Anda di halaman 1dari 5

Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening yang abnormal dalam ukuran dan

konsistensinya dan dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, baik neoplasma, autoimun, dan infeksi.
Limfadenitis merupakan limfadenopati yang bersifat inflamatorik, yang dikarakteristikkan dengan
pembesaran kelenjar getah bening, nyeri tekan, perubahan kulit, demam, edema, dan bersifat
purulen. Pada anak-anak kebanyakan limfadenopati disebabkan oleh etiologi infeksi.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dapat mengindikasikan etiologi yang mungkin
dari limfadenopati. Berdasarkan durasinya, limfadenopati akut yang berlangsung selama 2 minggu
dapat disebabkan oleh invasi virus atau bakteri. Limfadenopati kronis lebih mungkin terjadi pada
proses neoplastik atau invasi dari organisme oportunistik. Limfadenitis subakut yang berlangsung
selama 2-6 minggu, dapat disebabkan oleh lebih banyak etiologi. Kebanyakan pasien dengan
limfadenitis akut sembuh dengan pemberian antibiotik.

Informasi penting lainnya adalah lokasi (singel atau multipel) dan perkembangan pembengkakan
leher (semakin besar, stabil, atau mengecil) dan adanya gejala sistemik (misal demam, malaise,
anorexia, penurunan berat badan atau atralgia.) Gejala lebih spesifik ebrupa perubahan kulit dan
nyeri tekan pada daerah pembesaran dan pada tempat yang lebih jauh. Riwayat gejala saluran napas
atas, nyeri tenggorokan, nyeri telinga, nyeri gigi, gigitan serangga, larserasi superfisial atau ruam, dan
papran terhadap binatang dapat menandakan adanya etiologi lainnya. Selain itu, riwayat berpergian
baru-baru ini, paparan terhadap orang lain yang sakit dan status imunisasi harus dicari. Usia pasien
juga merupakan pertimbangan yang penting karena limfadenopati pada anak-anak sering terjadi
karena infeksi sementara pada dewasa risiko neoplasma lebih meningkat.

Temuan pada pemeriksaan fisik juga dapat menggambarkan etiologi. Nodus limfatik servikal
seringkali teraba pada anak-anak, tapi nodus limfatik berdiameter lebih dari 10 mm dianggap
abnormal. Lokasi nodus limfa yang terlibat juga dapat mengindikasikan situs entri yang potensial.
Eritema, nyeri tekan dan fluktuasi menggambarkan proses akut, seperti invasi bakteri. Keterlibatan
nodus limfatik servikal menggambarkan asal viral. Karakteristik dari nodus juga penting. Nodus yang
disebabkan proses neoplastik sering kali keras dan terfiksir, sementara nodus yang disebabkan oleh
agen ingektif cenderuk lebih lunas dan seringkali mobile. Pemeriksaan fisik lainnya yang abnormal,
misal pada sistem respirasi, lesi kulit, hepatosplenomegali dan adenopati pada bagian lain tubuh juga
dapat menggambarkan etiologi.

Selain itu penting untuk diingat bahwa pembengkakan pada leher tidak hanya terbatas pada
pembesaran nodus limfa, karena lesi jaringan lain, kista kongenital dan yang diperoleh juga dapat
menggambarkan massa leher.

LAB EVAL

Pemeriksaan laboratorium jarang diperlukan sebagi bagian pengkajian pada limfadenitis servikal
akut. Hitung leukosit dan marker inflamasi biasanya abnormal tapi tidak spesifik. Walaupun
pergeseran ke kiri dari hitung jenis leukosit menggambarkan etiologi bakteri, etiologi ini seringkali
tergambar dari presentasi klinis saja.

Materi apapun yang telah diaspirasi harus dikirimkan untuk kultur dan sensitivitas. Kultur ini dapat
menunjukan organisme yang resiten terhadap pemberian antibiotik sebelumnya, tapi kadang juga
negatif karena sudah tereradikasi. Kultur darah harus diperoleh pada pasien yang tampak toksisk.
Kultur dari tempat lainnya yang tampaknya merupakan situs infeksi primer juga harus diperoleh,
walaupun kultur tersebut tidak selalu berkorelasi dengan organisme yang diisolasi dari nodus limfa.

Sebaliknya, evaluasi laboratorium berperan penting dalam menentukan etiologi subakut, kronik dan
general. Uji serologi Bartonella henselae, sifilis, toksoplasma, sitomegalovirus, EBV, tularemia,
bruselosis, histoplasmosis dan coccidiomycosis dapat menggambarkan etiologi infeksi. Uji tuberkulin
positif konsiten dengan infeksi akibat Mycobacterium tuberculosis. Uji serologis terhadap HIV harus
dipertimbangkan pada pasien dengan perilaku berisiko, limfadenitis general, infeksi tidak biasa atau
rekuren akibat organisme oportunistik.

Limfadenitis subakut dan kronis

Kegagalan terapi dalam 2-4 minggu atau adanya limfadenopati general memerlukan uji diagnostik
lebih lanjut. Berbagai organisme dapat menyebabkan limfadenopati general atau persisten. Etiologi
yang sering terjadi berupa:

Limfadenitis mikobakterial

Limfadenitis servikal kronik dapat disebakan oleh Mycobacterium tuberculosis (skrofula) atau
dengan mikobakterium strain nontuberkel. Di Amerika Serikat, 70-95% kasus limfadenitis
mikobakterial disebabkan oleh strain nontuberkel. Strain yang paling sering ditemukan adalah
Mycobacterium avium-intraselular dan Mycobacterium scrofulaceum. Limfadenitis nontuberkel sering
ditemukan pada kaukasian, sementara limfadenitis tuberkulosa sering ditemukan pada orang Asia,
Hispanik, dan Afrika Amerika.

Umumnya, presentasi klinis limfadenitis tuberkulosa dan nontuberkulosa serupa. Pasien biasanya datang
dengan pembesaran kelenjar limfa diikutin dengan pertambahan ukuran dalam 2 sampai 3 minggu.
Kebanyakan nodus limfa tetap berukuran di bawah 3 cm. Gejala konstitusional jarang terjadi. Kulit yang
melapisi nodus limfa biasanya menjadi pink kemerahan dan tipis. Sekitar 50% pasien dengan limfadenitis
nontuberkulosa memiliki fluktuansi sementara drainase spontan dan dengan pembentukan saluran sinus
terjadi pada 10% kasus. Epidemiologi dan gejala klinis tidak dapat membedakan antara tuberkulosa dan
non, namun terpenuhinya 2 dari 3 kriteria memiliki sensitivitas 92% dalam diagnosis limfadenitis
tuberkulosa. Kriterianya sebagai berikut> 1. Uji tuberkulin positif 2. Radiografi dada abnormal dan 3.
Kontak dengan penderita tuberkulosis. Uji PPT dapat positif pada pasien dengan infeksi nontuberkulosa,
namun biasanya kurang reaktif (indurasi <15mm) dibanding yang tuberkulosa.
Terapi pilihan limfadenitis M. tuberkulosa adalah antituberkulosa selama 12 sampai 18 bulan. Regresi
nodus limfa biasanya terjadi dalam 3 bulan. Karena efektivitas OAT makan eksisi nodus dan sinus jarang
diperlukan. Sebalkinya, kebanyakan strain nontuberkulosa merespon buruk terhadap OAT dan pilihan
terapi adalah eksisi pembedahan.

Etiologi non infeksi


Pada beberapa kasus, keterlibatan nodus limfa servikal adalah manifestasi penyakit sisstemik dengan
komponen inflamatorik.

Penyakit Kikuchi–Fujimoto
Penyakit ini disebut juga limfadenitis histiositik nekrotik yang etiologinya tidak diketahui. Biasanya
terdapat pada anak-anak lebih tua dengan nodus limfa servikal (biasanya posterior) bilateral yang
membesar, nyeri, keras. Gejala lainnya berupa lesi kulit, demam, mual, penurunan berat badan, keringat
malam dan splenomegali. Evaluasi laboratorium dapat ditemukan leukopenia dengan limfositosis atipikal
dan peningkatan ESR. Inflamasi perinodus sering terjadi. Histologi nodus tipikal dan pada kebanyakan
kasus sembuh sendiri.

Penyakit Kawasaki
Penyakit Kawasaki adalah vaskulitis demam akut pada anak-anak. Limfadenitis seringkali merupakan salah
satu manifestasi paling awal. KGB yang terlibat biasanya unilateral, terbatas pada segitiga anterior, ukuran
diameter di atas 1.5 cm, dan hanya agak nyeri dan tidak berfluktuasi. Diagnosis dibuat secara klinisi
berdasarkan adanya demam selama minimal 5 hari, disertai dengan karakteristik lain. Resolusi
limfadenopati servikal biasanya terjadi pada awal perjalanan penyakit.

Sarkoidosis
Sarkoidosis adalah penyakit granulomatosa yang tidak diketahui etiologinya. Penyakit ini dapat
mempengaruhi hampir semua organ pada tubuh, tapi paru-paru seringkali terpengaruh.
Pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan adalah limfadenopati periferal. Nodus lifmfa yang
terlibat biasanya bilateral, diskret, keras. KGB supraklavikular sering membesar pada 80% pasien.
Biopsi dengan hasil histologis paling berharga dalam diagnosis. Terapi yang dilakukan suportif.
Terapi kortikosteroid dapat menekan manifestasi akut.

Limfoma
Limfoma adalah kanker paling sering ketiga diantara anak-anak di Amerika, dengan insidensi
tahunan sebesar 15 kasus per 1 juta anak. Limfoma terbagi menjadi 2 kategori besar: Limfoma
Hodgkin dan Limfoma Non-Hodgkin.

Limfoma Hodgkin

Sel Reed Stenberg adalah sel besar dengan nukleus multilobular yang menjadi patognomonik
limfoma Hodgkin. Sel RS adalah klonal dan berasal dari pusat germinal sel B namun telah kehilangan
fungsi dan ekspresi gen sel B. Sel RS merupakan kombinasi dari mutasi somatik, instabilitas
kromosomal dan pengaturan ulang kromosom yang kompleks. Hal ini secara tipikal mengarahkan sel
kepada defek regulasi sel seperti aktivasi jalur faktor nuklear –κB atau regulasi abnormal dari
kelompok protein Bcl-2. HL tampaknya timbul pada jaringan limfoid dan menyebar ke nodus limfa
terdekat dalam susunan yang teratur. Penyebaran hematogen juga terjadi dan menyebabkan keterlibatan
hati, limpa, tulang, sumsum tulang, otak dan biasanya berkaitan dengan gejala sistemik.

Pasien dengan HL dapat datang dengan limfadenopati servikal atau supraklavikular yang tidak nyeri, keras.
Hepatosplenomegali jarang ditemukan. Bergantung pada keterlibatan jauh dan lokasi penyakit, pasien dapat
mengalami berbagai gejala seperti obstruksi jalan napas (dispnea, hipoksia, batuk), efusi pleura atau
perikardial, disfungsi hepatoseluler atau infiltrasi sumsum tulang belakang (anemia, neutropenia atau
trombositopenia). Kelainan yang bermanifestasi di bawah diafragma jarang terjadi hanya terjadi pada 3%
dari keseluruhan kasus. Gejala sistemik yang yang disebut sebagai B symptoms berupa demam tanpa
penyebab jelas (>38°C (100.4°F), penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan dan keringat malam.

Pasien dengan limfadenopati persisten yang tidak dapat dijelaskan yang tidak berkaitan dengan proses
inflamasi atau infeksi harus menjalankan radiografi dada untuk mencari massa mediastinum sebelum
dilakukan biopsi nodus limfa. Biopsi eksisi lebih dipilih dibanding biopsi jarum untuk memastikan cukup
jaringan diperoleh untuk pemeriksaan mikroskopi dan IHK. Setelah diagnosis HL dibuat, stadium harus
ditentukan untuk memilih terapi yang tepat. Evaluasi melibatkan anamnesis, pemeriksaan fisik, studi
pencitraan termasuk radiografi thoraks, CT scan leher, dada, abdomen dan pelvis serta PET scan. Studi
laboratorium mencakup darah rutin untuk mengidentifikasi abnormalitas yang dapat menggambarkan
keterlibatan sumsum tulang belakang; laju LED; dan mengukur serum ferritin yang merupakan indikator
prognosis, yang mana bila abnormal pada saat diagnosis, dapat memberikan baseline untuk evaluasi efek
terapi. Radiografi dada cukup penting untuk mengukur massa mediastinum dan diameter maksimal thoraks.
CT thoraks dapat menggambarkan massa mediastinum lebih jelas dan mengidentifikasi nodus limfa hilar
dan keterlibatan parenkim paru. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang sebaiknya dilakukan untuk
mengeksklusi penyakit yang berat. Bone scan dilakukan pada pasien dengan nyeri tulang atau peningkatan
ALP. Staging HL dibuat berdasarkan Ann Arbor Conference in 1971 dan direvisi pada tahun 1989. HL
dapat disubklasifikasikan ke dalam kategori A untuk mengidentifikasi pasien asimtomatik dan B untuk
pasien dengan B symptoms. Kelainan ekstralimfatik dari penjalaran langsung dari regio nodus limfa yang
terlibat dimasukkan ke dalam kategori E. Respon kompliti pada HL didefinisikan sebagai resolusi komplit
dari penyakit dengan pemeriksaan fisik dan studi pencitraan atau minimal penurunan 70-80% dan
perubahan dari positif ke negatif pada gallium atau PET scan karena fiibrosis residual sering terjadi.

Kemoterapi dan radioterapi efektif dalam terapi HL. Terapi ditentukan berdasarkan stadium, ada tidaknya
B symptoms, dan adanya nodus limfa yang besar. Radioterapi saja, pada dosis yang tinggi awalnya dapat
menyebabkan remisi panjangan dan tingkat penyembuhan yang tinggi pada pasien stadium awal. Namun
terpi ini juga menyebabkan morbiditas jangka panjang yang tinggi seperti retardasi pertumbuhan, disfungsi
tiroid dan toksisitas jantung dan paru. Perkkembangan kombinasi multiagen kemoterapi adalah milestone
utama dalam terapi HL yang menyebabkan respon terapi sampai 70-80% dan laju penyembuhan 40-50%
pada pasien dengan stadium lanjut. Namun regimen ini juga menyebabkan toksisitas jangka panjang yang
akut. Keinginan untuk menurunkan efek samping dan morbiditas telah menyebabkan peningkatan usaha
untuk menurunkan intensitas kemoterapi dan dosus serta volume radiasi.

Agen kemoterapi yang sering digunakan untuk terapi anak dan orangdewasa dengan HL berupa
siklofosfamid, prokarbazin, vinkristin atau vinblastin, prednison atau deksametason, doksorubisin,
bleomisin, dakarbazin, etoposide, metotreksat dan sitosin arabinosid. Kombinasi kemoterapi yang sering
digunaakan adalah COPP (cyclophosphamide, vincristine [Oncovin], procarbazine, dan prednisone) atau
ABVD (doxorubicin [Adriamycin], bleomycin, vinblastine, dan dacarbazine), dengan prednisone,
cyclophosphamide, dan etoposide (ABVE-PC dan BEACOPP) atau BAVD (brentuximab vedotin,
doxorubicin [Adriamycin], vincristine, dacarbazine). Agen seperti CD20 antibody (rituximab) sedang
dikembangkan karena diketaahui tingkat responnya mencapai 94%.

Relaps kebanyakan terjadi 1 sampai 3 tahun setelah diagnosis. Tanda prognostik yang buruk berupa
benjolan besar, stadium saat diagnosis, penyakit ekstraimfatik dan adanya B symptoms. Dengan
penggunaan regimen kemoterapi saat ini, pasien dengan faktor prognostik yang menguntungkan dan
penyakit stadium awal memiliki event free survival mencapai 85-90% dan overall survival mencapai >95%
Pas

Limfoma Non Hodgkin

Limfoma Non Hodgkin mencakup sekitar 60% pasien anak dengan limfoma dan merupakan keganasan
paling sering pada usia 15-35 tahun. Insisdensi pada pasien anak di US mencapai 750-800 kasus per tahun.
NHL pediatrik biasanya derajat tinggi dan agresif. Walaupun lebih dari 70% pasien datang dengan penyakit
lanjut, prognosisnya telah berubah secara dramatis dan tingkat survival cukup baik. Walaupun kebanyakan
pasien menderita NHL yang merupakan penyakit de novo, sebagian kecil pasien menderita NHL yang
disebabkan oleh etiologi sekunder seperti defisiensi imun yang diwariskan atau didapatkan, virus, dan
bagian dari sindroma genetik. Terdapat 4 subtipe patologis pada NHL anak dan dewasa, yaitu limfoma
limfoblastik (LBL), limfoma Burkitt (BL), limfoma large B-cell Difus (DLBCL) dan limfoma large cell
anaplastik. Manifestasi klinis pasien bergantung pada subtipe dan tempat keterlibatannya. Staging yang
digunakan adlah klasifikasi St. Jude/Murphy. Pasien lanjut diklasifikasikan berdasarkan kategori risiko.
Sekitar 70% pasien dengan NHL datang dengan penyakit lanjut (stadium III atau IV), termasuk penyakit
ekstranodal dengan keterlibatan sumsum tulang dan sistem saraf pusat. B symptoms dapat terlihat, terutama
pada ALCL namun bukanlah prognostik. Capillary leak syndrome dapat terlihat pada ALK dan ALCL.
Tempat utama keterlibatan tumor dan pola metastasis bergantung pada subtipe patologis. LBL sering
bermanifestasi sebagai massa supradiafragmatik mediastinal atau intrathorakal dan memiliki predileksi
menyebar ke sumsum tulang dan sistem saraf pusat. BL seringkali bermanifestasi sebagai tumor abdominal
(tipe sporadik) atau kepala dan leher (tipe endemik) dan dapat bermetastasis ke sumsum tulang atau sistem
saraf pusat. DLBCL sering kali bermanifestasi sebagai abdominal atau mediastinal, dan jarang menyebar ke
sumsum tulang atau SSP. ALCL bermanifestasi baik sebagai manifestasi kutan primer (10%) atau sistemik
(90%) dengan penyebaran ke hepar, limpa, paru atau mediastinum. Sumsum tulang atau sistem saraf pusat
jarang terjadi pada ALCL. Manifestasi spesifik tempat pada NHL berupa pembesaran nodus limfa yang
cepat, tidak nyeri, batuk atau sesak napas dengan keterlibatan thoraks, gejala medisatinal superior, asites,
pembesaran lingkar perut atau obstruksi intestinal dengan massa abdominal, kongesti nasal, nyeri telinga,
kehilangan pendengaran atau pembesaran tonsil dengan keterlibatan cincin Waldeyer dan nyeri tulang
terlokalisir.

NHL dapat hadir sebagai kegawatdaruratan onkologis. Sindroma mediastinal superior dapat terjadi sebagai
konsekuensi massa mediastinal besar yang mengobstruksi aliran darah atau saluran nafas. Tumor sumsum
tulang dapat menyebabkan kompresi korda dan paraplegia akut yang memerlukan radioterapi emergensi.
Sindroma lisis tumor dapat terjadi akibat turnover sel yang cepat dan sering terjadi pada BL. Sindroma ini
menyebabkan hiperurisemia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hipokalsemia yang menyebabkan gagal
ginjal dan gangguan jantung.
Pemeriksaan laboratorium dan radiologis yang diperlukan berupa darah lengkap, elektrolit, LDH, asam
urat, kalsium, fosfat, BUN, kreatinin, bilirubin, alanine aminotransferase, aspartate aminotransferase,
aspirasi biopsi sumsum tulang, LP dengan sitologi CNS, CT scan abdomen dan pelvis serat PET scan.
Cairan jaringan tumor harus diuji dengan sitometri atau sitogenetik.

Modalitas primer dalam terapi NHL adalah kemoterapi multiagen sistemik dengan kemoterapi intratekal.
Pembedahan diperlukan untuk diagnosis. Radioterapi hanya digunakan untuk keadaan seperti keterlibatan
SSP, adanya sindroma mediastinal superior atau paraplegia akut. Pasien dengan BL dan LBL berisiko
tinggi untuk sindroma lisis tumor dan membutuhkan hidrasi, monitor elektrolit, dan inhibitor xanthine
oxidase (allopurinol 10 mg/kg/hari PO terbagi 3 dosis per hari) atau oxidase urat rekombinan (rasburicase
0.2 mg/kg/hari IV satu kali sehari sampai 5 hari).

Pasien yang meneripa kemoterapi berisiko mengalami mukositis, infeksi, sitopenia akut yang memerlukan
transfusi sel darah merah dan platelet, imbalans elektrolit dan nutrisi yang buruk. Komplikasi jangka
panjang berupa risiko retardasi tumbuh, toksisitas jantung, toksisitas gonad dengan infertilitas dan
keganasan sekunder.

Prognosis baik untuk semua bentuk NHL anak dan dewasa. Pasien dengan penyakit terlokalisir memiliki
survival sampai 90-100% dan mereka yang dengan penyakit lebih lanjut memiliki survival 70-95%.
Sebagai keluaran bagi pasien pediatrik denga NHL, fokus utama adalah untuk menurunkan toksisitas terapi.

Anda mungkin juga menyukai