Anda di halaman 1dari 39

Ayu Gotri

Histologi
• Tersusun oleh sel saraf (neuron) dan sel
penyokong (neuroglia), berfungsi untuk
komunikasi
• jenis neuron
– polaritas
– fungsi

http://www2.highlands.edu/academics/divisions/scipe/biology/faculty
/harnden/2121/notes/nervous.htm
Substansia alba Substansia grisera
• Zona bebas badan sel saraf, • Banyak inti sel
tapi terdapat akson
• Banyak cabang putih
Fisiologi
• Belajar adalah akuisisi pengetahuan/
keterampilan sbg konsekuensi pengalaman/
instruksi
• Memori; penyimpanan pengetahuan yang
didapat untuk diingat kembali kemudian.
• Jejak memori; perubahan” saraf yang
berperan dalam retensi/ penyimpanan
pengetahuan
Epilepsi
• Definisi Konseptual
• Kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan untuk menimbulkanbangkitan epileptik yang terus
menerus , dan konsekuensi neurobiologis,kognitif, psikologis, dan sosial
– A.Setidaknya ada dua kejang tanpa provokasi atau dua bangkitan refleks yang berselang lebih dari
24 jam
– b. Satu bangkitan tanpa provokasi atau satu bangkitan reflek dengan adanyakemungkinan bangkitan
berulang dengan risiko rekurensi sama dengan dua bangkitan tanpa provokasi (setidaknya 60%),
yang dapat timbul hingga 10tahun ke depan (Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul
akibat induksi oleh faktor pencetus tertentu seperti stimulasi visual, auditorik,somatosensitif, dan
somatomotorik)
– c. Dapat ditegakkannya diagnosis sindrom epilepsi
• Faktor pencetus : kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis,
alkohol.

• Patfis :adanya ketidakeseimbangan antara eksitasi dan inhibisi-> hiperesktabilitas


• Etiologi:
– Faktor internal: mutasi/kelainan kanal elektrolit
– Faktor eksternal: penyakit yg sebabkan jerusakan neuron

• Diagnosis:
1.pastikan adanya bangkitan epilepsi
2. tentukan tipe epilepsi
3. tentukan sindroma klasifikasi epilepsi berdasarkan ILAE
klasifikasi
• PF:Trauma kepala,
– Tanda-tanda infeksi,
– Kelainan kongenital,
– Kecanduan alkohol atau napza,
– Kelainan pada kulit (neurofakomatosis)
– Tanda-tanda keganasan
• PP; Darah Hematologi Lengkap,Ureum, kreatinin,SGOT/SGOT, Profil lipid, Faal
hemostasis, Asam urat,Albumin, Elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium, Magnesium)
EEG, brain imaging
• DD: Sinkop, Bangkitan Non Epileptik Psikogenik, Aritmia Jantung, Sindroma
hiperventilasi atau serangan panik
Syarat umum untuk menghentikan
pemberian 1.OAE Setelah minimal 3 tahun
bebas bangkitan dan gambaran EEG normal
2.Penghentian OAE disetujui oleh
penyandang atau keluarganya.
3.Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari
dosis semula setiap bulan dalam jangkat
waktu 3-6bln Bila dilakukan lebih dari 1 OAE,
maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama

https://kupdf.com/embed/pedoman-tatalaksana-epilepsi-2014-
perdossi_58e12619dc0d604e7e8970f9.html?sp=%7Bstart%7D
Status epileptikus
• kejang yang terus-menerus selama paling sedikit 30 menit atau
adanya dua atau lebih kejang terpisah tanpa pemulihan kesadaran
di antaranya
• Etiologi:infeksi sistem saraf pusat, stroke akut, ensefalopati
hipoksik, gangguan metabolik, dan kadar obat antiepilepsi dalam
darah yang rendah
• Terdapat 2 fase:
– 1. fase kompensasi
– 2. fase dekompensasi
• Manisfetasi klinis:takikardi, aritmia, hipotensi, dilatasi pupil, dan
hipertermia. Perubahan sistemik termasuk hipoksia, hiperkapnia,
hipoglikemia, asidosis metabolik, dan gangguan elektrolit
• Komplikasi: edema serebral, hipoksia serebral, aritmia, henti
jantung,apneu,edema paru,asidosis metabolik,sindrom nefritik
Tatalaksana
Stadium 1 (1-10 menit) Phenytoin i.v dosis of 15–18 mg/kg dengan
• Diazepam 10 mg IV bolus lambat dalam 5 menit, kecepatan pemberian 50mg/menit dan/atau bolus
stop jika kejang berhenti, Phenobarbital 10–15 mg/kg i.v.dengan
• bila masih kejang dapat diulang 1 kali lagi atau kecepatan pemberian100 mg/menit
Midazolam 0.2 mg/kgBB IM Stadium 4 (30−90 menit)
• Pertahankan patensi jalan napas dan resusitasi Pindah ke ICU
• Berikan oksigen Anestesi umum
• Periksa fungsi kardiorespirasi - Propofol 1–2 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 2–10
• Pasang infus mg/kg/jam dititrasi
Stadium 2 (0−30 menit) naik sampai SE terkontrol
Monitor pasien - Midazolam 0.1–0.2 mg/kg bolus, dilanjutkan 0.05–0.5
• Pertimbangkan kemungkinan kondisi non epileptik mg/kg/jam
Pemeriksaan emergensi laboratorium dititrasi naik sampai SE terkontrol
• Berikan glukosa (D50% 50 ml) dan/atau thiamine - Thiopental sodium 3–5 mg/kg bolus, dilanjut 3–5
250 mg i.v bila ada mg/kg/jam dititrasi
• kecurigaan penyalahgunaan alkohol atau naik sampai terkontrol
defisiensi nutrisi Perawatan intensif dan monitor EEG
• Terapi asidosis bila terdapat asidosis berat Monitor tekanan intrakranial bila dibutuhkan
Stadium 3 (0−60 menit)
Pastikan etiologi
Siapkan untuk rujuk ke ICU
Identifikasi dan terapi komplikasi medis yang terjadi
Vasopressor bila diperlukan
Rabies
• penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus RNA dari genus Lyssavirus, famili
Rhabdoviridae,
• Reservoir = anjing, kucing kera, rakun
• Gejala
– prodomal :demam, sakit kepala, malaise, mialgia, gejala gangguan saluran pernafasan, dan gejala
gastrointestinal, keluhan parestesia, nyeri, gatal, pada sekitar tempat inokulasi virus yang kemudian
akan meluas ke ekstremitas yang terkena
– berkembang menjadi:
• ensefalitik (furious) -> aktivitas motorik berlebih, eksitasi, agitasi, bingung, halusinasi, spasme muskular,
meningismus, postur epistotonik, kejang dan dapat timbul paralisis fokal. Gejala patognomonik, yaitu
hidrofobia dan aerofobia,
• Paralitik
• PF: demam, pada sistem saraf otonom mencakup pupil dilatasi ireguler, meningkatnya
lakrimasi, salivasi, keringat, dan hipotensi postural
• Lab:pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis dengan limfositosis,
deteksi antibodi spesifik virus rabies
• Tatalaksana: : (1) perawatan luka, (2) serum antirabies (SAR), dan (3) vaksin antirabies
(VAR)
Tetanus neonatorum
• penyakit kekakuan otot (spasme) – Trimus (mulut sukar
yang disebabkan oleh eksotoksin dibuka).
(tetanospasmin) dari organisme – Perut teraba keras (perut
penyebab penyakit tetanus. papan).
• Tetanus neonatorum umumnya – Opistotonus (ada sela
terjadi karena persalinan di luar antara punggung bayi dengan alas,
rumah sakit atau oleh dukun bayi saat bayi ditidurkan).
tradisional – Tali pusat biasanya kotor
• Clostridium tetani; batang, gram dan berbau.– Anggota gerak spastik
positif dengan spora di ujungnya, (boxing position).
mirip drumstic, obligat anaerob,
bergerak aktif dengan flagella dan • PP
menghasilkan eksotoksin -Pungsi lumbal
-Pemeriksaan darah rutin, preparat
• PF darah hapus atau kultur dan
– Bayi sadar, terjadi spasme sensitivitas.
otot berulang.
– Mulut mencucu seperti
mulut ikan (carper mouth).
Tatalaksana
1. Pemberian antibiotik
2. Pemberian anti kejang
3. Perawatan luka atau penyakit penyebab infeksi
4. Pemberian ATS
Komplikasi:
• Laringospasme
• Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang
• cardiac arrest
• Sepsis akibat infeksi nosokomial (cth: Bronkopneumonia
Kejang Demam
• = bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal > 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
• Kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak
(terutama 6 bulan – 4 tahun)
• Patofisiologi:
• Sel: bagian dalam lipoid, bagian luar ionik.
• Keadaan normal: membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh K+ dan sangat sulit dilalui Na+ dan elektrolit lainnya,
kecuali Cl-
• Jika K+ banyak di dalam sel neuron  perbedaam potensial =
potensial membran dari sel neuron  harus dijaga
keseimbangannya (butuh energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase
yang terdapat pada permukaan sel).
• Keseimbangan potensial membran dapat dirubah oleh adanya:
• Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
• Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
• Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
• Manifestasi klinis:
• Bangkitan kejang yang terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu bagan yang
tinggi dan cepat
• Serangan kejang terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik,
fokal atau akinetik.
• Umunya kejang berhenti sendiri
• Setelah berhenti, umunya tidak ada respon sejenak, setelah beberapa detik
atau menit, terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
• 2 golongan kejang demam:
• Kejang demam sederhana
• Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
• 7 kriteria kejang demam sederhana:
• Umur pasien ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun
• Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
• Kejang bersifat umum
• Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
• Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
• Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
• Jika salah satu kriteria dari 7 kriteria tidak terpenuhi, maka kejang termasuk
dalam epilepsi yang diprovokasi oleh demam – mempunyai suatu dasar
kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, demam hanya sebagai faktor
pencetus saja
• Tatalaksana:
• Memberantas kejang secepat mungkin: diazepam yang
diberika secara IV, ES: mengantuk, hipotensi, penekanan
pusat pernafasan, laringospasme dan henti jantung; jika
tidak tersedia diazepam, berikan fenobarbital secara IM.
• Tindakan penunjang: miringkan pasien, pakaian yang terlalu
ketat dibuka, intubasi atau trakeostomi (jika
diperlukan),awasi TTV dengan ketat, cairan IV diberikan
dengan monitoring untuk kelainan metabolik dan elektrolit.
Jika terdapat tanda tekanan intrakranial yang meninggi –
jangan berikan cairan dengan kadar natrium yang terlalu
tinggi. Hiperpireksia, lakukan hibernasi dengan kompres es
atau alkohol. Mencegah edema otak: kortikosteroid
(deksametazon)
• Pengobatan rumat: berikan fenobarbital atau
difenilhidantoin
• Mencari dan mengobati penyebab
Tetanus
• Manifestasi tenanus karena: absorbsi tembak (semua menimbulkan keadaan
eksotoksin sangat kuat yang dilepaskan anaerob yang ideal)
o/ Clostridium tetani pada masa• Setelah luka laserasi yang kotor, luka
pertumbuhan aktif dalam tubuh manusia bakar dan patah tulang terbuka.
Etiologi:
• Luka ringan juga bisa menjadi porte
• Clostridium tetani – anaerob, bentuk d’entrée (co: luka gores, lesi pada mata,
spora selama di luar tubuh manusia, telinga atau tonsil dan traktus digestivus
tersebar luas di tanah dan mengeluarkan serta gigitan serangga.
toksin bila dalam kondisi baik. • Hipotesis cara absorpsi dan bekerjanya
• Toksin -> menghancurkan sel darah toksin:
merah, merusak leukosit da merupakan • Toksin diabsorpsi pada ujung saraf
tetanospasmin = toksin yang neurotropik motorik dan melalui aksis silindrik
 ketegangan dan spasme otot. dibawa ke kornu anterior SSP.
Epigemiologi: • Toksin diabsorpsi oleh susunan
limfatik, masuk ke dalam sirkulasi
• Timbul di daerah yang mudah darah arteri kemudian masuk ke
terkontaminasi dengan tanah dan dalam SSP.
dengan kebersihan dan perawatan luka
yang buruk • Toksin bersifat seperti antigen, mudah
Patogenesis: diikat o/ jaringan saraf, bila terikat tidak
lagi dapat dinetralkan o/ antitoksin
• Terjadi setelah luka tusuk yang dalam. spesifik.
Co: luka yang disebabkan o/ tertusuk
paku, pecahan kaca atau kaleng, luka
Gejala klinis: mula intermiten diselingi periode
relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi
• Masa tunas: 5-14 hari, bisa sampai dan serangan tersebut disertai rasa
beberapa minggu pada infeksi ringan nyeri. Kadang-kadang terjadi
• Penyakit terjadi mendadak dengan perdarahan intramuskulus karena
ketegangan otot yang makin bertambah kontraksi yang kuat.
terutama pada rahang dan leher. • Asfiksia dan sianosis terjadi akibat
• Dalam waktu 48 jam: serangan pada otot pernafasan dan
laring. Retensi urin dapat terjadi
• Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot uretral. Fraktura
karena spasme otot mastikatoris kolumna vertebralis dapat terjadi
• Kuduk kaku sampai opistotonus karena kontraksi otot yang sangat
(karena ketegangan otot erektor kuat.
trunki) • Panas: tidak tinggi dan terdapat pada
• Ketegangan otot dinding perut (harus stadium akhir
dibedakan dari abdomen akut) • Biasanya terdapat leukositosis ringan
• Kejang tonik terutama bila dirangsang dan kadang peningkatan tekanan
karena toksin yang terdapat di kornu cairan otak.
anterior • Menurut beratnya gejala:
• Risus sardonikus karena spasme otot • Trismus (3 cm) tanpa kejang tonik
muka (alis tertarik ke atas), sudut umum meskipun dirangsang
mulut tertarik ke luar dan kebawah,
bibir tertekan kuat pada gigi. • Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan
• Kesukaran menelan, gelisah, mudah kejang tonik umum bila dirangsang
terangsang, nyeri kepala, nyeri • Trismus (1 cm) dengan kejang tonik
anggota badan umum spontan
• Spasme yang khas: badan kaku
dengan opistotonus, ekstremutas
inferior dalam keadaan ekstensi,
lengan kaku dan tangan mengepal
kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-
Diagnosis: • Miositis leher
• terdapat luka dan ketegangan otot yanng• Spondilitis leher
khas terutama pada rahang
Komplikasi:
• Pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat). • Spasme otot faring yang menyebabkan
Diagnosis banding: terkumpulnya air liur (saliva) di dalam
• Spasme yang disebabkan oleh striknin rongga mulut  memungkinkan aspirasi
jarang menyebabkan spasme otot  pneumonia aspirasi
rahang • Asfiksia
• Kejang pada meningitis – bedakan• Atelektasia karena obstruksi oleh sekret
dengan periksa cairan serebrospinal • Fraktura kompresi
• Rabies – ada gigitan anjing aau kucingPrognosis:
disertai gejala spasme laring dan faring
yang terus menerus dengan pleiositosis• Buruk pada masa tunas yang pendek (7
tetapi tanpa trismus. hari), usia yang sangat muda dan usia
• Angina berat, abses retrofaringeal, abses lanjut, bila diserai frekuensi kejang yang
gigi yang hebat. Pemesaran kelenjar tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi,
getah bening leher – bisa ada trismus pengobatan yang terlambat, period of
onset yang pendek (jarak antara trismus
• Meningitis – bisa ada kuduk kaku juga – dan timbulnya kejang) dan adanya
bedanya: pada tetanus tidak terjadi komplikasi (terutama spasme otot
penurunan kesadaran pernafasan dan obstruksi saluran
• mastoiditis pernafasan).
• Pneumona lobaris atas
• Pengobatan tetanus:
• Ruangan harus tenang dan terlindungi dari stimulasi taktil
dan suara.
• Bersihkan luka yang merupakan sumber infeksi
• Imunoterapi: TIG 500 U IM sesegera mungkin atau eauine
antitoksin 10.000-20.000 U IM dosis tunggal
• AB: metronidazole 500 mg setiap 6 jam (IV maupun oral)
selama 7 hari. Alternatif lain: Penicillin G 100.000-200.000
IU/kgBB/hari IV terbagi 2-4 dosis.
• Pengontrola spasme otot: benzodiazepin.
• Kontrol gangguan autonomik
• Kontrol jalan napas
• Pemberian cairan dan nutrisi: harus adekuat
Demensia
• = sindrom penurunan fungsi intelektual yang cukup berat
dibandingkan sebelumnya  mengganggu aktivitas sosial
dan profesional dalam aktivitas hidup keseharian (activity of
daily living), biasanya disertai perilaku yang bukan
disebabkan oleh delirium maupun gangguan psikiatri mayor.
• Terutama pada usia lanjut dan bukan merupakan kondisi
normal  kaitannya dengan penyakit neurodegeneratif.
Sifatnya kronik progresif.
• Demensia:
• Alzheimer
• Vaskular
• Badan Lewy
• Penyakit parkinson
• Frontotemporal
• campuran
Demensia vaskular:
Patofisiologi:
• Kelainan pembuluh darah dengan manifestasi perdarahan
(mikro ataupun hipoksemia akut atau kronik.
• Hipoksemia akut: dengan lesi lokal, biasanya berupa infark;
global: nekrosis korteks laminer, sklerosis hipokampus,
infark watershed.
• Hipoksemia kronik: lesi pada substansia alba
• Contoh demensia vaskuler: demensia pasca stroke,
demensia terkait small vessel disease, demensia terkait
angiopati amiloid, demensia terkait mekanisme
hemodinamik
Tanda dan gejala klinis demensia vaskuler: • Subkortikal ischemic vascular
disease/penyakit Binswanger
• Demensia pasca stroke:
• Disfungsi eksekutif (perencanaan,
• Single strategic-infarct dementia: abstraksi, seri konsep, shifting of
• lesi pada girus sebelah kiri (afasia, idea), perlambatan proses pikir,
gangguan fungsi konstruksi, sindrom gangguan konsentrasi dan working
Gerstmann. memory
• Infark girus angularis nondominan: • Cerebral and autosomal dominant
hemineglek spasial dan gangguan arteriopathy with subcortical infarcts and
visuokonstruksif yang dapat disertai leukoencephalopathy (CADASIL)
gangguan memori. • Diawali dengan serangan mendadak
• Infark pada mediotemporal lobus migren dengan aura, awitan rata-rata
temporal: amnesia, disertai gangguan 30 tahun, manifestasi klinis tersering:
fungsi bahasa, visuospasial dan transient ischemic attack (TIA)
apraksia konstruksional sesuai dengan subcortical atau stroke pada usia 40-
hemisfer yang terlibat. 50 tahun, gangguan kognitif
• Infark pada talamus: gangguan (gangguan fungsi eksekutif dan
memori episodik dan sindrom afasia, kecepatan proses pikir).
terutama afasia transkortikal motorik. • Demensia terkait angiopati amiloid
• Infark talamus paramedian dengan • Deposit amiloid  tergantung lokasi
keterlibatan jaras mamilotalamik: perdarahan – ini yang menentukan
penurunan kesadaran, gangguan terjadinya gangguan kognitif
neurfisiologi yang dapat disertai
dengan amnesia dengan konfabulasi• Demensia terkait mekanisme hemodinamik
yang jelas. • Afasia, apraksia, hemineglek tanpa defisit
• Dementia multi-infark: akibat akumulasi motorik yang nyata. Co: karena adanya
infark berulang baik pada bagian kortikal stenosis berat arteri karotis  iskemia
maupun subkortikal beruang tanpa disertai infark 
• Onset demensia mendadak, riwayat manifestasi sindrom demensia yang
stroke berulang, ditemukan gejala reversibel bila gangguan hemodinamik
fokal, dibuktikan dengan lesi hipodens terkoreksi.
pada CT scan
• Demensia terkait small vessel disease:
Tatalaksana: golongan selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRI)
• Medikamentosa: • Kombinasi obat golongan
• Inhibitor asetilkolineseterase AChE-1 dengan memantin
• Penguat kognisi dengan
meningkatkan kadar asetilkollin • Non-medikamentosa:
di otak untuk kompensasi • Meningkatkan kualitas hidup
hilangnya fungsi kolinergik.
orang dengan demensia
• co: donepezil, galantamin,
rivastigmin – u demensia ringan
hingga sedang, HANYA
donepezil yang disetujui untuk
demensia berat.
• Antagonis reseptor NMDA
• Co: memantin
• Penguat kognisi
• Dosis: 20 mg/hari
• Medikamentosa pengontrol
faktor resiko vaskular
• Pertimbangan terapi lainnya:
propentofilin, nimodipin,
Demensia frontotemporal:
Patofisiologi:
• Sifatnya heterogen, ditandai dengan gliosis, hilangnya neuron,
dan degenerasi superfisial spongiform di korteks frontal
dan/atau temporal.
• Terdapat bukti beberapa tipe proteinopati abnormal berupa
inklusi protein ubiquitin pada sitoplasma atau inti sel glia dan
neuronal.
• Secara garis besar neuropatologi DFT dibagi menjadi variasi tau
positif atau tau negatif.
• Gejala dan tanda klinis:
• Demensia frontotemporal varian behavior (DFTvb): gangguan
kepribadian/perilaku secara progresif. Gejala awal: perubahan
kepribadia, tingkah laku, emosi, dan perubahan dalam mengambil
keputusan.
• Afasia progresif primer: tipe penurunan bahasa secara progresif, seperti
kelancaran berbicara (fluency), kemampuan mengerti sesuatu,membaca
dan menulis.
• Penurunan fungsi motorik secara progresif dengan karakteristik kesulitan
gerak fisik, seperti berjabat tangan, kesulitan berjalan,, sering terjatuh,
dan koordinasi yang buruk.
• Tatalaksana:
• Medikamentosa:
• Simptomatik:
• antidepresan golongan SSRI dapat diberikan untuk mengatasi masalah kognitif, sosial,
dan perilaku impulsif
• Gejala agresif atau waham: antipsikotik dosis rendah
• Disease modifying therapy:
• Belum ada obat yang dapat memodifikasi atau menghambat progresivitas degenerasi
lobus frontotemporal.
• Nonmedikamentosa:
• Manajemen masalah perilaku:
• Perlu pengertian teradap perubahan kepribadian, perilaku dan mengetahui bagaimana
cara untuk memberikan respons yang dapat mengurangi rasa frustasi.
• Bila pasien apatis: berikan pertanyaan tertutup dan pilihan yang spesifik.
• Pasien ddengan perubahan perilaku makan: perhatikan saat pasien makan, kurangi
pilihan makanan, mengunci tempat penyimpanan makanan dan kuluas, serta berika
kegiatan lain saat makan.
• Manajemen masalah bahasa:
• pengasuh dapat berbicara dengan perlahan dan jelas, menggunakan kalimat sederhana,
menunggu respon dar pasien dan mengklarifikasi pasien mengerti atau tidak.
• Komunikasi secara bahasa tulisan, gerak tubuh, gambar.
• Penggunaan kata dan frase pada komputer atau personal digital assistant untuk
berkomunikasi
• Manajemen masalah gerak:
• Terapi fisik dan okupasi dapat membatnu pasien dengan sindrom kortikobasal bergerak
lebih mudah.
Parkinson
• Parkinsonisme merupakan kumpulan gejala yang
terdiri dari tremor, rigiditas, bradikinesia, dan
instabilitas postural
• Klasifikasi parkinsonisme:
• Parkinson primer = penyakit parkinson
• Parkinsonisme sekunder = akibat infeksi, toksin, obat,
tumor, trauma, vaskular, dan metabolik
• Sindrom parkinsonism-plus = seperti progressive
supranuclear palsy, multiple system atrophy,
corticobasal degeneration
• Gangguan heredodegeneratif = seperti benign
parkinsonism
Faktor resiko dan patofisiologi

Progresifitas penyakit parkinson:


• Tatalaksana: Advanced parkinson
disease
Early parkinson
disease

Anda mungkin juga menyukai