Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN

DENGAN DIABETES MELITUS TYPE II (NIDDM)

DISUSUN OLEH
MELIKA AZZAHRA I
P1337420217036

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2019
A. TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas
tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah
atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkannya. Diabetes adalah masalah
kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari empat
penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh
para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus
meningkat selama beberapa dekade terakhir. (WHO Global Report,
2016).
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi
insulin absolute atau relative yang ditandai dengan gangguan
metabolism karbohidrat, protein, lemak (Billota,2012). Sedangkan
menurut Arisman dan soegondo Diabetes mellitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya
peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik
absolute maupun relative (Arisman dan soegondo,2009).
2. Etiologi
Penyebab dari DM Tipe II antara lain (FKUI, 2011):
a. Penurunan fungsi cell β pancreas
Penurunan fungsi cell β disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain:
1) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan
menyebabkan peningkatan stress oksidatif, IL-1b DAN NF-kB
dengan akibat peningkatan apoptosis sel β.
2) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan
adiposa dalam proses lipolisis akan mengalami metabolism non
oksidatif menjadi ceramide yang toksik terhadap sel beta
sehingga terjadi apoptosis.
3) Penumpukan amyloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat
sehingga kadar glukosa darah akan meningkat, karena itu sel
beta akan berusaha mengkompensasinya dengan meningkatkan
sekresi insulin hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan
sekresi insulin juga diikuti dengan sekresi amylin dari sel beta
yang akan ditumpuk disekitar sel beta hingga menjadi jaringan
amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri sehingga
akirnya jumlah sel beta dalam pulau Langerhans menjadi
berkurang. Pada DM Tipe II jumlah sel beta berkurang sampai
50-60%.
4) Efek incretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara
meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin
dan mengurangi apoptosis sel beta.
5) Usia
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan
semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus
meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami
gangguan toleransi glukosa mencapai 50 – 92%. Proses menua
yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan
perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan
dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan
ahirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi
homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan
adalah sel beta pankreas yang mengahasilkan hormon insulin,
sel-sel jaringan terget yang menghasilkan glukosa, sistem saraf,
dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa.
6) Genetik
b. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu
jelas, tapi faktor-faktor berikut ini banyak berperan:
1) Obesitas
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap
glukosa darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel
diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan
keaktifannya kurang sensitif.
2) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3) Kurang gerak badan
4) Faktor keturunan (herediter)
5) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi
sistem saraf simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal
medular dan bila stress menetap maka sistem hipotalamus
pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus mensekresi corticotropin
releasing faktor yang menstimulasi pituitari anterior
memproduksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan
kadar glukosa darah
3. Faktor Resiko
Faktor resiko yang tidak dapat diubah:
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Keturunan
Faktor resiko yang dapat diubah:
a. Hipertensi
b. Kolesterol tinggi
c. Obesitas
d. Merokok
e. Alkohol
f. Kurang aktivitas fisik
4. Patofisiologis
Patogenesis diabetes melitus Tipe II ditandai dengan adanya
resistensi insulin perifer, gangguan “hepatic glucose production
(HGP)”, dan penurunan fungsi cell β, yang akhirnya akan menuju ke
kerusakan total sel β. Mula-mula timbul resistensi insulin yang
kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk
mengkompensasi retensi insulin itu agar kadar glukosa darah tetap
normal. Lama kelamaan sel beta tidak akan sanggup lagi
mengkompensasi retensi insulin hingga kadar glukosa darah
meningkat dan fungsi sel beta makin menurun saat itulah diagnosis
diabetes ditegakkan. Penurunan fungsi sel beta itu berlangsung secara
progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresi
insulin (FKUI, 2011).
Pada diabetes tipe2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe 2. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes mellitus
tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada
diabetes mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe 2
yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Pada keadaan tertentu glukosa dapat meningkat sampai dengan
1200 mg/dl hal ini dapat menyebabkan dehidrasi pada sel yang
disebabkan oleh ketidakmampuan glukosa berdifusi melalui membran
sel, hal ini akan merangsang osmotik reseptor yang akan meningkatkan
volume ekstrasel sehingga mengakibatkan peningkatan osmolalitas sel
yang akan merangsang hypothalamus untuk mengsekresi ADH dan
merangsang pusat haus di bagian lateral (Polidipsi). Penurunan volume
cairan intrasel merangsang volume reseptor di hypothalamus menekan
sekresi ADH sehingga terjadi diuresis osmosis yang akan
mempercepat pengisian vesika urinaria dan akan merangsang
keinginan berkemih (Poliuria). Penurunan transport glukosa kedalam
sel menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme
sehingga mengakibatkan starvasi sel. Penurunan penggunaan dan
aktivitas glukosa dalam sel (glukosa sel) akan merangsang pusat
makan di bagian lateral hypothalamus sehingga timbul peningkatan
rasa lapar (Polipagi).
Pada Diabetes Mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa
terjadi atherosklerosis pada arteri yang besar, penebalan membran
kapiler di seluruh tubuh, dan degeneratif pada saraf perifer. Hal ini
dapat mengarah pada komplikasi lain seperti thrombosis koroner,
stroke, gangren pada kaki, kebutaan, gagal ginjal dan neuropati.
5. Pathway
Idiopatik, usia, genetik

Jml sel pancreas menurun

Defisiensi Insulin

Hiperglikemi Katabolisme Lipolisis meningkat


protein meningkat

Fleksibilitas Pembatasan
darah merah diit Penurunan BB Resiko infeksi

Pelepasan O2 Intake tidak Ketidakseimbangan


adekuat nutrisi

Poliuria

Defisien
volume cairan

Hipoksia Ketidakefektifan
perifer perfusi jaringan perifer

Nyeri Akut

6. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM Tipe II, antara
lain (Stockslager L, Jaime & Liz Schaeffer, 2007) :
a. Hipoglikemia
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di
obati dengan insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini
mungkin di sebabkan oleh pemberian insulin yang berlebihan,
asupan kalori yang tidak adekuat, konsumsi alkohol, atau olahraga
yang berlebihan. Gejala hipoglikemi pada lansia dapat berkisar dari
ringan sampai berat dan tidak disadari sampai kondisinya
mengancam jiwa.
b. Ketoasidosis diabetic
Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan
kondisi yang mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya
terjadi pada lansia dengan diabetes Tipe 1, tetapi kadang kala dapat
terjadi pada individu yang menderita diabetes Tipe 2 yang
mengalami stress fisik dan emosional yang ekstrim.
c. Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosmolar
hyperglycemic syndrome, HHNS) atau koma hyperosmolar
Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien
yang menderita diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS
di tandai dengan hiperglikemia berat(kadar glukosa darah di atas
800 mg/dl), hiperosmolaritas (di atas 280 mOSm/L), dan dehidrasi
berat akibat deuresis osmotic. Tanda gejala mencakup kejang dan
hemiparasis (yang sering kali keliru diagnosis menjadi cidera
serebrovaskular) dan kerusakan pada tingkat kesadaran (biasanya
koma atau hampir koma).
d. Neuropati perifer
Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas
atau nyeri dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga
bermanifestasi dalam berbagai cara, yang mencakup gastroparesis
(keterlambatan pengosongan lambung yang menyebabkan perasaan
mual dan penuh setelah makan), diare noktural, impotensi, dan
hipotensi ortostatik.
e. Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi
10 kali lipat dari yang di temukan pada lansia yang tidak menderita
diabetes. Hasil ini lebih meningkatkan resiko iskemik sementara
dan penyakit serebrovaskular, penyakit arteri koroner dan infark
miokard, aterosklerosis serebral, terjadinya retinopati dan neuropati
progresif, kerusakan kognitif, serta depresi sistem saraf pusat.
f. Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena
kandungan glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan
bakteri. Hal ini membuat lansia rentan terhadap infeksi kulit dan
saluran kemih serta vaginitis.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk DM sebagai berikut (FKUI, 2011) :
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2
kali pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl

B. TINJAUAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut NANDA (2013), fase pengkajian merupakan sebuah
komponen utama untuk mengumpulkan informasi, data, menvalidasi
data, mengorganisasikan data, dan mendokumentasikan data.
Pengumpulan data antara lain meliputi :
a. Biodata
1) Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, agama, suku, alamat,status, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis)
2) Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat,
hubungan dengan pasien)
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama , biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien
saat dilakukan pengkajian. Pada pasien post debridement ulkus
kaki diabetik yaitu nyeri 5 – 6 (skala 0 - 10)
2) Riwayat kesehatan sekarang
Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan penyakit
pasien dari sebelum dibawa ke IGD sampai dengan
mendapatkan perawatan di bangsal.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Adakah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita oleh
pasien tersebut, seperti pernah menjalani operasi berapa kali,
dan dirawat di RS berapa kali.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit keluarga , adakah anggota keluarga dari
pasien yang menderita penyakit Diabetes Mellitus karena DM
ini termasuk penyakit yang menurun.
c. Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi
sebelumnya,persepsi pasien dan keluarga mengenai pentingnya
kesehatan bagi anggota keluarganya.
2) Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari,
jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi, jeni makanan
dan minuman, waktu berapa kali sehari, nafsu makan menurun
/ tidak, jenis makanan yang disukai, penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan
selama sakit , mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali
sehari, konstipasi, beser.
4) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul
keringat dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas
setelah aktifitas, kemampuan pasien dalam aktivitas secara
mandiri.
5) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang,
gangguan selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
6) Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan
kemampuan mengetahui tentang penyakitnya
7) Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri
atau perasaan tidak percaya diri karena sakitnya.
8) Pola reproduksi dan seksual
9) Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap
penyakitnya, kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.
10) Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi ,
komunikasi, car berkomunikasi
11) Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan
beribadah selama sakit, ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri
akibat pembedahanskala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan
rembes pada balutan. Tanda-tanda vital pasien (peningkatan
suhu, takikardi), kelemahan akibat sisa reaksi obat anestesi.
2) Sistem pernapasan
Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada pasien
post pembedahan pola pernafasannya sedikit terganggu akibat
pengaruh obat anesthesia yang diberikan di ruang bedah dan
pasien diposisikan semi fowler untuk mengurangi atau
menghilangkan sesak napas.
3) Sistem kardiovaskuler
Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi pada permukaan jantung, tekanan darah
dan nadi meningkat.
4) Sistem pencernaan
Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual akibat
sisa bius, setelahnya normal dan dilakukan pengkajian tentang
nafsu makan, bising usus, berat badan.
5) Sistem musculoskeletal
Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada
sistem ini karena pada bagian kaki biasannya jika sudah
mencapai stadium 3 – 4 dapat menyerang sampai otot. Dan
adanya penurunan aktivitas pada bagian kaki yang terkena
ulkus karena nyeri post pembedahan.
6) Sistem intregumen
Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan
output yang tidak seimbang. Pada luka post debridement kulit
dikelupas untuk membuka jaringan mati yang tersembunyi di
bawah kulit tersebut.
2. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan
analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas
data subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham
Maslow yang terdiri dari :
a. Kebutuhan dasar atau fisiologis
b. Kebutuhan rasa aman
c. Kebutuhan cinta dan kasih sayang
d. Kebutuhan harga diri
e. Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil
kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab,
yang dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi
aktual, potensial, dan kemungkinan.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan
perifer)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
asupan diet kurang.
c. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,
Kegagalan mekanisme pengaturan
d. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
e. Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan primer

4. Intervensi
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Nyeri akut NOC: Manajemen nyeri :
berhubungan a. Tingkat nyeri 1. Lakukan pegkajian nyeri
dengan agen b. Nyeri terkontrol secara komprehensif termasuk
injuri biologis c. Tingkat kenyamanan lokasi, karakteristik, durasi,
(penurunan Setelah dilakukan asuhan frekuensi, kualitas dan ontro
perfusi jaringan keperawatan selama 3 x 24 presipitasi.
perifer) jam, klien dapat : 2. Observasi reaksi nonverbal
1) Mengontrol nyeri, dengan dari ketidaknyamanan.
indikator: 3. Gunakan teknik komunikasi
a) Mengenal faktor- terapeutik untuk mengetahui
faktor penyebab pengalaman nyeri klien
b) Mengenal onset nyeri sebelumnya.
c) Tindakan pertolongan 4. Kontrol ontro lingkungan yang
non farmakologi mempengaruhi nyeri seperti
d) Menggunakan suhu ruangan, pencahayaan,
analgetik kebisingan.
e) Melaporkan gejala- 5. Kurangi ontro presipitasi
gejala nyeri kepada nyeri.
tim kesehatan. 6. Pilih dan lakukan penanganan
f) Nyeri terkontrol nyeri (farmakologis/non
2) Menunjukkan tingkat farmakologis)..
nyeri, dengan indikator: 7. Ajarkan teknik non
a) Melaporkan nyeri farmakologis (relaksasi,
b) Frekuensi nyeri distraksi dll) untuk mengetasi
c) Lamanya episode nyeri..
nyeri 8. Berikan analgetik untuk
d) Ekspresi nyeri; wajah mengurangi nyeri.
e) Perubahan respirasi 9. Evaluasi tindakan pengurang
rate nyeri/ontrol nyeri.
f) Perubahan tekanan 10. Kolaborasi dengan dokter bila
darah ada komplain tentang
g) Kehilangan nafsu pemberian analgetik tidak
makan berhasil.
. 11. Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian
analgetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
2 Ketidakseimban Nutritional Status : Weight Management
gan nutrisi lebih Nutrient Intake 1. Diskusikan dengan pasien
dari kebutuhan a. Kalori tentang kebiasaan dan budaya
tubuh b.d. b. Protein serta faktor hereditas yang
kelebihan intake c. Lemak mempengaruhi berat badan.
nutrisi d. Karbohidrat 2. Diskusikan resiko kelebihan
e. Vitamin berat badan.
f. Mineral 3. Kaji berat badan ideal klien.
g. Zat besi 4. Kaji persentase normal lemak
h. Kalsium tubuh klien.
5. Beri motivasi kepada klien
untuk menurunkan berat
badan.
6. Timbang berat badan setiap
hari.
7. Buat rencana untuk
menurunkan berat badan klien.
8. Buat rencana olahraga untuk
klien.
9. Ajari klien untuk diet sesuai
dengan kebutuhan nutrisinya.

3 Defisit Volume NOC: NIC :


Cairan b.d a. Fluid balance Fluid management
Kehilangan b. Hydration 1. Timbang popok/pembalut jika
volume cairan c. Nutritional Status : Food diperlukan
secara aktif, and Fluid Intake 2. Pertahankan catatan intake dan
Kegagalan Kriteria Hasil : output yang akurat
mekanisme a. Mempertahankan urine 3. Monitor status hidrasi (
pengaturan output sesuai dengan usia kelembaban membran mukosa,
dan BB, BJ urine normal, nadi adekuat, tekanan darah
HT normal ortostatik ), jika diperlukan
b. Tekanan darah, nadi, suhu 4. Monitor vital sign
tubuh dalam batas normal 5. Monitor masukan makanan /
c. Tidak ada tanda tanda cairan dan hitung intake kalori
dehidrasi, Elastisitas harian
turgor kulit baik, 6. Kolaborasikan pemberian
membran mukosa lembab, cairan IV
tidak ada rasa haus yang 7. Monitor status nutrisi
berlebihan 8. Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
9. Dorong masukan oral
10. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
11. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
12. Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar )
13. Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
meburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi
4 Perfusi jaringan NOC : NIC :
tidak efektif b.d a. Circulation status Peripheral Sensation
hipoksemia b. Tissue Prefusion : Management (Manajemen
jaringan. cerebral sensasi perifer)
Kriteria Hasil : 1. Monitor adanya daerah
a. mendemonstrasikan tertentu yang hanya peka
status sirkulasi terhadap
b. Tekanan systole panas/dingin/tajam/tumpul
dandiastole dalam 2. Monitor adanya paretese
rentang yang diharapkan 3. Instruksikan keluarga
c. Tidak ada untuk mengobservasi kulit
ortostatikhipertensi jika ada lsi atau laserasi
d. Tidak ada tanda tanda 4. Gunakan sarun tangan
peningkatan tekanan untuk proteksi
intrakranial (tidak lebih 5. Batasi gerakan pada
dari 15 mmHg) kepala, leher dan
e. mendemonstrasikan punggung
kemampuan kognitif 6. Monitor kemampuan BAB
yang ditandai dengan: 7. Kolaborasi pemberian
1) berkomunikasi analgetik
dengan jelas dan 8. Monitor adanya
sesuai dengan tromboplebitis
kemampuan 9. Diskusikan menganai
2) menunjukkan penyebab perubahan
perhatian, sensasi
konsentrasi dan
orientasi
3) memproses informasi
4) membuat keputusan
dengan benar
5 Resiko infeksi NOC : NIC :
b.d tidak a. Immune Status Infection Control (Kontrol
adekuatnya b. Knowledge : Infection infeksi)
pertahanan control 1. Bersihkan lingkungan setelah
primer c. Risk control dipakai pasien lain
Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
a. Klien bebas dari tanda 3. Instruksikan pada
dan gejala infeksi pengunjung untuk mencuci
b. Menunjukkan tangan saat berkunjung dan
kemampuan untuk setelah berkunjung
mencegah timbulnya meninggalkan pasien
infeksi 4. Gunakan sabun antimikrobia
c. Jumlah leukosit dalam untuk cuci tangan
batas normal 5. Cuci tangan setiap sebelum
d. Menunjukkan perilaku dan sesudah tindakan
hidup sehat keperawatan
6. Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
7. Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
8. Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
9. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
10. Tingkatkan intake nutrisi
11. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit,
WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
5. Berikan perawatan kulit pada
area epidema
6. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
7. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
8. Dorong masukan cairan
9. Dorong istirahat
10. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
11. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
12. Ajarkan cara menghindari
infeksi
13. Laporkan kecurigaan infeksi
14. Laporkan kultur positif

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:
a. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
b. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik
yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
c. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan
prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC.


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu, Edisi Kedua. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jakarta: Mediaction
Publishing.
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.
Stockslager L, Jaime dan Liz Schaeffer. 2007. Asuhan Keperawatan
Geriatric. Jakarta:EGC.
WHO Fact Sheet of Diabetes, 2016

Anda mungkin juga menyukai