1. DEFINISI
Isolasi sosial: kondisi ketika individu atau kelompok mengalami, atau merasakan
kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat dalam aktivitas bersama orang lain,
tetapi tidak mampu mewujudkannya. (Carpenito, Lynda Juall. 2009)
Keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain. (Anna Budi Keliat, 2006)
Isolasi sosial adalah kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negative atau
mengancam. (NANDA 2012-2014)
2. RENTANG RESPON
b. Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan
disuatu tempat.
Manipulasi
Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan bukan berorientasi
pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan orang lain.
Impulsive
Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu. Mempunyai
penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
Narkisme
Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian. Individu
akan marah jika orang lain tidak mendukungnya.
(Townsend M.C,1998)
3. POHON MASALAH
4. PENYEBAB
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh:
Kurangnya rasa percaya pada orang lain
Perasaan panik
Waham (keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal)
Sukar berinteraksi dimasa lampau
Perkembangan ego yang lemah serta represi rasa takut
Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998)
Penyebab isolasi sosial adalah harga diri rendah yaitu perasaan negative terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal mencapai keinginan yang ditandai
dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merandahkan martababt, percaya diri kurang dan juga dapat
mencederai diri
(Carpenito, L.J 1998)
5. FAKTOR RESIKO
a. Faktor Predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi sosial
1. Faktor Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi
sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga mempunyai
masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga
dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga
bekerja sama dengan tenaga profesional untuk mengembangkan gambaran
yng lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga.
Pendekatan kolaboratif dapat mengurangi masalah respon sosial menarik
diri.
Tahap Perkembangan Tugas Perkembangan
2. Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Genetik
merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak,
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
3. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan
akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau
tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang
cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat dapat terjadi karena mengadopsi norma,
perilaku dan sitem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan
yang tidak realistis terhadap hubungn merupakan faktor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini (Stuart dan Sudden, 1998)
b. FAKTOR PRESIPITASI
Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik diri.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain:
1. Stressor Sosiokultural
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial
2. Stressor Psikologik
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan .(Stuart and Sundeen, 1998)
3. Stressor intelektual
Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk berbagai pikiran dan
perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan dengan orang lain.
Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan dalam
menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi dengan orang lain
Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang lain akan
persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada gangguan berhubungan
dengan orang lain.
4. Stressor fisik
Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang menarik diri dari
orang lain
Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu sehingga
mengakibatkan menarik diri dari orang lain.
MEKANISME KOPING
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan koping yang
sering digunakan adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh sumber koping
yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga
dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan, (Stuart and
sundeen,1998:349)
7. PETALAKSANAAN
Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya
berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan
perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik,
mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee).
Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi
terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam
fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan
parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi,
gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom
Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping
diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis (Andrey, 2010).
Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi
pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan
yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social,
berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi
dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam
kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu
orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua
orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan
hariannya (Purba, dkk. 2008)
Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi
secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan
sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti
pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan
setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan
kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan,
rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga
keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam
sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya
tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur.
Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena
sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini
yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau
mengawali tidurnya.
8. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Diagnosa Keperawatan: Isolasi sosial
b. NOC: Social interaction skills, Stress level, Sosial support, Post-Trauma Syndrome
c. NIC: Socialization Enhacement,
DAFTAR PUSTAKA
Anna Budi Keliat, 2006. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri, Jakarta ;
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Carpenito,Lynda Juall. 2009. Diagnosis keperawatan: aplikasi pada praktik klinis.
Jakarta:EGC
(NANDA 2012-2014)
Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Edisi 3,
EGC, Jakarta
Townsend, Mary C. 1998. Buku saku diagnose keperawatan pada keperawatan psikiatri:
pedoman untuk pembuatan rencana perawatan. Jakarta: EGC