Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA OTAK RINGAN (COR)

A. DEFINISI
Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembbengkakan
otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan
intra kranial (Smeltzer, 2000)
Cedera Otak Ringan (COR) Adalah cidera otak yang ditandai dengan tidak
adanya kehilangan kesadaran, pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan
pusing, dan pasien dapat menderita laserasi dan hematoma kulit kepala.
(Mansjoer Arif, :2000)
Cedera Orak Ringan (COR) adalah hilangnya fungsi neurologi atau
menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer,
2002)

B. KLASIFIKASI
Trauma / cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan Glasgow Coma
scale (GCS) :
1. Ringan ( Minor )
 Total GCS 13 - 15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia kurang dari 30
menit
 Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur serebral, hematoma
2. Sedang
 ToTal GCS 9 - 12
 Kehilangan kesadaran / amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam
 Dapat mengalami fraktur tengkorak
3. Berat
 Total GCS 3 – 8
 Kehilangan kesadaran / amnesia lebih dari 24 jam
 Juga dapat terjadi kontusio serebral, laserasi / hematoma intrakanial
C. ETIOLOGI
Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalulintas, perkelahian, jatuh
dan cedera olahraga, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau
peluru.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab terbesar kemaatian dan
kecacatan utama pada usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalulintas. Disampinng penanganan di lokasi kejadian dan
transportasi korban kerumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang
gawat darurat sangat menentukan pelaksanaan dan prognosis selanjutnya.
(Corwin, 2000)

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda- tanda
a) Pingsan tidak lebih dari 10 menit
b) Tanda tanda vital dalam batas normal atau menurun
c) Setelah sadar timbul nyeri
d) Pusing
e) Muntah
f) Total GCS 13-15
g) Tidak terdapat kelainan neurologis
2. Gejala
a) Pernafasan secara progresif menjadi abnormal
b) Respon pupil mungkin lenyap atau progresif memburuk
c) nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap seirinng dengan TIK
d) Mual muntah akibat TIK
e) Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara serta
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat. (Corwin,
2000)

E. PATOFISIOLOGI
Cedera otak ringan dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian, kecelakaan olahraga, pukulan, lalu terjadi trauma dan
mengakibatkan cedera jaringan otak dan biasanya menyebabkan ansietas
dimana pasien biasanya tampak gelisah dan bertanya-tanya tentang
keadaannya. Cedera otak ini bisa menyebabkan kerusakan neurovaskuler lalu
terjadi obstruksi pada trakeobronkial dan mengakibatkan resiko tinggi
terhadap pola nafas tidak efektif, cedera otak juga bisa timbul respon
peradangan terjadi tegangan pada pembuluh darah dan mengakibatkan nyeri
akut. Lalu menyebabkan peningkatan tekanan intrakanial dan menyebabkan
kejang kekacauan mental yang mengakibatkan resiko cedera, kejang dan
kekacauan mental juga bisa menyebabkan disorientasi terhadap tempat/waktu
dan orang, perubahan pola komunikasi, perubahan pola perilaku, propiosepsi
dan bisa mengakibatkan perubahan persepsi sensori. Dari meningkatnya
tekanan intrakarnial juga bisa menyebabkan perubahan motorik dan sensorik
lalu terjadi kerusakan pada persepso/kognitif terjadi penurunan
kerusakan/tahanan yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk bergerak,
pada kondisi ini kebanyakan kesadaran menurun terjadi kelemahan otot dan
tubuh tidak mampu mencerna makanan sehingga mengakibatkan perubahan
nutrisi kurang dari kebuthan tubuh, cedera otak yang karena kecelakaan bisa
terjadi edema serebral, patologis otak yang mengakibatkan kejang dan terjadi
peningkatan vasokomiksi tubuh yang mengakibatkan terjadinya kelebihan
darah pada paru-paru dan mengkibatkan terjadinya odema pulmonal.

F. KOMPLIKASI
Menurut Mansjoer, (2000) komplikasi yang dapat terjadi pada cedera
kepala adalah :
a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh
rusaknyaleptomeningen dan terjadi pada 2 – 6% pasien dengan cedera
kepala tertutup.
b. Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala : eksolelamos,
kemosis dan bruit orbita dapat timbul segera atau beberapa hari setelah
cedera.
c. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada
tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik.
d. Edema pulmonal, komplikasi paru-paru yang serius pada pasien cedera
kepala adalah edema paru. Ini mungkin terutama berasal dari gangguan
neurologis atau akibat dari sindrom distres pernapasan dewasa.
e. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam), dan (minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
G. PATHWAY
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Sean : tanpa/ dengan kontras mengidentifikasi adanya heronagik,
menentukan  ukuran ventrikel, pergeseran jaringan otak.
2. Angiografi Serebial : menunjukkan kelainan sirkulasi serebial, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma.
3. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (pendarahan/ edema), fragmen tulang.
4. Analisa gas darah : mendeteksi ventilasi oleh atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi kenaikan tekanan intra kronial
5. Elektrolit : untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tik.

G. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
Pasien dengan cedera otak ringan umumnya dapat dipulangkan ke rumah
tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi criteria berikut:
1. Hasil pemeriksaan neurologist dalam batas normal
2. Foto servikal jelas normal
3. Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama 24
jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat
darurat jika timbul gejala perburukan (Corwin, 2000)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
CIDERA OTAK RINGAN (COR)

A. PENGKAJIAN
Fokus pengkajian pada cedera otak ringan menurut (Dongoes, 2000)
meliputi :
1) Riwayat kesehatan meliputi : keluhan utama, kapan cedera terjadi,
penyebab cedera, riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang
lalu, dan riwayat kesehatan keluarga
2) Pemeriksaan fisik head to toe
3) Keadaan umum (tingkat kesadaran dan kondisi umum klien)
4) Pemeriksaan persistem
a. Sistem persepsi sensori (pemeriksaan panca indera : penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecap dan perasa)
b. Sistem persarafan (tingkat kesadaran/nilai GCS, reflek bicara, pupil,
orientasi waktu dan tempat)
c. Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan
kepatenan jalan nafas)
d. Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas dan
frekuensi)
e. Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu
makan/minum, peristaltic, eliminasi)
f. Sistem integument (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/lesi)
g. Sistem reproduksi
h. Sistem perkemihan (nilai frekuensi BAK, volume BAB)
5) Pemeriksaan Fungsional
a. Pola makan/cairan
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : muntah kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan
(batuk, air liur keluar, disfagia)
b. Aktifitas/istirahat
Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan
Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, kuadreplegia,
ataksia, cara berjalan tak tegap, masalah keseimbangan, kehilangan
tonus otot dan tonus spatik
c. Sirkulasi
Gejala : normal atau perubahan tekanan darah
Tanda : perubahan frekuensi jantung (bradikardia,takikardia yang
diselingsi disritmia)
d. Integritas Ego
Gejala : perubahan tingkah laku kepribadian (terang atau dramatis)
Tanda : cemas, mudah tersingguung, deliurin, agitasi, bingung,
depresi, dan impulsive
e. Eliminasi
Gejala : inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan
fungsi
f. Neurosensori
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia seputar keadian, vertigo,
sinkope, tinnitus, kehilangan pendengaran, perubahan dalam
penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagin
lapang pandang, fotopobia
Tanda : perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan,
perhatian/konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi, atau
tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon erhadap cahaya
simetris), ketidak mampuan kehilangan penginderaan
sepertipengecapan, penciuman dan pendengaran.Wajah tidak simetris,
genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam tidak ada atau
lemah, apaksia, hemiparese, postur dekortikasi atau deselebrasi,
kejang sangat sensitivitas terhadap sentuhan atau gerakan.
g. Nyeri dan kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dengan lokasi yang berbeda
biasanya sama
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih (Dongoes, 2000)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan  nafas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskular (cedera
pusat pernapasan di otak).
2. Nyeri akut b.d agens cedera fisik
3. Hambatan mobilitas fisik b.d intoleransi aktivitas
C. INTERVENSI
NANDA NOC NIC
Bersihan jalan  nafas tidak Status pernapasan: jalan Manajemen jalan napas
efektif b.d kerusakan napas paten
neurovaskular (cedera  Aktivitas
pusat pernapasan di otak). Indikator:  Membuka jalan nafas dengan
Batasan karakteristik:  Tidak ada demam cara dagu diangkat atau rahang
 Tidak adanya batuk  Tidak ada cemas ditinggikan.
 Bunyi nafas yang  Tidak ada hambatan jalan Memposisikan pasien agar
menguntungkan napas mendapatkan ventilasi yang
(Nanda 2018-2020)  Pengeluaran dahak maksimal.
 Bebas dari bunyi napas  Mengidentifikasi pasien
berdasarkan penghirupan nafas
yang potensial pada jalan nafas.
 Penghirupan nafas melalui
mulut atau nasopharing.
 Memberikan terapi fisik pada
dada.
 Mengeluarkan sekret dengan
cara batuk atau penyedotan.
 Mendorong pernapasan yang
dalam, lambat, bolak-balik, dan
batuk.
 Menginstruksikan bagaimana
batuk yang efektif.
 Mendengarkan bunyi nafas,
mancatat daerah yang
mangalami penurunan atau ada
tidaknya ventilasi dan adanya
bunyi tambahan.

Nyeri akut b.d agens cedera Tingkat nyeri Pemberian analgesik


fisik.
Batasan karakteristik: Indikator: Aktivitas:
 Ekspresi wajah nyeri  Nyeri yang di laporkan  Cek adanya riwayat alergi obat
 Laporan tentang perilaku  Ekspresi nyeri wajah  Tentukan pilihan obat analgesik
nyeri  Mengeluarkan keringat  Monitor tada-tanda vital
 Perubahan selera makan  Kehilangan nafsu makan sebelum dan sesudah pemberian
(Nanda 2018-2020)  Panjangnya episode nyeri analgesik
 Berikan kebutuhan keyamanan
dan aktivitas lain yang dapat
membantu relaksasi untuk
memfasilitasi penurunan nyeri
 Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri
yanng sangat berat
 Jalankan tindakana keselamatan
pada pasien yang menerima
analgesik sesuai kebutuhan.
 Susun harapan yang positif
mengenai keefektifan analgetik
untuk mengoptimalkan respon
pasien
 Evaluasi keefektifan analgesik
dengan internal yang teratur
pada setiap setelah pemberian.

Hambatan mobilitas fisik Pergerakan Manajemen nyeri


b.d intoleransi aktivitas
Batasan karakteristik : Indikator: Aktivitas:
 Penurunan rentang gerak  Gerakan otot  Lakukan pengkajian nyeri
 Kesulitan membolak  Gerakan sendi komperhensif
balik posisi  Keseimbangan  Pastika perawatan analgesik
 Ketidaknyamanan  Berjalan bagi pasien
 Gerakan lambat  Bergerak dengan mudah  Guanakan strategi komunikasi
 Gerakan tidak terapeutik untuk mengetahui
terkoordinasi. kualitas nyeri
(Nanda 2018-2020)  Gali pengetahuan dan
kepercayaan pasien mengenai
nyeri
 Gali bersama pasien faktor-
faktor yang mengakibatkan dan
menurunkan nyeri
 Bantu keluarga dalam mencari
dan menyediakan dukungan
 Berikan informasi mengenai
nyeri seperti faktor penyebab
nyeri
 Kolaborasi dg pasien dan tim
kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.FKUI. 2000.


Smeltzer, S.C & Bare, B.G., (2002). Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2,
Alih Bahasa Kuncara, H.Y,dkk, EGC, Jakarta
Corwin, E.J., (2000). Patofisiologi, Alih Bahasa Brahn U, Pandit EGC, Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit
Volume 1 Edisi 6. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai