I.
II.
Definisi: Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Mandibula adalah tulang rahang bawah, tulang yang tidak teratur dan merupakan satu-satunya tulang kepala yang dapat bergerak (Watson,2002). Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibula yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.
III.
Etiologi:
1. Trauma langsung: benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat tersebut. 2. Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari area benturan. 3. Fraktur patologis: fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa trauma. Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi tulang dan tumor tulang.
IV.
Jenis-jenis fraktur:
1. Fraktur tertutup, merupakan fraktur tidak menyebabkan robek pada kulit 2. Fraktur terbuka, merupakan dengan luka pada kulit atau robek dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit 3. Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran 4. Fraktur tidak komplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
V.
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema, sehingga mengakibatkan pembuluh darah menyempit dan terjadi penurunan perfusi jaringan
VI. a.
Pemeriksaan Fisik Nyeri pada lokasi frkatur terutama pada saat digerakan
d. Paralisis (kehilangan daya gerak) e. f. g. Krepitasi (sensasi keripik yang ditimbulkan bila mempalpasi patahan-patahan tulang Spasme otot Peretesia (penurunan sensasi)
VII. Pemeriksaan Laboratorium/Diagnostik/Penunjang: 1. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur 2. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap: Hb menurun terutama fraktur terbuka, peningkatan leukosit adalah respon stres normal setelah trauma. VIII. Diagnosa keperawatan yang sering muncul 1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d pergeseran fragmen tulang terhadap jaringan lunak 2. Resiko tinggi inefektifnya bersihan jalan nafas b.d trauma pada jaringan lunak 3. Kerusakan komunikasi verbal b.d nyeri
IX.
1. Gangguan rasa nyama: nyeri (akut) b.d pergeseran fragmen tulang terhadap jaringan lunak Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri dapat berkurang atau terkontrol. Nyeri berkurang atau hilang
teria hasil : a.
1. Kaji lokasi nyeri, itensitas dan tipe nyeri 1. Mempengaruhi pilihan keefektifan 2. Pertahankan imobilisasi fraktur wajah dengan alat yang tepat intervensi 2. Mempertahankan posisi yang tepatndan mencegah stres yang tak diperlukan pada 3. lakukan rentang gerak pasif/ aktif untuk ekstremitas/ sendi dukungan otot
4. Ajarkan dan dorong tehnik relaksasi napas dalam 5. Berikan waktu untuk ekspresikan perasaan, dalam tingkat kemampuan berkomunikasi Kolaborasi Berikan analgetik sesuai indikasi dengan dokter, pemberian analgetik
melambat sehubungan dengan tirah baring 4. Dengan tehnik relaksasi dapat mengurangi nyeri 5. ekspresikan masalah/ rasa takut menurunkan ansietas/ siklus nyeri
2. Resiko tinggi inefektifnya bersihan jalan nafas b.d trauma pada jaringan lunak Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam resiko inefektif bersihan jalan nafas tidak terjadi Kriteria hasil: a. Pola nafas normal
b. Bunyi nafas jelas dan tidak bising c. Mendemonstrasikan perilaku untuk meningkatkan jalan napas paten Intervensi 1. Tinggikan tempat tidur 30 derajat Rasional 1. Meningkatkan drainase sekresi dan menurunkan terjadinya edema 2. Observasi frekuensi/ irama pernafasan. 2. Dapat mengindikasikan terjadinya gagal Perhatikan penggunaan otot aksesori, pernafasan cuoing hidung, stridor, serak 3. Periksa mulut terhadap pembengkakan, 3. Pemeriksaan hati-hati diperlukan karena perubahan warna, akumulasi sekret mulut atau darah 4. Perhatikan keluhan pasien akan 4. Menindikasikan pembengkakan jaringan lunak pada faring posterior mungkin adanya perdarahan pernafasan
peningkatan disfagia, batuk nada tinggi, mengi 5. Awasi TTV dan perubahan mental
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat berkomunikasi dengan baik
riteria hasil : pasien akan menetapkan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
Rasional 1. Tipe cedera/ situasi individual akan menentukan kebuthan yang memerlukan bantuan 2. Memampukan pasien untuk mengkomunikasikan kebutuhan atau
masalah 3. Batasi frusteasi dan kelelahan yang dapat terjadi pada percakapan lama
4. Menurunkan ansietas dan perasaan tidak komunikasi.gunakan ya atau tidak berdaya 4. Antisipasi kebutuhan pasien
DAFTAR PUSTAKA Doenges,M. A., Moorhouse, M. F.,& Geissler, A.C (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC. Smeltzer, Z. C,& Brenda, G. B .( 2001 ) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8, vol 3. Jakarta: EGC Rerves, C. J., Roux, G.,& Lockhart, R .( 2001). keperawatan medikal bedah. Jakarta: Salemba Medika. Watson, R. (2002). Anatomi dan fisiologi: untuk perawat. Jakarta: EGC.