Dosen Pembimbing :
A. KONSEP TEORI
1. Definisi
Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferatif
tidak terkendali dari jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel limfosit T). (Schwartz M
William, 2010)
Limfoma non Hodgkin (LMNH) adalah neoplasma yang ganas pada sistem
limfatik dan jaringan limfoid.Seperti halnya kebanyakan neoplasma anak, penyebab
LMNH juga tidak diketahui.Sejumlah faktor, seperti infeksi virus, imunodefisiensi,
aberasi kromosom, imunostimulasi kronis, dan pemajanan terhadap lingkungan memicu
terjadinya limfoma maligna. (Betz, 2009).
2. Anatomi Fisiologi
Limfa adalah organ lunak yang berada pada sisi kiri abdomen, dibawah
perlindungan iga-iga tepat dibawah diafragma.Beratnya kira-kira 200 g dan panjangnya
kira-kira 125 mm. limfa tidak selalu dapat dirasakan pada dinding abdomen, tetapi dapat
sangat membesar pada penyakit tertentu. Limfa terdiri dari massa daging merah dengan
jutaan kelenjar berbentuk kepala paku dari daging putih yang menyebar menyelimutinya
sehingga memberika penampilan granular. Limfa kaya akan suplai darai melalui arteri
splenik. Darah mengalir ke vena porta melalui vena splenik. (Pearce Evelyn, 2009)
Limfa merupakan organ ungu lunak kurang lebih berukuran satu kepalan
tangan.Limpa terletak pada pojok atas kiri abdomen di bawah kostae.Limfa memiliki
permukaan luar konveks yang berhadapan dengan diafragma dan permukaan medial yang
konkaf serta berhadapan dengan lambung, fleksura linealis kolon dan ginjal kiri.
(Handayani, 2008)
Limfa terdiri atas kapsula jaringan fibroelastin, folikel limpa (masa jaringan
limfa), dan pulpa merah (jaringan ikat, sel eritrosit, sel leukosit).Suplai darah arteri
linealis yang keluar dari arteri coeliaca. (Handayani, 2008). Fungsi limfa adalah sebagai
berikut (Handayani, 2008)
a. Pembentukan sel eritrosit (hanya pada janin)
b. Destruksi sel eritrosit tua
c. Penyimpanan zat besi dari sel-sel yang dihancurkan
d. Pembentukan limfosit dalam folikel limfa
e. Pembentukan immunoglobulin
f. Pembuangan partikel asing darah
3. Etiologi
Penyebab LNH belum jelas diketahui.Para pakar cenderung berpendapat bahwa
terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis persisten yang
menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan dengan
virus Epstein Barr LNH kemungkinan ada kaitannya dengan factor keturunan karena
ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko anggota
keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar disbanding dengan orang lain yang tidak
termasuk keluarga itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar
risikonya menderita limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :
a. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan terjadinya
LNH antara lain adalah :severe combined immunodeficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott Aldrich
syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-
kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan
jenisnya beragam.
b. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena tidak
pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV
terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui.
c. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan
dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organic.
d. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi
makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5.
4. Klasifikasi
a. Limfoma non Hodgkin agresif.
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya, limfoma non
Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama ‘agresif’ kedengarannya
sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan respon sangat baik terhadap
pengobatan.Meskipun pasien yang penyakitnya tidak berespon baik terhadap standar
pengobatan lini pertama,sering berhasil baik dengan kemoterapi dan transplantasi sel
induk. Pada kenyataannya, limfoma non Hodgkin agresif lebih mungkin
mengalami kesembuhan total dari pada limfoma non Hodgkin indolen.
b. Limfoma non Hodgkin indolen.
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non
Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak
menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi untuk beberapa saat.
Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien
mengunjungi dokter untuk sebab lainnya.Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan
pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu
pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin
menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan
terjadi akibat limfoma non Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah
pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher,
ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain
dari limfoma non Hodgkin. Karena limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan
sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut
saat pertama terdiagnosis.
5. Patofisiologi
Telah diketahui bahwa perjalan penyakit LNH terjadi secara limfogen dengan
melibatkan rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan dan merambat dari satu
tempat ketempat yang berdekatan. Meskipun demikian, hubungan antara kelenjar getah
bening pada leher kiri dan daerah aorta pada LNH jenis folikular tidak sejelas seperti apa
yang terlihat pada LNH jenis difus.
Walaupun pada LNH timbul gejala-gejala konstitusional (demam, penurunan
berat badan, berkeringat pada malam hari) : namun insidennya lebih rendah dari pada
penyakit Hodgkin. Ditemukan adanya limfadenopati difus tanpa rasa nyeri, Dapat
menyerang satu atau seluruh kelenjar limfe perifer.
Biasanya adenopati hilus tidak ditemukan, tetapi sering ditemukan adanya efusi
pleura.Kira-kira 20% atau lebih penderita menunjukkan gejala-gejala yang berkaitan
dengan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal atau mesentrium dan timbul bersama
nyeri abdomen atau defekasi yang tidak teratur.Sering didapatkan dapat menyerang
lambung dan usus halus yang ditandai dengan gejala yang mirip dengan gejala tukak
lambung, anoreksia, penurunan berat badan, nausea, hematemesis, dan melena.Penyakit-
penyakit susunan saraf pusat walaupun jarang terjadi tetap dapat timbul pada limfoma
histisitik difus (imunoblastik sel besar).
Criteria diagnosis medic LNH adalah sebagai berikut:
1. Riwayat pembesaran kelenjar getah bening atau timbulnya massa tumor ditempat lain.
2. Riwayat demam yang tidak jelas.
3. Penurunan berat badan 10% dalam waktu enam bulan
4. Keringat malam yang banyak tanpa sebab yang sesuai
5. Pemeriksaan histopatologis tumor sesuai dengan LNH
6. Pathway
7. Manifestasi Klinis
Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu
a) Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit.
b) Demam.
c) Keringat malam.
d) Rasa lelah yang dirasakan terus menerus.
e) Gangguan pencernaan dan nyeri perut.
f) Hilangnya nafsu makan.
g) Nyeri tulang.
h) Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena.
i) Limphadenopaty.
Limfadenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan
pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri pada satu atau
lebih region kelenjar getah bening perifer.
Gejala konstitusional. Demam, keringat pada malam hari dan penurunan
berat badan lebih jarang terjadi dibandingkan pada penyakit Hodgkin.
Adanya gejala tersebut biasanya menyertai penyakit diseminata. Dapat terjadi
anemia dan infeksi dengan jenis yang ditemukan pada penyakit Hodgkin.
Gangguan orofaring. Pada 5-10% pasien, terdapat penyakit distruktur
limfoid orofaringeal (cincin waldeyer) yang dapat menyebabkan timbulnya
keluhan “sakit tenggorok” atau napas berbunyi atau tersumbat.
Anemia, netropenia dengan infeksi, atau trombositopenia dengan purpura
mungkin merupakan gambaran pada penderita penyakit sumsum tulang difus.
Sitopenia juga dapat disebabkan oleh autoimun.
Penyakit abdomen. Hati dan limpa sering kali membesar dan kelenjar
getah bening retroperitoneal atau mesenterika sering terkena. Saluran
gastrointestinal adalah lokasi ekstranodal yang paling sering terkena setelah
sumsum tulang dan pasien dapat datang dengan gejala abdomen akut.
Organ lain. Kulit, otak, testis dan tiroid sering terkena. Kulit juga secara
primer terkena pada dua jenis limfoma sel T yang tidak umum dan sindrom
sezary.
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium lengkap, meliputi hal berikut.
Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dan LED
Gula darah
Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH
Fungsi ginjal
Immunoglobulin.
b) Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtype LNH, bila
perlu sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain yang dicurigai.
c) Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
d) Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah
bening pada aorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor abdomen, dan metastase
kebagian intraabdominal.
e) Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar media
stinum, bila perlu CT scan toraks.
f) Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan
dengan tindakan gastroskopi
g) Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat keterlibatan
tulang.
h) Jika diperlukan biopsy hati (terbimbing)
Eritrosit
CT scan dada, abdominal, tulang Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan
memastikan keterlibatan nodus limfe
mediatinum, abdominal, dan keterlibatan
tulang.
Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam manajemen LNH
yang bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan memilih pengobatan yang relevan
serta memudahkan evaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang populer digunakan adalah
klasifikasi menurut Arnn Arborr (1971) sebagai berikut:
STADIUM INTERPRETASI
Stadium I Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau
Stadium II ekstra limfatik
Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah di atas
Stadium III diafragma dengan atau tanpa ekstra limfatik
Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah diafragma
Stadium IV
atau disertai limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya.
Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan
atau tanpa melibatkan kelenjar limfe.
9. Komplikasi
a) Akibat langsung penyakitnya
Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf
Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
b) Akibat efek samping pengobatan
Aplasia sumsum tulang
Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
Neuritis oleh obat vinkristin6
10. Penatalaksanaan
1. Medik.
Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B).
a. Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
Tanpa keluhan : tidak perlu therapy.Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal
siklofosfamide dengan dosis permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m2 iv selang
3 – 4 minggu.
Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian seperti
pada LH diatas
Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah sebagai
terapy utama
Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran
Minimal : seperti therapy LH
Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin,
prednison (CHOP) dengan dosis :
C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I
H : hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari
P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu
2. Keperawatan
a. Promotif
Meningkatkan pengetahuan klien tentang LNH melalui penyuluhan
b. Prefentif
Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit atau kondisi yang memperberat .
c. Kuratif dan rehabilitatif
Upaya pengobatan untuk mencegah atau menurunkan infeksi atau keparahaan.
1. Gambaran Umum :
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti: Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik,
ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
b) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a. Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
b. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
c. Leher
Sangat penting untuk dikaji secara mendetail karena LNH berawal pada
serangan di kelenjar lymfe di leher mel;iputi diameter (besar), konsistensi dan
adanya nyeri tekan atau terjadi pembesaran
d. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
f. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
g. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
i. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j. Paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
k. Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l. Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
m. Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : Lihat adanya odema, perubahan integritas kulit, adanya patahan
terbuka atau tertutup.
Palpasi : adanya nyeri tekan
n. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder
terhadap inflamasi
b. Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran
kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat
produksi asam laktat jaringan local.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan
menurunnya absorbsi zat gizi.
d.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan
e. Pola pernapasan tidak efektif bd obstruksi trakeo bronkhial
3. Intervensi Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi
Tujuan : suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºC)
Intervensi :
a) Observasi suhu tubuh pasien
Rasional : dengan memantau suhu diharapkan diketahuikeadaan sehingga
dapat mengambil tindakan yang tepat.
b) Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan cairan anak
menurut umur)
Rasional : dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga
keseimbangan cairan dalam tubuh.
c) Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha.
Rasional : kompres dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien secara
konduksi.
d) Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah
menyerap keringat.
Rasional : Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah evaporasi
sehingga cairan tubuh menjadi seimbang.
e) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
Rasional : antipiretik akan menghambat pelepasan panas oleh hipotalamus.
2. Nyeri akut yang berhungan dengan kompresi saraf perifer, pembesaran kelenjar
limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia, peningkat produksi asam laktat
jaringan local
Tujuan : nyeri berkurang
.Intervensi :
a) Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non
verbal setiap 6 jam
Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi.
b) Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam
Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah
meningkat, nadi, pernafasan meningkat
c) Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)
Rasional : mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
d) Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi
bila merasa nyeri
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga
mengurangi penekanan dan nyeri.
e) Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman
Rasional : mengurangi keteganagan area nyeri.
f) Kolaborasi dalam pemberian analgetika.
Rasional : analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan
penghilangan nyeri.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi :
a) Beri makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori
total
b) Timbang BB sesuai indikasi
Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, evaluasi
keadequatan rencana nutrisi
c) Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional : meningkatkan keinginan pasien untuk makan sehingga
kebutuhan kalori terpenuhi
d) Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
Rasional : suasana yang nyaman membantu pasien untuk meningkatkan
keinginan untuk makan
e) Beri HE tentang manfaat asupan nutrisi
Rasional : makanan menyediakan kebutuhan kalori untuk tubuh dan dapat
membantu proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
Tujuan : aktivitas dapat ditingkatkan
Intervensi :
a) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital selama dan setelah
aktivitas
Rasional : menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi
b) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay
dan kebutuhan oksigen
c) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional : membantu dan memenuhi ADL pasien
d) Beri aktivitas sesuai dengan kemampuan pasien
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay
dan kebutuhan oksigen).
A. Pengertian
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan kategori yang ditandai oleh kenaikan
keadaan glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, S.C& Bare, B. G, 2015).
Diabetes Melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban
yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan problema anatomik dan kimiawi
yang merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan gangguan fungsi insulin (Perkeni, 2011).
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya
(ADA, 2010).
B. Etiologi
Mekanisme yang dapat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
Diabetes Melitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor
resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya Diabetes Melitus tipe II.
Faktor-faktor lain adalah:
1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas65 tahun).
2. Obesitas.
3. Riwayat keluarga.
4. Ras
(Smeltzer, S.C & Bare, B. G, 2015).
C. Klasifikasi
Klasifikasi DM menurut Perkeni, 2011 adalah:
1. DM tipe 1 = destruksi sel beta pancreas umumnya terjadi defisiensi insulin absolut
sehingga mutlak membutuhkan terapi insulin. Biasanya disebabkan karena penyakit
autoimun atau idiopatik.
2. DM tipe 1 = bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relative sampai dominan efek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
3. DM tipe lain
a. Defek genetic fungsi sel beta
b. Defek genetic kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pancreas
d. Endokrinopati
e. Karena obat / zat kimia / iatrogenic
f. Infeksi
g. Sebab imunologi yang jarang
h. Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM
4. Diabetes mellitus gestasional
D. Patofisiologi
Proses penyakit Pada Diabetes Melitus tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra
sel yang mengakibatkan tidak efektifnya insulin untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresi. Namun pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini akibat sekresi insulin berlebihan, dan kadar glukosa akan di
pertahankan dalam tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun demikian bila sel-sel beta
tidak mampu megimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan mengakibatkan Diabetes Melitus tipe II (Smeltzer, S.C & Bare, B. G, 2015).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari Diabetes Melitus tipe II, yaitu:
1. Kadar glukosa puasa diatas normal.
2. Polyuria (akibat dari diuresis osmotik bila diambang ginjal terhadap reabsorpsi
glukosa dicapai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal).
3. Polydipsia (disebabkan oleh dehidrasi sel akibat lanjut dari poliuria).
4. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), berat badan berkurang.
5. Keletihan dan mengantuk
6. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi, luka pada
kulit yang sembuhnya lama.
(Chris Tanto,2014).
F. Komplikasi
1. Komplikasi Akut
a. Ketoasidosis Diabetik, adalah gangguan metabolik yang terjadi akibat defisiensi insulin
di karakteristikan dengan hiperglikemia eksterm (lebih 300 mg/ dl). Pasien sakit berat
dan memerlukan intervensi untuk mengurangi kadar glukosa darah dan memperbaiki
asidosis berat, elektrolit, ketidakseimbangan cairan. Adapun faktor `pencetus
Ketoasidosis Diabetik: obat-obatan, steroid, diuretik, alkohol, gagal diet, kurang cairan,
kegagalan pemasukan insulin, stress, emosional, dan riwayat penyakit ginjal.
b. Hipoglikemia merupakan komplikasi insulin dengan menerima jumlah insulin yang
lebih banyak daripada yang di butuhkannya untuk mempertahankan kadar glukosa
normal. Gejala-gejala hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat,
gemetar, sakit kepala dan palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak
(tingkah laku yang aneh, sensorium yang tumpul dan koma).
(Ernawati, 2013).
2. Komplikasi jangka panjang
a. Komplikasi mikrovasker
Komplikasi mikrovaskuler yang terjadi yaitu retinopati diabetic, komplikasi
optalmologi yang lain, nefropati, dan neuropati diabetes.Neuropati sensorik perifer
berperanan dalam timbulnya cedera pada kaki.Komplikasi ini menyebabkan gangguan
pada mekanisme proteksi kaki yang normal, sehingga pasien dapat mengalami cedera
pada kaki tanpa disadari.Neuropati otonom menyebabkan terjadinya anhidrosis dan
gangguan perfusi kaki, akhirnya kulit menjadi kering dan dapat terbentuk fisura.(Chris
Tanto, 2014).
b. Komplikasi Makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler yang terjadi yaitu penyakit arteri koroner, penyakit
serebrovaskuler dan penyakit vaskuler perifer.Gabungan dari gangguan biokimia yang
disebabkan karena insufisiensi insulin yang menjadi penyebab jenis penyakit
vaskuler.Gangguan–gangguan ini berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler,
hiperproteinemia dan kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya makrovaskuler
diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Jika yang terkena adalah arteri
koronariadan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.
(Ernawati, 2013)
G. Penatalaksanaan Medis
Kerangka utama penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu edukasi, perencanaan makan,
latihan jasmani, dan obat hipoglikemik.
1. Edukasi
Edukasi mengenai pengertian DM, promosi perilaku hidup sehat, pemantauan darah
mandiri, serta tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya perlu dipahami oleh
pasien.
2. Perencanaan makan (meal planning)
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), telah ditetapkan bahwa
standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat
(45-65%), protein (10-20%). Lemak (20-25%).Apabila diperlukan santapan dengan
komposisi karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik, terutama untuk
golongan ekonomi rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Jumlah
kandungan kolesterol <300 mg/ hari.Jumlah kandungan serat ± 25 g/ hari, diutamakan
jenis serat larut.Konsumsi garam dibatasai bila terdapat hipertensi.Pemanis dapat
digunakan secukupnya.
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama ±0,5 jam yang sifatnya
sesuai CRIEPE (continous, rhytmical, interval, progressive, endurance training).Latihan
yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, renang, bersepeda, dan
mendayung.
4. Obat berkhasiat hipoglikemik
a. Sulfonilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulsai pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai aklibat
rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat
badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
b. Biguanid
Obat ini menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal.
Preparat yang ada dan aman adalah metformin.Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk
(indeks masa tubuh/ IMT > 30) sebagai obat tunggal.
c. Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase didalam
saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia pasca prandial.
(Perkeni, 2011)
Pathway Diabetes melitus
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien diabetes mellitus dengan Konsep & Tipologi Pola Kesehatan
Fungsional menurut Gordon, yaitu :
1. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan Menggambarkan Persepsi,pemeliharaan dan
penanganan kesehatan Persepsi terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan kesehatan,
kemampuan menyusun tujuan,pengetahuan tentang praktek kesehatan
2. Pola Nutrisi – Metabolik
Hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet; peningkatan masukan glukosa/
karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/ minggu, haus, penggunaan
diuretik (tiazid).
Tanda: kulit kering/ bersisik, turgor jelek, kekakuan/ distensi abdomen, muntah,
hipertiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau
halitosis/ manis, bau buah (nafas aseton).
3. Pola Eliminasi
Perubahan pola kemih, poliuria, nokturia, rasa nyeri atau terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi), ISK baru tau berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda: urin encer, pucat, kuning: poliuri(dapat berkembang menjadi oliguria/ anuria jika
terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya
asites, bising usus lemah dan menurun: hiperaktif (diare).
4. Pola Latihan-Aktivitas
Kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulent (tergantung adanya
infeksi/ tidak), batuk, dengan/ sputum purulen (infeksi), frekuensi pernapasan. Kulit
kering, gatal, ulkus kulit.Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ ulserasi, menurun kekuatan
umum/ rentang gerak, parastesia/ paralisis otot termasuk otot pernafasan (jika kadar
kalium menurun dengan cukup tajam).
Letih, lemah sulit berjalan/bergerak, tonus otot menurun, kram otot, gangguan istirahat/
tidur.Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas, letargi/
disorientasi, koma dan penurunan kekuatan otot.
5. Pola Kognitif Perseptual
Riwayat hipertensi, infark miokard akut, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama. Takikardi, perubahan tekanan
darah postural: hipertensi, nadi menurun/ tidak ada, disritmia, kulit panas, kering dan
kemerahan: bola mata cekung.Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat).
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
6. Pola Istirahat-Tidur
Pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, gangguan
penglihatan.
Tanda: disorientasi: mengantuk, letargi, stupor/ koma, gangguan memori (baru, masa
lalu),kacau mental, refleks tendon dalam menurun, aktivitas kejang.
7. Konsep Diri-persepsi Diri
Stress, tergantung pada orang lain. Tanda: Ansietas, peka rangsang.
8. Pola Peran dan Hubungan
Ketidakmampuan menjalankan peran sebagaimana mestinya.
9. Pola Reproduksi/Seksual
Raba vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita.
10. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )
Faktor resiko keluarga: DM, stroke, hipertensi, penyembuhan yang lambat, penggunaan
obat seperti steroid, diuretik (tiazid): dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan
kadar glukosa darah), menggunakan obat diabetik.
Tanda: Memerlukan bantuan dan pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan glukosa darah.
11. Pola Keyakinan Dan Nilai Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai,keyakinan
termasuk spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama
yang dipeluk dan konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan dan buadaya,berbagi
denga orang lain,bukti melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual
dan pantangan dalam agama selama sakit
Pemeriksaan Diagnostik
B. DIAGNOSE KEPERAWATAN
1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d factor resiko kurang patuh dengan
rencana manajemen diabetes, manajemen medikasi tidak terkontrol.
2. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan secara aktif; diuresis osmotic,
ditandai dengan kelemahan, haus, penurunan turgor kulit, mukosa kulit kering
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d insuffisiensi insulin ditandai
dengan berat badan 20% kurang atau lebih dibawah ideal, kehilangan BB dengan asupan
makanan yang adekuat.
4. Kerusakan integritas jaringan b/d perubahan sirkulasi, penurunan sensibilitas (neuropati)
ditandai dengan adanya luka pada daerah kaki, kemerahan.
5. Risiko infeksi b/d factor risiko pertahanan primer tidak adekuat, trauma jaringan
6. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah
ditandai dengan memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti
instruksi.
(Herdman, T Heather, 2015)
C. PERENCANAAN
muncul terjadinya
memburuk komplikasi
yang lebih
buruk.
3. DP 3 NOC NIC
Setelah diberikan Monitor jumlah Untuk
askep selama 3x… nutrisi dan mengetahui
jam diharapkan kandungan nutrisi jumlah asupan
kebutuhan nutrisi yang mampu nutrisi pasien
pasien terpenuhi dihabiskan oleh yang bisa
dengan kriteria : pasien dikonsumsi
Berat badan Berikan makanan setiap hari.
pasien normal yang terpilih Pasien makan
sesuai tinggi (sudah sesuai
badan dikonsulkan kebutuhan
Nilai dengan ahli gizi) nutrisinya.
laboratorium Berikan suasana
dalam batas lingkungan yang
normal : Hb, nyaman saat Suasana yang
albumin, pasien makan. nyaman dapat
transferrin, Berikan infomasi memperbaiki
elektrolit, kadar tentang kebutuhan nafsu makan
glukosa darah nutrisi pasien.
Tidak ada tanda Monitor hasil lab Pasien dapat
– tanda dan status nutrisi memahami
malnutrisi pasien kebutuhan
nutrisinya.
Kolaborasi dengan
dokter jika terjadi Untuk
tanda-tanda mengetahui
Untuk
mencegah
terjadinya
malnutrisi.
4. DP 4 NOC NIC
Setelah diberikan Catat karakteristik Untuk
askep selama 3x… luka, tentukan mengetahui
jam diharapkan ukuran dan karakteristik
integritas jaringan kedalaman luka luka pasien.
kulit membaik Catat karakteristik
dengan kriteria cairan secret yang Perbedaan
hasil : keluar cairan secret
Luka bersih Bersihkan dan menentukan
terawat rawat luka dengan tingkat infeksi.
Jaringan NaCl 0,9 %, Agar luka
nekrosis tampon dan terawat dan
berkurang dressing dengan mempercepat
Luka mengecil kasa steril setiap proses
dalam ukuran hari penyembuhan
dan peningkatan Ajarkan teknik
granulasi perawatan kaki
jaringan dan anjurkan Untuk menjaga
pasien untuk kebersihan
memperhatikan kaki,
kaki jika sudah memperlancar
terjadi penurunan sirkulasi dan
sensasi mencegah
Kolaborasi dengan terjadinya luka
dokter jika
terdapat banyak
nekrosis pada Apabila banyak
luka terjadi jaringan
nekrosis maka
diperlukan
tindakan
debridement
5. DP 5 NOC NIC
Setelah diberikan Monitor tanda dan Untuk
askep selama 3x… gejala infeksi mengetahui
jam diharapkan sedini mungkin
factor risiko infeksi Gunakan teknik apabila terjadi
tidak terjadi dengan septic dan aseptic infeksi
kriteria hasil : selama perawatan Dapat
Klien terbebas luka mencegah
dari tanda dan Bersihkan terjadinya
gejala infeksi lingkungan pasien infeksi
Status imun Ajarkan pada Untuk
dalam batas pasien dan meminimalkan
normal (jumlah keluarga tanda, resiko infeksi
leukosit dalam gejala, dan cara Pasien dan
batas normal). pencegahan keluarga akan
infeksi memahami
tentang infeksi
Kolaborasi dengan dan upaya
dokter dalam pencegahan
pemberian infeksi
antibiotik Antibiotic
merupakan
treatment
penanganan
infeksi
6. DP 6 NOC NIC
Setelah diberikan Ciptakan Menanggapi
askep selama 3x… lingkungan saling dan
jam diharapkan percaya dengan memperhatikan
pengetahuan pasien mendengarkan perlu
meningkat dengan penuh perhatian, diciptakan
kriteria hasil : dan selalu ada sebelum pasien
Pasien dan untuk pasien. bersidia
keluarga mengambil
menyatakan bagian dalam
pemahaman Berikan informasi proses belajar.
tentang tentang penyakit, Dapat
penyakit, kondisi, meningkatkan
kondisi, prognosis, dan pemahaman
prognosis, dan program pasien
program pengobatan.
pengobatan. Diskusikan
Pasien dan tentang perubahan
keluarga gaya hidup yang
mampu mungkin Pasien dapat
melaksanakan diperlukan untuk memodifikasi
prosedur yang mencegah gaya hidup
dijelaskan komplikasi dimasa sehingga dapat
dengan benar. yang akan datang berperan aktfi
Instruksikan dalam proses
pasien mengenai penyembuhan.
tanda dan gejala
apa yang perlu
dilaporkan kepada
pemberi Pasien dan
perawatan dengan keluarga
cara yang tepat. memahami
tanda dan
gejala bila
pasien
memburuk.
(Mosby, 2013)
D. PELAKSANAAN
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana
tindakan.Pelaksanaan memberikan asuhan keperawatan secara mandiri, kolaboratif dan
delegatif.Pada pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, validasi, rencana keperawatan,
mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan
pengumpulan data.
E. EVALUASI
Evaluasi akhir asuhan keperawatan dilaksanakan mengacu pada tujuan dan alokasi waktu
yang ditentukan. Hasil yang di harapkan pada proses perawatan pasien dengan tumor tulang
adalah :
1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah tidak terjadi
2. Kekurangan volume cairan akan teratasi
3. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
4. Integritas jaringan kulit membaik
5. Factor risiko infeksi tidak terjadi
6. Pengetahuan pasien meningkat
A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.H Nama : Nn S
Umur : 44 tahun Umur : 19 th
Jenis Kelamin : perempuan Jenis Kelamin: perempuan
Agama :Islam Agama :islam
Pendidikan :SLTA Pekerjaan :pelajar
Pekerjaan : wiraswasta Alamat : SDA
Gol. Darah :A+ Hubungan dengan Pasien : anak
Alamat : Blok Gondok 1rt /rw 01/05 kandang Haur Indramayu
.
B.KELUHAN UTAMA
1. Keluhan utama saat MRS (Masuk Rumah Sakit)
Pasien mengeluh nyeri,pada tulang belakang,tidak bisa makan sudah 2 mmg BB turun dari 58
menjadi 50kg TB 148cm IMT 22,83 dalam waktu 2 bln
2. Keluhan Utama saat Pengkajian :
Nyeri pada tulang belakang,hilang timbul,gula darah tidak stabil, lemas ,kurang nafsu makan
A. DIAGNOSA MEDIS
LNH,riwayat DM tidak terkontrol
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada bulan agustus 2018 muncul benjolan di sebelah kiri leher,lalu diakukan biobsi dinyatakan
LNH dan pasien menjalani kemoterapi selama 13x tahun 2019 sekitar bulan maret muncul
benjolan kembali di leher sebelah kanan, dan di biosi hasil jinak tidak ada keganasan.pada bulan
agustus pasien jatuh terduduk dan mengeluh tidak bisa bergerak,lalu pasien di bawa Rs mitra
Cirebon dan dilakukan MRI dinyatakan HNP, tetapi tidak ada saran operasi hannya menjalani
fisioterapi ,nyeri tidak berkurang pasien di MRI ulang hasil dinyatakan ada Tumor di daerah
lumbal,pasien tidak mau makan selama 2mmg lalu di bawa ke Rs kanker Dharmais
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien sudah dinyatakan LNH sejak agustus 2018 dan mempunyai DM sejak 2008 ,seharusnya
pasien sudah mendapat terapi metformin 3x500mg tetapi tidak teratur meminumnya,akibatnya
Gula darah tidak terkontrol pernah sampai 600 dan pasien sempat tidak sadar
Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara ,ayahnya adalah penderita DM ,di keluarga yang
lain tidak di temukan riwayat penyakit kronis baik DM,hipertensi,TBC maupun riwayat
penyakit kanker.
genogram :
44
4
Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
Meninggal
Orang yang tinggalserumah
Usia
4
Pasien 44 th
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara dan memiliki 2 orang anak ,ayahya
menderita DM dan sudah meninngal di keluarga tidak ada ada yang mempunyai penyakit kanker
Pola Eliminasi BAK pada saat sebelumnya ,tidak BAk tidak mengalami gangguan ,seperti biasa
BAK :Jumlah, mengalami masalah pasien BAK ke frekuensi 6-7 x/hr, kadang kemar mandi sendiri
ADL Di Rumah Di Rumah Sakit
Warna, Bau, kamar mandi, frekuensi sering 7- atau pakai pispot
Masalah, Cara 10x/hr, jum;ah juga banyak.
Mengatasi.
BAB juga pasien tidak mengalami Saat ini pasien kadang sulit BAB, akibat pasien
BAB :Jumlah, masalah ,pasien biasanya rutin mengkonsumsi obat morfin yang mengurangi
Warna, Bau, BAB 1x/hr, konsistensi lunak, tidak peristaltic usus, konsistensi agak keras, cara
Konsistensi, ada perdarahan untuk mengatsi pasien mendapat terapi
Masalah, Cara laksadin /pencahar
Mengatasi.
2. Riwayat Psikologi
a. Status Emosi
Ekspresi wajah pasien sedih tapi pasien sudah bisa menerima karena sakit sudah cukup lama
sejak 2018 ,pasien selalu di damping anaknya saat berobat karena anak yang kedua belum
berkeluarga
b. Gaya Komunikasi
Saat berkonumikasi pasien jelas ,terbuka ,mengenai masalah yang di hadapinya
c. Pola Pertahanan
Pasien adalah seorang muslim yang taat dan pasien sudah menderita sakit sudah lam asejak
2018, sudah bisa menerima dan ikhlas.
3. Riwayat Sosial
Bagaimana Pola Interaksi pasien : pasien mudah bergaul dan menyesuaikan diri, dia dekat
dengan keluarganya, saat ini anak ke2 nya yang mendampingi pengobatan.
4. Riwayat Spiritual
Pasien adalah seorang muslim yang taat beribadah baginya ikhlas saja dan tetap berusaha ,Tuhan
pasti bersanyanya.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan secara umum baik,badan bersih kesadaran kompos mentis
3. Pemeriksaan Wajah
a. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan mata (+), Kelopak mata/palpebra tdak edema , ptosis/dalam
kondisi tidak sadar mata tetap membuka (-), peradangan (-), luka (-), benjolan (-), Bulu mata
rontok atau tidak, Konjunctiva dan sclera perubahan warna (ananemis), Warna iris (hitam,
Reaksi pupil terhadap cahaya (miosis), Pupil (anisokor), Warna Kornea coklat
b. Hidung
Inspeksi dan palpasi : Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (adakah
pembengkokan atau tidak). Amati meatus : tdak ada perdarahan,tdak ada Kotoran/-), dan tidak
ada Pembengkakan ,tidak ada pembesaran / polip (+)
c. Mulut
Amati bibir :tidak ada Kelainan konginetal , warna bibir coklat, lesi (-), Bibir pecah (-), Amati
gigi , gusi, dan lidah : Caries ( - ), Kotoran (- ), Gigi palsu (-), Gingivitis /-), Warna lidah,
Perdarahan (/-) dan abses (/-).
d. Telinga
Amati bagian telinga luar: Bentuk simetris …Ukuran saam besar Warna cuklat,tidak ada lesi ,
nyeri tekan, peradangan, penumpukan serumen. Dengan otoskop periksa membran tympany
amati, warna .ecoklatan
b. Leher
Inspeksi :Bentuk leher ( asimetris), peradangan (-), jaringan parut (-), perubahan warna (-), massa
(-)
Palpasi :tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,life posisi trakea simetris. pembesaran Vena
jugularis (-)
5. Pemeriksaan Thoraks/dada
a. PEMERIKSAAN PARU
INSPEKSI
- Bentuk torak (Normal chest ),
- Susunan ruas tulang belakang (Kyposis / Scoliosis / Lordosis),
- Bentuk dada (simetris ),
- Keadaan kulit ? baik tidak ada luka
- Retrasksi otot bantu pernafasan :Retraksi dinding otot dada normal,tidak ada penggunaan otot
bantu nafas
PALPASI
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba (sama ).
PERKUSI
Area paru : ( sonor )PR
AUSKULTASI
- Suara nafas Area Vesikuler : (bersih ) , Area Bronchial : (bersih ) Area Bronkovesikuler
(bersih ) PR.
- Keluhan lain yang dirasakan terkait Px. Torak dan Paru : thorak tidak ada kelainan
b. PEMERIKSAAN JANTUNG
INSPEKSI
Ictus cordis(+/-), pelebaran ........cm
PALPASI
Pulsasi pada dinding torak teraba : ( Lemah )
PERKUSI
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ( N = ICS II )
Batas batas batas ( N = ICS V)
Batas Kiri : ( N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : . ( N = ICS IV Mid SternalisDextra)
AUSKULTASI
BJ I terdengar (tunggal ), (reguler )
BJ II terdengar (tunggal ), (keras ), (reguler )
Bunyi jantung tambahan : BJ III (-), Gallop Rhythm(-), Murmur(-).
Keluhan lain terkait dengan jantung : .tidak ada
6. Pemeriksaan Abdomen
INSPEKSI
Bentuk abdomen : (datar), Massa/Benjolan (-), Kesimetrisan (+),
Bayangan pembuluh darah vena (-)
AUSKULTASI
Frekuensi peristaltic usus 10-20 x/menit (N = 5 – 35 x/menit), Borborygmi (-) PR
PALPASI
Palpasi Hepar : diskripsikan : Nyeri tekan(-), pembesaran(-), perabaan ( lunak), permukaan (halus
), tepihepar (tumpul ) . (N = hepartidakteraba).
Palpasi Lien : Gambarkan garis bayangan Schuffner (PR)dan tidak ada pembesaran pada lien
Palpasi Appendik : Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik (Mc. Burney PR). Nyeri
tekan(-), nyeri lepas(-), nyeri menjalar kontralateral (-).
Palpasi Ginjal : Bimanual diskripsikan : nyeri tekan(-), pembesaran(-). (N = ginjal tidak teraba).
PERKUSI
Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.
Keluhan lain yang dirasakan terkait denganPx. Abdomen : mual saja
b. Palpasi
Oedem tidak ada ,( negative) :
Lingkarlengan : Lakukan uji kekuatan otot PR : ekstemitas atas 55
Ekstemitas bawah 45
THORAK 12/10/20
Tidak tampak kelainan pada jantung dan paru
MRI Lumbal tgl 14/10/20
Hasil spondylosis lumbalis
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 DS: Ketidakstabilan gula
Pasien mengatakan gula Menejemen medikasi darah
darah tidak stabil naik turun tidak terkontrol
terutama sore hari padahal
makan sudah sangat
menjaga. Pasien mengtakan
riwayat menderita DM sejak
2008 tetapi tidak teratur
minum obat
DO:
Pasien tampak dalam
program sleding scale hasil
Gula darah
Pertama 302 ( N< 140)
Kedua 321 (N <140)
Ketiga 117 (N <140)
Empat 120 (N <140)
DO:
pasien tampak berjalan
perlahan-lahan , NRS7-8,
saat ini pasien terpasang mo
10 mg/24 jam. Pasien di
damping keluarga dalam
beraktivitas.
□ Manajemen Hipoglikemia
□ Identifikasi tanda dan gejala
Hipoglikemi
□ Berikan karbohidrat sederhana, jika
perlu
□ Berikan glukagon, jika perlu
□ Berikan karbohidrat kompleks dan
protein sesuai diet
□ Pertahankan kepatenan jalan napas
□ Pertahankan akses IV
□ Anjurkan membawa karbohidrat
sederhana setiap saat
□ Anjurkan monitor kadar glukosa darah
□ Kolaborasi pemberian dextrose
□ Kolaborasi pemberian glukagon
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NYERI KRONIK
Tanggal:9/10/20 Ruangan:anggrek 2
Diagnosis Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Kronik (0078) Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam □ Manajemen Nyeri
Definisi: maka Tingkat Nyeri (L08066) menurun, □ Identifikasi karakteristik Nyeri
Pengalaman sensorik atau emosional yang dengan kriteria hasil: (PQRST)
berhubungan dengan kerusakan jaringan □ Kemampuan menuntaskan aktivitas □ Identifikasi skala nyeri sesuai
aktual atau fungsional, dengan onset meningkat waktu pemantauan
mendadak atau lambat dan berintensitas □ Keluhan nyeri menurun □ Monitor keberhasilan terapi
ringan hingga berat dan konstan, yang □ Meringis menurun komplementer yang sudah
berlangsung lebih dari 3 bulan. □ Sikap protektif menurun diberikan
Kriteria: □ Gelisah menurun □ Monitor efek samping penggunaan
□ Mengeluh nyeri □ Kesulitas tidur menurun analgetik
□ Merasa depresi (tertekan) □ Perasaan depresi (tertekan) menurun □ Identifikasi pengaruh nyeri pada
□ Tampak meringis □ Ketegangan otot menurun kualitas hidup
□ Gelisah □ Muntah mual menurun □ Berikan teknik non-farmakologi
□ Frekuensi nadi meningkat □ Frekuensi nadi membaik untuk mengurangi nyeri (mis. teens
□ Sulit tidur □ Pola napas membaik hipnosis,akupresur, teraapi musik,
□ Fokus menyempit □ Tekanan darah membaik terapi pijat, aromaterapi,tekni
□ Proses berpikir membaik imajinasi terbimbing, kompres
hangat atau dingin, terapi bermain)
□ Perilaku membaik
□ Kontrol lingkungan yang
□ Nafsu makan membaik
memperberat rasa nyeri (mis. suhu
□ Pola tidur membaik
ruangan,penvahayaan, kebisingan)
□ Fasilitasi istirahat dan tidur
□ Jelaskan penyebab periode dan
pemicu nyeri
□ Jelaskan strategi meredakan nyeri
□ Anjurkan menggunakan analgetik
Diagnosis Kriteria Hasil Intervensi
secara tepat
□ Kolaborasi peberian analgetik
□ Perawatan Kenyamanan
□ Identifikasi gejala yang tidak
menyenangkan (mis.mual, nyeri,
gatal dan sesak)
□ Identifikasi pemashaman tentag
kondisi situasi dan perasaannya
□ Identifikasi measalah emosional
dan spiritual
□ Berikasn posisi yang nyaman
□ Ciptakan lingkungan yang nyaman
□ Berikan pemijatan
□ Berikan terapi akupresur
□ Berikan terapi hipnosis
□ Dukung keluarga dan pengasuh
terlibat dalam terapi atau
pengobatan
□ Diskusikan mengenai situasi dan
pilihan terapi atau pengobatan
yang diinginkan
□ Kolaborasi pemberian analgetik,
antipruritus, antihistamin, jika
perlu
□ Terapi Relaksasi
□ Ientifikasi kesediaan, kemampuan,
dan pengguaan teknik relaksasi
□ Periksa ketegangan otot, frekuensi
adi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan sesudah latihan
Diagnosis Kriteria Hasil Intervensi
□ Ciptakan lingkungan yang tenang
dan tanpa gangguan dengan
perncahayaan dan suhu yang
nyaman
□ Gunakan nada lembut dengan
irama lambat dan berirama
□ Jelaskan secara rinci intervensi
yang dipilih (mis. musik, meditasi,
napas dalam, relakasai otot
progresif)
□ Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi yang dipilih (mis. musik,
meditasi, napas dalam, relakasai
otot progresif)
□ Anjurkan mengambil posisi
nyaman
□ Anjurkan sering mengualngi atau
melatih teknik yang dipilih
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
DEFISIT NUTRISI
Tanggal: 9/10/20 Ruangan: anggrek 2
Diagnosis Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Nutrisi (0019) Asupan nutrisi adekuat ditandai □ Manajemen Nutrisi
Definisi: dengan : □ Identifikasi status nutrisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk □ Porsi makanan yang □ Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
memenuhi kebutuhan metabolisme. dihabiskan bertambah □ Identifikasi makanan yang disukai
Kriteria: □ Nilai albumin meningkat (3,2- □ Monitor asupan makanan
□ Berat badan menurun minimal 5,2 g/dL □ Monitor berat badan
10% di bawah rentang ideal □ Peningkatan berat badan □ Melakukan oral hygiene sebelum makan, jika
□ Nafsu makan menurun □ Frekuensi makan meningkat perlu
□ Otot pengunyah lemah □ Peningkatan nafsu makan □ Menyajikan makanan secara menarik dan sushu
□ Otot menelan lemah yang sesuai
□ Membran mukosa pucat □ Memberikan makanan tinggi serat untuk
□ Sariawan mencegah konstipasi
□ Nilai albumin menurun □ Memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi
□ Diare protein
□ Menganjurkan posisi duduk saat makan, jika
mampu
□ Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
□ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
□ Pemberian Makanan
□ Identifikasi makanan yang diprogramkan
□ Identifikasi kemampuan menelan
□ Melakukan kebersihan tangan dan mulut sebelum
makan
□ Berikan posisi duduk atau semi fowler saat makan
BWT/ FRM.52.Rev.00
□ Berikan makanan hangat 13 Desember 2019
2/2
□ Sediakan sedotan, sesuai kebutuhan
□ Menganjurkan keluarga membantu memberi makan
kepada pasien
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
RISIKO INFEKSI
Tanggal:9/10/20 Ruangan:anggrek 2
Batasan Karakteristik Kriteria Hasil Intervensi
RISIKO INFEKSI (0141) Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam. □ Pencegahan infeksi
maka Tingkat Infeksi (L014137) menurun, □ Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
Definisi:
dan sistemik
Berisiko mengalami peningkatan terserang dengan kriteria hasil:
□ Batasi jumlah pengunjung
organisme patogenik.
□ Kebersihan tangan membaik □ Cuci tangan sebelum dan sesudah
Faktor Risiko:
□ Penyakit kronis (mis. Diabetes □ Kebersihan badan membaik kontak dengan pasien dan lingkungan
□ Nafsu makan membaik pasien
melitus)
□ Pertahankan teknik aseptik pada pasien
□ Efek prosedur invasif □ Demam menurun
berisiko tinggi
□ Malnutrisi □ Kemerahan menurun □ Jelaskan tanda dan gejala infeksi
□ Ketidakadekuatan pertahanan tubuh □ Nyeri menurun □ Ajarkan cara mencuci tangan dengan
primer, seperti kerusakan integritas
□ Bengkak menurun benar
kulit, merokok
□ Kadar sel darah putih membaik □ Ajarkan etika batuk
□ Ketidakadekuatan pertahanan tubuh
□ Anjurkan meningkatkan
sekunder, seperti penurunan
hemoglobin, imunosupresi, asupan nutrisi dan cairan
leukopenia, supresi respon inflamasi,
Implementasi keperawatan
S pasien mengtakan
Identifikasi kemungkinan penyebab
Jam 1 badan terasa biasa tidak Nur komariah
hiperglikemia
17.30 Identifikasi situasi yang ada keluhan sakit
menyebabkan kebutuhan insulin
kepala,maupun
meningkat
Monitor tanda dan gejala pandangan kabur
hiperglikemia (mis.poliuria,
O kondisi umum pasien
polidipsia,polifagia, kelemahan,
malaise, pandangan kabur, sakit baik, tidak ada keringat
kepala)
dingin.
Melakukan pengecekan Gula darah
hasil GDS 255 Hasil GDS 255 mendapat
Memberikan terapi insulin 5 unit SC
terpi insulin sesuai
program sleding csale 5
unit SC
S: Pasien mengatakan
Ajarkan cara mencuci tangan
Jam 4 sudah tau cara cuci Nur komariah
dengan benar
17.00 Ajarkan etika batuk tangan yang benar
Mengajarkan untuk mencuci tangan
O pasien tampak bisa
kepada keluarga sebelum dan
sesudah kontak dengan klien mempraktekkan cuci
tangan dengan 6 langkah
yang benar
Mengukur TTV
TD 120/70mmhg S pasien mengatakan Nur Komariah
N 91x/mnt
Jam 4 ,daerah pemasangan infus
S 36,2 C
16.00 RR 16x/mnt agak nyeri ,saat di beri
- melepas infus dan memasang
terapi injeksi.
kembali infus
-Pertahankan teknik aseptik pada O infus yang baru sudah
pasien berisiko tinggi
terpasang kembali,sudah
-Jelaskan tanda dan gejala infeksi
tidak ada tanda-tanda
infeksi tidak ada bengkak
maupun nyeri di bagian
daerah pemasangan infus.
1
pemberian insulin
Jam Memonitor Gula darah GD 246 S pasien mengatakan gual Nur komariah
Memonitor hasil laboratorium
16.30 darah masih naik turun
HB 12,5 leko 8,04 trombo 402
kalu pagi Gula darah
normal tapi menjelang
sore GD naik
O pasien masih dalam
program SC/6 jam GD
Jam 06 117
Jam 11 135
Jam 18 246
3 -Monitor adanya mual dan muntah S pasien mengatakan Nur komariah
Jam masih agak mual sedikit,
17.30 tapi tidak ada muntah
O pasien bisa makan ¾ p
Tidak ada muntah
Nur Komariah
S Pasien mengatakan
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan masih merasa lebih baik Nur komariah
dengan benarmemakai masker
4 dan sudah mengerti
kepada keluarga dan pasien dan
menjaga kebersihan kamar tentang adanya
Jam pembatasan jam besuk
17.30 dan tidak boleh bergantian
O pasien tampak tidak
mampu mobilisasi ,dan
kamar tidur akan di jaga
kebersihannya.
Sasaran : Pasien Ny H
PELAKSANAAN KEGIATAN
Waktu : 30 menit
I. Tujuan Instruksional
A. Tujuan Instruksional Umum (TIU):
Setelah mendapatkan penyuluhan, peserta dapat memahami tentang senam kaki
diabetes dan diharapkan pasien dapat melakukan senam kaki diabetes .
II. Materi
Terlampir
III. Metode
1. Ceramah
2. Demonstrasi
IV. Media
Leaflet
V. Proses Belajar :
VI. Evaluasi
1. Jelaskan tentang pengertian senam kaki diabetes melitus.
2. Jelaskan tentang manfaat senam kaki diabetes melitus.
PANDUAN PELAKSANAAN
Pengertian
Senam kaki adalah latihan gerakan-gerakan kaki yang dapat meningkatkan aliran darah ke kaki. Pada
area kaki yang kaku, atau area yang ototnya ketat atau kram dapat merasa lebih baik. Latihan kaki
merupakan gerakan sederhana pada kedua kaki yang dilaksanakan dengan posisi duduk.
Latihan atau olahraga mampu memberikan dampak pada pengendalian kondisi pasien DM melalui :
Latihan kaki memiliki fungsi yang sangat baik bagi upaya pencegahan komplikasi kaki diabetik. Beberapa
1) Senam kaki dapat dilaksanakan bila pasien memiliki gula darah dan tekanan darah yang terkontrol.
2) Senam kaki hanya boleh dilaksanakan oleh pasien diabetes yang tidak memiliki luka di kaki.
3) Pelaksanaan senam dapat dilaksanakan tiga kali sehari, pada pagi, siang, dan sore hari, masing-
Duduk dengan baik di atas kursi sambil meletakkan kaki ke lantai lakukan gerakan
Sambil meletakkan tumit di lantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas dan
Sambil meletakkan tumit di lantai, angkat telapak kaki ke atas. Kemudian, jari-jari kaki
diletakkan di lantai sambil tumit kaki diangkat ke atas. Langkah ini diulangi sebanyak 10 kali
Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian depan kaki diangkat ke atas dan putaran 360 º dibuat
5
Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan putaran 360º dibuat dengan pergerakan
Kaki diangkat ke atas dengan meluruskan lutut. Putaran 360º dibuat dengan pergerakan pada
7
Lutut diluruskan dan dibengkokkan ke bawah sebanyak 10 kali. Ulangi langkah ini untuk kaki
Letakkan sehelai kertas koran di lantai. Remas kertas itu menjadi bola dengan kedua kaki.
Kemudian, buka bola itu menjadi kertas yang lebar menggunakan kedua belah kaki. Langkah ini
DAFTAR PUSTAKA
http://www.diabetesmalaysia.com/komplikasidiabetes.htm
http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/senam-kaki-diabetes-melitus.html