OLEH:
KARTINA WIDIASTUTIK
NIM 14901.08.21084
Letak Uretra
Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli- buli
sampai orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang bervariasi.Uretra pria
dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretraposterior
dibagi menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra anterior dibagi
menjadi meatus uretra, pendulare uretra dan bulbus uretra. Dalam keadaan normal lumen
uretra laki-laki 24 ch, dan wanita 30 ch. Kalau 1 ch = 0,3 mm maka lumen uretra laki-laki
dimulai dari meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior
ini berupa tabung yang lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau
memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah. Uretra anterior adalah bagian
yang dibungkus oleh korpus spongiousum penis. Uretra anterior terdiri atas :
a) Pars bulbosa
b) Pars pendularis
c) Fossa navikulare
bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat otot yang
dibawah dan dibelakang simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis
Striktur uretra adalah kondisi dimana suatu bagian dari uretra menyempit.
Berbeda dengan obstruksi pada uretra yang disebabkan oleh batu, striktur uretra
merupakan adanya oklus dari dari meatus uretralis karena adanya jaringan yang
fibrotik dengan hipertrofi. Jaringan fibrotik yan tumbuh dengan abnormal akan
menutupi/ mempersempit meatus uretralis, sehingga aliran urine (urine flow) akan
fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus spongiosum.
(Purnomo, 2011: 153). Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat
adanya jaringan parut dan kontriksi. (Suharyanto & Madjid, 2013: 271)
Epidemiologi
Striktur uretra masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada bagian
dunia tertentu. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita,
karena uretra pada wanita lebih pendek dan jarang terkena infeksi. Segala
sesuatu yang melukai uretra dapat menyebabkan striktur. Orang dapat terlahir
dengan striktur uretra, meskipun hal tersebut jarang terjadi. Salah satu penyebab
striktur uretra adalah pemasangan kateter dalam waktu yang cukup lama. Pola
penyakit striktur uretra yang ditemukan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
menyebutkan sebagian besar pasien (82%) masuk dengan retensi urin. Penyebab
utama terjadinya striktur adalah manipulasi uretra (44%) dan trauma (33%). Salah
satu manipulasi uretra adalah pemasangan kateter Folley. Kateterisasi urin
merupakan tindakan invasif .Pasien akan dipasangkan sejenis alat yang disebut
kateter Dower pada muara uretra. Dalam melakukan prosedur ini diperlukan
keprofesionalan. Banyak pasien merasa cemas, takut akan rasa nyeri, dan tidak
nyaman pada saat dilakukan kataterisasi uretra. Hasil studi dari Mushhab, 2006
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara lama waktu terpasang kateter
3. Etiologi
membranase, sifat striktur ini adalah stationer dan biasanya timbul terpisah
instrumen, infeksi, spasmus otot, atau tekanan dari luar, atau tekanan oleh
struktur sambungan atau oleh pertumbuhan tumor dari luar serta biasanya
striktur traumatik dalam waktu 1 bulan. Striktur akibat trauma lebih progresif
daripada striktur akibat infeksi. Pada ruftur ini ditemukan adanya hematuria
gross.
c. Struktur akibat infeksi
Penyebab paling umum dari striktur uretra saat ini adalah traumatik atau
populasi berisiko tinggi. Penyebab yang paling penting adalah idiopati, reseksi
45,5% dari kasus striktur. Pada pasien yang lebih muda dari 45 tahun
penyebab utama adalah idiopati, operasi hipospadia dan fraktur panggul. Pada
pasien yang lebih tua dari 45 tahun penyebab utama adalah reseksi
uretra pada wanita radang kronis. Biasanya di derita wanita usia diatas 40
tahun dengan sindroma sistitis berulang yaitu disuria, frekuensi dan urgensi.
Diagnosis striktur uretra dibuat dengan bougie aboul’e, tanda khas dari
tiga tingkatan:
a) Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra.
b) Sedang : jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra.
c) Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra. Pada
5. Patofisiologi
Residu urine yang sedikit mungkin akan menimbulkan gangguan, namun jika
banyak dan melebihi batas kapasitas vesika memungkinan terjadinya refluks dan
terjadinya gagal ginjal. Hal ini dikarenakan refluks pada ginjal akan memperberat
Tubuh manusia memiliki banyak cara untuk mengatasi masalah, begitu pula
dengan akumulasi urine yang semakin bertambah dengan adanya striktur. Urine
yang bersifat asam/ basa akan berusaha mencari jalan baru sebgai saluran dengan
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan
terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra
menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi urine. Aliran urine yang
terhambat tersumbat mencari jalan keluar di tempat lain (di sebelah proksimal
uretrokutan. Pada keadaan tertentu dijumpai banyak sekali fistula sehingga disebut
selangkangan (straddle injury) dan fraktur tulang pelvis. Proses radang akibat
trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan sikatriks
pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran
urine hingga retensi urine. Aliran urine yang terhambat mencari jalan keluar di
tempat lain (di sebelah proksimal striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga
salah jalan ( false route) yang menimbulkan kerusakan uretra dan menyisakan
strikture dikemudian hari. Demikian pula fiksasi kateter yang tidak benar pada
menimbulkan hipoksia uretra daerah itu, yang pada akhirnya menimbulkan fistula
6. Manifestasi Klinis
lainnya, misalnya BPH. Namun ada beberapa yang khas dari klien striktur uretra,
yaitu pancaran urine yang kecil dan bercabang. Hal ini dikarenakan sumbatan/
obstruksi pada saluran meatus uretralis, sehingga akan menurunkan patensi urine
low dan obstruksi yang berada di medial akan membuat alira urine terpecah,
sehingga seolah-olah pancaran urine terbelah dua. Gejala yang lain dari striktur
a) Frekuensi
frekuensi untuk berkemih pada klien striktur uretra dikarenakan tidak tuntasnya
klien untuk mengosongkan vesika, sehingga masih terdapat residu urine dalam
mengosongkan vesika.
b) Urgensi
tidak berkemih. Akumulasi yang kronis pada klien striktur uretra adalah
kontraksi pada bladder. Dengan demikian keinginan untuk miksi akan terjadi
c) Disuria
striktur urtra akan mengalami iritabilitas mukosa, baik pada uretra maupun
pada vesika urinaria. Hal ini dikarenakan akumulasi urine yang melebihi
kapasitas bladder dan sifat pH dari urine yang cenderung asam/ basa akan
melukai mukosa saluran kemih. Selain itu, relaksasi vesika yang melebihi
d) Inkontenensia urine
ngompol ) kejadian ini pada klien striktur uretra dipicu oleh iritabilitas sayaraf
e) Urine menetes
Merupakan dampak dari residu urine dan adanya obsruksi pada meatus
uretralis, sehingga pancara urine melemah dan pengosongan tidak bisa spontan.
f) Penis membengkak
Bendungan urine dan obstruksi pada saluran uretra akan menyebabkan
resistensi kapiler jaringan sekitar meningkat dengan gejala inflamasi yang jelas,
g) Infiltrat
Jika obstruksi pada klien striktur uretra tidak tertangani dengan baik dan
terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka kemungkinan infeksi pada striktur
akan terjadi mengingat urine merupakan media untuk pertumbuhan kuman yang
baik. Jika hal ini terjadi, inflamasi jaringan striktu akan menjadi abses dan
h) Abses
striktur.
i) Fistel
Urine yang bersifat asam/ basa akan berusaha secara patologis untuk
mencari jalan keluar. Oleh karena itu, iritabilitas jaringan sekitar akan terus
j) Retensio urine
Striktur yang total akan menghambat secara total aliran urine, sehingga
urine tidak akan keluar sedikit pun dan terakumulasi pada vesika urinaria
k) Kencing bercabang
Pancaran urine yang kecil dan bercabang. Hal ini dikarenakan sumbatan/
urine low dan obstruksi yang berada di medial akan membuat alira urine
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
2) Uroflowmetri
urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya
proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik
dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga
3) Radiologi
secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan
pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga penting untuk
4) Instrumentasi
memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan
kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli- buli.
5) Uretroskopi
8. Penatalaksanaan
1) Terapi Farmakologis
a) Bougie (Dilatasi)
adanya glukosa dan protein dalam urin. Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie
bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan
uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang
diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak.
Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah pengobatan
dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan meatus
uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut.
Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi
bougie filiformis lain sampai bougie dapat melewati striktur tersebut. Kemudian
Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau
lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya. Dilatasi dengan
bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar tambah akan
menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter yang
bertugas di pusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk
Gambar 4. Dilatasi uretra pada pasien pria (lanjutan). Bougie lurus dan bougie
bengkok (F); dilatasi strikur anterior dengan sebuah bougie lurus (G) dilatasi dengan
sebuah bougie bengkok (H-J)
b) Uretrotomi interna
c) Uretrotomi eksterna
preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu
menular seksual seperti gonorrhea, dengan jalan setia pada satu pasangan
9. Komplikasi
Adapun komplikasi dari Striktur Uretra jika adalah:
Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot
kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan
melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal terjadi
trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi
dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa
buli pada sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-
buli, jadi divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding
otot.
b) Residu urine
Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak
timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah
keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing.Dalam
keadaan normal residu ini tidak ada.
Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli
melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi
maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk
kembali ke ureter bahkan sampai ginjal.
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh
mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat
mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka
akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi. Adanya kuman
yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis
akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.
Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa
timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine yang
terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine,
kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra
pubis atau uretra proksimal dari striktur.
Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status
kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien,
Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi Sachse dan
Pengkajian ini dilakukan sejak klien MRS sampai saat operasinya, yang meliputi;
a. Pengkajian fokus :
Palpasi :
1. Abdomen
ada penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada nyeri tekan, turgornya
bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba pada
saat rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah trpasang kateter,
Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus biasanya ada haemorhoid.
Inspeksi :
4. Perhatikan adanya lesi hiperemi atau keadaan abnormal lainnya pada penis,
5. Iritasi pada uretra ditunjukan pada klien dengan keluhan ketidak nyamanan pada
b. Pengkajian psikososial :
2) Respon emosi pada pada perubahan masalah pada gambaran diri, takut dan
kemampuan seks menurun dan takut akan kematian. Riwayat psikososial terdiri
dari :
Intra personal
Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku klien, tanggapan klien tentang
sakitnya.
Inter personal
Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat
a. Pengkajian diagnostik
pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis.
Pada klien striktur urethra keluhan-keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia,
urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi,
intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi retensio urine.
(Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita.
Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
penyakit striktur urethra Anggota keluarga yang menderita DM, asma, atau hipertensi.
minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola
h. Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu, jumlah
kecil dan tidak lancar menetes – netes, kekuatan system perkemihan. Klien juga
ditanya apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Klien
ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi
miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan tidur memekai bantal atau
situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya mengatasi kesulitan tidur.
j. Pola Aktifitas
kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada
umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana klien masih
perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien dapat
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan klien
operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya. Koping
klien dalam menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa tidak
berdaya.
Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran dari
klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan waham.
Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.
tantang seksualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual yang terjadi sekarang, masalah
seksual yang dialami sekarang (masalah kepuasan, ejakulasi dan ereksi ) dan pola
perilaku seksual
klien bersama siapa. Apakah mekanisme penanggulangan stressor positif atau negatif
B. Pemeriksaan fisik
a) Kulit
b) Kepala
c) Muka
d) Mata
Bagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak. Pada
e) Telinga
Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing. Bagaimana
f) Hidung
Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahan atau
h) Leher
i) Thoraks
j) Paru
k) Jantung
atau getarannya.
l) Abdomen
umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada
atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak. Peristaklit usus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba pada
saat rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah trpasang
kateter, Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus biasanya ada
haemorhoid.
Apakah ada pembengkakan pada sendi. Jari – jari tremor apa tidak.
Apakah ada infus pada tangan. Pada sekitar pemasangan infus ada tanda –
tanda infeksi seperti merah atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk tulang
belakang bagaimana.
meliputi:
a. Keluhan utama
Keluhan pada klien berbeda – beda antara klien yang satu dengan
yang lain. Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi
Sachse adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung
Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari klien
sendiri.
b. Keadaan umum
.
c. Sistem respirasi
atau tidak. Apakah perlu dipasang O2. Frekuensi nafas , irama nafas,
suara nafas. Ada wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot Bantu
nafas seperti gerakan cuping hidung, gerakan dada dan perut. Tanda
d. Sistem sirkulasi
e. Sistem gastrointestinal
f. Sistem muskuloskleletal
g. Sistem eliminasi
Masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda –
kandung kemih. Warna urine dan jumlah produksi urine tiap hari.
Bagaimana keadaan sekitar daerah pemasangan kateter. Terapi yang
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tgl/
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi
Jam
Gangguan Eliminasi Urin Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 1. Identifikasi kebiasaan BAK sesuai usia
Penurunan kemampuan menyadari jam, eliminasi urine 2. Monitor integritas kulit pasien
tanda – tanda gangguan kandung membaik
kemih dan saluran kemih Terapeutik
Kriteria Hasil:
1. Suka pakaian yang diperlukan untuk
Dibuktikan dengan: 1. Sensasi berkemih memudahkan eliminasi
Gejala dan tanda mayor: meningkat
2. Dukung penggunaan
1. Desakan berkemih (urgensi) 2. Desakan berkemih toilet/commode/pispot/urinal secara
2. Urin menetes (urgensi) menurun konsistent
3. Sering buang air kecil 3. Distensi kandung kemih 3. Jaga privasi selama eliminasi
4. Nokturia menurun
4. Ganti pakaian pasien setelah eliminasi,
5. Mengompol 4. Berkemih tidak tuntas jika perlu
6. Enuresis (hesitancy)menurun
5. Bersihkan alat bantu BAK setelah
7. Distensi kandung kemih 5. Volume residu urine digunakan
menurun
8. Berkemih tidak tuntas 6. Latihan BAK sesuai jadwal, jika perlu
6. Urine menetes menurun
9. Volume residu urine 7. Sediakan alat bantu (mis.
meningkat 7. Nokturia menurun Katetereksternal, urinal) jika perlu
8. Mengompol menurun
9. Enuresia menurun Edukasi
10. Disuria menurun 1. Anjurkan BAK secara rutin
11. Anuria menurun 2. Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika
12. Frekuensi BAK perlu
membaik
13. Karakteristik urin
membaik
Tgl/
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi
Jam
Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan Agen pencedera keperawatan selama 1x24 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis jam, tingkat nyeri menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Dibuktikan dengan 2. Identifikasi skala nyeri
Gejala dan tanda mayor Kriteria Hasil: 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
1. Mengeluh nyeri 1. Kemampuan menuntaskan 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
2. Tampak meringis aktifitas meningkat memperingan nyeri
3. Bersikap protektif 2. Keluhan nyeri menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
(mis. Waspada, 3. Meringis menurun tentang nyeri
posisi menghindari 4. Sikap protektif menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
nyeri) 5. Gelisah menurun respon nyeri
4. Gelisah 6. Kesulitan tidur menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
5. Frekuensi nadi 7. Menarik diri menurun hidup
meningkat 8. Berfokus pada diri sendiri 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
6. Sulit tidur menurun yang sudah diberikan
9. Diaforesis menurun 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Gejala dan tanda minor 10. Perasaan depresi (tertekan)
1. Tekanan darah menurun Terapeutik
meningkat 11. Perasaan takut mengalami 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
2. Pola nafas berubah cidera berulang menurun mengurangi rasa nyeri (mis. Tens, hipnosis,
3. Nafsu makan 12. Anoreksia menurun akupresur, terapi musik, biofedback, terapi
berubah 13. Perinium terasa tertekan pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
4. Proses berfikir menurun terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
terganggu 14. Uterus teraba membulat bermain)
5. Menarik diri menurun 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
6. Berfokus pada diri 15. Ketegangan otot menurun nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
sendiri 16. Pupil dilatasi menurun kebisingan)
7. Diaforesis 17. Muntah menurun 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
18. Mual menurun 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
19. Frekuensi nadi membaik pemilihan strategi meredakan nyeri
20. Pola nafas membaik
21. Tekanan darah membaik Edukasi
22. Proses berfikir membaik 1. Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
23. Fokus membaik 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
24. Fungsi berkemih 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
membaik 4. Anjurkan menggunakan analgetik secara
25. Perilaku membaik tepat
26. Nafsu makan membaik 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis unuk
27. Pola tidur membaik mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. …………………………………………….
Tgl/
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi
Jam
Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi
Kurang terpapar informasi keperawatan selama 1x24 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
jam tingkat ansietas berubah
Dibuktikan dengan: menurun 2. Identifikasi kemampuan mengambil
Gejala dan tanda mayor keputusan
Subjektif Kriteria Hasil: 3. Monitor tanda tanda anietas ( verbal
1. Merasa bingung 1. Verbalisasi dan nonverbal)
2. Merasa khawatir dengan kebingungan menurun
akibat dari kondisi yang 2. Verbalisasi khawatir Terapeutik
dihadapi akibat kondisi ynag 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
3. Sulit berkonsentrasi dihadapi menurun menumbuhkan kepercayaan
3. Perilaku gelisah 2. Temani pasien untuk mengurangi
menurun kecemasan, jika memungkinkan
Objektif 4. Perilaku tegang 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
1. Tampak gelisah menurun 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
2. Tampak tegang 5. Keluhan pusing 5. Gunakan pendekatan yang tenang
3. Sulit tidur menurun 6. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
6. Anoreksia menurun memicu kecemasan
7. Palpitasi menurun 7. Tempatkan barang pribadi yang
Gejala dan tanda minor 8. Frekuensi pernapasan memberikan kenyamanan
Subjektif menurun 8. Diskusikan perencanaan realistis
1. Mengeluh pusing 9. Frekuensi nadi tentang peristiwa yang akan datang
2. Anoreksia menurun
3. Palpitasi 10. Tekanan darah Edukasi
4. Mereka tidak berdaya menurun 1. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
11. Diaforesis menurun pasien , jika perlu
12. Tremor menurun 2. Anjurkan mengungkapkan perasaan
Objektif 13. Pucat menurun dan persepsi
1. Frekuensi nafas meningkat 14. Konsentrasi pola tidur 3. Latih teknik relaksasi
2. Frekuensi nadi meningkat membaik 4. Latih kegiatan pengalihan untuk
3. Tekanan darah meningkat 15. Kontak mata membaik mengurangi ketegangan
4. Diaphoresis 16. Pola berkemih
5. Tremor membaik Kolaborasi
6. Muka tampak pucat 17. Orientasi membaik 1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
2. ………………………………………
………………………………………
………………………………………
………………………………………
Brunner dan Suddarth. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Lumen. Nicolaase, et al. Etiology of Urethral Stricture Disease in the 21st Century.
The journal of Uroogy. 2009; Vol 182, Issue 3, Pages 983-7
Riyadi, Mushab E. Hubungan anttara lama waktu terpasang kateter dengan tingkat
kecemasan pada klien yng terpasang kateter uretra di bangsal rawat inap
dewasa kelas III RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2006.
Tijani KH, Adesnya AA, Ogo CN. The New pattern of Urethral Stricture Disease in
Lagos, Nigeria. Niger Postgrad Med J. 2009 Jun;16(2):162-5
Sugandi, Suwandi. Pola Penyakit Striktur Uretra dan Penanganannya di Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung. MKB2003;Vol.35 No.2
Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. Mosby:
Elsevier.
Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. 2011. Keperawatan Kritis:
Pendekatakan Asuhan Holistik. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ke 3. Jakarta: CV. Agung Seto.
Putri, Puspa Utami. 2013. Discharge planning pada Klien dengan Urolitiasis Post
Ureterorenoscopy (URS) di Ruang Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan.
UNiversitas Indonesia [diakses online pada 8 Oktober 2017] lib.ui.ac.id/file?
file=digital/20351454-PR-Puspa%20Utami.pdf
Sjamsuhidrajat R, W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi ke-2. Jakarta :EGC.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC.
Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Suharyanto, T., & Madjid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Trans Info Media.