OLEH:
Anis Dwi Aisah, S.Kep
NIM. 2001031011
A. Definisi
Cedera otak merupakan hal nondegeneratif dan nonkongenital yang terjadi
pada otak karena adanya kekuatan mekanik eksternal yang dapat mengakibatkan
gangguan kognitif, fisik, dan fungsi psikososial baik sementara maupun permanen
(Yusuf, Rohadi, Priyanto, & Ansyori, 2020). Kegawatan dalam cedera otak dapat
dilihat dari status neurologik yang secara obyektif dapat diilai menggunakan Glasgow
Coma Scale (GCS) dengan cukup hanya mengevaluasi motorik pasien, verbal, dan
respon membuka mata.
Cedera otak sedang adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik
secara langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen. Elemen-elemen
tersebut bisa dibagi menjadi tingkat-tingkat yang berbeda dan respon-respon yang
baik yang ditunjukkan pasien terhadap stimulus (Yuniarti & Astutik, 2015).
B. Etiologi
1. Pukulan langsung dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup
injury) atau pada sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam
tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan (contrecoup injury) (hudak &
gallo, 1996);
2. Rotasi / deselerasi Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada
otak yang menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari
tulang sfenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma robekan di dalam
substansi putih otak dan batang otak, menyebabkan cedera aksonal dan bintik-
bintik perdarahan intraserebral;
3. Tabrakan Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat
(terutama pada anak-anak yang elastis);
4. Peluru cenderung menimbulkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma.
Pembengkakan otak merupakan masalah akibat disrupsi. Terngkorak yang secara
otomatis akan menekan otak;
5. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misalnya kecelakaan,
dipukul dan terjatuh;
6. Trauma saat lahir misalnya sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum;
7. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak;
8. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.
C. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis dari cedera otak yaitu:
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingunan saat kejadian dan kebingungan terus menetap setelah cedera
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih
lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau
bahkan koma
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan keehatan
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penururnan neurologik
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukkan fraktur
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut
D. Klasifikasi
1. Ringan
a. GCS= 13-15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma
2. Sedang
a. GCS= 9-12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak
3. Berat
a. GCS= 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
c. Juga meliputi kontusio serebral. Laserasi atau hematoma intrakranial
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus cedera otak sedang yaitu meliputi:
1. Dexamethason/Kalmetason sebgai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma
2. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi
3. Pemberian analgetik
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu: manitol 20%, glukosa 40%
atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole
6. Makanan atau cairan infus dektrose 5%, aminousin, amonofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak
7. Pembedahan
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Primary Survey
1) Airway : Penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien
yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula
pengkajian adanya suara napas tambahan. suara nafas, pola nafas
(kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)
2) Breathing: Frekuensi napas, penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi
dinding dada, pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
3) Circulation
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna
kulit, nadi. Suhu tubuh berkisar antara 380C - 400C, bahkan bisa mencapai
420C.
4) Disability
- Kesadaran: GCS
- Fungsi syaraf kranial > trauma yang mengenai atau meluas ke batang
otak akan melibatkan penururnan fungsi kranial
- Fungsi sensori-motorik> adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat
kejang
5) Exposure
Kaji adanya jejas pada bagian kepala
b) Secondary Survey
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan
environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula
ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji rentang perhatian, 1. Pasien dalam berkonsentrasi mungkin
kebingungan dan catat tingkat memendek secara tajam yang menyebabkan
ansietas klien penyebab dari ansietas
2. Pastikan dengan orang terdekat 2. Masa pemulihan cedera kepala meliputi fase
untuk membandingkan agitasi
kepribadian atau tingkah laku 3. Untuk mencegah atau membatasi komplikasi
klien sebelum mengalami yang mungkin terjadi dan tidak menimbulkan
trauma dengan respon klien suatu hal yang serius pada pasien dan dapat
sekarang menurunkan ansietas
3. Jelaskan kepada klien dan 4. Memfokuskan kembali perhatian pasien dan
kleuarga tentang pentignya untuk mengurangi ansietas pada tingkat yang
pemeriksaan neurologis secara dapat ditanggulangi
teratur dan berulang 5. Untuk melindungi control dari luar untuk
4. Intruksikan untuk mlakukan melindungidiri pasien dari orang lain dari
teknik relaksasi keadaan bahaya hingga kontrol interna pulih
5. Lakukan tindakan untuk kembali
mengontrol emosi 6. Kebanyakan pasien dengan trauma kepala
6. Beritahu kepada klien, keluarga mengalami masalah dengan daya konsentrasi
atau rang terdekat klien bahwa dan memorinya dan mungkin daya
fungsi intelektual, tingkah laku memorinya menjadi lambat
dan fungsi emosi dan 7. Untuk kompensasi gangguan pada
meningkatkan secara perlahan kemampuan berpikir dan mengatasi masalah
namun beberapa pengaruhnya konsentrasi
mungkin tetap ada selama
beberapa bulan atau bahkan
menetap atau bahkan bisa
permanen
7. Kolaborasi dengan tim medis
tentang pelatihan kognitif atau
program rehabilitatif.
d. Mobilitas fisik b.d kerusakan kognitif atau persepsi penurunan kekuatan atau
ketahanan terapi pembatasan atau kewaspadaan keamanan
KH:
- Mempertahankan posisi fungsi optimal
- Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit
INTERVENSI RASIONAL
1. Periksa kembali keadaan dan 1. Mengidentifikasi kemungkinan secara
kemampuan secara fungsional fungsional dan mempengaruhi pilihan
pada kerusakan yang terjadi intervensi yang akan dilaksanakan
2. Letakkan pasien pada posisi 2. Perubahan yang teratur dapat menyebabkan
tertentu untuk menghindari penyebab terhadap berat badan dan
kerusakan karena tertekan meningkatkan sirklasi pada seluruh bagian
3. Bantu pasien untuk melakukan tubuh
latihan rentang gerak 3. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi
4. Berikan perawatan kulit dengan atau posisi normal ekstermitas dan
cermat, masase dengan menurunkan terjadinya vena statis
pelembab dan ganti linen atau 4. Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit
pakaian yang basah dan dan menurunkan resiko terjadinya ekskorsiasi
pertahankan linen tersebut tetap kulit
bersih 5. Untuk meningktakan keberhasilan dari suatu
5. Instruksikan pasien untuk program tersebut
mengikuti program latihan
penggunaan alat mobilisasi
e. Resiko tinggi infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif
KH:
- Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi
- Mencapai penyembuhan luka tepat waktunya
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan perawatan aseptic dan 1. Cara pertama untuk menghindari infeksi
antiseptic nosokomial
2. Observasi daerah kulit yang 2. Memungkinkan untuk melakukan tindakan
mebgalami kerusakan catat dengan segera dan pencegahan terhadap
karakteristik dan adanya komplikasi selanjutnya
inflamasi 3. Dapat mengidentifikasikan perkembangan
3. Pantau suhu secara teratur, catat sepsis
adanya demam, menggigil, 4. Menurunkan pemanjanan terhadap pembawa
diaphoresis, dan perubahan kuman penyebab infeksi
fungsi mental 5. Terapi profilaktit dapat digunakan pada
4. Batasi pengunjung yang dapat pasien yang mengalami trauma, kebocoran
menularkan infeksi jenis lain CSS atau setelah dilakukannya pembedahan
5. Kolaborasi dengan tim medis
dengan pemberian antibiotik
f. Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan kemampuan
untuk mencerna (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang
diperlukan untuk mengunyah
KH:
- Mendemonstrasikan pemeliharaan atau kemajuan peningkatan BB
sesuai tujuan
- Tidak mengalami malnutisi
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan pasien 1. Menentukan jenis makanan sehingga
untuk mengunyah dan klien terlindungi dari aspirasi
menelan 2. Mengevaluasi kefektifan atau kebutuhan
2. Timbang BB sesuai indikasi mengubah pemberian nutrisi
3. Jaga keamanan saat 3. Dapat meningkatkan pemasukan dan
memberikan makan kepada menormalkan fungsi makanan
pasien 4. Untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori
4. Tingkatkan kenyamanan, tergantung pada usia, BB, ukuran tubuh,
lingkungan yang santai keadaan penyakit sekarang.
termasuk sosialisasi saat
makan
5. Kolaborasi dengan ahli gizi
dengan pemberian nutrisi
Kecelakaan Pukulan/trauma Terjatuh dari ketinggian Cedera olahraga Benturan langsung Cedera akibat
lalu lintas tumpul pada kepala kekerasan
Pembengkakan otak
PTIK
MK:
Ketidakefektifan
pola napas
DAFTAR PUSTAKA
Yuniarti, E. V., & Astutik, E. D. (2015). Pengaruh Stimulasi Auditorik Terapi Musik Terhadap Nilai
Glasgow Coma Scale (Gcs) Pada Pasien Cedera Otak Sedang. Jurnal Keperawatan.
Yusuf, R. S., Rohadi, Priyanto, B., & Ansyori, M. I. (2020). Karakteristik Pasien Delirium Pada
Cedera Otak Di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal
Kedokteran.