Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA


Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Anak di
Ruang 8 RSUD dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:
Yodha Pranata
NIM.150070300011038
Kelompok 4

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
2

I. DEFINISI
Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia
ialah suatu anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi
terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit
(Bakta, 2006). Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan anemia hemolitik
autoimun ini merupkan suatu kelainan dimana terdapat antibody terhadp sel -sel
eritrosit sehingga umur eritrosit memendek (Sudoyo.et all.,2006).
Hemolisis adalah kerusakan sel darah merah pada sirkulasi sebelum 120
hari (umur eritrosit normal). Hemolisis mungkin asymptomatic, tapi bila
eritropoesis tidak dapat mengimbangi kecepatan rusaknya sel darah merah dapat
terjadi anemia. (Gurpreet, 2004)
Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah suatu kondisi dimana
imunoglobulin atau komponen dari sistem komplemen terikat pada antigen
permukaan sel darah merah dan menyebabkan pengrusakan sel darah merah
melalui Sistem Retikulo Endotelial (SRE). Antibodi yang khas pada AIHA antara
lain IgG, IgM atau IgA dan bekerja pada suhu yang berbeda-beda. (Lanfredini,
2007)

II. ETIOLOGI
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor
intrinsik & faktor ekstrinsik.
a. Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel
eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1) Gangguan struktur dinding eritrosit
a) Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh
kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini
berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala
anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan
pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja
sudah dapat menimbulkan krisis aplastik. Kelainan radiologis tulang
dapat ditemukan pada anak yang telah lama menderita kelainan ini.
Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.
b) Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong).
Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-
20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum
mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-
kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya
dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.
c) A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang
menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga
kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan
komposisi lemak pada dinding sel.
2) Gangguan pembentukan nukleotida
3

Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah,


misalnya pada panmielopatia tipe fanconi.
Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:
a) Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
b) Defisiensi Glutation reduktas
c) Defisiensi Glutation
d) Defisiensi Piruvatkinase
e) Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
f) Defisiensi difosfogliserat mutase
g) Defisiensi Heksokinase
h) Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

3) Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari
hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya
konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah
mencapai keadaan yang normal
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan
hemoglobin ini, yaitu:
a. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin
abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain
b. Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal
talasemia

b. Faktor Ekstrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
1) Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat
2) Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi
yang dibentuk oleh tubuh sendiri.
3) Infeksi, plasmodium, boriella

III. MANIFESTASI KLINIS dan KLASIFIKASI


Manifestasi Klinis
Kadang kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan
krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan:
1) Demam
2) Mengigil
3) Nyeri punggung dan lambung
4) Perasaan melayang
5) Penurunan tekanan darah yang berarti
Berdasarkan Tipenya :
a. Anemia hemolitik aotuimun tipe hangat:
Biasanya gejala anemia ini terjadi perlahan-lahan, ikterik, demam, dan
ada yang disertai nyeri abdomen, limpa biasanya membesar, sehingga
bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman dan juga
bisa dijumpai splenomegali pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Urin
berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuri. Pada AHA paling tebanyak
terjadi yakni idiopatik splenomegali tarjadi pada50-60%, iketrik terjadi pada
40%, hepatomegali 30% pasien san limfadenopati pada 25% pasien. Hanya
25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi.
4

b. Anemia hemolitik aotoimun tipe dingin:


Pada tipe dingin ini sering terjadi aglutinasi pada suhu
dingin.Hemolisis berjalan kronik. Anemia ini biasanya ringan dengan Hb: 9-12
g/dl. Sering juga terjadi akrosinosis dan splenomegali. Pada cuaca dingin
akan menimbulkan meningkatnya penghancuran sel darah merah,
memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis
(tampak kebiruan) pada tangan dan lengan.
Anemia Hemolitik dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Tabel 1):

Tabel 1. Klasifikasi Anemia Hemolitik Imun


Anemia Hemolitik Auto Omun (AIHA)
A. AIHA tipe hangat
1. Idiopatik
2. Sekunder (karena cll, limfoma, SLE)
B. AIHA tipe dingin
1. Idiopatik
2. Sekunder (infeksi mycoplasma, mononucleosis, virus,
keganasan limforetikuler)
C. Paroxysmal Cold hemoglobinuri
1. Idiopatik
2. Sekunder (viral dan sifilis)
D. AIHA Atipik
1. AIHA tes antiglobulin negatif
2. AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin

a. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat

Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, di mana autoantibodi bereaksi
secara optimal pada susu 300C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat
disertai penyakit lain.
b. Anemia Hemolitik Imun Tipe Dingin

Terjadinya hemolisis diperantai antibody dingin yaitu agkutinin dingin dan


antibody Donath-landstainer. Kelainana ini secara karekteristik memiliki
agglutinin dingin IgM monoklonal. Pada umumnya agglutinin tipe dingin ini
terdapat pada titer yang sangat rendah, dan titer ini akan meningkat pesat
pada fase penyembuhan infeksi. Aglutinin tipe dingin akan berikatan dengan
sel darah merah dan terjadi lisis langsung dan fagositosis.
c. Paroxysmal Cold Hemoglobinuri

Ini adalah bentuk anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi
secara massif dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Dahulu penyakit
ini sering ditemukan, karena berkaitan dengan penyakit sifilis. Pada kondisi
ekstrim autoantibody Donath-Landsteiner dan protein komplemen berikatan
pada sel darah merah. Pada saat suhu kembali 370C. terjadilah lisis karena
propagasi pada protein-protein komplemen yang lain.
IV.PATOFISIOLOGI
5

Patofisiologi anemia hemolitik autoimun ini terjadi melalui aktifasi sistem


komplemen, aktifasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya.6
6

1. Aktifasi sistem komplemen


Sistem komplemen diaktifkan melalui 2 jalur, yaitu jalur klasik dan jalur alternatif .
secara keseluruhan aktifasi sistem komplemen akan menyebabkan hancurnya
membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intraveskuler. Hal ini ditandai
dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuria.
Antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah IgM,
IgG1,IgG2, IgG3. IgM disebut sebagai aglutinin tipe dingin oleh karena berikatan
dengan antigen polisakarida pada permukaan sel eritrosit pada suhu dibawah
suhu tubuh, sedangkan IgG disebut aglutinin hangat oleh karena bereaksi dengan
antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh.
a. Aktifasi komponen jalur klasik
Reaksi diawali dengan aktifasi C1 (suatu protein yang dikenal sebagai
recognition unit). C1 berikatan dengan kompleks imun antigen antibodi dan
menjadi aktif serta mampu mengkatalisis reaksi reaksi pada jalur klasik. C1
akan mengaktifkan C4 dan C2 menjadi kompleks C4b,2b (C3-convertase).
C4b,2b akan memecah C3 menjadi fragmen C3b dan C3a. C3b mengalami
perubaha konformational sehingga mampu berikatan secara kovalen dengan
partikel yang mengaktifkan komplemen (sel darah merah berlabel antibodi).
C3 juga akan membelah menjadi C3d,g dan C3c. C3d dan C3g akan tetap
berikatan pada membran sel darah merah dan merupakan produk final aktifasi
C3. C3b akan membentuk kompleks dengan C4b2b menjadi C4b2b3b (C5
convertase). C5 convertase akan memecah C5 menjadi C5a (anafilatoksin)
dan C5b yang berperan dalam kompleks penghancur membran. Kompleks
penghancur membran terdiri dari molekul C5b,C6,C7,C8, dan beberapa C9.
Kompleks ini akan menyisip ke dalam membran sel sebagai suatu aluran
transmembran sehingga permeabilitas membran normal akan terganggu,
menyebabkan air dan ion masuk kedalam sel sehingga sel membengkak dan
ruptur.
b. Aktifasi komplemen jalur alternatif
Aktifator jalur alternatif akan mengaktifkan C3, dan C3b yang terjadi akan
berikatan dengan membran sel darah merah. Faktor B kemudian akan melekat
pada C3b, dan oleh D faktor B akan dipecah menjadi Ba dan Bb. Bb
merupakan suatu protease serin, dan tetap melekat pada C3b. Ikatan C3bBb
lalu akan memecah molekul C3 lagi menjadi C3a dan C3b. C5 akan berikatan
dengan C3b dan oleh Bb dipecah menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya C5 akan
berperan dalam penghancuran membran.
2. Aktifasi mekanisme seluler
Jika sel darah disensitasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen
atau berikatan dengan komponen komplemen namun tidak tejadi aktifasi
komplemen lebih lanjut, maka sel darah tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel
retikuloendotelial. Proses immune adherence ini sangat penting bagi perusakan
sel eritrosit yang diperantarai oleh sel. Immunoadherenceterutama yang
diperantarai oleh IgG-FcR akan menyebabkan fagositosis.

V. PEMERIKSAAN DIADNOSTIK
a. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
1) Bilirubin serum meningkat
2) Urin meningkat, urin kuning pekat
3) Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
7

b. Gambaran peningkatan produksi eritrosit


1) Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
2) hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
c. Gambaran rusaknya eritrosit:
1) Morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom
mikrositer, target cell, sickle cell, sferosit.
2) Fragilitas osmosis, otohemolisis
3) Umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom.
persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur
eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek
umur eritrosit
d. Gambaran darah tepi menunjukkan adanya proses hemolitik berupa
sferositosis, polikromasi maupun poikilositosis, sel eritrosit berinti,
retikulositopeni pada awal anemia.
e. Kadar hemoglobin 3-9 g/dL, jumlah leukosit bervariasi disertai gambaran sel
muda (metamielosit, mielosit dan promielosit), kadang disertai
trombositopeni.
f. Gambaran sumsum tulang menunjukkan hiperplasi sel eritropoitik
normoblastik.
g. Kadar bilirubin indirek meningkat.
h. Pemeriksaan Direct Antiglobulin Test (DAT) atau lebih dikenal dengan Direct
Coombs test menunjukkan adanya antibodi permukaan / komplemen
permukaan sel eritrosit. Pada pemeriksaan ini terjadi reaksi aglutinasi sel
eritrosit pasien dengan reagen anti IgG menunjukkan permukaan sel eritrosit
mengandung IgG (DAT positif).
i.

Direct Coombs' Test.

Pemeriksaan Penunjang
a. Penurunan kadar HB<1g/dl dalam satu minggu tanpa diimbangi dengan
proses eritropoesis yang normal
b. Penurunan masa hidup eritrosit <120 hari. Pemeriksaan terbaik dengan
labeling crom. Persentasi aktivitas crom dapat dilihat dan sebanding dengan
8

umur eritrosit. Semakin cepat penurunan aktivitas crom maka semakin


pendek umur eritrosit
c. Hemoglobinuria (urin berwarna merah kecoklatan atau merah kehitaman)
d. Hemosiderinuria diketahui dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia pada
air seni
e. Hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang
f. Peningkatan katabolisme heme, biasanya terlihat dari peningkatan bilirubin
serum
g. Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital (menghitung sel darah
merah muda)
h. Sterkobilinogen feses meningkat, pigmen feses berwarna kehitaman
i. Terjadi hiperplasia eritropoesis sumsum tulang

Untuk menyingkirkan kemungkinan lain dan untuk memastikan diagnosis yang tepat
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Tentu saja untuk memastikan bahwa pasien
benar-benar anemia pemeriksaan sederhana untuk mengetauinya yaitu cek darah rutin
atau cek darah lengkap. Dimana dari pemeriksaan darah itu didapatkan parameter
anemia yaitu keadaan hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit. Tetapi pemeriksaan
darah hanya sejauh mengenai anemia, belum kepada penyebab yang mendasari
terjadinya anemia. Maka dari itu dapat dilakukan pemeriksaan yang lebih spesifik.
Pemeriksaan ini terdiri dari : pemeriksaan penyaring (screening test), pemeriksaan darah
seri anemia, pemeriksaan sumsum tulang, dan pemeriksaan khusus.
Pemeriksaan penyaring : pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan
hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis
morfologi anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis
lebih lanjut.

Pemeriksaan darah seri anemia : meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung


retikulosit dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic
hematology analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.

Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis


definitive pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tualng mutlak
diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada
kelainan hematologic yang dapat mensupresi system eritroid.

Pemeriksaan khusus hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada


anemia defisiensi besi yang diperiksa seperti serum iron (SI), total iron binding
capacity (TIBC), saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum. Anemia
megaloblastik yang diperiksa seperti folat serum, vit B12 serum, tes supresi
deoksiuridin dann tes Schiling. Anemia hemolitik yang diperiksa seperti bilirubin
serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin.

Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti permeriksaan faal hati,


faal ginjal atau faal tiroid. Karena kasus pasien lebih mengarah pada anemia hemolitik
autoimun maka pemeriksaan yang dapat meyakinkan ke arah tersebut adalah tes Coomb
(Direct antiglobulin test). Tes Coombs bertujuan untuk mendeteksi adanya antibody tidak
lengkap atau komplemen yang terdapat pada permukaan sel darah merah. Bila sel yang
telah diliputi zat anti tidak lengkap (mengalami sensitisasi) ditambahkan serum Coombs
(serum antiglobulin) maka akan terjadi aglutinasi. Hasil tes Coombs direk positif dijumpai
9

pada Hemolitik Disease of the Newborn (HDN), anemia hemolitik autoimun, anemia
hemolitik imun karena obat dan reaksi hemolitik pada transfuse darah. Sedangkan uji
antiglobulin indirect digunakan sebagai bagian dari penapisan antibody rutin pada serum
resipien sebelum transfusi dan untuk mendeteksi antibody golongan darah pada wanita
hamil.

VI.PENATALAKSANAAN MEDIS
Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan
khusus. Penderita dengan anemia hemolitik autoimun IgG atau IgM ringan kadang
tidak memerlukan pengobatan spesifik, tetapi kondisi lain di mana terdapat
ancaman jiwa akibat hemolitik yang berat memerlukan pengobatan yang intensif.
Tujuan pengobatan adalah mengembalikan nilai-nilai hematologis normal,
mengurangi proses hemolitik dan menghilangkan gejala dengan efek samping
minimal.

a. Terapi transfusi
1) Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka
mungkin penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary
terancam status.
2) Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari
stres jantung.
3) Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis
(misalnya, talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi
khelasi. Tinjauan sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator
deferasirox dengan lisan dan chelator deferiprone parenteral tradisional
agen, deferoxamine.

b. Menghentikan obat
1) Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan
hemolisis kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti obat sulfa
2) Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai
berikut (lihat Referensi untuk daftar lebih lengkap) :
a) Penisilin
b) Sefalotin
c) Ampicillin
d) Methicillin
e) Kina
f) Quinidine
3) Kortikosteroid
Penderita dengan anemia hemolitik autoimun karena IgG mempunyai
respon yang baik terhadap pemberian steroid dengan dosis 2-
10mg/kgBB/hari. Bila proses hemolitik menurun dengan disertai
peningkatan kadar Hb (monitor kadar Hb dan retikulosit), maka dosis
kortikosteroid diturunkan secara bertahap.
Pemberian kortikosteroid jangak panjang perlu mendapat pengawasan
terhadap efek samping, dengan monitor kadar elektrolit, peningkatan
nafsu makan, kenaikan berat badan, gangguan tumbuh kembang,
serta risiko terhadap infeksi.
10

c. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa


jenis anemia hemolitik, seperti spherocytosis turun-temurun. Diimunisasi
terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti Haemophilus
influenzae dan Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur
mungkin.
1) Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila langkah-
langkah lain telah gagal.
2) Splenektomi biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik
seperti anemia hemolitik agglutinin dingin.
3) Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti
Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae, sejauh
sebelum prosedur mungkin.
d. Gammaglobulin intravena
Pemberian gammaglobulin intravena dengan dosis 2g/kgBB pada penderita
anemia hemolitik autoimun dapat diberikan bersama-sama dengan
kortikosteroid.
e. Plasmafaresis untuk pengobatan anemia hemolitik autoimun yang
disebabkan oleh IgG kurang efektif bila dibandingkan dengan hemolitik yang
disebabkan oleh IgM meskipun sifatnya hanya sementara
f. Penanganan gawat darurat:
Atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, perbaiki fungsi
ginjal. Jika terjadi penurunan hemoglobin berat perlu diberi diberi transfusi
namun dengan pengawasan ketat. Transfusi yang diberikan berupa washed
red cell untuk mengurangi beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid
parenteral dosis tinggi atau hiperimun untuk menekan aktivitas makrofag.
g. Terapi suportif-simptomatik:
Bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama dilimfa dengan jalan
splenektomi (operasi pengangkatan limfa). Selain itu perlu juga diberi asam
folat 0,15-0,3mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
h. Terapi kausal:
Mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini idiopatik
(tidak diketahui penyebabnya) dan herediter (bawaan) sehingga sulit untuk
ditangani. Pada thalasemia, transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan

VII. ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
1) Biodata :
a) Nama :-
b) Umur : wanita usia 12-35 th)
c) Jenis kelamin : (sering terjadi pada perempuan)
d) Alamat :_
e) Pendidikan : (pengetahuan tentang nutrisi)
f) Nomo reg :
11

2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
- Kemungkinan klien pernah terpajan zat-zat kimia atau
mendapatkan pengobatan seperti anti kanker,analgetik dll
- Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan
kadar ionisasi yang besar
- Kemungkinan klien kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung as. Folat,Fe dan Vit12.
- Kemungkinan klien pernah menderita penyakit-penyakit infeksi
- Kemungkinan klien pernah mengalami perdarahan hebat
b) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan genetik
yang berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit
c) Riwayat kesehatan sekarang
- Klien terlihat keletihan dan lemah
- Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
- Mengeluh nyeri mulut dan lidah
3) Kebutuhan dasar
a) Pola aktivitas sehari-hari
- Keletihan,malaise,kelemahan
- Kehilangan produktibitas : penurunan semangat untuk bekerja
b) Sirkulasi
- Palpitasi,takikardia,mur mur sistolik,kulit dan membran mukosa
( konjungtiva,mulut,farink dan bibir) pucat
- Sklera : biru atau putih seperti mutiara
- Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer
dan vasokonstriksi (kompensasi)
- Kuku : mudah patah,berbentuk seperti sendok
- Rambut kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara
prematur
c) Eliminasi
Diare dan penurunan haluaran urin
d) Integritas ego
Depresi,ansietas,takut dan mudah tersinggung
e) Makanan dan cairan
- Penurunan nafsu makan
- Mual dan muntah
- Penurunan BB
- Distensi abdomen dan penurunan bising usus
- Nyeri mulut atau lidah dan kesulitan menelan
f) Higiene
Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi
g) Neurosensori
- Sakit kepala,pusing,vertigo dan ketidak mampuan berkonsentrasi
- Penurunan penglihatan
- Gelisah dan kelemahan
h) Nyeri atau kenyamanan
Nyeri abdomen samar dan sakit kepala
i) Pernafasan
12

Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas (takipnea,ortopnea, dan


dispnea)
j) Keamanan
Gangguan penglihatan,jatuh,demam dan infeksi
k) Seksualitas
- Perubahan aliaran menstruasi ( menoragia/amenore)
- Hilang libido
- Impoten
4) Pemeriksaan diagnostik
a) Jumlah darah lengakap (JDL) : Hb dan Ht menurun
b) Jumlah eritrosit menurun
c) Bilirubin serum ( tak tergonjugasi) : meningkat
d) Tes schilling : penurunan ekskresi Vit12 di urin
e) Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urin dan feses

b. Diagnosa keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen
2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan menurun,
mual
3) Konstipasi b.d penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan;
efek samping terapi obat.
4) Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan, kelemahan fisik.
5) Kurang pengetahuan, b/d kurang mengingat, salah interpretasi informasi,
tidak mengenal sumber informasi.
13

1) 2) Diagnosa 3) Tujuan 4) Intervensi


N Keperawatan

6) 7) Perubahan 8) Setelah di lakukan a. Awasi tanda vital kaji a. M


1 perfusi jaringan asuhan keperawatan pengisian kapiler, warna de
b/d penurunan selama 3 X 24 dapat kulit/membrane mukosa, ja
komponen memenuhi dasar kuku. m
seluler yang kebutuhan oksigen b. Tinggikan kepala tempat b. M
diperlukan untuk dengan Kriteria hasil: tidur sesuai toleransi. m
pengiriman 9) DS : pusing, lemas, 15) un
16) Ca
oksigen. menggigil, nyeri
c. Kolaborasi pengawasan
punggung dan hi
hasil pemeriksaan c. M
lambung, serta sesak
laboraturium. ke
nafas dan mudah d. Berikan oksigen
lelah saat te
tambahan sesuai d. M
beraktivitas. indikasi. ok
10) DO : - e. Berikan transufi darah 17
11) Keadaan umum sesuai indikasi e. M
12) TD : 120/80 m
mmHg
13) Suhu 36,50 C
370 C
14) Jumlah Eritrosit
5000 - 9000 sel/mm3
18) 19) Gangguan nutrisi 20) Setelah di lakukan a. Kaji riwayat nutrisi, a. M
2 kurang dari asuhan keperawatan termasuk makan yang m
kebutuhan tubuh selama 3 X 24 disukai b. M
b/d nafsu makan jam dapat memenuhi b. Observasi dan catat ku
menurun, mual. kebutuhan nutrisi masukkan makanan m
sesuai dengan pasien c. M
kebutuhan tubuh c. Timbang berat badan ba
dengan Kriteria hasil: setiap hari nu
27) d. M
21)
d. Berikan makan sedikit m
22) DS : mengatakan
dengan frekuensi sering m
tidak ada nafsu
dan atau makan diantara 29
makan, mual, dan e. Ge
muntah waktu makan
e. Observasi dan catat ef
23) DO : - or
kejadian mual/muntah,
24) Keadaan umum 30
flatus dan dan gejala lain
membaik f. M
yang berhubungan
25) dapat un
f. Kolaborasi pada ahli gizi
menghabiskan porsi ind
untuk rencana diet.
makan yang
28)
diberikan
26) Mengalami
peningkatan BB
31) 32) Konstipasi b.d 34) Setelah di lakukan a. Observasi warna feses, a. Me
3 penurunan tindakan asuhan kep konsistensi, frekuensi dan pe
14

masukan diet; selama 3 X 24 jam, jumlah int


perubahan membuat/kembali b. Awasi intake dan output b. Da
proses pola normal dari (makanan dan cairan). ke
pencernaan; efek fungsi usus dengan 41) da
samping terapi Kriteria hasil : 42) die
obat. 35) c. Dorong masukkan cairan c. Me
33) 36) DS : lambung nya 2500-3000 ml/hari dalam ko
nyeri toleransi jantung Ak
37) DO : Urine pekat dan 43) sta
d. Kolaborasi ahli gizi untuk d. Se
feses
diet seimbang dengan pe
hitam,Auskultasi
tinggi serat dan bulk. da
terdengar bunyi usus
44) int
menurun.
45) me
38) mengatakan
46) se
lambungnya tidak
47) de
nyeri lagi
e. Berikan pelembek feses, e. Me
39) Warna urine
laksatif sesuai indikasi. ko
normal, dan warna
Pantau keefektifan. 48)
feses normal serta
(kolaborasi). 49
konsistensi yang
normal
40) Bunyi usus
normal.
50) 51) Intoleransi 54) Setelah di lakukan a. Kaji kemampuan ADL a. Me
4 aktifitas b.d tindakan asuhan kep pasien. int
ketidakseimbang selama 3 X 24 jam, b. Observasi tanda-tanda b. Ma
an antara suplai diharapkan pasien vital sebelum dan up
oksigen tidak lagi mengalami sesudah aktivitas. me
(pengiriman) dan kelemahan dengan 59) ad
kebutuhan, Kriteria hasil : c. Rencanakan kemajuan c. Me
kelemahan fisik. 55) DS : mengeluhkan aktivitas dengan pasien, be
52) pusing, lemas, serta termasuk aktivitas yang me
53) sesak nafas dan pasien pandang perlu. tan
mudah lelah saat Tingkatkan tingkat ha
aktivitas sesuai toleransi. 62
beraktivitas.
d. Gunakan teknik d. Me
56) DO : -:
menghemat energi, ba
57) dapat beraktivitas
60) me
dengan normal.
61) da
58) TD : 120/80
mmHg
63) 64) Kurang 67) Setelah di lakukan a. Berikan informasi tentang a. Me
5 pengetahuan b/d tindakan asuhan kep anemia spesifik. se
kurang selama 3 X 24 jam, Diskusikan kenyataan pil
mengingat, salah diharapkan pasien bahwa terapi tergantung an
interpretasi tidak lagi mengalami pada tipe dan beratnya ke
informasi, tidak kelemahan dengan anemia. 77
mengenal Kriteria hasil : b. Tinjau tujuan dan b. An
sumber 68) DS : mengatakan persiapan untuk ke
15

informasi. bahwa awalnya dia pemeriksaan diagnostic str


65) mengira kalau dia 73) be
66) hanya kelelahan 74) me
bekerja dan jadwal c. Kaji tingkat pengetahuan c. Me
makan tidak teratur, klien dan keluarga pe
tapi lama kelamaan tentang penyakitn kli
penyakitnya 75) pe
bertamabah parah. d. Berikan penjelasan pada d. De
69) DO : - klien tentang penyakitnya ko
70) Pasien dan kondisinya sekarang. ten
76) ce
menyatakan
e. Minta klien dan keluarga e. Me
pemahamannya
mengulangi kembali pe
proses penyakit dan
tentang materi yang telah se
penatalaksanaan
diberikan tin
penyakit.
71) Mengidentifikasi
factor penyebab.
72) Melakukan
tiindakan yang
perlu/perubahan pola
hidup.
16

78) DAFTAR PUSTAKA


79)
80) Sudoyo W. Aru, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed 5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2009. p.1152-1159, 1379-1389.
81)
82) Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. EGC.
Jakarta
83)
84) Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Ed 3. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001. p. 550-552
85)
86) Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
87)
88) Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta : EGC
89)
90) Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
91)
92) Moss PAH, Pettit JE, Hoffbrand AV. Kapita selekta hematologi. Edisi 4. Jakarta
:EGC; 2005.h.51-63
93)
94) Thomas J, Monaghan T. Buku saku oxford pemeriksaan fisik & keterampilan
praktis. Jakarta: EGC; 2012
95)
96) Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta : Biro Publikasi FK UKRIDA; 2009
97)

Anda mungkin juga menyukai