Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN IBU DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST

SECTIO CAESAREA

OLEH
NI KOMANG AYU YULISTYAWATI
2014901058

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2021
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut
(Kusuma, 2015). Sectio Caesarea adalah jalan alternatif menyambut
kelahiran seorang bayi melalui operasi praktis. Pembedahan dilakukan
pada perut dan rahim ibu. Sectio Caesarea dilakukan sebagai tindakan
penyelamatan terhadap kasuskasus persalinan normal yang berbahaya.
Oleh karena itu tindakan ini hanya di lakukan ketika proses persalinan
alamiah melalui vagina tidak memungkinkan karena risiko medis
tertentu (Wahyudi, 2014).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan
pada dinding uterus melalui dinding perut dan dan dinding rahim
dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500
gram (Kristiyanasari, 2010).
2. Etiologi
Menurut (Rasjidi, 2009) etiologi dilakukannya Sectio Caesarea
meliputi :
a. Indikasi Mutlak seperti indikasi dari ibu yaitu panggul sempit,
kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya
stimulasi, plasenta previa dan ruptur uteri.
b. Indikasi dari janin yaitu kelainan letak, gawat janin, prolapsus
plasenta, perkembangan bayi yang terhambat dan mencegah
hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia
c. Indikasi Relatif seperti riwayat Sectio Caesarea sebelumnya,
presentasi bokong, distosia (kelambatan atau kesulitan
persalinan normal), preeklamsi berat, penyakit kardiovaskuler
dan diabetes, dan janin pertama letak lintang atau presentasi
bahu.
d. Indikasi Sosial seperti wanita yang takut melahirkan
berdasarkan pengalaman sebelumnya, wanita yang ingin Sectio
Caesarea karena takut bayinya mengalami cedera atau asfiksia
selama persalinan atau mengurangi risiko kerusakan dasar
panggul dan wanita yang takut terjadinya perubahan pada
tubuhnya.
e. Permintaan ibu untuk melakukan Sectio Caesarea sebenarnya
bukan penyebab dilakukannya Sectio Caesarea. Alasan yang
spesifik dan rasional yang harus dieksplorasi dan di diskusikan.
Ketika seorang ibu meminta untuk Sectio Caesarea
dikarenakan takut akan proses persalinan, maka ia harus
dinasihati dengan diberi pengertian untuk mengalihkan dan
mengurangi rasa takutnya sehingga mempermudah proses
kelahiran. Seorang klinisi diperbolehkan untuk menolak
permintaan Sectio Caesarea apabila tidak ada indikasi yang
jelas untuk dilakukan Sectio Caesarea. Namun keputusan klien
harus tetap dihargai dan perlu ditawari pilihan cara melahirkan
yang lainnya (Rasjidi, 2009).
3. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan
yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan,
misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, ruptur
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia dan
malpresentasi janin. Kondisi ini menyebabkan perlu adanya satu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anastesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami kelemahan dan sulit menggerakkan
ekstremitas sehingga menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Akibat dari intoleransi aktivitas akan terjadi kelemahan pada abdomen
sehingga menyebabkan motilitas cerna mengalami penurunan yang
menyebabkan konstipasi. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisist perawatan diri.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf disekitar
daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menyebabkan nyeri (nyeri akut), akibat nyeri
yang dirasakan dapat menyebabkan sering terbangun saat tidur dan
terjadi masalah gangguan pola tidur, setelah proses pembedahan
daerah insisi akan menutup dan menimbulkan luka post operasi yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan kemerahan dan
menyebabkan masalah risiko infeksi. (Mitayani, 2011).
4. Manifestasi klinis
a. Plasenta previa sentralis dan latealis (posterior)
b. Panggul sempit
Holemer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias
naturalis ialah CV = 8 cm. Panggul dengan CV = 8 cm dapat
dipastikan tidak dapt melahirkan janin yang normal, harus
diselesaikan dengan Sectio caesaria. CV antara 8-10 cm boleh
dicoba dengan partus percobaan, baru setelah gagal dilakukan
Sectio caesaria sekunder
c. Disproporsi sefalopelvik: yaitu ketidakseimbangan antara ukuran
kepala dan panggul
d. Rupture uteri mengancam
e. Partus lama (prolonged labor)
f. Partus tak maju (obstructed labor)
g. Distosia serviks
h. Pre-eklamsi dan hipertensi
i. Malpresentasi janin:
1) Letak lintang
Greenhill dan Eastman sama-sama sependapat
a) Bila ada kesempitan panggul, maka Sectio caesaria adalah
cara yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin
hidup dan besar biasa
b) Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong
dengan Sectio caesaria, walau tidak ada perkiraan panggul
sempit
c) Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong
dengan cara-cara lain
2) Letak bokong
Sectio caesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada:
a) Panggul sempit
b) Primigravida
c) Janin besar dan berharga
3) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-
cara lain tidak berhasil
4) Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
5) Gemelli, menurut Eastman Sectio caesaria dianjurkan:
a) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
(shoulder presentation)
b) Bila terjadi interlock (locking of the twins)
c) Distosia oleh karena tumor
d) Gawat janin, dan sebagainya
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
b. Pemantauan EKG
c. JDL dengan diferensial
d. Elektrolit
e. Hemoglobin/Hematokrit
f. Golongan darah
g. Urinalisis
h. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
i. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
j. Ultrasound sesuai pesanan
6. Penatalaksanaan medis
a. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan
mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau
komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan
biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah
operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama
5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.
pasien bisa dipulangkan
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam /
lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
a. Identitas
Mengkaji identitas pasien dan penanggung yang meliputi ; nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.
b. Alasan Dirawat
Kaji apakah ibu merasakan keluhan pada masa nifas. Kaji adanya
sakit perut, perdarahan, dan ketakutan untuk bergerak
c. Riwayat Masuk Rumah Sakit
Kaji riwayat kesehatan ibu dan keluarga serta keadaan bayi saat ini
meliputi berat badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar perut,
dan lain-lain.
d. Riwayat Obstertri dan Ginokologi
Kaji riwayat menstruasi yang meliputi menarche, siklus, banyak,
lama, keluhan, dan HPHT. Kaji juga riwayat pernikahan, riwayat
kelahiran, persalinan, nifas yang lal, dan riwayat keluarga berencana
yang meliputi akseptor KB, msalah, dan rencana KB.
e. Pola Kebutuhan Sehari-Hari
1) Bernafas
Kaji kemampuan ibu dalam bernafas secara sepontan.
2) Nutrisi
Kaji pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis
makanan (Kalori, protein, vitamin, tinggi serat), frekuensi,
konsumsi snack (makanan ringan), nafsu makan, pola minum,
jumlah, frekuensi. Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan
kira-kira hari ketiga.
3) Eliminasi
Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah
inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin), hilangnya
kontrol blas, terjadi over distensi blass, apakah perlu bantuan
saat BAK. Pola BAB, frekuensi, konsistensi, rasa takut BAB
karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet. Diuresis
biasanya terjadi diantara hari kedua dan kelima.
4) Aktivitas
Kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan,
kemampuan merawat diri dan melakukan eliminasi, kemampuan
bekerja dan menyusui.
5) Istirahat dan Tidur
Lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang
mengganggu istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-
remang atau gelap, apakah mudah terganggu dengan suara-
suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum). Insomnia
mungkin teramati.
6) Personal Hygine
Yang dikaji yaitu, pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian,
tata rias rambut dan wajah.
7) Rasa nyaman
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari 3
sampai ke-5 pasca partum.
8) Rasa Aman
Peka rangsang, takut/menangis (“postpartum blues”sering
terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan).
9) Suhu
Kaji ada tidaknya perubahan suhu badan ibu dengan rentang
normal yaitu 36-37oC.
10) Ibadah
Kaji adakah perubahan cara atau waktu ibadah ibu selama masa
nifas.
11) Hubungan sosial dan komunikasi
Kaji adakah perubahan pola komunikasi ibu pada keluarga dan
lingkungannya selama fase nifas.
12) Produktivitas
Kaji adakah perubahan produktivitas ibu selama berada dalam
fase nifas.
13) Rekreasi dan hiburan
Yang dikaji situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan
yang membuat fresh dan relaks.
14) Kebutuhan belajar
Kaji adakah perubahan minat ibu untuk mempelajari tentang
perawatan ibu dan bayi selama masa nifas.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Observasi tingkat kesadaran dan keadaan emosi ibu
2) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
Tekanan darah bisa meningkat pada 1-3 hari postpartum.
Setelah persalinan sebagian besar wanita mengalami
peningkatan tekananan darah sementara waktu. Keadaan ini
akan kembali normal selama beberapa hari. Bila tekanan
darah menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan
postpartum. Sebaliknya bila tekanan darah tinggi, dapat
menunjuk kemungkinan adanya pre-eklampsi yang bisa
timbul pada masa nifas.
b) Suhu
Pada hari ke 4 setelah persalinan suhu ibu bisa naik sedikit
kemungkinan disebabkan dari aktivitas payudara. Bila
kenaikan mencapai lebih dari 38oC pada hari kedua sampai
hari-hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi atau
sepsis nifas.
c) Nadi
Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60 x/menit
yakni pada waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan
istiraha penuh. Ini terjadi utamanya pada minggu pertama
postpartum. Pada ibu yang nervus nadinya bisa cepat, kira-
kira 110x/menit. Bisa juga terjadi gejala shock karena
infeksi khususnya bila disertai peningkatan
d) Pernafasan
Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Bila ada
respirasi cepat pospartum (> 30 x/menit) mungkin karena
adanya ikutan dari tanda-tanda syok.
3) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Memeriksa apakah terjadi edema pada wajah. Memeriksa
apakah konjungtiva pucat, apakah skelera ikterus, dan lain-
lain
b) Leher
Hiperpigmentasi perlahan berkurang, kaji pembesaran
kelejar tiroid, pembuluh limfe, dan pelebaran vena
jugularis.
c) Thorak
 Payudara: payudara membesar, uting mudah erektil,
pruduksi kolostrums /48 jam. Kaji ada tidaknya massa,
atau pembesaran pembuluh limfe.
 Jantung: kaji munculnya bradikardi, S1S2 reguler
tunggal
 Paru: kaji pernafasa ibu
d) Abdomen
Kaji bising usus pada empat kuadran, konsistensi, kekuatan
kontraksi, posisi, tinggi fundus. Kaji adanya linea
gravidarum, strie alba, albican.
e) Genetalia
 Uterus: kaji apakah kondisi uterus sudah kembali dalam
kondisi normal.
 Lokhea: periksa tipe, jumlah, bau, dan komposisi
lokhea
 Serviks: kaji adanya edema, distensi, dan perubahn
struktur internal dan eksternal.
 Vagina: kaji adanya berugae, perubahan bentuk, dan
produksi mukus normal.
f) Perinium dan Anus
Pemeriksaan perineum: REEDA (red, edema, ecchymosis,
discharge, loss of approximation). Dan kaji ada tidaknya
hemoroid.
g) Ekstremitas
Periksa apakah tangan dan kaki edema, pucat pada kuku
jari, hangat, adanya nyeri dan kemerahan, varises, refleks
patella, dan kaji homans’ sign (nyeri saat kaki dorsofleksi
pasif).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek
anastesi
b. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya jalan masuk
organisme kedalam tubuh
3. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional


Keperawatan

Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian 1. Mengetahui penyebab,


keperawatan diharapkan nyeri nyeri secara kualitas, wilayah nyeri, tingkat
klien berkurang dengan komprehensif termasuk skala nyeri, dan waktu pasien
kriteria hasil : lokasi, karakteristik, myeri dan mempermudah
durasi, frekuensi, menentukan penanganannya
1. Klien mampu mengontrol
kualitas, dan faktor
mengontrol nyeri (mampu 2. Untuk mengetahui tingkat
presipitasi
menggunakan tehnik ketidaknyamanan yg dirasakan
2. Observasi reaksi
nonfarmakologi untuk pasien
nonverbal dari
mengurangi nyeri)
ketidaknyamanan 3. Untuk membantu pasien
2. Melaporkan bahwa nyeri
3. Pilih dan lakukan istirahat lebih efektif
berkurang dengan
penanganan nyeri
mengunakan manajemen 4. Mengurangi dan mengalihkan
(farmakologis, non
nyeri fokus pasien pada nyeri yang
farmakologis, dan
3. Menyatakan rasa nyaman dirasakan
interpersonal)
setelah nyeri berkurang
4. Ajarkan Teknik non 5. Untuk mengetahui respon
farmakologis (tehnik pasien terhadap management
relaksasi dan distraksi) nyeri
5. Monitor penerimaan
6. Obat analgetik dapat
pasien tentang
membantu mengurangi rasa
manajemen nyeri
nyeri pasien
6. Kolaborasi pemberian
analgetik 7. Untuk mengetahaui
7. Evaluasi keefektifan keefektifan kontrol nyeri yg
kontrol nyeri diajarkan pada pasien

Resiko Setelah dilakuakan asuhan 1. Kaji faktor resiko 1. Untuk mencegah terjadinya
infeksi keperawatan diharapkan resiko terhadap infeksi resiko infeksi tambahan
infeksi terkontrol dengan nosocomial 2. Untuk mencegah infeksi
indikator: 2. Pantau tanda-tanda lokal sejak dini
infeksi 3. Untuk mencegah penyebaran
1. Pasien bebas dari tanda dan
3. Kurangi organisme infeksi
gejala infeksi
yang masuk kedalam 4. Untuk mencegah terjadinya
2. Mendeskripsikan proses
tubuh: cuci tangan, infeksi
penularan penyakit, faktor
teknik aseptic dan anti
yang mempengaruhi
septik, teknik steril
penularan serta untuk perawatan luka,
penatalaksanaannya, personal hygiene dan
3. Menunjukkan kemampuan vulva hygiene
untuk mencegah timbulnya 4. Kolaborasi dengan
infeksi dokter untuk terapi
4. Menunjukkan perilaku pencegahan infeksi
hidup sehat
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang di rencanakan
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah
tindakan keperawatan yang berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat.
Dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi
adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan
bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya (Mitayani, 2011).

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan hasil perkembangan ibu dan berpedoman kepada


hasil dan tujuan yang hendak di capai didefinisikan sebagai keputusan dari
efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang
telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil (Mitayani,
2011).
WOC

Indikasi ibu Indikasi bayi Penyakit penyerta

1. Kehamilan lewat waktu 1. Letak lintang 1. Pre eklamsi


2. Plasenta previa 2. Letak sungsang 2. Jantung
3. Panggul sempit 3. Janin besar 3. Asma
4. Disproporsi sefalo pelvic 4. Gemelli 4. DM
5. Rupture urin 5. Gawat janin
6. Partus lama 6. Oligohidramnion
7. KPD

Sectio Caesarea

Post op SC

Post anastesi spinal Luka post operasi


Penurunan saraf Penurunan saraf Gangguan Jaringan terputus Jaringan terbuka
ekstremitas bawah otonom pada G1
Merangsang area
Proteksi kurang
Penurunan saraf Mual dan muntah sensorik motorik
Kelumpuhan
vegetatif
Invasi bakteri
Resiko tinggi Nyeri akut
Hambatan Penurunan perubahan
mobilitas fisik peristaltik usus nutrisi Resiko infeksi

Resiko
konstipasi
DAFTAR PUSTAKA

Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC.


Yogyakarta : mocaMedia

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai