Anda di halaman 1dari 18

BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik, dan radiasi (Moenadjat, 2001).
Combustio (Luka bakar) adalah injury pada jaringan yang
disebabkan oleh suhu panas (thermal), kimia, elektrik dan radiasi (Suriadi,
2010).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu
tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. Juga
disebabkan oleh kontak dengan suhu rendah (ferosbite). Luka bakar ini
dapat mengakibatkan kematian atau akibat lain yang berkaitan dengan
problem fungsi maupun estetik.

B. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan melalui hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi denaturasi
protein atau iosinasi isi sel.
Ada lima mekanisme timbulnya luka bakar:
1. Api: kontak dengan kobaran api.
2. Luka bakar cair: kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak
panas.
3. Luka bakar kimia: asam akan menimbulkan panas ketika kontak dengan
jaringan organik.
4. Luka bakar listrik: tidak terlalu sering terjadi di Indonesia. Bisa timbul
dari sambaran petir atau aliran listrik. Luka bakar listrik memiliki
karakteristik yang unik, sebab sekalipun sumber panas (listrik) berasal
dari luar tubuh, kebakaran/kerusakan yang parah justru terjadi di dalam
tubuh.
5. Luka bakar kontak : kontak langsung dengan obyek panas, misalnya
dengan wajan panas atau knalpot sepeda motor. Hal ini sangat sering
terjadi di Indonesia.

C. PATOFISIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari sumber-sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan oleh radiasi elektromagnetik.
Pada kasus luka bakar listrik kerusakan diakibatkan oleh arus listrik
yang masuk ketubuh dan menjalar ke jaringan. Ekstremitas biasanya terkena
kerusakan jaringan yang lebih parah karena ukurannya lebih kecil di
banding tubuh, menyebabkan arus yang besar terkumpul diekstremitas.
Luka tambahan karena listrik adalah luka bakar pada kulit pada tempat
masuk dan keluarnya arus listrik karena putaran suhu tinggi oleh aliran
listrik (2,5000C) pada permukaan kulit, luka bakar yang terjadi karena baju
korban terbakar. Mungkin disertai patah tulang dan dislokasi karena otot-
otot berkontraksi akibat listrik. Luka bagian dalam biasanya termasuk
kerusakan otot, kerusakan saraf dan kemungkinan penggumpalan darah
disebabkan tekanan arus listrik, kerusakan organ dalam rongga atau perut.
Penderita luka bakar juga dapat mengalami kenaikan penguapan air.
Di mana selama 48 jam pertama kehilangan ini terutama disebabkan oleh
eksudat pada permukaan luka. Daerah kehilangan seluruh ketebalan kulit
yang mula-mula kering dan kurang mengalami penguapan air tetapi dengan
semakin melunaknya luka bakar maka penguapan air akan meningkat
dengan cepat. Pada luka bakar seluruh ketebalan kulit yang luas, penguapan
dapat mencapai 6-8 liter sehari.

D. FASE LUKA BAKAR


Fase – fase luka bakar yaitu :
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal
penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas),
breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan
airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat
cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah
penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering
terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal
yang berdampak sistemik.
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ -organ
fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut
akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang
muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik,
keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur

E. MANIFESTASI KLINIS
Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang terkena
dan kedalaman luka:
- Luka bakar derajat I
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi
merah,nyeri, sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab, atau
membengkak.Jika ditekan , daerah yang terbakar akan memutih, belum
terbentuk lepuhan.
- Luka bakar derajat II
Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Terjadi kerusakan epidermis
dan dermis. Kulit melepuh, dasarnya tampak merah, atau keputihan dan
terisi oleh cairan kental yang jernih. Jika disentuh warnanya berubah
menjadi putih dan terasa nyeri.
- Luka bakar derajat III
Menyebabkan kerusakan yang paling dalam.Seluruh epidermis dan
dermis telah rusak dan telah pula merusak jaringan di bawahnya (lemak
atau otot). Permukaannya bisa berwarna putih dan lembut atau berwarna
hitam, hangus dan kasar. Kerusakan sel darah merah pada daerah yang
terbakar bisa menyebabkan luka bakar berwarna merah terang. Kadang
daerah yang terbakar melepuh dan rambut/ bulu ditempat tersebut mudah
dicabut dari akarnya.
Jika disentuh, tidak timbul rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah
mengalami kerusakan.Jaringan yang terbakar bisa mati. Jika jaringan
mengalami kerusakan akibat luka bakar, maka cairan akan merembes dan
pembuluh darah dan menyebabkan pembengkakan.
Pada luka bakar yang luas, kehilangan sejumlah besar cairan karena
perembesan tersebut bisa menyebabkan terjadinya syok. Tekanan darah
sangat rendah sehingga darah yang mengalir ke otak sangat sedikit.

F. KEDALAMAN LUKA BAKAR


Luka bakar derajat I
- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
- Kulit kering, hiperemi berupa eritema
- Tidak dijumpai bulae
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
Luka bakar derajat II
Tampak bullae, dasar luka kemerahan (derajat IIA), dasar pucat keputihan
(derajat IIB), nyeri hebat terutama pada derajat IIA
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa.
Biasanya penyembuhanterjadi lebih dari sebulan.
Luka bakar derajat III
- Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih
dalam.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea mengalami kerusakan
- Tidak dijumpai bulae.
- Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering
letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar
- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal
sebagai eskar.
- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung- ujung
saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
- Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi
spontan dari dasar luka.

Perbedaan Derajat 2 Derajat 3


1. Penyebab - Suhu lama & kontak - Suhu > tinggi atau
sedang kontak lebih lama.
2. Warna kulit bila - Merah - Putih pucat
epitel lepas
3. Rasa sakit - + - Tidak sakit
4. Penyerapan - + - +++
warna - Superfisial 2 - 3 - Melalui jaringan
5. Penyembuhan minggu granulasi
- Dalam 3 – 4
minggu

G. LUAS LUKA BAKAR


Wallace membagi tubuh bagian 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal dengan
nama rule of nine atau rule of Wallace, yaitu:
1. Kepala sampai leher :9%
2. Lengan kanan :9%
3. Lengan kiri :9%
4. Dada sampai prosessus sipoideus :9%
5. Prosessus sipoideus sampai umbilicus :9%
6. Punggung :9%
7. Bokong :9%
8. Genetalia :1%
9. Paha sampai kaki kanan depan :9%
10. Paha sampai kaki kanan belakang :9%
11. Paha sampai kaki kiri depan :9%
12. Paha sampai kaki kiri belakang :9%
100%
H. KOMPLIKASI
1. Syok hipovolemik
2. Kekurangan cairan dan elektrolit
3. Hypermetabolisme
4. Infeksi
5. Gagal ginjal akut
6. Masalah pernapasan akut; injury inhalasi, aspirasi gastric, pneumonia
bakteri, edema.
7. Paru dan emboli
8. Sepsis pada luka
9. Ilius paralitik.
I. PENATALAKSANAAN
Pertolongan Pertama :
1) Jauhkan dari sumber trauma
 Api dipadamkan
 Kulit yang panas disiram dengan air
 Bahan kimia disiram dengan air mengalir.
 Cara mematikan api :
- Pasien dibaringkan
- Ditutup dengan kain basah atau berguling – guling.
2) Cooling
Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air
mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah
normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif samapai
dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar – Kompres dengan air dingin
(air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai
analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi – Jangan
pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut
(vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan
risiko hipotermia – Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di
daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit
atau lebih.
3) Bebaskan jalan nafas, misalnya :
 Buka baju
 Lendir diisap
 Trakheotomi dilakukan bila ada keraguan akan jalan napas.
4) Perbaiki pernapasan ( resusitasi pernapasan )
5) Terbakar di ruangan tertutup, persangkaan keracunan CO, maka
diberikan O2 murni.
6) Perbaiki sirkulasi ( infus RL / NaCl )
7) Trauma asam / basa, bilas dengan air mengalir terus – menerus.
8) Baju , alas & penutup luka/ tubuh, diganti dengan yang steril.
Tindakan Sebelum RS untuk melindungi luka :
1. Isolasi luka dari sekitarnya
2. Jaga agar luka tidak dehidrasi
3. Jaga agar luka dalam keadaan istirahat.

Gangguan yang segera terjadi :


1. Akibat listrik : Apnea, fibrillasi ventrikel
2. Rasa sakit : Bilas dengan air dingin
3. Keracunan CO : Sakit kepala, muntah – muntah ( berikan O2 murni)
4. Edema luas & mendadak; gangguan sirkulasi terjadi karena :
- Perubahan permeabilitas pembuluh darah. Koloid dengan
molekul 300.000 dapat keluar dari pembuluh darah →
menurunkan tekanan onkotik → edema
- Potensial membrane sel menurun → Na& air masuk → K
keluar sel → peristaltik usus menurun.

TERAPI CAIRAN
 Tujuan : Memperbaiki sirkulasi & mempertahankan keseimbangan
cairan
 Indikasi :
 Luka bakar derajat 2 – 3 dan > 25 %
 Tidak dapat minum
 Terapi cairan stop “intake” oral dapat menggantikan parenteral

CARA RESUSITASI :
a. Cara Evans
a) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
b) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
c) 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
b. Cara Baxter
 Dewasa
Rumus : 4cc x BB x LB
24 jam
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua
diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

 Anak-anak
Rumus : 2cc x BB x LB
+ Kebutuhan faal

24 jam

Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
 ½ diberikan 8 jam pertama
 ½ diberikan 16 jam berikutnya.

 Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT).
Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60%
karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili
usus.

Perawatan Luka :
1) Pencucian dengan larutan detergen encer
2) Kulit compang – camping dibuang
3) Bila luka utuh > 5 cm cairan dihisap, < 5 cc dibiarkan
4) Luka dikeringkan, diolesi dengan mercurochrome atau silver
sulfadiazine.
5) Perawatan terbuka atau tertutup dengan balutan
6) Pasien dirawat di ruangan steril

Perawatan di Ruangan :
1) Perawatan terbuka dengan krim SSD (Silver Sulfadiazine),
merupakan obat yang dapat menembus eskar.
2) Mandi 2 hari sekali dengan air mengalir
3) Eskratomi dilakukan bila ada penekanan saraf / pembuluh darah.
4) “Skin Graft” dilakukan setelah mulai ada granulasi

Antibiotik :
 Disesuaikan dengan epid. Kuman di ruangan.
 Pemberian selanjutnya disesuaikan hasil kultur
Toxoid – ATS :
Diberikan semua pasien 1 cc tiap 2 minggu/ 3 x, selama 5 hari.
Antasid→ Mengurangi asam lambung
Nutrisi → Jumlah kalori + protein ( TKTP )
→ Kalori> 60 % dari perhitungan
Reborantin diberikan → Vitamin C, B Compleks, Vitamin A
(10.000/Mgg ).
Fisioterapi → Dilakukan lebih awal berupa latihan pernafasan &
pergerakan otot atau sendi.
Nilai Lab :
1) Pemeriksaan Hb, Ht tiap 8 jam → 2 hari I. dan tiap – tiap 2 hari pada
10 hari berikutnya.
2) Fungsi hati & ginjal tiap minggu
3) Elektrolit / hari → I minggu pertama
4) Analisa gas darah bila nafas > 32 x / menit.
5) Kultur jaringan pada hari I, III, VIII

J. PEMERIKSAAN PUNUNJANG
a. Sel darah merah (RBC)
Dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood Cell) karena
kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan oleh
menurunnya produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang.
a. Sel darah putih (WBC)
Dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah putih/White Blood Cell)
sebagai respon inflamasi terhadap injuri.
b. Gas darah arteri (AGD)
Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2.
c. Karboksihemoglobin (COHbg)
Kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat meningkat lebih dari 15 %
yang mengindikasikan keracunan karbon monoksida.
d. Serum elektrolit :
Potasium pada permukaan akan meningkat karena injuri jaringan atau
kerusakan sel darah merah dan menurunnya fungsi renal;
hipokalemiadapat terjadi ketika diuresis dimulai; magnesium mungkin
mengalami penurunan.
Sodium pada tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air
dari tubuh; selanjutnya dapat terjadi hipernatremia.
e. Sodium urine
Jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan resusitasi
cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak
adekuatnya resusitasi cairan.
f. Alkaline pospatase
Meningkat akibat berpindahnya cairan interstitial/kerusakan pompa
sodium.
g. Glukosa serum
Meningkat sebagai refleksi respon terhadap stres.
h. BUN/Creatinin
Meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi renal, namun
demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.
i. Urin
Adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan
kerusakan jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein.
Warna urine merah kehitaman menunjukan adanya mioglobin
j. Rontgen dada
Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi.
k. Bronhoskopi
Untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin dapat ditemukan
adanya edema, perdarahan dan atau ulserasi padasaluran nafas bagian
atas.
l. ECG
Untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar
karena elektrik.
m. Foto Luka
Sebagai dokumentasi untuk membandingkan perkembangan
penyembuhan luka bakar.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/istirahat:
Tanda : Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak
Pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
2. Sirkulasi:
Tanda : (Dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang
cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi,
kulit putih dan dingin (syok listrik);
takikardia(syok/ansietas/ nyeri); disritmia (syok listrik);
pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar)
3. Integritas ego:
Gejala : Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan,kecacatan.
Tanda : Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik
diri, marah.
4. Eliminasi:
Tanda : Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah
kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi);
penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
5. Makanan/cairan:
Tanda : Oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
6. Neurosensori:
Gejala : Area batas; kesemutan.
Tanda : Perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon
dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok
listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membrane
timpani (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran
saraf).
7. Nyeri/kenyamanan:
Gejala : Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan
suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara
respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan
ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
8. Pernafasan:
Gejala : Terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).
Tanda : Serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera
inhalasi.

B. FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan
(Wong, 2003)
Tujuan : pasien menunjukkan penyembuhan luka.
Intervensi :
b. Bersihkan luka dan daerah sekitar
c. Jaga pasien agar tidak menggaruk dan memegang luka
d. Berikan tehnik distraksi pada pasien
e. Pertahankan perawatan luka untuk mencegah kerusakan epitel dan
granulasi
f. Berikan kalori tinggi, protein tinggi dan makanan kecil
g. Berikan vitamin tambahan dan mineral-mineral
h. Tutup daerah terbakar untuk mencegah nekrosis jaringan
i. Monitor vital sign untuk mengetahui tanda infeksi
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma luka bakar (Wong, 2003).
Tujuan : Pasien menunjukkan pengurangan nyeri sampai tingkat yang
diterima pasien.
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri untuk pengobatan
b. Posisikan ekstensi untuk mengurangi nyeri karena gerakan
c. Kurangi iritasi untuk mencegah nyeri.
d. Sentuh daerah yang tidak terjadi luka bakar untuk memberikan
kontak fisik dan kenyamanan.
e. Berikan tehnik-tehnik pengurangan nyeri non pengobatan yang
sesuai
f. Antisipasi kebutuhan medikasi pengobatan nyeri dan berikan
sebelum nyeri tersebut terjadi.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan
respon imun, prosedur invasif. (Effendi. C, 1999).
Tujuan : Menunjukkan tidak ada infeksi
Intervensi :
a. Laksanakan dan pertahankan kontrol infeksi sesuai kebijakan ruang
b. Pertahankan tehnik cuci tangan yang hati-hati bagi perawatan dan
pengunjung
c. Pakai sarung tangan ketika merawat luka untuk meminimalkan
terhadap agen infeksi.
d. Ambil eksudat, krusta untuk mengurangi sumber infeksi
e. Cegah kontak pasien dengan orang yang mengalami ISPA / infeksi
kulit
f. Berikan obat antimikrobial dan penggantian. balutan pada luka
g. Monitor vital sign untuk mencegah sepsis
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan pergerakan
(ROM) (Smith, 1998)
Tujuan : Pasien akan terbebas dari komplikasi : gangguan gerak, akan
berpartisipasi dalam latihan aktivitas yang tepat.
Intervensi :
a. Bantu pasien mendapatkan posisi yang tepat dan mobilitas bagi
luka bakar : konsultasikan dengan bagian ocupasi terapi untuk
merencanakan latihan pergerakan
b. Lihat keluarga dalam perberian tindakan keperawatan.
c. Ajarkan latihan ROM aktif dan pasif setiap 4 jam, berikan pujian
setiap kali pasien melakukan latihan ROM
d. Ambulasi pasien secara dini jika memungkinkan.
e. Ubah posisi tiap 2 jam sekali pada area yang tertekan.
b. Beri antibiotic sebelum aktivitas karena nyeri.
6. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan cairan
elektrolit dan protein masuk ke ruang interstisiel (Wahidi, 1996).
Tujuan : gangguan keseimbangan cairan dapat teratasi
Intervensi :
a. Observasi inteke dan output setiap jam.
b. Observasi tanda-tanda vital
c. Ukur lingkar ektremitas yang terbakar tiap sesuai indikasi
d. Kolaborasi dengan tim medis dalam. pemberian cairan lewat infus
e. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, Elektrolit, Natrium urine
rando
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC

Carpenito-Moyet, Linda Jual. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta

: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC

Santosa Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika

Smeltzer, 2002 .Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3.ECG : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai