Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR RADIUS ULNA

Di Susun Oleh :
Harisatun Niswah
P2005028

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR RADIUS
1. Pengertian
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang,
baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong,
2014). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang
dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2014). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot
ekstrem (Bruner & Sudarth, 2012).
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna. Yang
dimaksud dengan antebrachii adalah batang (shaft) tulang radius dan ulna (andi,
2012). Fraktur antebrachii merupakan suatu perpatahan pada lengan bawah yaitu pada
tulang radius dan ulna dimana kedua tulang tersebut mengalami perpatahan. Dibagi
atas tiga bagian perpatahan yaitu bagian proksimal, medial , serta distal dari kedua
corpus tulang tersebut (Bruner & Sudarth, 2012).
2. Etiologi
Menurut (Doenges, 2013:627) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Trauma langsung : Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat tekanan paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang
mengakibatkan fraktur.
2) Trauma tidak langsung : Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat kejadian kekerasan/benturan.
3) Fraktur patologik : Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal/ mengalami
gangguan (kongenital,peradangan, neuplastik dan metabolik).
3. Tanda dan gejala
a. Nyeri hebat pada daerah fraktur dan nyeri bertambah ketika ditekan/diraba
b. Tidak mampu menggerakan lengan/tangan
c. Spasme otot
d. Perubahan bentuk/posisi berlebih bila dibandingkan keadaan normal
e. Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur
f. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan saraf oleh fregmen
tulang
g. Krepitasi jika digerakan
h. Perdarahan
i. Hematoma
j. Syok
k. Keterbatasan mobilisasi
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah lengkap : hematokrit mungkin meningkat atau menurun (perdarahan)
2) Kreatinin serum untuk mengetahui trauma otot
3) Profil regulasi
b. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan Rontogen ( X-Ray) untuk menentukan luasnya fraktur dan lokasi
2) Tomogram untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3) Bone scan/ scan tulang
4) CT scan? MRI
5) Arteriogram : mengetahui kerusakan vaskuler
5. Penatalaksanaan
a. Medis
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada saat menangani
fraktur :
1) Rekognisi : Pengenalan riwayat kecelakaan, patah atau tidak, menentukan
perkiraan yang patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk
tulang dan ketidakstabilan, tindakan apa yang harus cepat dilakukan misalnya
pemasangan bidai.
2) Reduksi : Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah
sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya. Cara penanganan secara
reduksi : Pemasangan gips Untuk mempertahankan posisi fragmen tulang
yang fraktur. Reduksi tertutup (closed reduction external fixation)
Menggunakan gips sebagai fiksasi eksternal untuk memper-tahankan posisi
tulang dengan alat-alat : skrup, plate, pen, kawat, paku yang dipasang di sisi
maupun di dalam tulang. Alat ini diangkut kembali setelah 1-12 bulan dengan
pembedahan.
3) Debridement : Untuk mempertahankan/memperbaiki keadaan jaringan lunak
sekitar fraktur pada keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan.
4) Rehabilitasi : Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk
mengembalikan fungsi normal.
5) Perlu dilakukan mobilisasi Kemandirian bertahap
b. Keperawatan
Tindakan yang harus diperhatikan agar ektremitas dapat berfungsi sebaik-baiknya
maka penanganan pada trauma ektremitas meliputi 4 hal (4 R) yaitu :
a. Recognition : Untuk dapat bertindak dengan baik, maka pada trauma
ektremitas perlu diketahui kelainan yang terjadi akibat cedernya. Baik jaringan
lunak maupun tulangnya dengan cara mengenali tanda-tanda dan gangguan
fungsi jaringan yang mengalami cedera. Fraktur merupakan akibat dari sebuah
kekerasan  yang dapat menimbulkan kerusakan pada tulang ataupun jaringan
lunak sekitarnya. Dibedakan antara trauma tumpul dan tajam. Pada umumnya
trauma tumpul akan memberikan kememaran yang “diffuse” pada jaringan
lunak termasuk gangguan neurovaskuler yang akan menentukan ektremitas.
b. Reduction : indakan mengembalikan ke posisi semula, tindakan ini diperlukan
agar sebaik mungkin kembali ke bentuk semula agar dapat berfungsi kembali
sebaik mungkin . Penyembuhan memerlukan waktu dan untuk
mempertahankan hasil reposisi (retaining) penting dipikirkan tindakan
berikutnya agar rehabilitasi dapat memberikan hasil sebaik mungkin.
c. Retaining : Tindakan imobilisasi untuk memberi istirahat pada anggota gerak
yang sehat mendapatkan kesembuhan. Imobilisasi yang tidak adequat dapat
memberikan dampak pada penyembuhan dan rehabilitasi.
d. Rehabilitasi : Mengembalikan kemampuan dari anggota/alat yang sakit/cedera
agar dapat berfungsi kembali. Falsafah lama mengenai rehabilitasi ialah suatu
tindakan setelah kuratif dan hanya mengatasi kendala akibat sequaele atau
kecacatan; padahal untuk mengembalikan fungsi sebaiknya rehabilitasi, yang
menekankan pada fungsi, akan lebih berhasil bila dapat dilaksanakan secara
dini, mencegah timbulnya kecacatan.
6. Komplikasi
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa di tandai dengan tidak adanya nadi,
CRT (capillary refil time) menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan 20 oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
2) Kompratemen sindrome
Kompartment sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat. Tanda-tanda sindrom kompartemen (5P)
sebagai berikut: (1) Pain (nyeri lokal), (2) Pallor (pucat bagian distal), (3)
Pulsessness (tidak ada denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak baik
dan CRT>3 detik pada bagian distal kaki), (4) Paraestesia (tidak ada sensasi),
(5) Paralysis (kelumpuhan tungkai).
3) Fat embolism sindrome
Fat Embolism Syndrome (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hipertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma osthopedic infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan sperti pin dan plat.
5) Avaskuler nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman Ischemia (Helmi, 2013).
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
7) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk
melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak,
fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi
karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka
vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar.
b. Komplikasi dalam waktu lama
1) Delayed union
Setelah mengalami fraktur, tubuh akan berusaha menempelkan kembali
fragmenfragmen tulang yang terfraktur. Jika fragmen tidak sejajar, maka
deformitas pada struktur tulang setelah penyembuhan dapat terjadi.Ini disebut
mal-union.Pada fraktur distal radius sedikit malunion dapat ditoleransi, tetapi
jika malunion terlalu parah hingga mengganggu penggunaan tangan maka
diperlukan operasi untuk memperbaiki arah tulang.
2) Nonunion
Non-union adalah komplikasi serius dari fraktur dimana bagian
terfraktur gagal untuk memperbaiki jaringan tulang. Beberapa penyebab
nonunion antara lain kurangnya suplai darah, kurangnya nutrisi, konsumsi
nikotin, diabetes, infeksi, dll. Secara umum nonunion bisa dilihat
menggunakan X-ray, dimana keadaan fraktur sama sekali tidak berkembang
setelah beberapa waktu .
3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang di tandai dengan perubahan
bentuk (deformitas).

7. Pathway
8. Proses keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1) Anamnesa
a) Identitas klien
b) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
- Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
- Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
- Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
- Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan  skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh
rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat penyakit sekarang
d) Riwayat penyakit dahulu
e) Riwayat penyakit keluarga
f) Riwayat psikososial
g) Pola fungsi kesehatan
2) Pemeriksaaan fisik
a) Gambaran umum
b) Pemeriksaan head to toe
b. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3) Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
4) Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
5) Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
6) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
c. Rencana keperawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Nyeri b.d spasme NOC : NIC - Mengurangi nyeri dan mencegah
otot, kerusakan Setelah dilakukan tindakan Pain Management malformasi.
akibat fraktur. keperawatan selama ... x 24 jam - Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit - Meningkatkan aliran balik vena,
diharapkan nyeri dapat berkiurang dengan tirah baring, gips, bebat dan atau mengurangi edema/nyeri.
dengan Kriteria hasil : traksi - Mempertahankan kekuatan otot dan
- Mampu mengontrol nyeri - Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena. meningkatkan sirkulasi vaskuler.
(tahu penyebab nyeri, - Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif. - Meningkatkan sirkulasi umum,
mampu menggunakan - Lakukan tindakan untuk meningkatkan menurunakan area tekanan lokal dan
tehnik nonfarmakologi kenyamanan (masase, perubahan posisi) kelelahan otot.
untuk mengurangi nyeri, - Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri - Mengalihkan perhatian terhadap
mencari bantuan) (latihan napas dalam, imajinasi visual, nyeri, meningkatkan kontrol terhadap
- Melaporkan bahwa nyeri aktivitas dipersional) nyeri yang mungkin berlangsung
berkurang dengan - Lakukan kompres dingin selama fase akut lama.
menggunakan manajemen (24-48 jam pertama) sesuai keperluan. - Menurunkan edema dan mengurangi
nyeri - Kolaborasi pemberian analgetik sesuai rasa nyeri.
-  Mampu mengenali nyeri indikasi. - Menurunkan nyeri melalui
(skala, intensitas, frekuensi - Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk mekanisme penghambatan rangsang
dan tanda nyeri) verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda nyeri baik secara sentral maupun
- Menyatakan rasa nyaman vital) perifer.
setelah nyeri berkurang - Menilai perkembangan masalah klien

Gangguan NOC NIC - Meningkatkan ventilasi alveolar dan


pertukaran gas b/d Setelah dilakukan tindakan - Instruksikan/bantu latihan napas dalam dan perfusi.
perubahan aliran keperawatan selama ... x 24 jam latihan batuk efektif. - Reposisi meningkatkan drainase
darah, emboli, diharapkan Klien akan - Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang sekret dan menurunkan kongesti paru.
perubahan menunjukkan kebutuhan oksigenasi aman sesuai keadaan klien. - Mencegah terjadinya pembekuan
membran terpenuhi dengan kriteria hasil : - Kolaborasi pemberian obat antikoagulan darah pada keadaan tromboemboli.
alveolar/kapiler - klien tidak sesak nafas (warvarin, heparin) dan kortikosteroid sesuai Kortikosteroid telah menunjukkan
(interstisial, edema - tidak cyanosis indikasi. keberhasilan untuk
paru, kongesti) - analisa gas darah dalam - Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, mencegah/mengatasi emboli lemak.
batas normal LED, lemak dan trombosit - Penurunan PaO2 dan peningkatan
- Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya PCO2 menunjukkan gangguan
bernapas, perhatikan adanya stridor, pertukaran gas; anemia,
penggunaan otot aksesori pernapasan, retraksi hipokalsemia, peningkatan LED dan
sela iga dan sianosis sentral. kadar lipase, lemak darah dan
penurunan trombosit sering
berhubungan dengan emboli lemak.
- Adanya takipnea, dispnea dan
perubahan mental merupakan tanda
dini insufisiensi pernapasan, mungkin
menunjukkan terjadinya emboli paru
tahap awal.
Gangguan NOC NIC - Memfokuskan perhatian,
mobilitas fisik b/d Setelah dilakukan tindakan - Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi meningkatakan rasa kontrol
kerusakan rangka keperawatan selama .... x 24 jam terapeutik (radio, koran, kunjungan diri/harga diri, membantu
neuromuskuler, diharapkan mobilitas klien dapat teman/keluarga) sesuai keadaan klien. menurunkan isolasi sosial.
nyeri, terapi meningkat dengan kriteria hasil : - Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada - Meningkatkan sirkulasi darah
restriktif - Klien dapat ekstremitas yang sakit maupun yang sehat muskuloskeletal, mempertahankan
(imobilisasi) meningkatkan/mempertahankan sesuai keadaan klien. tonus otot, mempertahakan gerak
mobilitas pada tingkat paling - Berikan papan penyangga kaki, gulungan sendi, mencegah kontraktur/atrofi
tinggi yang mungkin dapat trokanter/tangan sesuai indikasi. dan mencegah reabsorbsi kalsium
mempertahankan posisi - Bantu dan dorong perawatan diri karena imobilisasi.
fungsional (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien. - Mempertahankan posis fungsional
- meningkatkan kekuatan/fungsi - Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan ekstremitas.
yang sakit dan mengkompensasi klien. - Meningkatkan kemandirian klien
bagian tubuh - Dorong/pertahankan asupan cairan 2000- dalam perawatan diri sesuai kondisi
- menunjukkan tekhnik yang 3000 ml/hari. keterbatasan klien.
memampukan melakukan - Berikan diet TKTP. - Menurunkan insiden komplikasi kulit
aktivitas - Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai dan pernapasan (dekubitus,
indikasi. atelektasis, penumonia)
- Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan - Mempertahankan hidrasi adekuat,
program imobilisasi. men-cegah komplikasi urinarius dan
konstipasi.
- Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-pertahankan
fungsi fisiologis tubuh.
- Kerjasama dengan fisioterapis perlu
untuk menyusun program aktivitas
fisik secara individual.
- Menilai perkembangan masalah
klien.
Gangguan Setelah dilakukan tindakan NIC - Menurunkan risiko
integritas kulit b/d keperawatan selama .. x 24 jam - Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan kerusakan/abrasi kulit yang lebih
fraktur terbuka, diharapkan gangguan integritas aman (kering, bersih, alat tenun kencang, luas.
pemasangan traksi kulit tidak terjadi dengan kriteria bantalan bawah siku, tumit). - Meningkatkan sirkulasi perifer dan
(pen, kawat, hasil : - Masase kulit terutama daerah penonjolan meningkatkan kelemasan kulit dan
sekrup) - Klien menyatakan tulang dan area distal bebat/gips. otot terhadap tekanan yang relatif
ketidaknyamanan hilang, - Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal konstan pada imobilisasi.
- menunjukkan perilaku tekhnik - Observasi keadaan kulit, penekanan - Mencegah gangguan integritas kulit
untuk mencegah kerusakan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi. dan jaringan akibat kontaminasi
kulit/memudahkan fekal.
penyembuhan sesuai indikasi, - Menilai perkembangan masalah
mencapai penyembuhan luka klien.
sesuai waktu/penyembuhan lesi
terjadi
Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan NIC - Mencegah infeksi sekunderdan
ketidakadekuatan keperawatan selama .. x 24 jam - Lakukan perawatan pen steril dan perawatan mempercepat penyembuhan luka.
pertahanan primer diharapkan ninfeksi tidakterjadi luka sesuai protokol - Meminimalkan kontaminasi.
(kerusakan kulit, dengan kriteria hasil : - Ajarkan klien untuk mempertahankan - Antibiotika spektrum luas atau
taruma jaringan - Tidak terdapat tanda dan sterilitas insersi pen. spesifik dapat digunakan secara
lunak, prosedur gejala infeksi - Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid profilaksis, mencegah atau
invasif/traksi tulang - Klien mencapai tetanus sesuai indikasi. mengatasi infeksi. Toksoid tetanus
penyembuahan luka sesuai - Analisa hasil pemeriksaan laboratorium untuk mencegah infeksi tetanus.
waktu (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan - Leukositosis biasanya terjadi pada
- Luka tidak terdapat pus dan sensitivitas luka/serum/tulang) proses infeksi, anemia dan
bau - Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peningkatan LED dapat terjadi pada
peradangan lokal pada luka. osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi.
- Mengevaluasi perkembangan
masalah klien.
Kurang Setelah dilakukan tindakan - Kaji kesiapan klien mengikuti program - Efektivitas proses pemeblajaran
pengetahuan keperawatan selama .. x 24 jam pembelajaran. dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
tentang kondisi, diharapkan pengetahuan klien - Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi mental klien untuk mengikuti
prognosis dan meningkat dengan kriteria hasil : sesuai program terapi fisik. program pembelajaran.
kebutuhan - klien mengerti dan - Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka - Meningkatkan partisipasi dan
pengobatan b/d memahami tentang evaluasi medik (nyeri berat, demam, kemandirian klien dalam
kurang terpajan penyakitnya perubahan sensasi kulit distal cedera) perencanaan dan pelaksanaan
atau salah - Persiapkan klien untuk mengikuti terapi program terapi fisik.
interpretasi pembedahan bila diperlukan. - Meningkatkan kewaspadaan klien
terhadap informasi, untuk mengenali tanda/gejala dini
keterbatasan yang memerulukan intervensi lebih
kognitif, kurang lanjut.
akurat/lengkapnya - Upaya pembedahan mungkin
informasi yang ada. diperlukan untuk mengatasi
maslaha sesuai kondisi klien
Daftar Pustaka

Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Carpenito (2013), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC,
Jakarta
Doenges at al (2015), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Herman Santoso, dr., SpBO (2016), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem
Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.
Mansjoer, A dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:  MediAction.
Smeltzer, S.C., 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai