Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

Oleh :
NI WAYAN NILAM SARI
2014901097

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI

1. KONSEP LANSIA
a. Pengertian Lansia
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65-75
tahun. Lansia adalah fase menurunnya kemampuan akan dan fisik, yang dimulai
dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagaimana diketahui, ketika
manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan
melahirkan anak. Ketika kondisi hidup ebrubah, seseorang akan kehilangan tugas
dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru
dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyelesaikan diri dengan kondisi
lingkungannya (Darmojo, 2004 dalam Psychologymania, 2013).
b. Proses Menua
Proses menua merupakan suatu fase yang wajar, bersifat alami dan pasti akan
dialami oleh semua orang yang dikarunia umur panjang. Penuaan adalah normal,
dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada
semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis
tertentu.
c. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
1) Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
4) Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
5) Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
d. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan).
2) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga
kondisi maladaptif.
3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
e. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam
tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
1) Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan, dan menjadi panutan.
2) Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru,
selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi
undangan.
3) Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik
jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
4) Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai
konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat,
ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
5) Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh
f. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri
terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh
kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas perkembangan lansia adalah
sebagai berikut :
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
2) Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4) Mempersiapkan kehidupan baru.
5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai.
6) Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan

2. TINJAUAN KASUS
a. Pengertian Hipertensi
Menurut Sheps (2005) dalam Masriadi (2016), hipertensi adalah penyakit
dengan tanda adanya gangguan tekanan darah sistolik maupun diastolik yang naik
diatas tekana darah normal. Tekanan darah sistolik adalah tekanan puncak yang
tercapai ketika jantung berkontraksi dan memompakan darah keluar melalui arteri.
Tekanan darah diastolik diambil tekanan jatuh ketitik terendah saat jantung rileks
dan mengisi darah kembali.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung
dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh secara terus– menerus
lebih dari suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriol– arteriol konstriksi. Konstriksi
arterioli membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan
dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila
berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah. Hipertensi
sering juga diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih
dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg (Muttaqin, 2009).

b. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tekanan darah sistolik dan diastolik dibagi menjadi empat klasifikasi
(Smeltzer, 2012), yaitu :
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik dan
Diastolik

Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)


Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Prahipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Stadium I 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium II ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg

bersumber: Smeltzer, 2012


Hipertensi juga dapat diklasifikasi berdasarkan tekanan darah orang dewasa
menurut Triyanto (2014), adapun klasikasi tersebut sebagai berikut
Tabel 2.2 Klasfikasi Hipertensi Berdasarkan Tekanan Darah Pada Orang Dewasa

Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)


Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Normal tinggi 130 – 139 mmHg 85 – 89 mmHg
Stadium 1 (Ringan) 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
Stadium 2 (Sedang) 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg
Satdium 3 (Berat) 180 – 209 mmHg 110 – 119 mmHg
Stadium 4 (Maligna) ≥ 210 mmHg ≥ 120 mmHg

Sumber: Triyanto, 2014

c. Etiologi Hipertensi
1) Hipertensi primer atau esensial
Hipertensi primer atau esensial adalah tidak dapat diketahuin
penyebabnya. Hipertensi esensial biasanya dimulai sebagai proses labil
(intermiten) pada individu pada akhir 30-an dan 50-an dan secara bertahap
“menetap” pada suatu saat dapat juga terjadi mendadak dan berat,
perjalanannya dipercepat atau “maligna“ yang menyebabkan kondisi pasien
memburuk dengan cepat. Penyebab hipertensi primer atau esensial adalah
gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan, kopi, obat –
obatan, faktor keturunan (Brunner & Suddart, 2015). Sedangkan menurut
Robbins (2007), beberapa faktor yang berperan dalam hipertensi primer atau
esensial mencakup pengaruh genetik dan pengaruh lingkungan seperti :stress,
kegemukan, merokok, aktivitas fisik yang kurang, dan konsumsi garam dalam
jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah kenaikan tekanan darah dengan penyebab
tertentu seperti penyempitan arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, berbagai
obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan (Brunner & Suddart, 2015).
d. Faktor – Faktor Risiko Hipertensi
Faktor-faktor resiko hipertensi yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah
oleh penderita hipertensi menurut Black & Hawks (2014) adalah sebagai berikut :
1) Faktor-faktor resiko yang tidak dapat diubah
a) Riwayat keluarga
Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu, pada seseorang
dengan riwayat keluarga, beberapa gen berinteraksi dengan yang lainnya
dan juga lingkungan yang dapat menyebabkan tekanan darah naik dari
waktu ke waktu. Klien dengan orang tua yang memiliki hipertensi berada
pada risiko hipertensi yang lebih tinggi pada usia muda.
b) Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun. Peristiwa
hipertensi meningkat dengan usia 50-60 % klien yang berumur lebih dari
60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Diantara orang
dewasa, pembacaan tekanan darah sistolik lebih dari pada tekanan darah
diastolic karena merupakan predictor yang lebih baik untuk kemungkinan
kejadian dimasa depan seperti penyakit jantung koroner, stroke, gagal
jantung, dan penyakit ginjal.
c) Jenis kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita sampai kira-
kira usia 55 tahun. Resiko pada pria dan wanita hamper sama antara usia
55 sampai 74 tahun, wanita beresiko lebih besar.
d) Etnis
Peningkatan pravelensi hipertensi diantara orang berkulit hitam tidaklah
jelas, akan tetapi penigkatannya dikaitkan dengan kadar rennin yang lebih
rendah, sensitivitas yang lebih besar terhadap vasopressin, tinginya asupan
garam, dan tinggi stress lingkungan.
2) Faktor-faktor resiko yang dapat diubah

a) Diabetes mellitus
Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dua kali lipat pada klien diabetes
mellitus karena diabetes mempercepat aterosklerosis dan menyebabkan
hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah besar.
b) Stress
Stress meningkat resistensi vaskuler perifer dan curah jantung serta
menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Stress adalah permasalahan persepsi,
interpretasi orang terhadap kejadian yang menciptakan banyak stressor dan
respon stress.
c) Obesitas
Obesitas terutama pada tubuh bagian atas, dengan meningkatnya jumlah
lemak disekitar diafragma, pinggang dan perut, dihubungkan dengan
pengembangan hipertensi. Kombinasi obesitas dengan faktor-faktor lain
dapat ditandai dengan sindrom metabolis, yang juga meningkatkan resiko
hipertensi.
d) Nutrisi
Kelebihan mengosumsi garam bias menjadi pencetus hipertensi pada
individu. Diet tinggi garam menyebabkan pelepasan hormone natriuretik
yang berlebihan, yang mungkin secara tidak langsung menigkatkan tekanan
darah. Muatan natrium juga menstimulasi mekanisme vaseoresor didalam
system saraf pusat. Penelitan juga menunjukkan bahwa asupan diet rendah
kalsium, kalium, dan magnesium dapat berkontribusi dalam pengembangan
hipertensi.
e) Penyalahgunaan obat
Merokok sigaret, mengosumsi banyak alcohol, dan beberapa penggunaan
obat terlarang merupakan faktor-faktor resiko hipertensi. pada dosis
tertentu nikotin dalam rokok sigaret serta obat seperti kokain dapat
menyebabkan naiknya tekanan darah secara langsung.

e. Patofisiologi
Menurut Yusuf (2008), Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan
tahanan perifer. Tubuh mempunyai sistem yang berfungsi mencegah perubahan
tekanan darah secara akut. Sistem tersebut ada yang bereaksi ketika terjadi
perubahan tekanan darah dan ada juga yang bereaksi ketika terjadi perubahan
tekanan darah secara akut. Sistem tersebut ada yang bereaksi ketika terjadi
perubahan tekanan darah dan ada yang bereaksi lebih lama. Sistem yang cepat
tersebut antara lain reflek kardiovaskular melalui baroreseptor, reflek
kemorereptor, respon iskemia susunan saraf pusat, dan reflek yang berasal dari
atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos. Sistem lain yang kurang cepat merespon
perubahan tekanan darah melibatkan respon ginjal dengan perngaturan hormon
angiotensin dan vasopresor.
Kejadian hipertensi dimulai dengan adanya atherosklerosis yang merupakan
bentuk dari arterioklerosis (pengerasan arteri). Antherosklerosis ditandai oleh
penimbunan lemak yang progresif pada dinding arteri sehingga mengurangi
volume aliran darah ke jantung, karena sel-sel otot arteri tertimbun lemak
kemudian membentuk plak, maka terjadi penyempitan pada arteri dan penurunan
elastisitas arteri sehingga tidak dapat mengatur tekanan darah kemudian
mengakibatkan hipertensi. Kekakuan arteri dan kelambanan aliran darah
menyebabkan beban jantung bertambah berat yang dimanisfestasikan dalam
bentuk hipertrofo ventrikel kiri (HVK) dan gangguan fungsi diastolik karena
gangguan relaksasi ventrikel kiri sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan
darah dalam sistem sirkulasi.
Berdasarkan uraian patofisiologi hipertensi diatas dapat disimpulkan bahwa
hipertensi dimulai adanya pengerasan arteri. Penimbunan lemak terdapat pada
dinding arteri yang mengakibatkan berkurangnya volume cairan darah ke jantung.
Penimbunan itu membentuk plak yang kemudian terjadi penyempitan dan
penurunan elastisitas arteri sehingga tekanan darah tidak dapat diatur yang artinya
beban jantung bertambah berat dan terjadi gangguan diastolik yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

f. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan
darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada
kasus berat edema pupil (edema pada diskus optikus ) (Brunner & Suddart, 2015).
Gejala klinis yang timbul :
1) Nyeri kepala saat terjaga, kadang – kadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekana intracranial.
2) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
3) Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,
4) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus.
5) Edama dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

g. Pemeriksaan Penunjang
1) Hemoglobin/hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3) Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
4) Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5) Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
6) Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiofaskuler)
7) Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko
terjadinya hipertensi.

h. Penatalaksanaan
1) Terapi tanpa obat
a) Mengendalikan berat badan
Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan
untuk menurunkan berat badannya sampai batas normal.
b) Pembatasan asupan garam (sodium/Na)
mengurangi pamakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6
gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium, dan kalium yang cukup).
c) Berhenti merokok
Penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap
rokok diketahui menurunkan aliran darah keberbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.
d) Mengurangi atau berhenti minum minuman beralkohol
Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi.
e) Olahraga aerobic yang tidak terlalu berat.
Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama
tekanan darahnya terkendali.
f) Teknik-teknik mengurangi stress
Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara
menghambat respon stress saraf simpatis.
g) Manfaatkan pikiran
Kita memiliki kemampuan mengontrol tubuh, jauh lebih besar dari yang
kita duga. dengan berlatih organ-organ tubuh yang selama ini bekerja
secara otomatis seperti; suhu badan, detak jantung, dan tekanan darah,
dapat kita atur gerakannya.
2) Terapi dengan obat
a) Penghambat saraf simpatis
Golongan ini bekerja dengan menghambat akivitas saraf simpatis
sehingga mencegah naiknya tekanan darah, contohnya: Metildopa 250 mg
(medopa, dopamet), klonidin 0,075 & 0,15 mg (catapres) dan reserprin
0,1 &0,25 mg (serpasil, Resapin).
b) Beta Bloker
Bekerja dengan menurunkan daya pompa jantung sehingga pada
gilirannya menurunkan tekanan darah. Contoh: propanolol 10 mg
(inderal, farmadral), atenolol 50, 100 mg (tenormin, farnormin), atau
bisoprolol 2,5 & 5 mg (concor).

c) Vasodilator
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot
pembuluh darah.
d) Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor
Bekerja dengan menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh: Captopril 12,5,
25, 50 mg (capoten, captensin, tensikap), enalapril 5 &10 mg (tenase).
e) Calsium Antagonis
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Contohnya: nifedipin 5 &
10 mg (adalat, codalat, farmalat, nifedin), diltiazem 30,60,90 mg
(herbesser, farmabes).
f) Antagonis Reseptor Angiotensin II
Cara kerjanya dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung.
Contoh : valsartan (diovan).
g) Diuretic
Obat ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat urin)
sehingga volume cairan tubuh berkurang, sehingga mengakibatkan daya
pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh: Hidroklorotiazid (HCT).

3. TINJAUAN ASKEP
a. Pengkajian
1) Pengkajian secara umum
a) Identitas pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain : Nama, umur,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, status mental, suku,
keluarga/orang terdekat, alamat, nomor registrasi
b) Riwayat atau adanya faktor resiko
1. Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
2. Penggunaan obat yang memicu hipertensi
c) Aktivitas/istirahat
1. Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
2. Frekuensi jantung meningkat
3. Perubahan irama jantung
4. Takipnea
d) Integritas ego
1. Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik
2. Faktor-faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan
dengan pekerjaan)
e) Makanan dan cairan
1. Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolestrol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur) gula-
gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori
2. Mual, muntah
3. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun)
f) Nyeri atau tidaknyamanan
1. Angina (penyakit arteri coroner/keterlibatan jantung)
2. Nyeri hilang timbul pada tungkai
3. Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya
4. Nyeri abdomen
2) Pengkajian Persistem
a) Sirkulasi
1. Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau
katup dan penyakit cerebro vaskuler
2. Episode palpasi, persprasi
b) Eleminasi
1. Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obstruksi
atau riwayat penyakit ginjal masa lalu
c) Neurosensori
1. Keluhan pusing
2. Berdenyut, sakit kepala subokspital ( terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
d) Pernafasan
1. Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas kerja
2. Takipnea, ortopnea, dyspnea noroktunal paroksimal
3. Batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum
4. Riwayat merokok

b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan penigkatan tekanan vascular selebral dan
iskemia
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload
3) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan O2
4) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
c. Rencana Perawatan

No Diagnosa Tujuan Khusus Intervensi Rasional


. Keperawatan
1. Nyeri Akut Nyeri hilang atau berkurang setelah 1. Kaji nyeri secara komprehensif 1. Observasi secara keseluruhan
berhubungan dengan dilakukan tindakan keperawatan
2. Lakukan pengukuran tanda-tanda dilakukan untuk menentukan
selama 3 x kunjungan
penigkatan tekanan vital tingkat kenyamanan klien
Kriteria hasil :
vascular selebral dan 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 3. Berikan posisi yang nyaman serta untuk menentukan
iskemia penyebab nyeri, mampu 4. Ajarkan teknik non farmakologis perawatan yang tepat
menggunakan teknik non (nafas dalam, relaksasi, atau digunakan
farmakologis untuk mengurangi flashback pengalaman yang 2. Tanda- tanda vital dapat
nyeri)
menyenangkan dan mendengarkan memberitahu keadaan klien
2. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan
musik) secara keseluruhan
manajemen nyeri 5. Kolaborasi terhadap pemberian 3. Membantu mengurangi nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala analgesik 4. Melakukan teknik non
intensitas, frekuensi dan tanda farmakologis dapat
nyeri)
membantu mengurangi dalam
4. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
kebutuhan obat-obat
5. TTV dalam batas normal analgesic
5. Menggunakan agen-agen
farmakologis untuk
mengurangi atau
menghilangkan nyeri
2. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TD, Nadi, Suhu, RR 1. Untuk memantau kondisi atau
jantung berhubungan keperawatan 3 x kunjungan 2. Auskultasi TD pada kedua lengan tanda-tanda bahaya
dengan peningkatan 3. Evaluasi adanya nyeri dada 2. Dengan tindakan auskultasi
tidak terjadi penurunan
afterload (intensitas, local dan durasi) dapat diketahui bunyi jantung
curah jantung dengan
4. Catat kemungkinan adanya dan suara tambahan pada
kriteria hasil : disritmia jantung jantung
1. Tanda-tanda vital dalam 3. Untuk mengetahui intensitas
batas normal nyeri
4. Disritmia menunjukan
2. TD pada kedua lengan
kelainan kontraklilitas
kana dan kiri tidak
jantung
mengalami perbedaan

yang jauh

3. Tidak terdapat nyeri

dada

4. Irama jantung normal

3. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan tindakan 1. Memonitor tanda- tanda vital 1. Untuk memantau kondisi atau
berhubungan dengan keperawatan 3 x kunjungan 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi tanda-tanda bahaya
kelemahan, tidak terjadi intoleransi aktifitas yang dapat dilakukan 2. Mengetahui kemampuan
ketidakseimbangan aktifitas dengan kriteri hasil 3. Pantau adanya defisit perawatan klien dalam melakukan
suplai dan kebutuhan : diri aktifitas yang mampu
O2 1. Mampu melakukan 4. Pantau asupan nutrisi untuk dilakukan
aktifitas sehari-hari memastikan sumber energi yang 3. Agar klien tidak mengalami
(ADLs) secara mandiri adekuat defisit perawatan diri
2. Tanda-tanda vital dalam 4. Untuk menjaga asupan nutrisi
batas normal yang dibutuhkan oleh tubuh
3. Sirkulasi status baik
4. Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pengetahuan klien tentang 1. Me
berhubungan dengan keperawatan selama 3x penyakitnya ngetahui sejauh mana
keterbatasan kognitif kunjungan tidak terjadi 2. Berikan pendidikan kesehatan pemahaman klien tentang
defisiensi pengetahuan tentang pengertian, pennyebab, penyakitnya
dengan kriteria hasil : cara mencegah dan mengatasi 2. Me
1. Klien menyatakan hipertensi nambah pengetahuan klien
pemahaman tentang 3. Berikan HE tentang jus tomat sehingga klien bisa mencegah
penyakit, kondisi, 4. Ajarkan cara pembuatan jus dan mengatasi hipertensi
prognosis, dan program tomat terhadap penurunan 3. Ag
pengobatan tekanan darah ar klien mampu
2. Klien mampu memanfaatkan buah tomat
menjelaskan kembali 4. Ca
apa yang dijelaskan ra mengolah tomat dapat
perawat/ tim kesehatan memudahkan dalam
lainnya melakukan pengobatan
d. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah dibuat oleh untuk mencapai hasil yang efektif dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan, penguasaan dan keterampilan dan pengetahuan harus
dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya.
Dengan demikian rencana yang telah ditentukan tercapai.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan komponen terakhir dari proses keperawatan. Evaluasi
merupakan upaya untuk menentukan apakah seluruh proses sudah berjalan dengan
baik atau belum. Apabila hasil tidak mencapai tujuan maka pelaksanaan tindakan
diulang kembali dengan melakukan berbagai perbaikan.
Sebagai suatu proses evaluasi ada empat dimensi yaitu :
1. Dimensi keberhasilan, yaitu evaluasi dipusatkan untuk mencapai tujuan
tindakan keperawatan.
2. Dimensi ketepatgunaan: yaitu evaluasi yang dikaitkan sumber daya
3. Dimensi kecocokan, yaitu evaluasi yang berkaitan dengan kecocokan
kemampuan dalam pelaksanan tindakan keperawatan
4. Dimensi kecukupan, yaitu evaluasi yang berkaitan dengan kecukupan
perlengkapan dari tindakan yang telah dilaksanakan (Harmoko, 2012)
- Umur
WOC - Jenis kelamin
- Gaya Hidup
- Obesitas
- Genetik
- Alkohol

HIPERTENSI

Kerusakan vaskuler Perubahan situasi


pembuluh darah

Perubahan struktur Informasi yang minim

Penyumbatan pembuluh
darah Defisiensi pengetahuan

Vakonstriksi

Gangguan sirkulasi
Ginjal Otak Pembuluh darah Retina

Vasokontriksi Resistensi pembuluh


Sistemik Spasme arteriol
Pembuluh Darah darah otak ↑

Vasokontriksi
Blood flow ↓ Nyeri Akut

Afterload ↑
Respon RAA

Merangsang
Penurunan Curah Fatique
aldosteron
Jantung

Retensi Na Intoleransi Aktivitas

Edema
DAFTAR PUSTAKA

Masriadi H. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Trans Info


Media.

Smeltzer & Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta : EGC.

Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi secara


Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Brunner & Suddarth. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2.


Jakarta : EGC

Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis


untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria

Yusuf, Syamsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Harmoko. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Kemenkes RI.

Psychologymania. (2013). Pengertian-lansia-lanjut-usia. Diakses pada hari


Selasa,03November,2020.http://www.psychologymania.com/2012/07/pen
gertianlansia lanjut-usia.html.

Anda mungkin juga menyukai