Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

DENGAN KASUS GANGREN PEDIS DI RUANG BOUGENVIL UOBK RSUD

dr. MOHAMAD SALEH KOTA PROBOLINGGO

Disusun Oleh :

LUTFI DYAH RESPATI


NIM. 14901.08.21087

PROGRAM PROFESI NERS STIKES HAFSHAWATY


PESANTREN ZAINUL HASAN PROBOLINGGO

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.A

DENGAN GANGREN PEDIS DI RUANG BOUGENVIL UOBK

RSUD Dr. M. SALEH KOTA PROBOLINGGO

Probolinggo, ........................

Mahasiswa

Lutfi Dyah Respati

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Wahyuning Hidayati, S. Kep. Ns Ainul Yaqin S, S.Kep. Ns,. M. Kep


NIP. 19850301 201101 2 010 NIDN. 0711108803

Kepala Ruangan

Wahyuning Hidayati, S. Kep. Ns


NIP. 19850301 201101 2 010
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Laporan Pendahuluan Gangren Pedis


1.1 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Pankreas (Sumber: Anatomy at glance, 2016)


Pankreas adalah kelenjar majemuk yang terletak berdekatan dengan
duodenum. Panjangnya sekitar 15 cm mulai dari duodenum hingga limfa,
pankreas terdiri dari bagian yang paling lebar disebut kepala, badan pankreas
merupakan bagian utama pada organ pankreas, terletak dibelakang lambung
dan di depan vertebrata lumbalis, sedangkan bagian runcing sebelah kiri
disebut ekor (Batticaca, 2009). Pankreas merupakan bagian dari sistem
pencernaan yang membuat dan mengeluarkan enzim pencernaan ke dalam
usus, selain itu juga meurpakan organ endokrin yang membuat dan
mengeluarkan hormon ke dalam darah untuk mengontrol metabolisme energi
serta penyimpanan seluruh tubuh (Longnecker, 2016). Pada jurnal Anatomy
and Histology of the Pancreas tahun 2014 disebutkan bahwa terdapat
beberapa penyusun bagian pankreas meliputi: • Pankreas eksokrin, bagian
yang membuat serta mengeluarkan enzim pencernaan ke duodenum.
Komponen eksokrin terdiri lebih dari 95% massa pankreas. • Pankreas
endokrin, bagian yang membuat serta mensekresikan insulin, glukagon,
polipeptida dan somatostatin ke dalam darah. Bagian islet terdiri dari 1-2%
massa pancreas.
Anatomi fisiologi pada pasien dengan gangrene pedis antara lain dari
anatomi fisiologi pankreas dan kulit.
1. Anatomi Fisiologi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira
15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya
rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di
belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang
terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan
(kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh
duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan
bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. 7 Dari segi perkembangan
embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari
lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan
utama, yaitu Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum, pulau
Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau
Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau
langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda.
Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar
300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100-225 m. Jumlah semua pulau
langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.
2. Anatomi Fisiologi Kulit

Gambar 1. 2 Struktur Kulit Manusia

Gambar 1. 3 Ulkus Kaki Diabetik


Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan
terluas ukurannya, yaitu 15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2 .
Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. paling tebal (6mm) terdapat di telapak tangan
dan kaki dan yang paling tipis. Gambar 1. 1 anatomi fisiologi pankreas 8
(0,5mm) terdapat di penis. Bagian-bagian kulit manusia sebagai berikut :
1) Epidermis :Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisan basal
atau stratum germinativium, lapisan malphigi atau stratum spinosum,
lapisan glanular atau stratum gronulosum, lapisan tanduk atau stratum
korneum. Epidermis mengandung juga: kelenjar ekrin, kelenjar apokrin,
kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar keringat ada dua jenis,
ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu, menyebabkan panas
dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapat disemua
daerah kulit, tetapi tidak terdapat diselaput lendir. Seluruhnya berjulah
antara 2 sampai 5 juta yang terbanyak ditelapak tangan. Kelenjar
apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikel rambut,
terdapat diketiak, daerah anogenital. Puting susu dan areola. Kelenjar
sebaseus terdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan, tapak kaki
dan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka, kening, dan
dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol
dan zat lain.
2) Dermis : dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan
diatas jaringan sukutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan
atas terjalin rapat (pars papilaris), sedangkan dibagian bawah terjalin
lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars tetucularis mengandung
pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
3) Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis.
Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang
terbanyak adalah limposit yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan
sebkutan mengandung saraf, pembuluh darah limfe. Kandungan rambut
dan di lapisan atas jaringan 9 subkutan terdapat kelenjar keringan.
Fungsi dari jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap
trauma dan tempat penumpukan energy.

1.2 Definisi
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa diabetes
merupakan penyakit kronis serius yang terjadi baik saat pankreas tubuh tidak
dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya ataupun bila
tubuh tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup (hormon yang mengatur
glukosa atau gula darah) (WHO, 2016).
Kaki diabetik merupakan gambaran secara umum dari kelainan
tungkai bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes melitus yang
diawali dengan adanya lesi hingga terbentuknya ulkus berupa luka terbuka
pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat
yang sering disebut dengan ulkus diabetik karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang
lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan dan dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob
yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam gangren yang pada
penderita diabetes melitus disebut dengan gangren diabetik (Arief Mansjoer
dkk, 2017).

Berdasarkan National Institute for Health and Care Excellence yang


diterbitkan pada tahun 2016, pasien dengan ataupun tanpa diagnosis diabetes
melitus sebelumnya memiliki gejala seperti sering buang air kecil (polyuria),
sering haus (polidipsia), penurunan berat badan dan kelelahan serta pada
diabetes ketoasidosis gejala yang timbul seperti mual, muntah, sakit perut,
dehidrasi, tingkat kesadaran yang berkurang dan gangguan pernafasan.
Banyak manifestasi klinis yang tidak spesifik dan dilaporkan dalam konteks
klinis lainnya. Sedangkan berdasarkan American Diabetes Association
komplikasi dalam jangka panjang diabetes melitus termasuk retinopati dengan
potensi kehilangan penglihatan, neuropati otonom yang menyebabkan gejala
disfungsi seksual, genitourinari, gastrointestinal dan kardiovaskular, charcot
arthropaty atau kelainan sendi berupa arthropati destruktif, nefropati yang
menyebabkan gagal ginjal, neuropati perifer dengan risiko ulkus kaki dan
amputasi. Diabetes melitus merupakan penyakit epidemi global dan infeksi
kaki pada pasien diabetes melitus adalah salah satu komplikasi yang paling
serius. Infeksi kaki pada pasien diabetes melitus menghasilkan interaksi
kompleks dari beberapa faktor risiko. Ketika lapisan pelindung kulit rusak,
jaringan dalam akan terkena infeksi bakteri yang berkembang dengan cepat.
Pasien dengan infeksi kaki diabetes melitus sering memerlukan amputasi pada
anggota tubuh ekstremitas bawah dan lebih dari separuh kasus, infeksi adalah
faktor yang paling besar. Rawat inap merupakan keputusan pertama untuk
menangani pasien infeksi kaki pada diabetes melitus. Mereka sering
memerlukan resusitasi cairan, regulasi gangguan metabolik melalui kontrol
glikemik ketat (biasanya menggunakan terapi insulin), intervensi bedah
(debriment, drainase, reseksi tulang atau revaskularisasi mendesak), dan
dilakukan pemilihan terapi antibiotik yang tepat (Mendes dan Neves, 2018).

1.3 Etiologi
Menurut (Suddarth, 2016), faktor – faktor yang berpengaruh atas
terjadinya kerusakan integritas jaringan dibagi menjadi faktor eksogen dan
endogen.
1. Fakor Endogen : genetik metabolik, angiopati diabetik, neuropati
diabetik.
2. Faktor Eksogen : trauma, infeksi, obat. Faktor yang berperan dalam
timbulnya ulkus diabetikum angiopati, neuropati, dan infeksi. Adanya
neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi
nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami taruma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi pada kaki sehingga merubah titik tumpu
yang menyebabkan ulserasi pada kaki klien. Apabila subatan darah terjadi
pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan mersa sakit
pada tungkai sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan penurunan asupan nutrisi, oksigen serta
antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh.
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai ulkus diabetikum
akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor
angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan ulkus
diabetikum.
1.4 Manifestasi Klinis
Menurut (Suddarth, 2016) gangren diabetik akibat mikroagiopatik
disebut juga gangren panas karena walaupun nekrosis daerah akral itu tampak
merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya terabapulsasi arteri
dibagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses
mikro angiopatik menyebabkan sumbatan pembuluh darah sedangkan secara
akut emboli akan memberikan gejala klinis 4P yaitu :
1. Pain (nyeri)
2. Paleness (kepucatan)
3. Parethesia (parestesia dan kesemutan)
4. Paralysis ( lumpuh) Bila terjadi sumbatan kronik akan timbul gambaran
klinis : 1. Staduim I : asimtomatis atau gejala tidak khas (kesemutan) 2.
Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten 3. Stadium III : timbul nyeri
saat istirahat 4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena
anoksia (ulkus) (Bunner & Suddarth, 2016).

1.5 Klasifikasi
Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan Wagner- Meggit, 2016 adalah
sebagai berikut:
1. Derajat 0 = tidak ada lesi terbuka, deformitas atau selulitis mungkin
ditemukan
2. Derajat 1 = ulkus superfisial (partial atau full thickness)
3. Derajat 2 = ulkus ekstensi ke ligamen, tendon, kapsul sendi, atau deep
fascia, tanpa abses atau osteomyelitis
4. Derajat 3 = ulkus dalam dengan abses, osteomielitis, atau joint sepsis
5. Derajat 4 = gangren terlokalisasi pada forefoot atau heel
6. Derajat 5 = gangren seluruh kaki

1.6 Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali dengan adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan
pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan
autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak
kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya
kerentanan terhadap infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang berkurang
akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetik ( Askandar,
2001 dalam Wijaya, 2013 ) Ulkus diabetikum terdri dari kavitas sentral
biasanya lebih besar dibanding pintu masuknyadikelilingi kalus keras dan
tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan
hyperglikemia yang bersfek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai
vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada
daerah kaki yang mengalami beban terbesar . neuropati sensori perifer
memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya rupture sampai pada permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya
iskemia dan penyembuhan luka yang abnormal menghalangi resolusi
mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Dainase
yang in adekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistim imun yang abnormal bakteri sulit dibersihkan dan infeksi
menyebar ke jaringan sekitarnya. Penyakit neuropati dan vaskuler adalah
faktor utama yang mengkontribusi terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi
pada pasien dengan diabetik terkait dengan adanya pengaruh pada saraf yang
terdapat di kakiyang biasanya disebut neuropati perifer. Pada pasien dengan
diabtik seringkali mengalami gangguan pada sirkulasi. Ganguan sirkulasi
inilah yang menyebabkan kerusakan pada pada saraf. Hal ini terkait dengan
diabetik neuropatik yang berdampak pada sitim saraf autonom yang
mengontrol fungsi otot – otot halus, kelenjar dan organ visceral. Dengan
adanya gangguan pada saraf perifer autonom pengaruhnya adalah
terjadinyaperubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah
dengan demikian kebutuhan nutrisi dan oksigen maupun pemberian antibotic
tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, juga tidak
memenuhi kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada autonom
pengaruhnya adalah terjadinya perubahan tonus otot yang menyebabkan
abnormalnya lairan darah. Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan
oksigen mauoun pemberian antibotic tidak mencukupi atau tidak dapat
mencapai jaringan perifer, juga tidak memenuhi kebutuhan metabolisme pada
lokasi tersebut. Efek autonom neuropati ini akan menyebakan kulit menjadi
kering ( antihidrotis ) yang memudahkan kulit menjadi rusak yang akan
mengkontribusi terjadinya gangren. Dampak lain adalah adanya neuropati
yang mempengaruhi pada saraf sensori dan sistem motor yang menyebakan
hilangnya sensasi nyeri, tekanan dan perubahan temperatur ( Suryadi, 2004
dalam Wijaya 2013 ).
Pathway Diabetes Mellitus dan Gangren Pedis (Smeltzer, 2015)

Reaksi autoimun Obesitas, usia, genetik

DM tipe 2

Sel beta pangkreas hancur

Defisiensi insulin

Ariabolisme proses Liposit meningkat Penurunan pemakaian glukosa

Kerusakan pada antibodi Gliserol asam lemak bebasHipoglikemia Hiperglikemia

Kekebalan tubuh menurun Penurunan suplai glukosa ke jaringan perifer


Poliphagi
Katogenesis

Neuropati sensori perifer Ketonuria Polidipsi

Pemecahan glukagon/glukogen
Poliuri
Rasa nyeri Penyempiran
pada luka pembuluh darah Ketoasidosis
perifer

Mual, muntah Ketidaktsabilan kadar glukosa darah


Nyeri akut
Nekrosis luka
Nausea
Nafsu makan menurun
Luka sembuh lama Ulkus deabetik Viskolita darah

Aktivitas terganggu Aliran darah terhambat


Ganggren Terjadi infeksi Berat badan menurun

Resiko
Gangguan integritas kulit dan infeksiIntoleransi aktivitas Defisit nutrisi
jaringan Iskemik jaringan
Konsentrasi Hb menurun

Perfusi jaringan perifer tidak efektif

1.7 Komplikasi
Menurut (Suddarth, 2016) Ulkus diabetik merupakan salah satu
komplikasi akut yang terjadi pada penderita Diabetes Mellitus tapi selain
ulkus diabetik antara lain :
a. Komplikasi Akut. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah. Hipoglikemik dan
ketoadosis diabetik masuk ke dalam komplikasi akut.
b. Komplikasi kronik. Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini adalah
makrovaskuler dimana komplikasi ini menyerang pembuluh darah besar,
kemudian mikrovaskuler yang menyerang ke pembuuluh darah kecil bisa
menyerang mata (retinopati), dan ginjal. Komplikasi kronik yang ketiga
yaitu neuropati yang mengenai saraf. Dan yang terakhir menimbulkan
gangren.
c. Komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain, menyebabkan
penyakit jantung dan gagal ginjal, impotensi dan infeksi, gangguan
penglihatan (mata kabur bahkan kebutaan), luka infesi dalam ,
penyembuhan luka yang jelek.
d. Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post debridement
komplikasi dapat terjadi seperti infeksi jika perawatan luka tidak
ditangani dengan prinsip steril.
1.8 Pemeriksaan penunjang
Menurut (Suddarth, 2016), pemeriksaan diagnostik pada ulkus
diabetikum adalah:
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi DM Agiopati Neuropati Makro Mikro Anatomi Sensori
Motorik Iskemia gangren Iskemia Small gangren perspira kulit
kering pecahpecah fisura Infeksi Lost of sensasi trauma ulcer Atropi
otot Perubahan tulang Deformitas Nyeri tekan Amputasi Denervasi
kulit menyebabkan produktifitas keringat menurun, sehingga kulit
kaki kering, pecah, rabut kaki, atau jari kaki (-), kalus, claw toe.
Ulkus tergantung saat ditemukan (0-5).
b. Palpasi a. Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal b. Klusi arteri
dingin, pulsasi (-) c. Ulkus : kalus keras dan tebal
2. Pemeriksaan radiologis : ga s subcutan, benda asing, asteomielitis
3. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200mg/dl, gula darah puasa .
120mg/dl dan dua jam post prandial >200 mg/dl
b. Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara benedct ( reduksi ). Hasil dapat
dilihat memalui perubahan warna urine ( hijau , kuning, merah , dan
merah bata )
c. Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan
antibiotic yang sesuai dengan jenis kuman.

1.9 Penatalaksanaan
Menurut (Suddarth, 2016), ada beberapa penatalaksanaan pada pasien
ulkus diabetikum, antara lain :
1. Pengobatan Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh
derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus
dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus
dan besar kecilnya debridement yang akan dilakukan. Dari
penatalaksanaan perawatan luka diabeti ada beberapa tujuan yang ingin
dicapai antara lain:
a. Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
b. Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab
c. Dukungan kondisi klien atau host ( nutrisi, control diabetes melitus
dan control faktor penyerta )
d. Meningkatkan edukasi klien dan keluarga

2. Perawatan luka diabetik


a. Mencuci luka Merupakan hal pokok untuk meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta
menghindari kemungkinan terjadinya infeksi. Proses pencucian luka
bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang
berlebihan, sisi balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh
pada permukaan luka.
b. Debridement Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau
slough pada luka. Debridement dilakukan untuk menghindari
terjadinya infeksi atau selulitis, karena jaringan nekrosis selalu
berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah bakteri.
c. Terapi antibiotikka Pemberian antibiotic biasanya diberi peroral yang
bersifat menghambat kuman garam positi fan gram negatif.
d. Nutrisi Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang
berperan dalam penyembuhan luka. Penderita ganggren diabetik
biasanya diberikan diet B1 dengan gizi : yaitu 60 % kalori
karbohidrat, 20 % kalori lemak, 20 % kalori protein.

2. Konsep Asuhan Keperawatan Gangren Pedis


2.1 Pengkajian Menurut (Suddarth, 2016)
Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin, perlu dikaji pada
penyakit status diabetes melitus, umunya diabetes mellitus karena faktor
genetik dan bisa menyerang pada usia kurang lebih 45 tahun. Alamat
menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui
faktor pencetus diabete mellitus. Status perkawinan gangguan emosional yang
timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus diabetes
mellitus, pekerjaan serta bangsa perlu dikaji untuk mengetahui adanya
pemaparan bahan elergen hal ini yang perlu dikaji tentang : tanggal MRS, No
RM, dan diagnosis Medis.
1. Keluhan utama Menurut (Suddarth, 2016) , keluhan utama meliputi,
antara lain :
a. Nutrisi : peningkatan nafsu makan , mual, muntah, penurunan atau
peningkatan berat badan, banyak minum dan perasaan haus.
b. Eliminasi : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, kesulitan
berkemih, diare.
c. Neurosensori : nyeri kepala, parathesia, kesemutan pada ekstremitas,
penglihatan kabir, gangguan penglihatan.
d. Integumen : gatal pada kulit, gatal pada sekitar penis dan vagina, dan
luka ganggren.
e. Musculoskeletal : kelemahan dan keletihan.
b. Fungsi seksual : ketidakmampuan ereksi (impoten), regiditas,
penurunan libido, kesulitan orgasme pada wanita.
2. Riwayat penyakit sekarang Adanya gatal pada kulit disertai luka tidak
sembuh-sembuh, terjadinya kesemutan pada ekstremitas, menurunnya
berat badan, meningkatnya nafsu makan, sering haus, banyak kencing,
dan menurunnya ketajaman penglihatan.
3. Riwayat penyakit dahulu Sebelumnya pernah mengalami penyakit
diabetes mellitus dan pernah mengalami luka pada kaki.
4. Riwayat penyakit keluarga Riwayat keluarga diabetes mellitus atau
penyakit keturunan yang menyebabkan terjadinya defesiensi insulin
misal, hipertensi, jantung.
5. Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan
dan emosi yang dialami penderita sambungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
6. Pola fungsi kesehatan Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi Pola persepsi menggambarkan persepsi klien terhadap
penyakitnya tentang pengetahuan dan penatalaksanaan penderita
diabetes mellitus dengan ganggren kaki.
b. Pola nutrisi Penderita diabetes melitus mengeluh ingin selalu makan
tetapi berat badanya justru turun karena glukosa tidak dapat ditarik
ke dalam sel dan terjadi penurunan massa sel.
c. Pola emiliasi Data eliminasi untuk buang air besar (BAB) pada
klien daibetes mellitus tidak ada perubahan yang mencolok.
Sedangakan pada eliminasi buang air kecil (BAK) akan dijumpai
jumlah urin yang banyak baik secara frekuensi maupun volumenya.
d. Pola tidur dan istirahat Sering muncul perasaan tidak enak efek dari
gangguan yang berdampak pada gangguan tidur (insomnia).
e. Pola aktivitas. Pola pasien dengan diabetes mellitus gejala yang
ditimbulkan antara lain keletihan kelelahan, malaise, dan seringnya
mengantuk pada pagi hari.
f. Nilai dan keyakinan Gambaran pasien diabetes melitus tentang
penyakit yang dideritanya menurut agama dan kepercayaanya,
kecemasan akan kesembuhan, tujuan dan harapan akan sakitnya.
7. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadaran,
suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda-tanda vital.
b. Pemeriksaan head to toe Menurut (Suddarth, 2016), pemeriksaan
fisik pada pasien dengan ulkus, antara lain :
1) Kepala : wajah dan kulit kepala bentuk muka, ekspresi wajah
gelisah dan pucat, rambut, bersih/tidak dan rontok/tidak,
ada/tidak nyeri tekan.
2) Mata : mata kanan dan kiri simetris/tidak, mata cekung/tidak,
konjungtiva anemis/tidak, selera ikterit/tidak, ada/tidak sekret,
gerakan bola mata normal/tidak, ada benjolan/tidak, ada/tidak
nyeri tekan/ fungsi pengelihatan menurun/tidak.
3) Hidung : ada/tidak polip, ada/tidak sekret, ada/ tidak radang,
ada/ tidak benjolan, fungsi penghidu baik/buruk,
4) Telinga : canalis bersih/kotor, pendengaran baik/menurun,
ada/tidak benjolan pada daun telinga, ada/tidak memakai alat
bantu pendengaran,
5) Mulut : gigi bersih/kotor, ada/tidak karies gigi, ada /tidak
memakai gigi palsu, gusi ada/ tidak peradangan, lidah
bersih/kotor, bibir kering/lembab.
6) Leher : ada/tidak pembesaran thyroid, ada/tidak nyeri tekan ,
ada/tidak bendungan vena jugularis dan ada/tidak pembesaran
kelenjar limfe.
7) Paru : bentuk dada normal chesr simetris/tidak, kanan dan kiri.
Inspeksi : pada paru-paru didapatkan data tulang iga simetris
/tidak kanan, payudara normal/tidak, RR normal atau tidak,
pola nafas regular/tidak, bunyi vesikuler/tidak, ada/tidak sesak
napas. Palpasi : vocal fremitus anteria kanan dan kiri
simetris/tidak, ada/tidak nyeri tekan. Auskultasi : suara napas
vesikuler/tidak, ada/ tidak ronchi maupun wheezing, ada/tidak.
Perkusi : suara paru-paru sonor/tidak pada paru kanan da kiri.
8) Abdomen : abdomen simetris/tidak, datar dan ada/tidak luka
auskultasi: peristaltik 25x/menit. Palpasi ada/tidak nyeri, dan
kuadran kiri atas. Perkusi : suar hypertimpani.
9) Genitalia data tidak terkaji, terpasang kateter/tidak.
10) Musculoskeletal : ekstremitas atas : simetris /tidak, ada/tidak
odema atau lesi, ada/tidak nyeri tekan, ekstremitas bawah : kaki
kanan dan kaki kiri simetris ada/ tidak kelainan. Ada atau tidak
luka
11) Integumentum : warna kulit, turgor kulit baik/jelek/kering ada
lesi/tidak, ada/tidak pengurasan kulit, ada/tidak nyeri tekanan.
c. Pemeriksaan fisik pada ulkus diabetikum antara lain :
1) Inspeksi Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat
menurun, sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki/jari (-),
kalus, claw toe. Ulkus tergantung saat ditemukan (0-5)
2) Palpasi a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal b) Klusi
arteri dingin, pulsasi c) Ulkus : kalus tebal dan keras
3) Pemeriksaan vaskuler Tes vaskuler nominvasive : pengukuran
oksigen transkutaneus, ankie brachial index (ABI), absolute toe
systolic betis dengan tekanan sistolik lengan.
d. Pemeriksaan radiologis : gas subkutan, benda asing, oateomietitis
e. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
1) Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200
mg/dl, gula darah puasa > 120 mg/dl dan 2 jam post prandial
>200 mg/dl.
2) Urine Pemeriksaan didaptkan adnya glokusa dalam urine.
Pemeriksaan dilaukan dengan cara benedict(reduksi). Hasilnya
dapatdilihat melalui perubahan warna pada urine hijau (+),
kunig (++), merah (+++) dan merah bata (++++)
3) Kultur pus Mengetahui jenis kuman pasa luka dan memberikan
antibiotik yang sesuai jenis kuman.
4) Kadar glukosa diantaranya Gula darah sewaktu atau random
>200 mg/dl, Gula darah puasa atau nuchter >140 mg/dl, Gula
darah 2 jam PP (post prandial) >200 mg/dl, Aseton plasma jika
hasil (+) mencolok, Asam lemak bebas adanya peningkatan
lipid dan kolestrol, Osmolaritas
2.2 Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan dan Implementasi Keperawatan Menurut SDKI, SLKI dan SIKI
N SDKI Tujuan dan Kriteria Hasil SLKI SIKI
O
1. Nyeri akut (D.0077) Tujuan : Setelah dilakukan Luaran Utama : Tingkat nyeri Intervensi Utama : Mnajemen nyeri ( I.08238)
berhubungan dengan : Tindakan keperawatan selama (L.08066) Intervensi Tambahan : edukasi Tarik nafas
1. Agen pencedera 8 jam tingkat nyeri menurun (I.12452)
fisiologis ( inflamasi, Luaran Tambahan : Kontrol Observasi :
iskemia) Kriteria Hasil : nyeri (L.08063) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas,
2. Agen pencedera fisik 1. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
(amputasi, prosedur 2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
operasi) 3. Kesulitan tidur menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
Dibuktikan dengan : 4. Tekanan darah, frekuensi 4. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
1. Mengeluh nyeri nadi membaik sudah diberikan
2. Tampak meringis 5. Nafsu makan membaik 5. Monitor efek samping penggunaan analgetic
3. Sulit tidur Terapeutik :
4. Tekanan darah, frekuensi 1. Berikan Teknik non farmakologis untuk
nadi meningkat mengurangi rasa nyeri (missal hypnosis, akupresur,
5. Nafsu makan berubah Teknik imajinasi terbimbing, dll)
8. 2.Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat tidur
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan menggunakan analgetic secara tepat
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetic jika perlu
2. Gangguan integritas Tujuan : setelah dilakukan Luaran Utama : integritas kulit Intervensi Utama : Perawatan integritas kulit
kulit/jaringan (D.0129) Tindakan keperawatan selama dan jeringan (L14125) Intervensi pendukung : dukungan perawatan diri
berhubungan dengan : 1x24 jam tingkat integritas Observasi :
1.Perubahan sirkulasi kulit dan jaringan meningkat. Luaran Tambahan : 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
2.Neuropati perifer penyembuhan luka (L.14130) (missal perubahan sirkulasi, perubahan status
3. Faktor mekanis Kriteria Hasil : nutrisi, penurunan kelembapan, suhu yang ekstrim)
4. Kurang terpapar 1. Elastisitas meningkat Terapeutik :
informasi tentang upaya 2. Perfusi jaringan meningkat 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
mempertahankan/ 3. Kerusakan jaringan 2. Gunakan produk berbahan minyak pada kulit
melindungi integritas menurun kering
jaringan 4. Nyeri menurun 3. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
5. Perdrahan menurun hipoalergenik pada kulit sensitive
Dibuktikan dengan : 6. Kemerahan menurun 4. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit
1. Kerusakan jaringan dan kering
atau lapisan kulit Edukasi :
2. Nyeri 1. Anjurkan menggunakan pelembab
3. Perdarahan 2. Anjurkan minum air yang cukup
4. Kemerahan 3. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
4. Anjurkan menghundari terpapar suhu ekstrim
5. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya

3. Perfusi perifer tidak efektif Tujuan : setelah dilakukan Luaran Utama : Perfusi perifer Intervensi Utama : Perawatan sirkulasi (I.02079)
(D.0009) berhubungan Tindakan keperawatan selama (L.02011) Intervensi Pendukung : manajemen cairan
dengan : 1x24 jam perfusi perifer (I.03098)
1. Hiperglikemia meningkat Luaran Tambahan : Observasi :
2. Kurang terpapar Penyembuhan luka (L.14130) 1. Periksa sirkulasi perifer (Nadi perifer, edema,
informasi tentang proses Kriteria hasil : pengisian kapiler, warna, suhu)
penyakit (missal Diabetes 1. Penyembuhan luka 2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
Mellitus) meningkat (Diabetes Mellitus, perokok, kadar kolesterol
3. Kurang aktifitas fisik 2. Sensasi meningkat tinggi)
3. Warna kulit pucat menurun 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
Dibuktikan dengan : 4. Edema perifer menurun pada ekstrimitas
1. Pengisian kapiler >3 5. Nyeri ekstrimitas menurun Terapeutik :
detik 6. Kelemahan otot menurun 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
2. Akral teraba dingin 7. Pengisian kapiler membaik darah di area keterbatasan perfusi
3. Warna kulit pucat 8. Akral membaik 2. Hindari penekanan dan pemasangan tourniket
4. Turgor kulit menurun 9. Turgor kulit membaik pada area yang cedera
5. Nyeri ekstrimitas 3. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Edema 5. Lakukan hidrasi
7. Penyembuhan luka Edukasi :
lambat 1. Anjurkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi
2. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan ( rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
3. Anjurkan berolahaga rutin
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, FB. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Metabolisme. Jakarta. Salemba Medika
Brunner,& Suddarth. 2016. Keperawatan medical Bedah. Jakarta : EGC
Faiz, Omar & David Moffat. 2016. Anatomy at a Glance. Erlangga. Jakarta
Longnecker, D. 2014. Anatomy and Histology of the Pancreas. The Pancreapedia
:Exocrine Pancreas Knoeledge Base
Mansjoer, Arief, dkk. 2014. Kapita Selekta KedokteranEdisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta :Media Aesculapius
Mendes J, Neves J. 2018. Diabetic Foot Infections: Current Diagnosis and
Treatment . Journal of Diabetic Foot Complications.
Smeltzer, C.& S Bare, B.G. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. (EGC
(ed.); Brunner&Suddart)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :

Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat


Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :

Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat


Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia :

Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus


Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

WHO. Global Report On Diabetes. France : World Health Organization. 2016


Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai