Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“SKIZOFRENIA”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Jiwa
di Poli Jiwa Rumah Sakit Tk.II Dr.Soepraoen Malang

Oleh :
Uswatun Hasanah
170070301111116

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
SKIZOFRENIA
DI PUSKESMAS BANTUR

Disusun oleh :

Uswatun Hasanah 170070301111116

Telah diperiksa kelengkapannya pada:

Hari :

Tanggal :

Perseptor akademik Perseptor Klinik

( ) ( )

NIP NIP
1. Definisi
Menurut Stuart (2006: 240 ) skizofrenia adalah suatu penyakit otak
yang serius yang mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi,
hubungan interpersonal, serta memcahkan masalah karena terganggunya
fungsi otak yang normal.
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis
atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim,
1997; 46).
2. Etiologi
Skizofrenia berpotensi untuk diturunkan melalui gen. namun
tergantung pada lingkungan Menurut Maramis (2009: 263) dikatakan bahwa
ada yang mempengaruhi penyebab terjadinya skizofrenia, antara lain yaitu :
a. Genetik
Individu tersebut apakah akan terjadi manifestasi skizofren atau tidak.
b. Neurokimia
Obat-obatan dapat mempengaruhi individu mengalami skizofen.
Kelebihan dopamine dapat sebagai faktor penyebab skizofrenia. Obat-
obatan yang meningkatkan aktivitas pada sistem dopaminergik seperti
amfetamin dapat menyebabkan reaksi psikotik yang sama dengan
skizofrenia.
c. Hipotesis perkembangan saraf

Studi autopsy dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormal


struktur dan morfologi otak penderita skizofrenia yaitu berat otak rata-rata
lebih kecil, ukuran anterior-posterior lebih pendek, gangguan metabolik di
daerah frontal dan temporal, serta kelainan susunan seluler pada struktur
saraf bagian kortek dan sub kortek.
3. Manifestasi
Gejala-gejala umum yang dapat dilihat menurut Maramis (2009):
a. Penampilan dan perilaku umumnya terlihat cuek tidak memperhatikan
b. Gangguan berbicara, apabila diajak berkomunikasi maka kadang tidak
bisa sesuai kontek yang dibicarakan (inkoheren)
c. Gangguan perilaku, seperti gaduh gelisah, logorea,strereotipi
d. Gangguan afek yaitu kedangkalan respon emosi seperti acuh tak acuh
terhadap orang lain dan lingkungan, sensitivitas emosi, parathimi yaitu
apabila seharusnya sesuatu itu membuat dia senang maka dia akan
merasa sebaliknya.
e. Gangguan persepsi, yaitu mengalami halusinasi
f. Gangguan proses pikir, yaitu mengalami waham
Menurut dari sumber lain yaitu menurut Direja (2011: 96) gejala-gejala
skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu :
a. Gejala primer
1. Gangguan proses pikir, yang terlihat yaitu inkoherensi
2. Gangguan afek emosi
3. Emosi dan afek tidal berkesinambungan
4. Hilangnya kemmpuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik
5. Gangguan kemauan, yaitu merasa pikirannnya dipengaruhi orang lain,
keinginannya menurun
6. Gejala psikomotor yaitu logorea,katelepsi atau mempertahankan
postur tubuh untuk waktu yang cukup lama, autisme
b. Gejala Sekunder
1. Waham

2. Halusinasi
4. Jenis Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala
utama antara lain :
a. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses
berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini
timbulnya perlahan-lahan.
b. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada
masa remaja atau antaraa 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah
gangguan proses berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya
depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti
mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat,
waham dan halusinaasi banyak sekali.

c. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta
sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah
katatonik atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-
waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti
ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan
kemauan.
e. Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam
keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini
timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri
berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus
baginya.
f. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas
adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa
kali serangan Skizofrenia.
g. Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan
juga gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-
manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi
mungkin juga timbul serangan lagi.
5. Terapi (Pengobatan) Skizofrenia
Ganguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung
berlanjut (kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia
memerlukan waktu relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini
dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan ( relapse ).
Terapi yang dimaksud meliputi terapi dengan obat-obatan anti Skizofrenia
(psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial dan terapi psikorelegius
(Hawari, 2003).
a. Psikofarmaka
Jenis obat psikofarmaka dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Golongan generasi pertama / typical misalnya : Chlorpromazine HCL
(Largactil), Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL
(Melleril), Haloperidol (Haldol, Serenace).
2. Golongan generasi kedua / atypical misalnya : Risperidone
(Risperdal), Clozapine (Clozaril), Quetiapine (Serquel), Olanzapine
(Zyprexa)
b. Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia, baru dapat
diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah
mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas (Reality Testing
Ability/RTA) sudah kembali pulih dan pemahaman diri ( insight) sudah
baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa penderita masih tetap
mendapat terapi psikofarmaka. Psikoterapi diberikan tergantung dari
kebutuhan dan latar belakang penderita sebelum sakit (Pramorbid ),
adapun macam psikoterapi adalah sebagai berikut :
1. Psikoterapi Suportif, dimaksudkan untuk memberikan dorongan,
semangat danmotivasi agar penderita tidak putus asa dan semangat
juangnya ( fighting spirit ) dalam menghadapi hidup ini tidak kendur
dan menurun.
2. Psikoterapi Re-edukatif , dimaksudkan untuk memberikan pendidikan
ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu
lalu.
3. Psikoterapi Re-konstruktif , dimaksudkan untuk memperbaiki kembali
(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi
pribadi utuh seperti semula sebelum sakit.
4. Psikoterapi Kognitif , dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi
kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita
mampu membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan
buruk.
5. Psikoterapi Psiko-dinamik, dimaksudkan untuk menganalisa dan
menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan
seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan keluarnya.
6. Psikoterapi Perilaku, dimaksudkan untuk memulihkan gangguan
perilaku yang terganggu (maladatif ) menjadi perilaku yang adaptif
(mampu menyesuaikan diri).
7. Psikoterapi keluarga, dimaksudkan untuk memulihkan hubungan
penderita dengan keluarganya
c. Terapi psikososial
Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat
diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain, sehingga tidak
menjadi beban bagi keluargadan masyarakat.
d. Terapi psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius ) terhadap penderita Skizofrenia
dimaksudkan gejala patologis dengan pola sentral keagamaan dapat
diluruskan, dengan demikian keyakinan atau keimanan penderita dapat
dipulihkan kembali di jalan yang benar.
6. Kriteria Sembuh Klien Skizofrenia
Menurut Handayani (2008), kriteria sembuh untuk klien skizofrenia dibagi
menjadi 2(dua), yaitu :
1. Remisi (sembuh bebas gejala) menunjukkan klien, sebagai hasil terapi
medikasi terbebas dari gejala-gejla skizofrenia, tetapi tidak melihat
apakah klien dapat berfungsi atau tidak.
2. Recovery (sembuh tuntas), mencakup disamping terbebas dari gejala-
gejalahalusinasi, delusi dan lain-lain, klien juga dapat bekerja atau
belajar sesuai harapan keadaan klien dan masyarakat sekitar.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Identitas pasien yang dikaji adalah nama, umur, alamat, agama suku/bangsa,
riwayat penyakit pasien sekarang, riwayat penyakit keluarga. Hal- hal penting
yang perlu dikaji pada kasus skizoprenia yakni simtomatologi. Simtomatologi
( Data Subjektif dan Objektif ) pada klien dengan Skizofrenia, Delusi dan
kelainan-kelainan yang berhubungan dengan Psikosis didapatkan (Townsend ,
1998; 148):
a. Autisme
Merupakan suatu keadaan yang berfokus pada batiniah (inner side).
Seseorang mungkin saja menciptakan dunia sendiri. Kata-kata dan
kejadian-kejadian tertentu mungkin mempunyaai arti yang khusus
untuk orang psikosis, arti suatu simbolik alamiah yang hanya mengerti
oleh individu tersebut.
b. Ambivalensi emosi
Kekuatan emosai cinta, benci dan takut menghasilkan banyak konflik
dalam diri seseorang. Setiap kali terjadi kecenderungan untuk
mengimbangi orang lain sampai netralisasi emosional terjadi dan
akibatnya individu tersebut akan mengalami kelesuan atau rasa acuh
tak acuh.
c. Afek tak sesuai
Afeknya datar, tumpul dan seringkali tidak sesuai (misalnya pasien
tertawa saat menceritakan kematian salah seorang orang tuanya).
d. Kehilangan Asosiatif
Istilah ini menggambarkan disorganisasi pikiran yang amat sangat
dan bahasa verbal dari orang yang psikosis. Pikirannya sangat cepat ,
disertai dengan perpindahaan ide dari suatu pernyataaan
kepernyataan berikut.
e. Ekolalia
Orang yang psikosis seringkali mengulangi kata kata yang
didengarnya.
f. Ekopraksia
Orang yang psikosis seringkali mengulangi gerakan orang lain yang
dilihatnya (Ekolalia dan ekopraksia adalah hasil dari batas ego
seseorang yang sangat lemah).
g. Neologisme
Orang yang psikosis seringkali mengulangi kata-kata yang
didengarnya.

h. Pikiran konkrit
Orang psikosis memiliki kesukaran untuk berpikir abstrak dan
mengartikan hanya secara harafiah aspek-aspek yang ada
dilingkungannya.
i. Asosiasi gema / clang
Orang psikosis menggunakan kata-kataa bersajak dengan suaatu
pola yang menyimpang dari ketentuan yang sebenarnya.
j. Kata-kata tak beraturan
Orang yang psikosis akan memakai kata-kata bersama-sama secara
acak daan tak beraturan tanpa hubungaan yang logis.
k. Delusi
Istilah ini menunjukikan adanya ide-ide atau keyakinan-keyakinan
yang salah. Jenis-jenis waham ini mencakup :
(1) Kebesaran
Seseorang memiliki suatu perasaan berlebihan dalam
kepentingan atau kekuasaan.
(2) Curiga
Seseorang merasa terancam dan yakin bahwa orang lain
bermaksud untuk membahayakan atau mencurigai dirinya.

Siar Semua kejadian dalam lingkungan sekitarnya diyakini


merujuk/terkait kepada dirinya.

(3) Kontrol
Seseorang percaya bahwa obyek atau orang tertentu
mengontrol perilakunya.
l. Halusinasi
Istilah ini menggambarkan persepsi sensori yang salah yang mungkin
meliputi salah satu dari kelima pancaindra. Halusinasi pendengaran
dan penglihatan yang paling umum terjadi, halusinasi penciuman,
perabaan, dan pengecapan juga dapat terjadi.
m. Regresi
Suatu mekanisme pertahanan ego yang paling mendasar yang
digunakan oleh seseorang psikosis. Perilaku seperti anak-anak dan
tehnik-tehnik yang dirasa aman untuk dirinya digunakan. Perilaku
sosial yang tidak sesuai dapat terlihat dengan jelas.
n. Religius
Orang psikosis menjadi penuh dengaaan ide religius, pikiran
mekanisme pertahanan yang digunakan dalam suatu usaha untuk
menstabilkan dan memberikan struktur bagi pikiran dan perilaku
disorganisasi.

Pohon Masalah

Resiko tinggi
mencederai diri &
Orang lain
Perubahan
perilaku
Kerusakan Komunikasi Verbal kekerasan

Gangguan pola tidur

Perubahan persepsi sensori : Perubahan


Halusinasi pendengaran proses fikir

Sidroma defisit
Isolasi sosial : menarik diri
perawatan diri

Koping keluarga Harga diri rendah Koping individu


tak efektif tak efektif

Stressor

Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
1 Mencederai diri sendiri atau oranglain Tujuan Umum :
berhubungan dengan perubahan Klien tidak mencederi diri sendiri dan atau
proses pikir orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat hubungan saling percaya :
a. Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan interaksi
- Ciptakan lingkungan yang
tenang
- Buat kontrak yang jelas pada
setiap pertemuan (topik, waktu
dan tempat berbicara).
b. Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan perasaannya.
c. Dengarkan ungkapan klien dengan
empati.

2. Klien dapat mengenal halusinasinya


a. Lakukan kontak sering dan singkat
rasional : untuk mengurangi kontak
klien dengan halusinasinya.

b. Obeservasi tingkah laku klien


terkait dengan halusinasinya; bicara
dan tertawa tanpa stimulus,
memandang kesekitarnya seolah –
olah ada teman bicara.

c. Bantu klien untuk mengenal


halusinasinya;
- Bila klien menjawab ada,
lanjutkan; apa yang dikatakan ?
- Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengarnya.
- Katakan bahwa klien lain juga
ada yang seperti klien.
- Katakan bahwa perawatan
akan membantu klien.

d. Diskusikan dengan klien tentang ;


- Situasi yang dapat
menimbulkan / tidak
menimbulkan halusinasi.
- Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang sore,
malam atau bila sendiri atau
bila jengkel / sedih).

e. Diskusikan dengan klien tentang


apa yang dirasakan bila terjadi
halusinasi (marah / takut / sedih /
senang) dan berkesempatan
mengungkapkan perasaan.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
a. Identifikasi bersama klien cara /
tindakan yang dilakukan bila terjadi
halusinasi
(tidur/marah/menyibukkan diri)
b. Diskusikan manfaat cara yang
digunakan klien, bila bermanfaat
beri pujian.
c. Diskusi cara baru untuk memutus /
mengontrol timbulnya halusinasi :
- Katakan “saya tidak mau
dengan kamu” (pada
halusinasi).
- Menemui orang lain (perawat /
teman / anggota keluarga untuk
bercakap – cakap .
mengatakan halusinaasinya.
- Membuat jadwal kegiatan
sehari – hari agar halusinasi
tidak sempat muncul.
- Meminta orang lain (perawat /
teman anggota keluarga)
menyapa bila tampak bicara
sendiri.
d. Bantu klien memilih dan melatih
cara memutus / mengontrol
halusinasi secara bertahap.
e. Berikan kesempatan untuk
melakukan cara yang telah dilatih,
evaluasi hasilnya dan pujian bila
berhasil.
f. Anjurkan klien untuk mengikuti
terapi aktivitas kelompok (orientasi
realisasi dan stimulasi persepsi).

4. Klien dapat dukungan keluarga dalam


mengotrol halusinasinya :
a. Anjurkan klien memberitahu
keluarga bila mengalami halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga (pada
saat berkunjung / pada saat
kunjungan rumah)
- Gejala halusinasinya yang
dialami klien
- Cara yang dapat dilakukan
klien dan ke-luarga untuk
memutus halusinasi
- Cara merawat anggota
keluarga yang halusinasi di
rumah : Beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan
bersama, berpergian bersama
- Berikan informasi waktu follow
up atau kapan perlu mandapat
bantuan; halusinasi tak
terkontrol dan resiko
mencederai orang lain.

5. Klien dapat memanfaatkan obat


dengan baik :
a. Diskusi dengan klien dan keluarga
tentang dosis, frekuensi dan
manfaat obat.
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat
pada perawat merasakan
manfaatnya.
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter
/ perawat tentang efek dan efek
samping obat yang dirasakan.
d. Diskusikan akibat berhenti obat
tanpa kon-sultasi.
Bantu klien menggunakan obat, dengan
prinsip 5 (lima) benar (benar dosis, benar
cara, benar waktu)
2 Kerusakan komunikasi verbal Tujuan Umum :
berhubungan dengan perubahan Klien dapat melakukan komunikasi verbal
proses pikir (waham). Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling
percaya
a. Bina hubungan saling percaya
dengan klien.

b. Jangan membantah dan


mendukung waham klien.
- Katakan perawat menerima :
saya menerima keyakinan
anda, disertai ekspresi
menerima.
- Katakan perawat tidak
mendukung : sadar bagi saya
untuk mempercayainya disertai
ekspresi ragu dan empati.
- Tidak membicarakan isi waham
klien.

c. Yakinkan klien berada dalam


keadaan aman dan terlindung.
- Gunakan keterbukaan dan
kejujuran
- Jangan tinggalkan klien
sendirian
- Klien diyakinkan berada di
tempat aman, tidak sendirian.

2. Klien dapat mengindentifikasi


kemampuan yang dimilki
a. Beri pujian pada penampilan dan
kemampuan klien yang realitas.
b. Diskusikan dengan klien
kemampuan yang dimiliki pada
waktu lalu dan saat ini yang
realistis.
c. Tanyakan apa yang bisa dilakukan
(aktiviotas sehari – hari)
d. Jika klien selalu bicara tentang
wahamnya, dengarkan sampai
waham tidak ada.

3. Klien dapat mengindentifikasi


kebutuhan yang tidak terpenuhi :
a. Observasi kebutuhan klien sehari –
hari.
b. Diskusi kebutuhan klien yang tidak
terpenuhi baik selama di rumah / di
RS.
c. Hubungan kebutuhan yang tidak
terpenuhi dan timbulnya waham.
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat
memenuhi kebutuhan klien (buat
jadwal aktivitas klien).

4. Klien dapat berhubungan dengan


realitas :
a. Berbicara dengan klien dalam
kontek realita (diri orang lain,
tempat, waktu)
b. Sertakan klien dalam terapi
aktivitas kelompok: orientasi
realitas
c. Berikan pujian pada tiap kegiatan
positif yang dilakukan klien.

5. Klien dapat dukungan keluarga :


a. Gejala waham.
b. Cara merawatnya.
c. Lingkungan keluarga.

6. Klien dapat menggunakan obat


dengan benar
- Diskusikan dengan klien dan
keluarga tentang obat, dosis,
frekuensi, efek samping obat,
akibat penghentian.
- Diskusikan perasaan klien
setelah minum obat
- Berikan obat dengan prinsip 5
tepat
3 Difisit perawatan diri berhubungan Tujuan Umum :
dengan koping individu tidak efektif Klien mampuan merawat diri sehingga
penampilan diri menjadi adekuat
Tujuan Khusus :
1. klien dapat mengindentifikasi
kebersihan diri
a. Dorong klien mengungkakan
perasaan tentang keadaan dan
kebersihan dirinya.
b. Dengan ungkapan klien dengan
penuh perhatian dan empati.
c. Beri pujian atas kemapuan klien
mengungkapkan perasaan tentang
kebersihan dirinya.
d. Diskusi dengn klien tentang arti
kebersihan diri
e. Diskusikan dengan klien tujuan
kebersihan diri.

2. Klien mendapat dukungan keluarga


dalam meningkatkan kebersihan
dirinya.
a. Kaji tentang tingkat pengetahuan
keluarga tentang kebutuhan
perawatan diri klien
b. Diskusikan dengan keluarga
c. Motivasi keluarga dalam berperan
aktif memenuhi kebutuhan
perawatan diri klien.
d. Beri pujian atas tindakan positif
yang telah dilakukan keluaga

4 Isolasi sosial : menarik diri Tujuan Umum :


berhubungan dengan harga diri Klien dapat berhubungan dengan orang
rendah. lain secara bertahap
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling
percaya dengan perawat
a. Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan interaksi
- Ciptakan lingkungan yang
tenang
- Bina kontrak yang jelas (topik,
waktu, tempak).
b. Beri kesempatan untuk
mengungkapkan perasaannya
tentang penyakit yang diderita
c. Sediakan waktu untuk
mendengarkan klien
d. Katakan pada klien bahwa ia
adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab Serta
mampu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengindetifikasi
kemampuan dan aspek positf yang
memiliki

a. Diskusikan kemampuan dan aspek


yang di miliki klien. Dapat dimulai
dari bagian tubuh yang masih
berfungsi dengan baik, kemampuan
lain yang dimiliki oleh klien, aspek
positif (keluarga, lingkungan) yang
dimiliki klien. Bila klien tidak mampu
mengindetifikasi maka dimulai oleh
perawat memberi pujian terhadap
aspek positif klien.

b. Setiap bertemu klien hindarkan


memberi penilaian negatif.
Utamakan memberikan pujian yang
realistis.

3. Klien dapat menilai kemampuan yang


dapat digunakan
a. Diskusikan selama sakit
Misal : penampilan klien dalam
“self care”, latihan fisik dan
ambulasi serta aspek asuhan
terkait dengan gangguan fisik yang
dialami klien.
b. Diskusikan pula kemampuan yang
dapat dilanjutkan penggunaanya
setelah plan sesuai dengan kondisi
sakit klien.
4. Klien dapat menetapkan / merencakan
kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki :
a. Rencanakan bersama klien
aktivitas bersama klien aktivitas
yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan : kegiatan
mandiri, kegiatan dengan bantuan
sebagian, kegiatan yang
membutuhkan bantuan total.
b. Tingkatkan kegiatan sesuai degan
tolerasi kondisi klien
c. Beri contoh cara pelaksanaan
kegiatan yang boleh klien lakukan
(kadang klien takut me
laksanakannya).
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai
kondisi sakit dan kemampuan.
a. Beri kesempatan pada klien untuk
mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan di rumah.
6. Klien dapat menfaatkan sistem
pendukung yang ada
a. Berikan pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang cara merawat
klien harga diri rendah
b. Bantu keluarga memberi dukungan
selama klien dirawat
Bantuan keluarga menyiapkan lingkungan
di rumah
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, Willy F.2009.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2. Surabaya :


Airlangga Univercity Press

Stuart, Gail W.2006.Buku Saku Keperawatan Jiwa.Yogyakarta : EGC

Direja, Ade Herman Surya.2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta


: Muha Medika

Anda mungkin juga menyukai