Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan karunia-

Nya penulis dapat menyelesaikan Satuan Acara Penyuluan (SAP) ini dengan judul ”Ikterik

pada Neonatus”.

Penulisan SAP ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan siklus

Anak di RSUD Aro Suka Tahun 2018.

Selama penyusunan sampai selesainya SAP ini penulis banyak mendapat

bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan

ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi

dalam penyelesaian SAP.

Penulis menyadari SAP ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis

mengharapkan tanggapan, kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan SAP ini.

Penulis juga berharap semoga SAP ini dapat memberikan masukan dan informasi yang

berguna bagi pembaca.

Aro Suka, Mei 2018

Kelompok 2
SATUAN ACARA PENYULUHAN
IKTERIK PADA NEONATUS

Pokok Bahasan : Ikterik pada Neonatus

Hari/Tangal : Jumat, 11 Mei 2018

Pukul : 10.00-10.30 WIB

Sasaran : Pasien dan Keluarga yang dirawat

Tempat : Ruang Anak RSUD Arosuka

A. LATAR BELAKANG

Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan
ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih.
Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah
5-7 mg/dl (Kosim, 2012).
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lainnya akibat adanya
penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting dari penyakit
hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu, dan penyakit darah. Bila kadar bilirubin
darah melebihi 2 mg%, maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonates ikterus masih
belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5 mg%. Ikterus terjadi
karena adanya peninggian kadar bilirubin indirek (unconjugated) dan atau kadar
bilirubin direk (conjugated) (Hasan dan Alatas, 2007).
Mengingat banyaknya efek dari ikterik di masa awal kehidupan bayi, maka ada

baiknya bila keluarga mengetahui tentang ikterik pada neonatus, penyebab, tanda dan

gejala, penanganan dan pencegahan yang harus dilakukan oleh ibu dan keluarga.

B. TUJUAN

1. Tujuan Instruksional Umum

Setelah dilakukan penyuluhan, ibu menyusui memahami tentang ikterik pada

neonatorum.
2. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan keluarga klien mampu:

1. Menyebutkan pengertian ikterik

2. Menyebutkan penyebab ikterik

3. Menyebutkan tanda dan gejala ikterik

4. Menyebutkan komplikasi ikterik

5. Menyebutkan penanganan ikterik

6. Menyebutkan pencegahan ikterik

C. PELAKSANAAN KEGIATAN

1. Topik

Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi, penanganan dan pencegahan

ikterik pada neonatus.

2. Sasaran/Target

Sasaran : Keluarga pasien di ruang anak

Target : Keluarga pasien

3. Metoda

Ceramah

Tanya jawab

4. Media dan Alat

Leaflet

Infokus

5. Waktu dan Tempat

Hari/Tanggal : Jumat/ 11 Mei 2018

Waktu : Pukul 10.00-10.30 WIB

Tempat : Ruang Anak RSUD Arosuka


6. Pengorganisasian

Moderator : Dirna Helni, S.Kep

Penyaji : Devi Andriyani, S.Kep

Observer : Sesra, S.Kep

Donna Afriliana, S.Kep

Fasilitator : Era Oktavia, S.Kep

Vira Vixtisia, S.Kep

Adde Syofyanita, S.Kep

7. Materi

Terlampir

8. Uraian Tugas

a. Penanggung jawab

Mengkoordinir persiapan dan pelaksanaan penyuluhan

b. Moderator

 Membuka acara

 Memperkenal mahasiswa dan pembimbing

 Menjelaskan topik dan tujuan penyuluhan

 Menjelaskan kontrak waktu

 Memberi kesempatan pada presenter untuk menjelaskan materi

 Mengarahkan alur diskusi

 Memimpin jalannya penyuluhan

 Menyimpulkan penyuluhan

 Menutup acara

c. Perilaku yang diharapkan dari Penyaji

 Menyampaikan informasi dan fasilitator kepada moderator

 Membantu moderator dalam melaksanakan tugasnya


d. Fasilitator

 Memotivasi peserta agar berperan aktif

 Membuat absensi penyuluhan

 Mengantisipasi suasana yang dapat menganggu kegiatan penyuluhan

e. Observer

 Mengawasi proses pelaksanaan kegiatan dari awal sampai akhir

 Membuat laporan penyuluhan yang telah dilaksanakan

 Melaporkan tentang hasil penyuluhan

9. Setting Tempat

pintu masuk

Keterangan:

= Moderator = Pembimbing

= Audiens = Penyaji

= Observer = Fasilitator
D. KEGIATAN PENYULUHAN
No. Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta Waktu
1 Pembukaan
 Moderator memberikan salam  Menjawab salam 5 menit
 Moderator memperkenalkan anggota  Memperhatikan
penyuluhan dan pembimbing  Mendengarkan dan
 Moderator menjelaskan topik penyuluhan memperhatikan
 Moderator menjelaskan tujuan penyuluhan  Mendengarkan dan
 Moderator membuat kontrak waktu memperhatikan
pelaksanaan penyuluhan  Mendengarkan dan
 Moderator membuat kontrak bahasa memperhatikan
penyuluhan  Mendengarkan dan
memperhatikan
2 Pelaksanaan
 Penyaji menggali pengetahuan peserta tentang  Mengemukakan pendapat 20 menit
ikterik neonatus
 Penyaji memberi reinforcement positif  Mendengarkan
 Penyaji menjelaskan tentang pengertian ikterik  Mendengarkan dan
memperhatikan
 Penyaji menggali pengetahuan peserta tentang  Mengemukakan pendapat
penyebab ikterik
 Penyaji memberi reinforcement positif  Mendengarkan
 Penyaji menjelaskan tentang penyebab ikterik  Mendengarkan dan
memperhatikan
 Penyaji menggali pengetahuan peserta tentang  Mengemukakan pendapat
tanda dan gejala ikterik
 Penyaji memberi reinforcement positif  Mendengarkan
 Penyaji menjelaskan tentang tanda dan gejala  Mendengarkan dan
ikterik memperhatikan
 Penyaji menggali pengetahuan peserta tentang  Mengemukakan pendapat
komplikasi ikterik
 Penyaji memberi reinforcement positif  Mendengarkan
 Penyaji menjelaskan tentang komplikasi  Mendengarkan dan
ikterik memperhatikan
 Penyaji menggali pengetahuan peserta tentang  Mengemukakan pendapat
penanganan ikterik
 Penyaji memberi reinforcement positif  Mendengarkan
 Penyaji menjelaskan tentang penanganan  Mendengarkan dan
ikterik memperhatikan
 Penyaji menggali pengetahuan peserta tentang  Mengemukakan pendapat
pencegahan ikterik
 Penyaji memberi reinforcement positif  Mendengarkan
 Penyaji menjelaskan tentang penanganan  Mendengarkan dan
ikterik memperhatikan
 Moderator memberi kesempatan peserta untuk  Mengemukakan pertanyaan
bertanya
 Moderator memberikan reinforcement pada  Mendengarkan
peserta yang mengajukan pertanyaan dan
menjawab pertanyaan
3 Penutup
 Moderator melakukan evaluasi  Menjawab pertanyaan 5 menit
 Moderator meyimpulkan hasil diskusi  Bersama moderator
menyimpulkan materi
 Moderator menyampaikan pesan untuk audien  Memdengarkan dan
memperhatikan
 Moderator mengucapkan salam  Menjawab salam

Lampiran Materi
IKTERUS PADA NEONATORUM

A.      Pengertian Ikterus
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan
ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih.
Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah
5-7 mg/dl (Kosim, 2012).
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lainnya akibat adanya
penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting dari penyakit
hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu, dan penyakit darah. Bila kadar bilirubin
darah melebihi 2 mg%, maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonates ikterus masih
belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5 mg%. Ikterus terjadi
karena adanya peninggian kadar bilirubin indirek (unconjugated) dan atau kadar
bilirubin direk (conjugated) (Hasan dan Alatas, 2007).
Ikterus adalah menguningnya sclera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan
billirubin dalam tubuh atau akumulasi dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam,
yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, system billiary atau
system hematologi , gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa
karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis,
ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5
mg/dL . Ikterus (Jaundice) adalah perubahan warna kulit menjadi kuning akibat
pewarnaan jaringan oleh bilirubin. (Ai Yeyeh, 2010:268).

B.       Penyebab Ikterus
1. Peningkatan produksi :
 Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan
ABO.
 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
 Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
 Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) ,
diol (steroid).
 Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi ,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

1)    Tanda dan Gejala Ikterus


1. Ikterus Fisiologis
 suatu proses normal yang terlihat pada sekitar 40-50 % bayi aterm/cukup bulan
dan sampai dengan 80 % bayi prematur dalam minggu pertama kehidupan.
Ikterus fisiologis adalah perubahan transisional yang memicu
pembentukan bilirubin secara berlebihan di dalam darah yang menyebabkan
bayi berwarna ikterus atau kuning (Kosim, 2012).
Menurut Ridha (2014) ikterus fisiologis memiliki tanda – tanda, antara lain sebagai
berikut :
a. Warna kuning akan timbul pada hari kedua atau ketiga setelah bayi lahir dan
tampak jelas pada hari kelima sampai keenam dan menghilang sampai hari
kesepuluh.
b. Kadar bilirubin indirek tidak lebih dari 10 mg/dl pada neonates kurang bulan
dan 12.5 mg/dl pada neonatus cukup bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg/dl
per hari.
d. Kadar bilirubin direk tidak lebih dari 1 mg/dl.
e. Tidak memiliki hubungan dengan keadaan patologis yang
berpotensi menjadi kern icterus (ensefalopati biliaris adalah suatu kerusakan
otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak).

2. Ikterus Patologis
 ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu
nilai yang disebut hiperbilirubinemia (Saifuddin, 2009). Menurut Kosim (2012)
ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis. Keadaan di bawah
ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjutnya sebagai berikut :
a. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam.
b. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan
fototerapi.
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg/dl pada neonates kurang bulan dan
12,5 mg/dl pada neonatus cukup bulan.
d. Peningkatan bilirubin total serum > 0,5 mg/dl/jam.
e. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi muntah, letargis,
malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu
yang tidak stabil.
f. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada
bayi kurang bulan.
g. Ikterus yang disertai keadaan antara lain : BBLR, masa gestasi kurang dari 36
minggu, asfiksia, infeksi, dan hipoglikemia. Ikterus pada bayi baru lahir terdapat
pada 25-50 % neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang
bulan. Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala fisiologis atau
dapat merupakan hal yang patologis, misalnya pada inkompatibilitas Rh dan
ABO, sepsis, penyumbatan saluran empedu, dan sebagainya (Saifuddin, 2009).

Penilaian ikterus berdasarkan kremer :


Menurut Kramer, ikterus dapat dilihat dimulai dari kepala, leher, dan seterusnya,
untuk penilaian  ikterus kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang
dimulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat sampai lutut, lutut sampai
pergelangan  tangan dan kaki, termasuk telapak kaki dan tangan.Cara pemeriksaan
ialah dengan menekan  jari telunjuk ditempat yang tulangnya menonjol seperti tulang
hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain, kemudian disesuaikan dengan penilaian kadar
bilirubin pada tabel dibawah ini. ( Surasmi, 2003 )

Tabel Penilaian Ikterus Menurut Kramer


Hubungan kadar bilirubine dengan ikterus

Derajat Daerah ikterus kadar bilirubin( rata-rata )


ikterus Aterm Prematur
1 Kepala sampai leher 5,4 -
2 Kepala sampai leher, badan sampai dengan 8,9 9,4
pusat
3 Kepala sampai leher, badan sampai dengan 11,8 11,4
pusat,  badan bagian bawah dan tungkai
4 Kepala sampai leher, badan sampai dengan 15,8 13,3
pusat, badan bagian bawah dan tungkai, lengan
dan kaki di bawah dengkul
5 Kepala sampai leher, badan sampai dengan 16 14
pusat, badan bagian bawah dan tungkai, lengan
dan kaki di bawah dengkul, serta tangan dan
kaki
D.      Komplikasi Ikterus
Menurut Irwana (2009), komplikasi  terjadi kernicterus yaitu kerusakan
otak  akibat perlengketan bilirubin  indirek pada otak dengan gambaran klinik:
1. Letargi/lemas
2. Kejang
3. Tak mau menghisap
4. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
5. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot,
epistotonus, kejang
6. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental

E.       Penanganan Ikterus
1. Ikterus fisiologis:
 Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI sejak dini sesuai kebutuhan bayi baru
lahir
 Jemur bayi dibawah sinar matahari, bilirubin akan menyerap sinar dengan panjang
gelombang 450-460 nm. Caranya dengan menjemur bayi antara jam 07.00 s/d jam
09.00 bayi selama ½ jam dengan cara ¼ jam dalam keadaan telentang dan ¼ jam
dalam keadaan telungkup
 Jaga bayi agar tetap hangat dan bersih

2. Ikterus patologis:
 Bayi dengan ikterus patologis biasanya harus dirawat di RS dengan tindakan:
 Pemberian fenobarbital yang yang dapat memperbesar konjugasi dan ekskresi
bilirubin. Pemberiannya akan membatasi perkembangan ikterus fisiologis pada bayi
baru lahir bila diberikan pada ibu dengan dosis 90 mg/24 jam sebelum persalinan
atau pada bayi saat lahir dengan dosis 10 mg/kg/24 jam. Meskipun demikian,
fenobarbital tidak secara rutin dianjurkan untuk mengobati icterus pada bayi
neonatus karena pengaruhnya pada metabolism bilirubin biasanya tidak terlihat
sebelum mencapai beberapa hari pemberian, efektivitas obat ini lebih kecil dari
pada fototerapi dalam menurunkan kadar bilirubin, dan dapat mempunyai
pengaruh sedatif yang tidak menguntungkan serta tidak menambah respon terhadap
fototerapi (Nelson, 2012).
 Terapi sinar (Fototerapi)
 Terapi sinar atau fototerapi dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai
kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi
bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecah dan menjadi mudah larut dalam air
tanpa harus diubah dahulu oleh organ hati dan dapat dikeluarkan melalui urin
dan feses sehingga kadar bilirubin menurun (Dewi, 2010; Marmi dan
Rahardjo, 2012). Di samping itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian
konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan
bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltik
usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama feses. Terapi sinar juga
berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga
menimbulkan risiko yang lebih fatal.
 Bila diperlukan akan dilakukan pengobatan dengan pemberian albumin dan tranfusi
tukar pada kasus yang lebih berat.

F.       Pencegahan Ikterus
Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan kehamilan
dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan
hipoksia (kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim. Pada masa persalinan, jika
terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera
diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur dibawah
sinar matahari pagi sekitar jam 7 – jam 8 pagi setiap hari selama 15 menit dengan
membuka pakaiannya.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton Arthur C. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta

Manjoes Arif dkk.2009. Kapita Selecta Kedokteran.Media Aescubpius: Jakarta

NANDA (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi

1 dan 2. Yogyakarta

Saifuddin, Abdul Bari. (2007). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta : YBPSP.

Staf Pengajar IKA FK-UI. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : INFOMEDIKA

Wiknjosastro, Hanifa. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP. Fajriah, L. 2013.

Smeltzerr Susanne & Brenda G Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Jilid

2. EGC:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai