Disusun Oleh :
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Probolinggo, ........................
Mahasiswa
Kepala Ruangan
1.2 Definisi
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa diabetes
merupakan penyakit kronis serius yang terjadi baik saat pankreas tubuh tidak
dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya ataupun bila
tubuh tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup (hormon yang mengatur
glukosa atau gula darah) (WHO, 2016).
Kaki diabetik merupakan gambaran secara umum dari kelainan
tungkai bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes melitus yang
diawali dengan adanya lesi hingga terbentuknya ulkus berupa luka terbuka
pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat
yang sering disebut dengan ulkus diabetik karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang
lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan dan dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob
yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam gangren yang pada
penderita diabetes melitus disebut dengan gangren diabetik (Arief Mansjoer
dkk, 2017).
1.3 Etiologi
Menurut (Suddarth, 2016), faktor – faktor yang berpengaruh atas
terjadinya kerusakan integritas jaringan dibagi menjadi faktor eksogen dan
endogen.
1. Fakor Endogen : genetik metabolik, angiopati diabetik, neuropati
diabetik.
2. Faktor Eksogen : trauma, infeksi, obat. Faktor yang berperan dalam
timbulnya ulkus diabetikum angiopati, neuropati, dan infeksi. Adanya
neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi
nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami taruma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi pada kaki sehingga merubah titik tumpu
yang menyebabkan ulserasi pada kaki klien. Apabila subatan darah terjadi
pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan mersa sakit
pada tungkai sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan penurunan asupan nutrisi, oksigen serta
antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh.
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai ulkus diabetikum
akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor
angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan ulkus
diabetikum.
1.4 Manifestasi Klinis
Menurut (Suddarth, 2016) gangren diabetik akibat mikroagiopatik
disebut juga gangren panas karena walaupun nekrosis daerah akral itu tampak
merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya terabapulsasi arteri
dibagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses
mikro angiopatik menyebabkan sumbatan pembuluh darah sedangkan secara
akut emboli akan memberikan gejala klinis 4P yaitu :
1. Pain (nyeri)
2. Paleness (kepucatan)
3. Parethesia (parestesia dan kesemutan)
4. Paralysis ( lumpuh) Bila terjadi sumbatan kronik akan timbul gambaran
klinis : 1. Staduim I : asimtomatis atau gejala tidak khas (kesemutan) 2.
Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten 3. Stadium III : timbul nyeri
saat istirahat 4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena
anoksia (ulkus) (Bunner & Suddarth, 2016).
1.5 Klasifikasi
Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan Wagner- Meggit, 2016 adalah
sebagai berikut:
1. Derajat 0 = tidak ada lesi terbuka, deformitas atau selulitis mungkin
ditemukan
2. Derajat 1 = ulkus superfisial (partial atau full thickness)
3. Derajat 2 = ulkus ekstensi ke ligamen, tendon, kapsul sendi, atau deep
fascia, tanpa abses atau osteomyelitis
4. Derajat 3 = ulkus dalam dengan abses, osteomielitis, atau joint sepsis
5. Derajat 4 = gangren terlokalisasi pada forefoot atau heel
6. Derajat 5 = gangren seluruh kaki
1.6 Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali dengan adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan
pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan
autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak
kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya
kerentanan terhadap infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang berkurang
akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetik ( Askandar,
2001 dalam Wijaya, 2013 ) Ulkus diabetikum terdri dari kavitas sentral
biasanya lebih besar dibanding pintu masuknyadikelilingi kalus keras dan
tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan
hyperglikemia yang bersfek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai
vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada
daerah kaki yang mengalami beban terbesar . neuropati sensori perifer
memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya rupture sampai pada permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya
iskemia dan penyembuhan luka yang abnormal menghalangi resolusi
mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Dainase
yang in adekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistim imun yang abnormal bakteri sulit dibersihkan dan infeksi
menyebar ke jaringan sekitarnya. Penyakit neuropati dan vaskuler adalah
faktor utama yang mengkontribusi terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi
pada pasien dengan diabetik terkait dengan adanya pengaruh pada saraf yang
terdapat di kakiyang biasanya disebut neuropati perifer. Pada pasien dengan
diabtik seringkali mengalami gangguan pada sirkulasi. Ganguan sirkulasi
inilah yang menyebabkan kerusakan pada pada saraf. Hal ini terkait dengan
diabetik neuropatik yang berdampak pada sitim saraf autonom yang
mengontrol fungsi otot – otot halus, kelenjar dan organ visceral. Dengan
adanya gangguan pada saraf perifer autonom pengaruhnya adalah
terjadinyaperubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah
dengan demikian kebutuhan nutrisi dan oksigen maupun pemberian antibotic
tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, juga tidak
memenuhi kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada autonom
pengaruhnya adalah terjadinya perubahan tonus otot yang menyebabkan
abnormalnya lairan darah. Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan
oksigen mauoun pemberian antibotic tidak mencukupi atau tidak dapat
mencapai jaringan perifer, juga tidak memenuhi kebutuhan metabolisme pada
lokasi tersebut. Efek autonom neuropati ini akan menyebakan kulit menjadi
kering ( antihidrotis ) yang memudahkan kulit menjadi rusak yang akan
mengkontribusi terjadinya gangren. Dampak lain adalah adanya neuropati
yang mempengaruhi pada saraf sensori dan sistem motor yang menyebakan
hilangnya sensasi nyeri, tekanan dan perubahan temperatur ( Suryadi, 2004
dalam Wijaya 2013 ).
Pathway Diabetes Mellitus dan Gangren Pedis (Smeltzer, 2015)
DM tipe 2
Defisiensi insulin
Pemecahan glukagon/glukogen
Poliuri
Rasa nyeri Penyempiran
pada luka pembuluh darah Ketoasidosis
perifer
Resiko
Gangguan integritas kulit dan infeksiIntoleransi aktivitas Defisit nutrisi
jaringan Iskemik jaringan
Konsentrasi Hb menurun
1.7 Komplikasi
Menurut (Suddarth, 2016) Ulkus diabetik merupakan salah satu
komplikasi akut yang terjadi pada penderita Diabetes Mellitus tapi selain
ulkus diabetik antara lain :
a. Komplikasi Akut. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah. Hipoglikemik dan
ketoadosis diabetik masuk ke dalam komplikasi akut.
b. Komplikasi kronik. Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini adalah
makrovaskuler dimana komplikasi ini menyerang pembuluh darah besar,
kemudian mikrovaskuler yang menyerang ke pembuuluh darah kecil bisa
menyerang mata (retinopati), dan ginjal. Komplikasi kronik yang ketiga
yaitu neuropati yang mengenai saraf. Dan yang terakhir menimbulkan
gangren.
c. Komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain, menyebabkan
penyakit jantung dan gagal ginjal, impotensi dan infeksi, gangguan
penglihatan (mata kabur bahkan kebutaan), luka infesi dalam ,
penyembuhan luka yang jelek.
d. Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post debridement
komplikasi dapat terjadi seperti infeksi jika perawatan luka tidak
ditangani dengan prinsip steril.
1.8 Pemeriksaan penunjang
Menurut (Suddarth, 2016), pemeriksaan diagnostik pada ulkus
diabetikum adalah:
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi DM Agiopati Neuropati Makro Mikro Anatomi Sensori
Motorik Iskemia gangren Iskemia Small gangren perspira kulit
kering pecahpecah fisura Infeksi Lost of sensasi trauma ulcer Atropi
otot Perubahan tulang Deformitas Nyeri tekan Amputasi Denervasi
kulit menyebabkan produktifitas keringat menurun, sehingga kulit
kaki kering, pecah, rabut kaki, atau jari kaki (-), kalus, claw toe.
Ulkus tergantung saat ditemukan (0-5).
b. Palpasi a. Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal b. Klusi arteri
dingin, pulsasi (-) c. Ulkus : kalus keras dan tebal
2. Pemeriksaan radiologis : ga s subcutan, benda asing, asteomielitis
3. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200mg/dl, gula darah puasa .
120mg/dl dan dua jam post prandial >200 mg/dl
b. Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara benedct ( reduksi ). Hasil dapat
dilihat memalui perubahan warna urine ( hijau , kuning, merah , dan
merah bata )
c. Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan
antibiotic yang sesuai dengan jenis kuman.
1.9 Penatalaksanaan
Menurut (Suddarth, 2016), ada beberapa penatalaksanaan pada pasien
ulkus diabetikum, antara lain :
1. Pengobatan Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh
derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus
dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus
dan besar kecilnya debridement yang akan dilakukan. Dari
penatalaksanaan perawatan luka diabeti ada beberapa tujuan yang ingin
dicapai antara lain:
a. Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
b. Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab
c. Dukungan kondisi klien atau host ( nutrisi, control diabetes melitus
dan control faktor penyerta )
d. Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
3. Perfusi perifer tidak efektif Tujuan : setelah dilakukan Luaran Utama : Perfusi perifer Intervensi Utama : Perawatan sirkulasi (I.02079)
(D.0009) berhubungan Tindakan keperawatan selama (L.02011) Intervensi Pendukung : manajemen cairan
dengan : 1x24 jam perfusi perifer (I.03098)
1. Hiperglikemia meningkat Luaran Tambahan : Observasi :
2. Kurang terpapar Penyembuhan luka (L.14130) 1. Periksa sirkulasi perifer (Nadi perifer, edema,
informasi tentang proses Kriteria hasil : pengisian kapiler, warna, suhu)
penyakit (missal Diabetes 1. Penyembuhan luka 2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
Mellitus) meningkat (Diabetes Mellitus, perokok, kadar kolesterol
3. Kurang aktifitas fisik 2. Sensasi meningkat tinggi)
3. Warna kulit pucat menurun 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
Dibuktikan dengan : 4. Edema perifer menurun pada ekstrimitas
1. Pengisian kapiler >3 5. Nyeri ekstrimitas menurun Terapeutik :
detik 6. Kelemahan otot menurun 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
2. Akral teraba dingin 7. Pengisian kapiler membaik darah di area keterbatasan perfusi
3. Warna kulit pucat 8. Akral membaik 2. Hindari penekanan dan pemasangan tourniket
4. Turgor kulit menurun 9. Turgor kulit membaik pada area yang cedera
5. Nyeri ekstrimitas 3. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Edema 5. Lakukan hidrasi
7. Penyembuhan luka Edukasi :
lambat 1. Anjurkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi
2. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan ( rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
3. Anjurkan berolahaga rutin
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, FB. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Metabolisme. Jakarta. Salemba Medika
Brunner,& Suddarth. 2016. Keperawatan medical Bedah. Jakarta : EGC
Faiz, Omar & David Moffat. 2016. Anatomy at a Glance. Erlangga. Jakarta
Longnecker, D. 2014. Anatomy and Histology of the Pancreas. The Pancreapedia
:Exocrine Pancreas Knoeledge Base
Mansjoer, Arief, dkk. 2014. Kapita Selekta KedokteranEdisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta :Media Aesculapius
Mendes J, Neves J. 2018. Diabetic Foot Infections: Current Diagnosis and
Treatment . Journal of Diabetic Foot Complications.
Smeltzer, C.& S Bare, B.G. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. (EGC
(ed.); Brunner&Suddart)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia :