Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. (Smeltzer dan Bare, 2002). Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana
terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi
bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi.
B. Etiologi
Menurut Carpenito (2000:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
C. Klasifikasi
Klasifkasi fraktur terbuka antara lain:
1. Derajat I
1) luka kurang dari 1 cm
2) kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
3) fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
4) Kontaminasi ringan.
2. Derajat II
1) Laserasi lebih dari 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
3) Fraktur komuniti sedang.
3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot
dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
D. WOC
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
F. Komplikasi
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000) antara lain:
1. Shock
2. Infeksi
3. Nekrosis divaskuler
4. Cedera vaskuler dan saraf
5. Mal union
6. Borok akibat tekanan
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
1) Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2) Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
2. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
pada trauma multipel), Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres
normal setelah trauma.
2) Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
3. Pemeriksaan Penunjang Lain
1) Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
2) CCT: dilakkukan bila banyak kerusakan otot.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kegawatdaruratan meliputi:
1. Inspeksi bagian tubuh yang fraktur
2. Berikan bebat sebelum pasien dipindahkan; bebat dapat mengurangi nyeri,
memperbaiki sirkulasi, mencegah cedera lebih lanjut, dan mencegah fraktur
tertutup menjadi fraktur terbuka.
3. Kaji adanya keluhan nyeri atau tekanan pada area yang mengalami cedera.
4. Pindahkan pasien secara hati-hati dan lembut, untuk meminimalisasi gerakan
yang dapat menyebabkan gerakan pada patahan tulang.
5. Lakukan penanganan pada trauma yang spesifik (trauma femur)

Konsep Askep
A. Pengkajian
a. Pengkajian primer
a) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
b) Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas terdengar
rochi/aspirasi.
c) Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardia, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membrane mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
b. Pengkajian sekunder
a) Aktivitas/istirahat
1. Kehilangan fungsi pad bagian yang terkena
2. Keterbatasan mobilitas
b) Sirkulasi
1. Hipertensi (kadang terlihat sebgai respon nyeri/ansietas)
2. Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)
3. Tachikardia
4. Penurunan nadi pada bagian distal yang cedera
5. Capillary refill melambat
6. Pucat pada bagian yang terkena
7. Masa hematoma pada sisi cedera
c) Neurosensori
1. Kesemutan
2. Deformitas, krepitasi, pemendekan
3. Kelemahan
d) Kenyamanan
1. Nyeri tiba-tiba saat cedera
2. Spasme/kram otot
e) Keamanan
1. Laserasi kulit
2. Perdarahan
3. Perubahan warna
4. Pembengkakan lokal
B. Diagnosa
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/ immobilisasi
2. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan cedera jaringan lunak
sekuderakibat fraktur femur terbuka.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran
darah arteri atau vena, trauma pada pembuluh darah.
C. Perencanaan
1) Diagnosa 1:
a) Rencana Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan nyeri yang dialami pasien berkurang atau hilang.

b) Kriteria Hasil
(1) Pasien menyatakan nyeri berkurang
(2) Pasien mengungkapkan mampu tidur / istirahat dengan baik.
(3) Pasien tampak rileks
(4) TD pasien dalam rentang normal 100/60- 120/80 mmHg
(5) Frekuensi nadi pasien dalam rentang normal 80-100 x/menit
(6) Skala nyeri 0 dari 0 - 10
(7) Pasien dapat beraktivitas sesuai kemampuan.

c) Rencana Tindakan
(1) Observasi TTV.
R : Mengetahui kondisi pasien sehingga dapat menentukan rencana selanjutnya
seperti peningkatan nadi, tekanan darah dimana menunjukan adanya peningkatan atau
penurunan akibat rasa nyeri sehingga merupakan indikator atau derajat nyeri secara
tidak langsung.
(2) Kaji nyeri dengan teknik PQRST.
R : Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukan perubahan dimana memerlukan
evaluasi dan intervensi yang berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan.
(3) Anjurkan klien istirahat di tempat tidur.
R : Istirahat yang adekuat dapat mengurangi intensitas nyeri dimana istirahat dapat
meningkatkan normalisasi fungsi organ, misalnya menurunkan ketidaknyamanan pada
daerah abdomen post operasi.
(4) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
R : Distraksi menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien dengan
cara mengajak pasien dalam hal-hal yang digemari pasien. Relaksasi mengurangi
ketegangan, membuat perasaan lebih nyaman, dan meningkatkan mekanisme koping.
(5) Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
R : Analgetik berguna mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.

2) Diagnosa 2
a) Rencana tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kerusakan integritas jaringan dapat
diatasi.

b) Kriteria hasil
(1) Penyembuhan luka sesuai waktu
(2) Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

c) Rencana tindakan
(1) Observasi keadaan kulit/kerusakan jaringan lunak yang terjadi pada klien.
R : menjadi data dasar untuk memberikan informasi intervensi perawatan luka, alat apa
yang akan dipakai, dan jenis larutan apa yang akam dilakukan.
(2) Lakukan perawatan luka dengan teknik steril.
R : perawatan luka dengan teknik steril dapat mengurangi kontaminasi kuman langsung
kearea luka
(3) Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun
kencang)
R : Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.
(4) Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.
R : Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot
terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi.
(5) Kolaborasi dengan tim bedah untuk dikukan bedah perbaikan pada karusakan
jaringan agar tingkat kesembuhan dapat dipercepat.
R : Bedah perbaikan dilakukan terutama pada klien fraktur terbuka dengan luka yang
luas yang dapat menjadi pintu masuk kuman yang ideal.

3) Diagnosa 3
a) Rencana tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perfusi jaringan efektif
b) Kriteria hasil
(1) Meningkatkan perfusi jaringan
(2) Tingkat kesadaran composmentis
(3) Fungsi kognitif dan motorik/sensorik yang membaik
(4) Tidak terjadinya tanda-tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial)
(5) Tekanan darah dalam rentang yang normal (100/60- 120/80 mmHg)
(6) Nadi perifer tidak teraba
(7) Edema perifer tidak ada

c) Rencana tindakan
(1) Auskultasi frekuensi dan irama jantung, catat terjadinya bunyi jantung ekstra.
R : Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya peningkatan aliran
darah dan perfusi jaringan.
(2) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan
normalnya.
R : Untuk mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK.
(3) Melakukan perawatan sirkulasi perifer secara komprehensif misal: periksa nadi
perifer, edema, pengisian kapiler, warna, dan suhu ekstremitas.
R : Mengetahui keefektifan intervensi dan perkembangan pasien.
(4) Tinggikan anggota badan yang terkena 20 derajat atau lebih tinggi dari jantung.
R : Meningkatkan aliran darah balik vena.
(5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti trombosit & anti koagulan
R : Untuk meningkatkan aliran darah serebral

DAFTAR PUSTAKA
Suzanne, Smeltzer C dan Brenda G. Bare. 2002. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai