1. Anak 10 tahun, BB 24 kg, keluhan demam 6 hari naik turun, batuk +, pilek +, muntah
+, pusing +, lemas +, cenderung mengantuk. TD 90/60 mmHg, HR 88x/m, RR
20x/m, S 36,40C. Kesadaran apatis, kejang + 2 x, tonik klonik, post ictal sadar namun
cenderung mengantuk.
a. Diagnosis dan diagnosis banding
b. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan penunjang yang bermakna
c. Terapi
d. Follow up dan prognosis
Jawab :
a. Diagnosis : Meningitis TB
Diagnosis banding : Meningitis purulenta, Ensefalitis
b. Anamnesis dan pemeriksaan fisik bermakna :
Gejala umum sistemik demam, anoreksia, BB turun, keringat malam,
malaise
Gejala khusus sesuai organ yang terkena
Gejala klinis meningitis TB terdiri dari 3 stadium :
o Stadium I (prodromal) gejala tidak khas : kenaikan suhu yang ringan,
apatis, tidak nafsu makan, mual, muntah, sakit kepala ringan
o Stadium II (transisi) timbulnya tanda dan gejala neurologis : tanda-
tanda rangsang meningeal meningkat, seluruh tubuh kaku, refleks tendon
menjadi tinggi, peningkatan tekanan intracranial, kelumpuhan saraf otak,
gangguan bicara, disorientasi, hemiplegia, ataksia, gerakan involunter
o Stadium III (terminus) meningkatnya disfungsi serebral difus :
penurunan kesadaran sampai koma, postur deserebrasi dekortikasi,
pernafasan tidak teratur (cheyne stokes), dilatasi pupil dan tidak bereaksi
sama sekali
c. Terapi :
IVFD D 5% + NaCl 15% 47,6 cc/jam 24 jam pertama, dilanjutkan 68 cc/jam
Inj. Parasetamol drip 3 x 300 mg (k/p)
O2 1-2 L/menit
OAT :
Rifampicin 280 mg , 1 bungkus puyer sehari
INH 280 mg + vit. B6 1/3 tab, 1 bungkus puyer sehari
Prednison 3 x 10 mg selama 2 bulan
Diazepam supp 10 mg jika kejang
Fisioterapi
Kelainan yang harus difikirkan jika terjadi kasus AFP antara lain :
Poliomielitis paralitika
Anamnesis :
Demam tinggi saat onset kelumpuhan
Kelumpuhan bersifat akut, asimetris dengan progresifitas kelumpuhan 3-4 hari
Gejala klinis :
Paralise residual berupa asimetris, atrofi otot dan deformitas. Refleks tendon
berkurang atau hilang
Tak ada gangguan rasa raba
Nyeri otot yang sangat hebat
Tak ada gangguan fungsi kandung kemih
Kriteria surveilans :
AFP rate 1 per 100.000 pada penduduk usia < 15 tahun
Spesimen yang adekuat dari kasus AFP > 60%
Pada surveilans yang belum baik maka digunakan kriteria klasifikasi klinis yaitu :
Kelumpuhan menetap (paralise residual), setelah kunjungan ulang 60 hari
sejak terjadinya kelumpuhan
Meninggal sebelum 60 hari terjadinya kelumpuhan
Tak dapat diketahui keadaan kelumpuhan setelah 60 hari sejak mulai lumpuh
Pada surveilans yang sudah baik, digunakan kriteria klasifikasi virologis yaitu
didapatkan virus polio liar di dalam pemeriksaan specimen.
Pemeriksaan klinis :
Tetraparese/ paraparese tipe flaccid
Gangguan sensorik berupa nyeri, parestesi, hipestesi sampai anestesi
Dapat disertai paralisis fasial
Bila kasus berat, dapat terjadi paralise bulbar berupa paralise otot pernafasan
Terapi :
Bed rest total, bila ada kelumpuhan otot bulbar rawat di ICU
Obati fokal infeksi
Plasmapharesis
Gama globulin 0,4 g/kgBB/hari selama 5 hari
Neurotonika
Fisioterapi bila tanda-tanda infeksi sudah reda
Pemberian prednison 1-2 mg/kgBB/hari, tak melebihi 100 mg selama 5 hari
bila tak ada perbaikan
Mielitis Transversa
Anamnesis :
Ada demam
Kelumpuhan bersifat akut, simetris pada tungkai bawah dengan progresifitas
kelumpuhan beberapa jam sampai 4 hari
Gejala klinis :
Paralise residual, terjadi atrofi diplegi setelah beberapa tahun
Refleks tendon menurun
Tidak ada rasa nyeri otot
Anestesi tungkai atau kaki disertai gangguan rasa raba
Ada gangguan fungsi kandung kemih
Neuritis Traumatika
Anamnesis :
Ada demam
Kelumpuhan bersifat akut, simetris pada tungkai bawah dengan progresifitas
kelumpuhan beberapa jam sampai 4 hari
Gejala klinis :
Paralise residual, terjadi atrofi yang menyerang tungkai
Refleks tendon hilang di daerah kaki, dapat juga hiperrefelks
Nyeri otot di daerah gluteal, hipestesi
Ada gangguan fungsi kandung kemih
Terapi :
Kortikosteroid (paling banyak dipakai)
Immunoglobulin intravena
Plasma exchange
Obat-obatan immunosupresan (Azatioprin, siklofosfamid, siklosporin),
irradiasi limfoid total, alfa dan beta interferon
Pemeriksaan Fisik :
Kejang rangsang, kejang spontan
Trismus
Mulut mencucu
Kaku kuduk
Perut papan
Anggota gerak spastis
Mungkin disertai dengan demam dan sianosis
Mungkin terdapat radang atau supurasi umbilikus
Pengobatan :
Anti Tetanus Serum (ATS) 10.000 unit pada hari ke 1 : 1/3 SC sekitar pusat, 1/3
IV, 1/3 IM
ATS 10.000 unit pada hari ke 2 IM
Antibiotik : Ampisillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis atau Garamisin 5
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis
Antikonvulsan : Diazepam 8-10 mg/kgBB/hari dibagi 12 kali IV
Jika diazepam tidak tersedia, dapat diberikan :
Fenobarbital 30 mg sebagai dosis awal dilanjutkan 6 x 15 mg PO
Largaktil 10 mg sebagai dosis awal, dilanjutkan 6 x 2 mg PO
Tali pusat dibersihkan dengan H2O2 3%
Tetanus Anak
Anamnesis :
Cari ‘port’d entre’ yaitu adanya luka, radang telinga, dan karies dentis
Pemeriksaan Fisik :
Trismus
Kaku kuduk
Opistotonus
Perut papan
Tidak dapat berjalan atau jalan seperti robot
Kejang rangsang
Kejang spontan
Tidak terdapat penurunan kesadaran
Umumnya tidak demam
Pengobatan :
a. Medikamentosa
ATS pada hari ke 1 (20.000 IU) diberikan per drip dengan diencerkan 20 kali
dengan NaCl fisiologis. Sebelum pemberian harus dilakukan skin test terlebih
dahulu, bila positif maka dilakukan desensitisasi dengan cara besredka. Pada
hari ke 2 ATS 20.000 IU diberikan IM
Antibiotik PP 50.000 U/kgBB/hari selama 10 hari
Antikonvulsan :
Fenobarbital dosis awal 100 mg IM dan largactil dosis awal 30 mg IM
dilanjutkan oral : fenobarbital 6 x 30 mg/ hari dan largactil 2-5
mg/kgBB/hari dibagi 6 dosis
Diazepam dengan dosis inisial 0,2 mg/kgBB/kali IV, kemudian diteruskan
dengan 4-8 mg/kgBB/hari diberikan secara IV dalam 12 kali pemberian
Dosis antikonvulsan kemudian diturunkan secara bertahap sesuai dengan
perbaikan klinis
Antiseptik H2O2 3% untuk pencucian luka
b. Suportif
Mencegah terjadinya aspirasi, segera setelah pemberian antikonvulsan
dipasang NGT, lambung dikosongkan, posisi kepala dimiringkan
Penderita diisolasi dan dijauhkan dari rangsangan terutama cahaya yang
berubah mendadak, bunyi dan sentuhan
Makanan diberikan dalam jumlah sedikit tapi sering, untuk mencegah
terjadinya regurgitasi
Oksigen diberikan bila ada gangguan oksigenasi
Pasien dipulangkan setelah tidak ada kejang rangsang lagi, tidak spastis, atau spastis
ringan, telah dapat berjalan dan tidak ada kesulitan makan atau penyulit lain.
Anamnesis :
Tanyakan waktu, cara dan beratnya trauma
Adanya mual, muntah dan irritabilitas
Penurunan kesadaran, kejang
Pemeriksaan :
Nilai TTV, kesadaran dan GCS
Pemeriksaan neurologis lengkap dengan perhatian khusus pada pupil, saraf
kranial, dan fungsi motorik
Bentuk jejas di kepala
Kelainan di tempat lain : mata, telinga, hidung, leher, rongga thoraks, abdomen
dan ekstremitas.
Pemeriksaan penunjang :
Foto rontgen kepala bila ada fraktur linear atau fraktur impresio
CT scan kepala tanpa kontras bila GCS turun > 1
EEG bila terdapat gangguan kesadaran yang lama dan kejang
USG kepala pada trauma lahir atau fontanela belum menutup
Terapi :
Perbaiki jalan napas, bila perlu pernapasan buatan atau intubasi
Atasi kejang dan shock
Pemberian cairan intravena, diberikan 75% dari kebutuhan untuk mengurangi
edema otak
Obati edema otak dengan mannitol 20% sebanyak 0,25 – 1 gram/kgBB/kali,
diberikan per infus selama 30-60 menit. Dapat diulang setelah 8 jam, atau
gliserol 10% per oral dengan dosis 1 gram/kgBB (dibagi dalam 4 dosis selama 5
hari)
Antibiotika diberikan pada luka bakar yang kotor
Toksoid tetanus diberikan sebagai profilaksis pada luka yang kotor dan bila anak
belum mendapat booster dalam 4 tahun
Pemberian nutrisi yang adekuat
5. Kejang Demam
Jawab :
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal ≥ 38oC, yang disebabkan oleh proses ekstrakranial. Kejang demam dibagi
menjadi 2 yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.