Disusun Oleh :
62019040073
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.
E. PATHWAY
Defenisi : Frraktur tertutup adalah rusaknya kontuinitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang
dan tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Adalah Tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat di serap tulang
Maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontuinitas tulang
FRAKTUR
Kehilangan integritas tulang Perubahan fragmen tulang kerusakan Fraktur terbuka ujung tulang
pada jaringan dan pembuluh darah menembus otot dan kulit
Kerusakan neuromuskuler
2. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
3. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
4. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
5. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
B. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
C. Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
H. PENATAKLAKSANAAN
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif dan operatif.
Kriteria untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan secara konservatif atau operatif
selamanya tidak absolut.
A. Cara konservatif:
1. Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang panjang.
2. Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3. Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4. Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
- Pemasangan Gips.
- Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban maksimal untuk skin
traksi adalah 5 Kg.
B. Cara operatif di lakukan apabila:
1. Bila reposisi mengalami kegagalan.
2. Pada orang tua dan lemah (imobilisasi akibat yang lebih buruk).
3. Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
4. Fraktur patologik.
5. Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pengobatan operatif:
- Reposisi.
- Fiksasi.
Atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (“Open Reduction Internal
Fixation”)
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan rasa nyaman : nyeri akut
2) Gangguan mobilitas fisik
3) Gangguan integritas kulit
4) Resiko tinggi infeksi
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Gangguan rasa nyaman : nyeri akut
Nyeri NOC : NIC :
Pain Level, Pain Management
Definisi : Pain control, Lakukan pengkajian
Sensori yang tidak Comfort level nyeri secara komprehensif
Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
menyenangkan dan
Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
pengalaman emosional nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
nyeri, mampu faktor presipitasi
yang muncul secara aktual
menggunakan tehnik Observasi reaksi
atau potensial kerusakan nonfarmakologi untuk nonverbal dari
mengurangi nyeri, mencari ketidaknyamanan
jaringan atau
bantuan) Gunakan teknik
menggambarkan adanya Melaporkan bahwa komunikasi terapeutik
nyeri berkurang dengan untuk mengetahui
kerusakan
menggunakan manajemen pengalaman nyeri pasien
nyeri Kaji kultur yang
Mampu mengenali mempengaruhi respon
nyeri (skala, intensitas, nyeri
frekuensi dan tanda nyeri) Evaluasi pengalaman
Menyatakan rasa nyeri masa lampau
nyaman setelah nyeri Evaluasi bersama
berkurang pasien dan tim kesehatan
Tanda vital dalam lain tentang
rentang normal ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan
yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor
presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri