OLEH
SARISKA DEWI
D.19.07.031
TAHUN 2019/2020
A. KonsepDasarWaham
1. Pengertian
Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu mengalami sesuatu
kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas – aktivitas kognitif (Townsend, 2010)
Wahamadalahkeyakinan yang
salahsecarakokohdipertahankanwalaupunwalaupuntidakdiyakinioleh orang lain
danbertentangandenganrealita normal (Stuart danSundeen, 2012).
Wahamadalahsuatukeyakinanseseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah , keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya , ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui
proses interaksi / informasi secara akurat (Yosep ,2009).
2. Rentang Respon Neurobiologi
- menarik diri
3. Etiologi
Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana seseorang
melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman ke dunia luar. Individu itu biasanya
peka dan mudah tersinggung , sikap dingin dan cenderung menarik diri. Keadaan ini
sering kali disebabkan karena merasa lingkungannya tidak nyaman , merasa benci ,
kaku , cinta pada diri sendiri yang berlebihan angkuh dan keras kepala. Dengan
seringnya memakai mekanisme proyeksi dan adanya kecenderungan melamun serta
mendambakan sesuatu secara berlebihan , maka keadaan ini dapat berkembang
menjadi waham. Secara berlahan – lahan individu itu tidak dapat melepaskan diri dari
khayalannya dan kemudian meninggalkan dunia realitas.
Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan keras kepala , adanya rasa tidak
aman , membuat seseorang berkhayal ia sering menjadi penguasa dan hal ini dapat
berkembang menjadi waham besar.
Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri dan
keutuhan keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi dan waham. Selian itu
kecemasan , kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi mengenai
perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun sehingga
segala sesuatu sukar lagi dibedakan , mana rangsangan dari pikiran dan rangsangan
dari lingkungan (Keliat, 1998)
Ada dua factor yang menyebabkan terjadinya waham (Keliat, 1998)yaitu :
a. Factor predisposisi
Meliputi perkembangan sosial kultural , psikologis , genetik , biokimia. Jika tugas
perkembangan terhambat dan hubungan interpersonal terganggu maka individu
mengalami stress dan kecemasan.
b. Factor presipitasi
Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya waham yaitu
klien mengalami hubungan yang bermusuhan , terlalu lama diajak bicara , objek
yang ada dilingkungannya dan suasana sepi (isolasi). Suasana ini dapat
meningkatkan stress dan kecemasan.
Format / data focus pengkajian pada klien dengan waham (Keliat dan Akemat, 2009)
Proses pikir
[ ] sirkumtansial [ ] tangensial
Isi pikir
[ ] obsesi [ ] fobia
Proses pikir
Pohon masalah
effect
Core problem
causa
2. Diagnosa Keperawatan
No
Tg Diagnosa
Diagnos Rencana Tindakan Keperawatan
l Keperawatan
a
Tujuan
(Umum dan Tindakan Keperawatan
Khusus)
1 2 3 4 5
Gangguan 1. Klien 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan
proses pikir : dapat klien: beri salam terapeutik (panggil
waham membina nama klien), sebutkan nama perawat,
hubungan jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
saling lingkungan yang tenang, buat kontrak
percaya yang jelas (topik yang dibicarakan,
waktu dan tempat).
Contoh Rencana Keperawatan Gangguan Proses Pikir : Waham dalam Bentuk Strategi
Pelaksanaan
N Klien Keluarga
O SP1P SP1K
1. Membantu orientasi realita. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluar
dalam merawat pasien.
2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan
terpenuhi. jenis waham yang dialami pasien serta proses
terjadinya.
3. Membantu pasien memenuhi
kebutuhannya Menjelaskan cara merawat pasien waham
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
pasien. pasien dengan waham
2. Berdiskusi tentang kemampuan yang Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
dimiliki langsung kepada pasien waham
3. Melatih kemampuan yang dimiliki
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas
pasien di rumah termasuk minum obat
2. Memberikan pendidikan kesehatan Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
tentang penggunakan obat secara teratur
Menganjurkan pasien memasukkan
3. dalam jadwal kegiatan harian
Rencana Tindakan
No. Diagnosa
Tgl Keperawat Keperawata Evaluasi
Diagnosa Keperawatan
an n
1 2 3 4 5 6
6. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi
jika diajak bercakap-cakap
9. Analisa Data
Data Subjektif :
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah
menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata “tidak “, “iya”, “tidak tahu”.
Data Objektif :
1. Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :
4. Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain / perawat.
4. Tidur berlebihan.
7. Kurang bergairah.
9. Kegiatan menurun.
10. Immobilisasai.
A. PENGKAJIAN
Adapun ruang lingkup pengkajian klien dengan masalah utama Kerusakan Interaksi
Sosial pada kasus Menarik Diri meliputi pegumpulan data, perumusan masalah
keperawatan, pohon masalah dan analisa data.
1. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial danspiritual.
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor
predisposisi, penilaian terhadap stresor, sumber koping dan kemampuan koping
yang dimiliki klien (Stuart and Sundeen, 1995).Adapun data yang dapat
dikumpulkan pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri
adalah sebagai berikut.
1) Identitas klien
Pada umumnya idetitas klien yang dikaji pada klien dengan masalah utama
Kerusakan Interaksi Sosial Menarik Diri adalah : biodata yang meliputi
nama, umur, terjadi pada umur atara 15 – 40 tahun, bisa terjadi pada semua
jenis kelamin, status perkawinan, tangggal MRS , informan, tangggal
pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien. dan agama pendidikan serta
pekerjaan dapat menjadi faktor untuk terjadinya penyakit Kerusakan
Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri.
g) Status mental
l) Afek: Afek klien biasanya datar, yaitu tidak bereaksi terhadap rangsang
yang normal.
m) Interaksi selama wawancara: Klien menunjukkan kurang kontak mata dan
kadang-kadang menolak untuk bicara dengan orang lain.
o) Isi pikir. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik
Diri pada umumnya mengalami gangguan isi pikir : waham terutama
waham curiga.
p) Proses pikir. Proses pikir pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial
pada kasus Menarik Diri akan kehilangan asosiasi, tiba-tiba terhambat
atau blocking serta inkoherensi dalam proses pikir.
u) Daya tilik diri. Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien
akan mengingkari penyakit yang dideritanya.
4. Istirahat dan tidur: Kebutuhan istirahat dan tidur klien biasaya terganggu
h. Mekanisme koping
Koping yang digunakan klien adalah proyeksi, menghindar dan kadang-
kadang mencedrai diri.Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakannya pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping
menarik diri).
j. Pengetahuan
Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri, kurang
mengetahuan dalam hal mencari bantuan, faktor predisposisi, koping
mekanisme dan sistem pendukung dan obat-obatan sehingga penyakit klien
semakin berat.
k. Aspek medic
Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan yang digunakan oleh klien
selama perawatan.
l. Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain, Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
1. Perumusan Masalah
2. Daftar masalah
Format Pengkajian Pasien Isolasi Sosial
Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti bagi pasien....................................................
2. Pohon Masalah
3. Analisa Data
1. Masalah Keperawatan
1. Perubahan persepsi – sensori : halusinasi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan persepsi sensori
Tindakan :
5. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain
- Jelaskan tujuan
- Buat kontrak
4. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal
satu kali seminggu
5. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
PERILAKU KEKERASAN
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian
masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
B. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:Muka merah dan tegang, Mata melotot/ pandangan tajam,
Tangan mengepal, Rahang mengatup, Postur tubuh kaku, Bicara kasar, Suara
C. Akibat
diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan
lingkungan.
G. Askep
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat
klien.
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan
dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya
4 Masalah keperawatan
4. Aniaya fisik ( / ) ( / ) ( / )
5. Aniaya seksual ( / ) ( / ) ( / )
6. Penolakan ( / ) ( / ) ( / )
8. Tindkaan kriminal ( / ) ( / ) ( / )
9. Aktivitas motorik
e) Suicidal attempt.
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin
mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan.
Walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan
kehidupannya.
f) Suicide.
Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh
beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan
bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya.
Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk
mengatasi kesedihan yang mendalam.
4. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri dibagi menjadi 3 kategori:
a) Ancaman bunuh diri: ada peringatan verbal & non verbal, ancaman ini menunjukkan
ambivalensi seseorang terhadap kematian, jika tidak mendapat respon maka akan
ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
b) Upaya bunuh diri: semua tindakan yang dilakukan individu terhadap diri sendiri
yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
c) Bunuh diri: terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan, orang yang
melakukan upaya bunuh diri walaupun tidak benarbenar ingin mati mungkin akan
mati.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi
masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adatif pada
diri seseorang.
a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertolongan diri. Sebagai contoh
seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas
terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalakan diri sendri terhadap situasi yang seharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya
dianggap tidak loyal terhadap pimpimnan padahal sudah melakukan pekerjaan secara
optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat atau
maladaptive terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang
karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seorang melakukan percobaan bunuh diri tau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan tindakan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.
C. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (2004), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
1. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah rasa
bermusuhan, implisif dan depresi.
2. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang
dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan
dengan bunuh diri.
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko
penting untuk prilaku destruktif.
4. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi
media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
D. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2006) faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri
adalah:
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
E. Mekanisme Koping
1. Mood/affek: Depresi yang persisten, merasa
hopelessness, helplessness, isolation, sedih, merasa jauh dari orang lain, afek datar,
sering mendengar atau melihat bunyi yang sedih dan unhappy, membenci diri sendiri,
merasa dihina, sering menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di sekolah,
mengharapkan untuk dihukum.
2. Perilaku/behavior: Perubahan pada penampilan fisik,
kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan, gangguan
tidur, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit, perilaku antisocial : menolak untuk
minum, menggunakan obat-obatan, berkelahi, lari dari rumah.
3. Sekolah dan hubungan interpersonal: Menolak untuk ke
sekolah, bolos dari sekolah, sosial teman-temannya, kegiatan-kegiatan sekolah dan
hanya interest pada hal – hal yang menyenangkan, kekurangan system pendukung
sosial yang efektif.
4. Keterampilan koping: Kehilangan batas realita, menarik
dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai
orang yang secara total tidak berdaya.
a. Perilaku
1. Membeli senjata
2. Mengubah surat wasiat
3. Membuat surat wasiat
4. Perubahan sikap yang nyata
5. Membeli obat dalam jumlah yang banyak
b. Fisik
1. Nyeri kronik
2. penyakit fisik
3. penyakit terminal
c. Psikologis
1. Penganiayaan masa kanak-kanak
2. Riwayat bunuh diri dari keluarga
3. Rasa bersalah
4. Remaja homoseksual
d. Situasional
1. Remaja yang tinggal ditatanan nontradisional
2. Ketidakstabilan ekonomi
3. kehilangan kebebasan
4. pension
e. Sosial
1. Gangguan kehidupan keluarga
2. kesepian
3. Kehilangan hubungan yang penting
4. putus asa
f. Verbal
1. menyatakan keinginan untuk mati
2. mengancam bunuh diri
A. Pengkajian
1. Identitas Klien: Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (Masuk Rumah Sakit), informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien
dan alamat klien.
2. Keluhan Utama: Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah dan perkembangan yang dicapai
3. Faktor predisposisi: Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan
terjadinya gangguan :
1) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis
dari klien.
2) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan perkembangan
individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
3) Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan),
kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
4) Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhan fisik
yang dialami oleh klien.
5) Aspek Psikososial
a) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
b) Konsep diri
1. Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang disukai
dan tidak disukai.
2. Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap
status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki / perempuan.
3. Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat dan
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
4. Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan
penyakitnya.
5. Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan
orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan
terhadap dirinya sebagai wujud harga diri rendah.
c) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok yang
diikuti dalam masyarakat.
d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
6) Status Mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung.
7) Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya pada orang
orang
lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)
Format / Data focus pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri (Keliat dan
Akemat,2009)
Pengkajian :
1. Keluhan Utama : …………………………………………………….
2. Pengalaman masalalu yang tidak menyenangkan …………………..
3. Konsep diri ……………………………………………………………
4. Alam perasaan
( ) sedih ( ) Putus Asa
( ) ketakutan ( ) Gembira Berlebihan
(Klien umumnya merasakan kesedihan dan keputusan yang sangat mendalam)
5. Interaksi selama wawancara
( ) Bermusuhan ( )Tidak koperatif
( ) Defensif ( ) Kontak mata kurang
( ) Mudah tersinggung ( ) Curiga
( Klien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul )
6. Afek
( ) Datar ( ) Labil
( ) Tumpul ( ) Tidak sesuai
( Klien biasanya menunjukkan afek atau tumpul )
7. Mekanisme koping maladaptif
( ) Minum alcohol ( ) Bekerja berlebihan
( ) Reaksi lambat ( ) Mencederai diri
( ) Menghindar ( ) Lainnya
( Klien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara menghindar dan mencederai diri )
8. Masalah psikososial
( ) Masalah dengan dukungan keluarga
( ) Masalah dengan perumahan
Pohon Masalah
B. DIAGNOSA
1. Risiko Bunuh Diri.
2. Harga diri rendah kronik
3. Risiko perilaku kekerasan pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal.
Sp3p SP3K
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan 1) Membantu keluarga membuat jadwal
harian klien. aktivitas di rumah termasuk minum obat
2) Melatih klien mengendalikan (discharge planning).
halusinasi dengan cara melakukan 2) Menjelaskan pollow up klien setelah
kegiatan. pulang.
3) Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian
Sp4p
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian klien
2) Memberikan penkes tentang
pengunaan obat secara teratur.
3) Menganjurkan klien
memasukkan kedalam jadwal
kegiatan harian.
No.Di Diagnosa Rencana Tindakan Evaluasi keperawataan
agnosa keperawa keperawat keperawataan
kepera tan aan
watan
1 Risiko SP1P Melakukan SP1P S:”Waallaikum salam”
bunuh Risiko risiko bunuh diri “nama saya M,10 menit
diri bunuh diri 1. Mengidentifik disini aja ya pak.” priksa
asi benda- aja pak kalau ada barang-
benda yang barang yang berbahaya.”
dapat “apa bila nanti kalau mau
membahayaka muncul keinginan saya
n klien bunuh diri saya panggil
2. Mengamankan bapak atau perawatn
benda-benda lainnya.”
yang dapat “bapak atau suster bantu
membahayaka saya,keinginan saya
n klien bunuh diri muncul lagi.”
3. Melakukan “Ya,nanti saya berteman
kontrak supaya tidak sendiri.”
tritment “Senang pak,jam 11.00,
4. Mengajarkan disini aja ya pak.”ya
cara-cara disini aja pak.”
mengendalian O:
5. Melatih cara Klien mampu
mengendalian menyebutkan apa
bunuh diri yang dia alami.
Klien dapat
menyebutkan cara
mengendalikan
dorongan bunuh diri
Klien dapat
mempraktikkan
mengendalian bunuh
diri’
Klien menerima
kehadiran perawat
Kontak mata tajam
Klien komperatif
Tidak ada barang-
barang berbahaya
dikamar klien
A:
Sp1p tercapai
P:
Perwat:
Lanjutkan sp2p pada
pertemuan kedua pada
hari senin,7 mei 2012
pukul11.00 diruang
perawaatan klien.
Klien:
Memotifikasi klien
melatih cara
mengendalikan bunuh
diri.
S:”Waalaikum salaam”
2 Risiko SP2P Melakukan SP2P “baik pak,udah tidak ada
bunuh Risiko risiko bunuh dirI: lagi, 5 menit aja
diri bunuh diri 1. Mengidentifik pak,disini saja”
asi aspek “syukur punya orang
positif klien tua,istri dan teman-teman
2. Mendorong dirumah yang baik,yang
klien untuk sedih pasti istri saya”.
berfikir positif “menolong teman dan
tentang dirin orang lain,bekerja
3. Mendorong menghasilkan uang.”
klien untuk “saya puas apabila saya
menghargai dapat uang yang banyak
diri sebagai dan membahagyakan istri
individu yang saya pak.”
berharga “biasanya saya
melakukan kegiatan
menyapu kamar.”
“perasaan saya senang
pak.”
O:
Klien menyebutkan hal
yang positif yang
dimilikinya
Klien dapat menyebutkan
hal patut disyukuri
dalam hidupnya.
Klien dapat
mempraktikkan
kegiataan yang bisaa
dia lakukan
Klien mempraktikkan
cara menyapu
Kontak baik
Klien komperatif
A:SP2P tercapai
P:
Perawat:
Lanjutkan SP3p pada
pertemuan ke tiga pada
hari selasa 8 MEI
2012pukul 08.00 diruang
perawaatan klien
Klien:
Memotifikasi klien untuk
dapat menghargai dirinya
S:”Waallaikum
salmslam.”
3 Risiko SP3P Melakukan SP3P ‘Baik pak,udah tidak ada
bunuh Risiko risiko bunuh diri: lagi 5 menit aja
diri bunuh diri 1. Mengidentifikasi pak,disini saja.”
pola koping yang “pada saat stress dan
bias diterapkan pada saat
klien sendirian,menyelesaikan
2. Menilai pola masalah dengan
koping yang biasa orangnya
dilakukan langsung,berdoa atau
3. Mengidentifikasi sholat,bercerita dengan
pola koping yang teman dekat atau orang
konstruktif tua keuntunganannya
4. Menganjurkan bias membantu member
klien menerapkan solusi bust masalah
pola koping saya,buat saya
konstruktif dalam tenang,saya mau milih
kegiatan harian berdoa dan sholat aja
5. Mendorong klien dulu.”
memilih pola “perasaan saya senang
koping yang pak,sholat dan berdoa.”
konstruktif O:
Kontak mata ada
Afek labil
Bicara cepat
Klien kompertatif
A:SP3P tercapai
P:
Perawat:
Lanjutkan SP4P interaksi
ke4 pukul 10.00 diruang
perawaatan klien.
Klien:
Memotifasi klien latihan
berkenalan dengan
perawat dan klien lain
sesuai jadwal yang
dibuat.
S:”Waallaikum
salam,baik pak,10 menit
4 Risiko SP4P Melakukan SP4P saja pak.”
bunuh Risiko risiko bunuh diri: “rencananya sayamau
diri bunuh diri kerja cari uang,kegiataan
1. Membuat rencana kegiataan.”
masa depan yang “caranya saya harus
realistid bersama punya keahlian,dan harus
klien. pandai brrgaul dengan
2. Mengidentifikasi orang lain.”
cara mencapai “saya akan melukis siapa
rencana masa tau lukisan ini.”
depan yang :masukkan jadwalnya
realistis jam 16.00aja pak.”
3. Member
dorongan klien O:
melakukan Kontakmata baik
kegiataan dalam Klien komperatif
rangka meraih Bicara kiheren
masa depan yang A.SP4P tercapai
realistis P.
4. Menganjurkan Perawat:
klien Lanjutkan intervensi
memasukkan perawataan klien oleh
dalm jadwal keluarga,persiapan klien
harian klien pulang
Klien:
Memotifasi klien berlatih
melukis untuk merai
masa depan.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DEFISIT PERAWATAN DIRI
4. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
C. Pohon Masalah
2. Tindakan keperawatan
a) Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri
b) Membantu pasien latihan berhias
c) Melatih pasien makan secara mandiri
d) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
A. Definisi
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak
dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.
Harga diri rendah adalah perasan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negativ terhadap diri sendiri atau kemampuan diri.
Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri (keliat, 2009)
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situational, yaitu terjadi tertama yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami atau istri, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena
sesuatu ( korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba ).
b. Kronik, yaitu perassan negativ terhadap diri berlangsung lama, yaitu sebelum sakit
atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negativ. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negativ terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respon mal yang adaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien
gangguan fisik yang kronik atau pada klien gangguan jiwa.
B. Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang.
Dalam tinjuan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah
pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat
individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah,
pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya ( yosep,2009 ).
Menurut stuart (2006), faktor-faktor yang mengakibatkan harga diri rendah kronik
meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berikut :
a. Faktor predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tanggung jawab yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan
ideal diri yang tidak realitis.
2. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah sterotipe peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya
3. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidak percayaan orang
tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
b. Faktor presipitasi
Menurut yosep (2009), faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya
adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan
atau produktivitas yang menurun. Secara umum, gangguan konsep harga diri
rendah dapat terjadi secara situasional atau kronik.secara situasional karena
trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,
kecelakaan,perkosaan,atau penjara, termasuk dirawat di rumah sakit bisa
menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau
pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman. Harga diri rendah
kronik, biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah
memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.
Selain data diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga diri
rendah, terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi,
selera makan kurang,tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk,
bicara lambat dengan suara nada lemah
D. Rentang respon
Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada
pada dirinya meliputi cita dirinya, ideal dirinya, harga dirinya, penampilan peran serta
identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukkan bahwa individu itu akan
menjadi individu yang sukses.
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri,
termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada
harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang
rendah yaitu mengkritik diri sendiri dan atau orang lain, penurunan produktifitas,
destruktif yang diarahkan kepada orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan
tidak mampu, rasa bersalah, perassan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan
fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta meanarik diri dari realitas.
Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk
mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian
psikososial dewasa yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan
kerancuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang bertentangan,
hubungan interpersonal eksploitasi, perassan hampa. Perasaan mengambang tentang
diri sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidak mampuan untuk empati terhadap
orang lain.
Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien
tidak dapat membedakan stimulus dari alam atau luar dirinya. Individu mengalami
kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri
merasa tidak nyata dan asing baginya.
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak
realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal seperti :
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika kejadian
yang megancam.
2. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis transisi peran :
a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai
tekanan untuk peyesuaian diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh,
perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik,
prosedur medis dan keperawatan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll. Pada pasien yang dirawat
dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang kurang diperhatikan :
pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopani
(pemasangan kateter, pemeriksaan pemeriksaan perianal dll.), harapan akan
struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di
rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diritelahberlangsung lama
E. POHON MASALAH
Pohon masalah
Isolasi sosial
2. Diagnosa keperawatan
3. Tindakan keperawatan
1. Tindakan Keperawatan pada pasien
1) Tujuan keperawatan
a. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
c. Pasien dapat memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan
d. Pasien dapat melatih kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan
e. Pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai jadwal
2) Tindakan keperawatan
a. Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.
a) Diskusikan tentang sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, dan dirumah, adanyan keluarga
dan lingkungan terdekat pasien.
b) Beri pujian yang realistik dan hindarkan penilaian yang negatif.
b. Bantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan dengan cara berikut:
a) Diskusikan dengan pasien mengenai kemampuan yang masih dapat digunakan
saat ini.
b) Bantu pasien menyebutkannya dan beri penguatan terhadap kemampuan diri.
c) Perlihatkan respons yang kondusif dan upayaka menjadi pendengar yang aktif
c. Membantu pasien untuk memilih / menetapkan kemampuan yang akan dilatih.
a) Diskusikan dengan pasien kegiatan yang akan dipilih
b) Bantu pasien untuk memilih kegiatan yang dapat dilakukan mandiri
d. Latih kemampuan yang dipilih pasien
a) Diskusikan dengan pasien langkah-langkah pelaksanaan kegiatan
b) Bersama pasien, peragakan kegiatan yang ditetapkan
c) Beri dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat dilakukan pasien.
e. Bantu pasien menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
a) Beri kesempatan kepada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan
b) Beri pujian atas segala kegiatan yang dapat dilakukan pasien setia hari
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap
kegiatan
d) Berikan pasien kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah pelaksanaan
kegiatan.
SP Pasien
Sp1 :
a. Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
b. Membantu pasienmenilai kemampuan yang masih dapat digunakan
c. Membantu pasien memilih kemampuan yang akan dilatih
d. Melatih kemampuan yang sudah dipilih
e. Menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah di latih dalam rencana harian
Sp2 :
a. Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien
b. Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua kemampuan
dilatih.
c. Setiap kemampuan yang dimiliki akan meningkatkan harga diri pasien.
SP Keluarga
Sp1 :
Mendiskusikan msalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien dirumah,
menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala HDR, cara merawat pasien HDR,
mendemonstrasikan cara merawat & memberi kesempatan untuk mempraktekkan cara
merawat.
Sp2 :
Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien
Sp 3:
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
Tg No Dx Perencanaan
l Dx keperawatan Tujuan Kreteria Evaluasi Intervensi
A. DEFINISI
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi merupakan salah satu masalah keperawatan jiwa
yang dpat ditemukan pada pasien gangguan jiwa. Halusinasi adalah salah satu gejala
gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi,
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, [engecapan, perabaan atau
penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.
TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tindakan keperawatan pada pasien
1. Tujuan keperawatan
a) Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
b) Pasien dapat mengontrol halusinasi
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
2. Tindakan keperawatan
a) Bantu pasien menganli halusinasi
b) Melatih pasien mengontrol halusinasi
1) Menghardik halusinasi
2) Bercaka-cakap dengan orang lain
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal
4) Minum obat secara teratur
SP PASIEN
SP 1 Pasien: membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi,
mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik.
SP 2 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain
SP 3 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan Melakukan aktivitas yang
terjadwal
SP 4 Pasien: melatih pasien minumobat secara teratur
b. Tindakan keperawatan pada keluarga
1. Tujuan keperawatan
a) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien, baik dirumah maupun di RS
b) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien
2. Tindakan keperawatan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian, jenis halusinasi yang
dialami, tanda gejala, proses terjadinya dan cara merawat pasien halusinasi.
c) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memeragakan cara merawat
pasien
d) Buat perencanaan pulang dengan keluarga
Nama Klien :
DX. Medis :
No. CM :
Ruangan :
Dx Perencanaan
Tg No
Keperawat Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
l Dx
an
Gangguan TUM :
Persepsi Klien tidak 1. Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling percaya
Sensori : mencederai bersahabat dengan mengungkapkan prinsip
halusinasi orang lain menunjukan komunikasi terapentik.
Tuk 1 : rasa senang ada a. Sapa klien dengan ramah baik
Klien dapat kontak mata. verbal maupun non verbal
membina Mau berjabat b. Perkenalkan diri dengan sopan
hubungan tangan, mau c. Tanyakan nama lengkap klien
saling menyebutkan dan nama panggilan yang
percaya nama, mau disukai klien
menjawab d. Jelaskan tujuan pertemuan
salam, klien e. Jujur dan menepati janji
mau duduk f. Tunjukan sikp simpati dan
berdampingan menerima apa adanya
dengan perawat, g. Beri perhatian pada kebutuhan
mau dasar klien
mengungkapkan
masalah yang
dihadapi.