6 jam
Kedalaman > 1 Superfisial (< 1cm)
cm Bersih
Terkontaminasi Bentuk linier, tepi
Bentuk stelat, avulsi/hancur tajam Neurovaskuler
(ireguler) Denervasi, iskemik intak Tidak terinfeksi
Terinfeksi (purulen, jaringan nekrotik)
 Toksin Clostridium tetani  2 jenis:
 Tetanolisin: merusak jaringan & optimalisasi

kondisi multiplikasi bakteri.


 Tetanospasmin: berperan dalam tanda & gejala

klinis
Patogenesis
(2)
Penyebaran toksin tetanus:
 Otot
🞑 Dari otot yang terkena luka  ke otot-otot sekitarnya.
 Sistem limfatik
🞑 Menyebar ke KGB regional  melalui sistem limfatik menuju aliran darah.
🞑 ATS akan berakumulasi pada KGB & darah.
 Aliran darah
🞑 Penyebaran melalui aliran darah: rute penting.
🞑 Dapat menjelaskan trismus walaupun sumber luka jauh.
 Sistem saraf
🞑 Toksin tetanus terikat pada reseptor saraf terminal di otot.
🞑 Retrograde intra-axonal transport  -motorneuron MS & BO.
🞑 Serabut yg terlibat: motorik, sensoris & otonom.
🞑 Toksin menyeberangi celah sinaps  terikat pada reseptor membran
presinaptik & menghambat pengeluaran GABA.
Mekanisme Penyebaran Cl.
tetani
Toksin Tetanus vs Neurotransmiter
Inhibisi
Diagnosis
(1)
 Diagnosis tetanus didasarkan pada
penemuan klinis yang khas.
 Pemxan penunjang seperti kultur bakteri
tidak diperlukan.
 Trias tetanus:
🞑 Rigiditas

🞑 Spasme otot
🞑 Disfungsi otonomik
Diagnosis
(2)
 Rigiditas:
🞑 Awal: otot masseter  trismus.
🞑 Otot wajah, leher & faring  risus sardonikus & kuduk kaku
dgn retraksi kepala, disfagi.
🞑 Otot-otot tubuh  perut papan (otot abdominal), ggan ekspansi
toraks (otot interkostalis), opistotonus (otot trunkal).
 Spasme otot/ kejang:
🞑 Kontraksi otot tonik secara reflektorik & episodik.
🞑 Dicetuskan oleh stimulus-stimulus sensorik: sentuhan, suara, visual
& emosional.
🞑 Derajat spasme = berat ringan penyakit.

🞑 Bila berkepanjangan: hipoksia, sianosis, hipersekresi orofaringeal


& aspirasi. Spasme laring  kematian mendadak.
Diagnosis
(3)
 Disfungsi otonom:
🞑 Saraf simpatik:
 Sinus takikardi (nadi dapat mencapai 150
x/mt)
 Hiperhidrosis
 Pe↑an TD sistolik & diastolik
 Aritmia supraventrikel transien

🞑 Saraf parasimpatik:
 Hipersalivasi & hipersekresi trakeobronkial
 Pe↑an aktivitas tonus vagal
Kriteria Patel & Joag
(1959)
 Kriteria 1: Rahang kaku, spasme terbatas, disfagi
& kekakuan otot tulang belakang.
 Kriteria 2: Spasme saja tanpa melihat frekuensi
& derajatnya.
 Kriteria 3: Inkubasi ≤ 7 hr.
 Kirteria 4: Onset ≤ 48 jam.
 Kriteria 5: Peningkatan suhu rektal hingga
100°F & aksila hingga 99°F (37,6°C).
Kriteria Patel & Joag
(1959)
 Derajat I: Minimal 1 kriteria (K1/K2)  mortalitas 0%
 Derajat II: Minimal 2 kriteria (K1 & K2) + inkubasi >
7 hr & onset > 48 jam  mortalitas 10%
 Derajat III: Minimal 3 kriteria + inkubasi ≤ 7 hr &
onset
≤ 48 jam  mortalitas 32%
 Derajat IV: Minimal ada 4 kriteria  mortalitas 60%
 Derajat V: Terdiri dari 5 kriteria & termasuk tetanus
neonatorum & tetanus puerpurium  mortalitas
84%
Klasifikasi tetanus menurut Ablett
yang dimodifikasi oleh Udwadia
(1994)
 Derajat I (ringan): Trismus ringan & sedang dengan
kekakuan umum. Kejang (-), gangguan respirasi (-) &
sedikit/tanpa ggan menelan.
 Derajat II (sedang): Trismus sedang, kaku disertai kejang
ringan- sedang yang singkat disertai disfagi ringan & takipnu
>30-35 x/mt.
 Derajat III (berat): Trismus berat, kekakuan umum, kejang
spontan yang berlangsung lama. Ggan pernapasan dengan
takipnu >40 x/mt, kadang apnu, disfagi berat & takikardi
>120 x/mt. Peningkatan aktivitas saraf otonom yang moderat
& menetap.
 Derajat IV (sangat berat): Gbran tingkat III disertai ggan
saraf otonom berat: HT berat dengan takikardi berselang
hipotensi reaktif & bradikardi atau hipertensi diastolik yang
berat dan menetap (diastolik >110 mmHg) atau hipotensi
sistolik yang menetap (sistolik <90 mmHg)  autonomic
storm.
Miokarditi
s
 Miokarditis merupakan respon infeksi terhadap otot
jantung yang menyebabkan kerusakan otot jantung
yang menyebabkan dilated cardiomyopaty. Kerusakan
miokard akibat toksin (tetanospasmin) yang menghambat
sintesis protein dan menyebabkan jantung dilatasi,
lembek, hipokontraktil dan biasanya disertai gangguan
irama.
 Pada pemeriksaan fisik jarang didapatkan
kelainan, diagnosa biasanya berdasarkan EKG.
 Gejala klinis dapat berupa mudah fatigue,
demam, dypsneu d'effort, takikardi, takipneu.
 Miokarditis ditandai dengan pemanjangan segmen
QTc pada pemeriksaan EKG, (pada wanita >0,42,
pada pria
>0,45).
Jenis-Jenis
Tetanus
Tetanus lokal: klinis paling ringan. Spasme & rigiditas terbatas pada
daerah dekat luka karena jumlah kuman yang masuk sedikit. Tetanus
lokal berpotensi menjadi tetanus umum. Prognosis baik.
 Tetanus umum: paling sering. Spasme otot & rigiditas
melibatkan otot-otot seluruh tubuh.
 Tetanus sefalik: tetanus lokal pada daerah kepala; prognosis buruk.
Manifestasi: paresis & spasme yang muncul bersamaan pada otot-
otot yang berbeda (paresis wajah unilateral, trismus, risus sardonikus
kontralateral, disfagia & spasme laring). Berpotensi menjadi tetanus
umum.
 Tetanus neonatorum: prognosis paling buruk  50% kematian
akibat tetanus di seluruh dunia. Penyebab: pemotongan & perawatan
umbilikus yang tidak steril. Masa inkubasi: 1 hr hingga 3-4 minggu
dengan rata-rata 7 hr. Manifestasi awal: kesulitan
menghisap/menelan akibat kekakuan pada bibir, otot rahang &
faring. Perjalanan klinis cepat. Tetanus ini dapat dicegah dengan
imunisasi TT pada wanita hamil.
Penatalaksanaan
(1)
Umumnya dibagi 5 gol. besar.
1. Suportif & perawatan intensif.

🞑 Tetanus > derajat III sebaiknya dilakukan trakeostomi.


Oksigenasi untuk ventilasi & cegah hipoksia.
Diit & kebutuhan cairan!
🞑 Tetanus > derajat II sebaiknya dirawat dalam rg
intensif. Ruangan intensif harus bersih, cukup sejuk
dgn ventilasi baik. Rgan gelap bukan keharusan,
namun stimulasi cahaya berlebihan harus dihindari.
Stimulasi taktil sebaiknya dihindari.
Penatalaksanaan
(2)
2. Pemberian ATS & TT.
🞑 Setiap pasien dengan tetanus harus diberi ATS 10.000
U & TT 0,5 cc pada lokasi injeksi yang berbeda.
🞑 ATS berhubungan dengan kejadian anafilaksis, shg
bila mungkin, berikan HTIG dosis 3000-5000 IU i.v
/i.m.
Penatalaksanaan
(3)
3. Penanganan luka & pemberian AB.
🞑 Luka harus didebridemen & higiene  cegah infeksi
sekunder.
🞑 AB: penisilin prokain dosis 2 juta U/4 jam i.v, namun
obat ini merupakan antagonis GABA & dapat
mencetuskan kejang.
🞑 Alternatif: metronidazol 3 x 500 mg i.v + tetrasiklin 4
x 500 mg p.o. Obat lain: eritromisin 4 x 500 mg
p.o.
Lama pemberian AB: 14 hari.
Penatalaksanaan
(4)
 Benzodiazepin  terapi utama. Diazepam
digunakan sesuai kebutuhan hingga dosis
maksimal 240 mg/ 24 jam.
 Bila sedasi tetap tidak memadai  muscle
relaxant
untuk induksi paralisis dengan pankuronium 2-4
mg
i.v & ventilator.
Penatalaksanaan
(5)
5. Penanganan disotonomik.
🞑 Non-farmakologis: cairan salin hingga 4000 cc/hr utk
instabilitas otonom.
🞑 Medikamentosa utama: benzodiazepin utk me↓an
aktivitas otonom & histamin. Penyekat beta
(propranolol) utk tatalaksana HT, takikardi &
miokarditis. Dosis maks. 240 mg/hr.
Komplikas

iKomplikasi saluran pernapasan & respirasi:
🞑 Aspirasi, spasme laring, depresi napas akibat sedatif, ARDS, komplikasi trakeostomi (stenosis
trakea/
mucus plug).
 Komplikasi kardiovaskuler:
🞑 Takikardi & HT labil disertai vasokonstriksi perifer, hipotensi & bradikardi dapat berselang seling
dengan HT & takikardi, ggan irama seperti bradi- atau taki-aritmia yang berulang seling
dengan asistol, sudden cardiac death.
 Komplikasi ginjal:
🞑 Gagal ginjal high-output akibat mioglobinuri, stasis urin disertai ISK.
🞑 Rhabdomiolisis, dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal akut, bila kadar CK > 5000 U/lt
atau dideteksi mioglobin dalam urine, harus dilakukan hidrasi dengan NaCl 0,9 % dan alkalinisasi
urine dengan Na bikarbonat.
 Komplikasi lain:
🞑 Sepsis & MOF
🞑 Fraktur
🞑 Gangguan elektrolit & dehidrasi
🞑 Ulkus dekubitus
‘Opisthotonus’ by Sir Charles Bell
(1809)

Anda mungkin juga menyukai