Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


PADA ANAK DI HCU MELATI 2 RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA

Disusun oleh :
FAIK AHMAD
(17020)

AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN


TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah hasil dari perkembangan
dan ketidakmampuan kembalinya fungsi nefron. Gejala klinis yang serius
sering tidak terjadi sampai jumlah nefron yang berfungsi menjadi rusak
setidaknya 70-75% di bawah normal. Bahkan, konsentrasi elektrolit darah
relatif normal dan volume cairan tubuh yang normal masih bisa di
kembaikan sampai jumlah nefron yang berfungsi menurun di bawah 20-
25 persen. (Guyton and Hall, 2014).
Menurut Syamsir (2007) Chronic Kidney Disease (CKD) adalah
kasus penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara akut (kambuhan)
maupun kronis (menahun). Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney
Disease) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
lingkungan dalam keadaaan yang cocok untuk kelangsungan hidup.
Kerusakan pada kedua ginjal bersifat ireversibel. CKD disebabkan oleh
berbagai penyakit. Brunner and Suddarth (2014) menjelaskan bahwa
ketika pasien telah mengalami kerusakan ginjal yang berlanjut sehingga
memerlukan terapi pengganti ginjal secara terus menerus, kondisi
penyakit pasien telah masuk ke stadium akhir penyakit ginjal kronis, yang
dikenal juga dengan gagal ginjal kronis.
Ahli lain menyatakan bahwa Penyakit ginjal kronis adalah suatu
proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu
derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisi
atau transplantasi ginjal (Cynthia Lee Terry,2011). Dari beberapa
pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa gagal ginjal kronis adalah
kerusakan ginjal yang ireversibel sehingga fungsi ginjal tidak optimal dan
diperkukan terapi yang membantu kinerja ginjal serta dalam beberapa
kondisi diperlukan transplantasi ginjal.

2
B. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit
lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness).
Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu,
ada beberapa penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis, yaitu
(Robinson,2013) :
a. Penyakit Glomerular kronis (glomerulonetritis).
b. Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis).
c. Kelainan kongenital (polikistik ginjal).
d. Penyakir vaskuler (renal nephrosclerosis).
e. Obstruksi saluran kemih (nephrolithisis).
f. Penyakit kolagen (Systemic Lupus Erythernatosus).
g. Obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida).
Menurut (Haryono, 2012) :
a. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
b. Penyakit peradangan (glomerulonefritis) primer dan
sekunder.Glomerulonefritis adalah peradanganginjal bilateral,
biasanya timbul pascainfeksi streptococcus.Untuk glomerulus akut,
gangguan fisiologis utamanya dapat mengakibatkan ekskresi air,
natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul edema dan
azotemia,peningkatan aldosteron menyebabkan retensi air dan
natrium.Untuk glomerulonefritis kronik, ditandai dengan kerusakan
glomerulus secara progresif lambat, akan tampak ginjal mengkerut,
berat lebih kurang dengan permukaan bergranula.Ini disebabkan
jumlah nefron berkurang karena iskemia, karena tubulus mengalami
atropi, fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri.
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis).
Merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada
ginjal.Sebaliknya, GGK dapat menyebabkan hipertensi melalui
mekanisme.Retensi Na dan H2O, pengaruh vasopresor dari
systemrennin, angiotensi dan defisiensi prostaglandin;keadaan ini

3
merupakan salah satu penyebab utama GGK, terutama pada populasi
bukan orang kulit putih.
d. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis
sistemik).
e. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulas ginjal).Penyakit ginjal polikistik yang ditandai dengan kista
multiple,bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat laun
mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan.Asidosis tubulus ginjal merupakan gangguan ekskresi H+
dari tubulus ginjal/kehilangan HCO3 dalam kemih walaupun GFR
yang memadai tetap dipertahankan, akibatnya timbul asidosis
metabolic.
f. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).
g. Nefropati toksik.
h. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih).

C. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan
gangguan yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi
dalam peran sirkulasi memiliki fungsi yang banyak (organs
multifunction), sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan
mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor.
Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh gagal ginjal
kronis (Robinson, 2013):
a. Ginjal dan Gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut
kering, penurunan turgor kulit, kelemahan, fatique, dan mual.
Kemudian terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri
kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah
peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami
kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkmpensasi akan

4
mengakibatkan asidosis metabolic. Tanda paling khas adalah
terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi.
b. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardornyopati, utteric
percaditis, effuse pericardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade
jantung), gagal jantung, edema periobital dan edema perifer.
c. Respiratory System
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan
efusi pleura, crackles,sputum yang kental, uremic pluritis dan
uremic lung, dan sesak napas.
d. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esophagitis, gastritis, ulseratif
duodenal, lesi pada usus halus/ usus besar, colitis, dan pankreatitis.
Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea
dan vorniting.
e. Integument
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering da nada scalp.
Selain itu, biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis,
petechiae, dan timbunan urea pada kulit.
f. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy parifer, nyeri,
gatal pada lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan
reflex kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk
meningkat, iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari hasil EEG
menunjukkan adanya perubahan metabolic encephalophaty.
g. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea, dan
gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan
sekresi sperma, peningkatan sekresi aldosterone, dan kerusakan
metabolism karbohidrat.

5
h. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dari dialysis), dan kerusakan platelet.
Biasanya masalah yang serius pada system hermatologi
ditunjukkan denganadanya pedarahan (purpura, ekimosis, dan
petechiae).
i. Musculoskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur
pathologis, dan klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard)

D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbukan dari penyakit gagal ginjal kronis
adalah:
a. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan deklasifikasi matriks tulang. Sehingga tulang akan
menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama kan
menyebabkan fraktur pathologis
b. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai control sirkulasi sistemik akan berdampak secara
sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan
kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
c. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam
rangakaian hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami
defisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung
eritrosit lebih rendah dari harga normal yaitu21bila Hb < 14 g/dL dan
Ht<41%, pada pria atau Hb < 12 g/dL dan Ht < 37% pada wanita.
d. Disfungsi seksual

6
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal maka libido sering mengalami
penurunan dan terjadi impotensi pada pria, sedangkan pada wanita
dapat terjadi hiperprolaktinemia.

E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Menurut Smeltzer dan Bare (2010) proses terjadinya CKD adalah
akibat dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga
terjadi uremia yang mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah, maka setiap gejala semakin meningkat.
Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak masalah pada
ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi,
sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal.Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren
kreatinin. Menurunya filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya
glomeluri klirens kreatinin. Sehingga kadar kreatinin serum akan
meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari
fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga
oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti
steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada
retensi cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol
dikarenakan ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
sehari-hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh
yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin
angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.

7
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan
ginjalmensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam
terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia
(NH3) danmengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi
fosfat dan asam organik lain juga terjadi.Kerusakan ginjal pada CKD juga
menyebabkan produksi eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai
sesak napas, angina dan keletian. Eritropoetin yang tidak adekuat dapat
memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan karena setatus pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin
sendiri adalah subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal untuk
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan
Bare (2010) adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang
lain menurun. Penurunan LFG menyebabkan peningkatan kadar fosfat
serum dan sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan penurunan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh
tidak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon,
dan akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada
tulang dan menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif
vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam
ginjal menurun, seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit
tulang uremik dan sering disebut Osteodistrofienal. Osteodistrofienal
terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat dan keseimbangan
parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga berkaitan dengan
gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi.
Pasien yang mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau

8
mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk
dari pada mereka yang tidak mengalimi kondisi ini.

9
Infeksi Vaskuler (Hipertensi, DM) Zat toksin Obstruksi saluran
kemih
Reaksi antigen Arter sklerosis
antibody Tertimbun dalam ginjal Refluks

Suplai darah ginjal menurun Vaskularisasi


Hidronefrosis ginjal

Peningkatan tekanan Iskemia


GRF turun ginjal

Nefron rusak

CKD

Penurunan fungsi Peningkatan Sekresi kalium Ekskresi Sekresi eritroprotein


ekskresi ginjal Retensi Na menurun air turun turun

& H2O Kelebihan


Sindrom urenia volume Produksi Hb turun
Hiperkalemia
cairan
Pruritus CES meningkat Oksihemoglobin turun
Gg. Penghantaran
kelistrikan jantung
Tek. Kapiler naik Ketidak efektifan
Tidak mampu
Kerusakan Perfusi jaringan
mengekskresi
integritas Edema asam (H)
kulit jaringan
n Disritma Suplai O2
Vol. intersisial naik jaringan turun
Asidosis
Penglihatan preload
RNA
Gg. Pertukaran gas Edema paru
Penurunan curah
jantung
Intoleransi
Ketidak efektifan Keletihan otot aktivitas
Hiperventilasi
pola nafas

Anoreksia
Intake turun Ketidak seimbangan
Mual, muntah nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh

(Smeltzer dan Bere, 2010)

10
F. PENATALAKSANAAN (MEDIS DAN KEPERAWATAN)
1. Manajemen terapi
Tujuan dari manajemen adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin. Semua faktor yang berkontribusi terhadap
gagal ginjal kronis dan semua faktor yang reversibel (misal obstruksi)
diindentifikasi dan diobati. Manajemen dicapai terutama dengan obat
obatan dan terapi diet, meskipun dialisis mungkin juga diperlukan untuk
menurunkan tingkat produk limbah uremik dalam darah (Brunner and
Suddarth, 2014).
a. Terapi farmakologis
Komplikasi dapat dicegah atau ditunda dengan pemberian resep
antihipertensi, eritropoitin, suplemen Fe, suplemen fosfat, dan kalsium
(Brunner and Suddarth, 2014).
b. Antasida
Hyperphosphatemia dan hipokalsemia memerlukan antasid yang
merupakan zat senyawa alumunium yang mampu mengikat fosfor
pada makanan di dalam saluran pencernaan. Kekhawatiran jangka
panjang tentang potensi toksisitas alumunium dan asosiasi alumunium
tingkat tinggi dengan gejala neurologis dan osteomalasia telah
menyebabkan beberapa dokter untuk meresepkan kalsium karbonat di
tempat dosis tinggi antasid berbasis alumunium. Obat ini mengikat
fosfor dalam saluran usus dan memungkinkan penggunaan dosis
antasida yang lebih kecil. Kalsium karbonat dan fosforbinding,
keduanya harus di berikan dengan makanan yang efektif. Antasid
berbasis magnesium harus dihindari untuk mencegah keracunan
magnesium (Brunner and Suddarth, 2014).
c. Antihipertensi dan kardiovaskuler agen
Hipertensi dapat dikelola dengan mengontrol volume cairan
intravaskular dan berbagai obat antihipertensi. Gagal jantung dan
edema paru mungkin juga memerlukan pengobatan dengan
pembatasan cairan, diet rendah natrium, agen diuretik, agen inotropik
seperti digitalis atau dobutamin, dan dialisis. Asidosis metabolik yang

11
disebabkan dari gagal ginjal kronis biasanya tidak menghasilkan
gejala dan tidak memerlukan pengobatan, namun suplemen natrium
bikarbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi
asidosis jika hal itu menyebabkan gejala (Brunner and Suddarth,
2014).
d. Agen antisezure
Kelainan neurologis dapat terjadi, sehingga pasien harus diamati
jika terdapat kedutan untuk fase awalnya, sakit kepala, delirium, atau
aktivitas kejang. Jika kejang terjadi, onset kejang dicatat bersama
dengan jenis, durasi, dan efek umum pada pasien, dan segera beritahu
dosen segera. Diazepam intravena (valium) atau phenytoin (dilantin)
biasanya diberikan untuk mengendalikan kejang. Tempat tidur pasien
harus diberikan pengaman agar saat pasien kejang tidak terjatuh dan
mengalami cidera (Brunner and Suddarth, 2014).
e. Eritropoetin
Anemia berhubungan dengan gagal ginjal kronis diobati dengan
eritropoetin manusia rekombinan (epogen). Pasien pucat (hematokrit
kurang dari 30%) terdapat gejala nonspesifik seperti malaise,
fatigability umum, dan intoleransi aktivitas. Terapi epogen dimulai
sejak hematokrit 33% menjadi 38%, umumnya meredakan gejala
anemia. Epogen diberikan baik intravena atau subkutan tiga kali
seminggu. Diperlukan 2-6 minggu untuk meningkatkan hematokrit,
oleh karena itu epogen tidak diindikasikan untuk pasien yang perlu
koreksi anemia akut. Efek samping terlihat dengan terapi epogen
termasuk hipertensi (khususnya selama awal tahap pengobatan),
penigkatan pembekuan situs askes vaskular, kejang, dan kelebihan Fe
(Brunner and Suddarth, 2014).
f. Terapi gizi
Intervensi diet pada pasien gagal ginjal kronis cukup kompleks,
asupan cairan dikurangi untuk mengurangi cairan yang tertimbun
dalam tubuh. Asupan natrium juga perlu diperhatikan untuk
menyeimbangkan retensi natrium dalam darah, natrium yang

12
dianjurkan adalah 40-90 mEq/ hari (1-2 gr natrium), dan pembatasan
kalium. Pada saat yang sama, asupan kalori dan asupan vitamin harus
adekuat. Protein dibatasi karena urea, asam urat, dan asam organik
hasil pemecahan makanan dan protein menumpuk dalam darah ketika
ada gangguan pembersihan di ginjal. Pembatasan protein adalah
dengan diet yang mengandung 0,25 gr protein yang tidak dibatasi
kualitasnya per kilogram berat badan per hari. Tambahan karbohidrat
dapat diberikan juga untuk mencegah pecahan protein tubuh. Jumlah
kebutuhan protein biasanya dilonggarkan hingga 60-80 gr/ hari (1,0
kg per hari) apabila pendrita mendapatkan pengobatan hemodialisis
teratur (Price dan wilson, 2006). Asupan cairan sekitar 500 sampai
600 ml lebih banyak dari output urin selama 24 jam. Asupan kalori
harus adekuat untuk pencegahan pengeluaran energi berlebih.
Vitamin dan suplemen diperlukan kerena diet protein yang dibatasi.
Pasien dialisis juga kemungkinan kehilangan vitamin yang larut
dalam darah saat melakukan hemodialisa (Brunner and Suddarth,
2014).
g. Terapi dialisis
Hiperkalemi biasanya dicegah dengan memastikan dialisis yang
memadai, mengeluarkan kalium dan pemantauan seksama terhadap
semua obat obatan baik peroral maupun intravena. Pasien harus diet
rendah kalium. Kayexalate, resin kation terkadang diberikan peroral
jika diperlukan. Pasien dengan peningkatan gejala kronis gagal ginjal
progresif. Dialisis biasanya dimulai ketika pasien tidak dapat
mempertahankan gaya hidup yang wajar dengan pengobatan
konservatif (Brunner and Suddarth, 2014).

13
G. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Riwayat
Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme,
obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga
dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
a) Riwayat
b) Riwayat keluarga yang memiliki penyakit gagal ginjal kronik.
2. Pola Gordon
a) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat penyakit sebelumnya,
persepsi pasien dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan
bagi anggota keluarganya.
b) Pola nutrisi dan cairan: pola makan dan minum sehari-hari,
jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi, jenis
makanan dan minuman, waktu berapa kali sehari, nafsu makan
menurun / tidak, jenis makanan yang disukai, penurunan berat
badan.
c) Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan
selama sakit , mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali
sehari, konstipasi, beser.
d) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul
keringat dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas
setelah aktifitas, kemampuan pasien dalam aktivitas secara
mandiri.
e) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang,
gangguan selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
(Brunner & Suddart, 2010)

b. Pengkajian fisik
1. Penampilan / keadaan umum.

14
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaranpasien dari compos mentis sampai coma.
2. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea,
nadimeningkat dan reguler.
3. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir
karenakekurangannutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan
karena kelebihan cairan.
4. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotorantelinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,mulut
bau ureum,bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
5. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
6. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
7. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
8. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
9. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.

15
10. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi:
1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG). Pemeriksaan ureum, kreatinin
serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji
saring untuk faal ginjal (LFG).
2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK). Analisis urin rutin,
mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit.
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit,
endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama
faktor pemburuk faal ginjal (LFG).
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto
polos perut, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi
retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto
Urography (MCU). Pemeriksaan radiologi dan radionuklida
(renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi (USG) (Brunner &
Suddart, 2010).

d. Diagnosa keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan
cairan ditandai dengan gangguan mekansme regulasi (00026)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis ditandai dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien (00002)
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
(00032).
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan volume
cairan ditandai dengan gangguan metabolisme (00046)

16
5. Penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan preload
(00029).
6. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kurang pengetahuan tentang proses penyakit ( 00204)
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan antara suplai dan
kebutuhan oksigen dengan kondisi terkait masalah sirkulasi
(00092)

17
e. Perencanaan keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1 Kelebihan volume Setelah dilakukan Monitor Cairan (4130)
cairan berhubungan tindakan keperawatan 1. Tentukan jumlah dan jenis
dengan kelebihan selama 3x24 jam intake / asupan cairan serta
asupan cairan masalah kelebihan kebiasaan eliminasi.
ditandai dengan volume cairan mampu 2. Periksa turgor kulit dengan
gangguan teratasi dengan criteria memgang jaringan sekitar
hasil: tulang seperti tangan atau
mekansme regulasi
Keseimbangan Cairan tulang kering, mencubit
(00026)
(0601) kulit dengan lembut,
1. Tekanan darah dari pegang dengan kedua
sangat terganggu tangan dan lepaskan.
(skala 1) menjadi 3. Monitor berat badan.
tidak terganggu 4. Monitor asupan dan
(skala 5) pengeluaran.
2. Keseimbangan intake 5. Monitor tekanan darah,
dan output dalam 24 denyut jantung, dan status
jam dari sangat pernapasan.
terganggu (skala 1) 6. Catat dengan akurat asupan
menjadi tidak dan pengeluaran.
terganggu (skala 5) 7. Berikan cairan dengan
3. Turgor kulit dari tepat.
sangat terganggu
(skala 1) menjadi
tidak terganggu
(skala 5)
4. Edema perifer dari
sangat terganggu
(skala 1) menjadi
tidak terganggu
(skala 5).

2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Terapi nutrisi (1120)


nutrisi kurang dari tindakan keperawatan
kebutuhan tubuh selama 3x24 jam 1. Pengkajian nutrisi sesuai
berhubungan masalah ketidak kebutuhan
dengan faktor seimbangan nutrisi 2. Pastikan bahwa diet
biologis ditandai dapat teratasi dengan mengndung makanan
kriteria hasil: yang tinggi serat untuk
dengan
Status nutrisi: mencegah konstipasi
ketidakmampuan
makanan dan 3. Berikan nutrisi yang
mengabsorbsi minuman yang masuk dibutuhkan sesuai batas
nutrien (00002) (1004) : diet yang dianjurkan.
1. Asupan gizi 4. Kolaborasi bersama ahli
tercukupi gizi sesuai kebutuhan
2. Asupan intake
dalam tubuh dalam

18
batas normal
3. Berat badan dalam
batas normal
3. Ketidakefektifan Tujuan : Setelah Monitor Pernapasan (3350)
pola nafas dilakukan tindakan 1) Monitor kecepatan, irama,
berhubungan keperawatan selama kedalaman, dan kesulitan
dengan 3x24 jam masalah bernapas.
hiperventilasi ketidakefektifan pola 2) Monitor suara tambahan
(00032). nafas mampu teratasi seperti ngorok atau mengi.
dengan criteria hasil: 3) Monitor pola napas (mis.
Status pernapasan Branipneu, takipneu,
(0415) hiperventilasi, pernapasan
- Frekuensi pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1,
dari deviasi berat dari pola ataxic).
kisaran normal (skala 4) Monitor saturasi oksigen
1) menjadi tidak ada pada pasien yang tersedasi.
deviasi dari kisaran 5) Palpasi kesimetrisan
normal (skala 5). ekspansi paru.
- Irama pernapasan 6) Monitor kelelahan otor-otot
deviasi berat dari diapragma dengan
kisaran normal (skala pergerakan parasoksial.
1) menjadi tidak ada 7) Auskultasi suara napas,
deviasi dari kisaran catat dimana area terjadi
normal (skala 5). penurunan atau tidak
- Kedalaman inspirasi adanya ventilasi dan
deviasi berat dari keberadaan suara napas
kisaran normal (skala tambahan.
1) menjadi tidak ada 8) Monitor keluhan sesak
deviasi dari kisaran napas pasien, termasuk
normal (skala 5). kegiatan meningkatkan atau
- Suara auskultasi memperburuk sesak nafas
napas deviasi berat tersebut.
dari kisaran normal 9) Catat pergerakan dada, catat
(skala 1) menjadi kketidaksimetrisan,
tidak ada deviasi dari penggunaan otot-otot bantu
kisaran normal (skala napas, dan restraksi pada
5). otot supraclavicula dan
- Kepatenan jalan interkosta.
napas deviasi berat
dari kisaran normal Manajemen Jalan Napas
(skala 1) menjadi (3140)
tidak ada deviasi dari 1) Buka jalan naps dengan
kisaran normal (skala teknik chin lift atau jaw
5). trust.
- Saturasi oksigen 2) Motivasi pasien untuk
deviasi berat dari bernapas pelan, dalam,
kisaran normal (skala berputar dan batuk.
1) menjadi tidak ada 3) Intruksikan bagaimana agar
deviasi dari kisaran bisa melakukan batuk
normal (skala 5). efektif.
- Penggunaan otot 4) Ajarkan pasien bagaimana

19
bantu napas dari menggunakan inhaler
sangat berat (skala 1) sesuai resep.
menjaditidak ada 5) Posisikan untuk
(skala 5). meringankan sesak.
- Restraksi dinding
dada dari sangat berat Terapi Oksigen (3320)
(skala 1) 1) Monitor aliran oksigen.
menjaditidak ada 2) Monitor efektifitas terapi
(skala 5). oksigen.
- Sianosis dari sangat 3) Pertahankan kepatenan
berat (skala 1) jalan napas.
menjaditidak ada 4) Siapkan peralatan oksigen
(skala 5). dan berikan melalui sisterm
- Suara napas humidifier.
tambahan dari sangat 5) Berikan oksigen tambahan
berat (skala 1) seperti yang diperintahkan.
menjaditidak ada 6) Atur dan ajarkan pasien
(skala 5). mengenai penggunaan
perangkat oksigen yang
memudahkan mobilitas.
7) Konsultasi dengan tenaga
kesehatan lain mengenai
penggunaan oksigen
tambahan selama kegiatan
dan/atau tidur.

4. Kerusakan Setelah dilakukan Terapi nutrisi (1120)


integritas kulit tindakan keperawatan
berhubungan selama 3x24 jam 1. Pengkajian nutrisi sesuai
dengan gangguan masalah ketidak kebutuhan
volume cairan seimbangan nutrisi 2. Pastikan bahwa diet
ditandai dengan dapat teratasi dengan mengndung makanan
kriteria hasil: yang tinggi serat untuk
gangguan
Status nutrisi: mencegah konstipasi
metabolisme
makanan dan 3. Berikan nutrisi yang
(00046) minuman yang masuk dibutuhkan sesuai batas
(1004) diet yang dianjurkan.
1. Asupan gizi 4. Kolaborasi bersama ahli
tercukupi gizi sesuai kebutuhan
2. Asupan intake
dalam tubuh dalam
batas normal
3. Berat badan dalam
batas normal

5. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien semi


berhubungan tindakan keperawatan fowler
dengan antara selama 3 x 12 jam, untukmemaksimalkan
suplai dan diharapkan pola nafas ventilasi dan
kebutuhan oksigen pasien efektif, dengan pertahankan posisi
dengan kondisi kriteria hasil : pasien

20
terkait masalah 1. Menunjukan jalan 2. Identifikasi
sirkulasi (00092) napas yang paten pasienperlunya
(irama nafas, 3. Auskultasi suara napas,
frekuensi catat adanya suara
pernafasan dalam tambahan
rentang normal, 4. Atur inteke
tida k ada suara untukcairanmengoptima
nafas abnormal) lkankeseimbangan
2. Tanda-tanda vital 5. Monitor vital sign
dalam rentang 6. Monitoringrespirasi dan
normal 02
(TD,nadi,pernafas
an)
3. Tidak
menggunakan
ototbantu
pernafasan

21
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Sudarrt. (2014). Buku Keperawatan medical Bedah. Jakarta:EGC


Guyton and hall. (2014).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Edisi 8.
Jakarta:RGC.
Cythia Lee Terry. (2011).Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Robinson. (2014). Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA. (2012). Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Smeltzer, S.(2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer &Bare. (2010). Asuhan KeperawatanChronic Kidney Disease. [serial
Online cited 30September 2019].

22

Anda mungkin juga menyukai