Disusun Oleh :
Rini Ika wulandari
14901.08.21102
Probolinggo,........................
Mahasiswa
(...................................) (...................................)
Kepala Ruangan
(.........................................)
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Berdasarkan jurnal Effect of Inhalation of Aromatherapy Oil on Patients with Perennial
Allergic Rhinitis: A Randomized Controlled Trial Tuberculosis (TB) merupakan contoh lain
infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikrooganisme Mycobacterium
tuberculosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu
individu ke individu lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkolus atau alveoulus. Kuman
juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang tidak
dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi kulit (Seo Yeon Choi and Kyungsook Park,
2016) .
Berdasarkan jurnal High Tuberculosis Strain Diversity Among New York City Public
Housing Residents Tuberculosis adalah penyakit infekssi menular yang sisebabkan
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh
lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernafasan dan saluran pencernaan (GI) dan
luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang
yang terinfeksi bakteri tersebut (Patrick Dawson, 2016).
Berdasarkan jurnal Attitudes Towards Latent Tuberculosis Among Physicians in
Training: The Role of BCG Vaccination Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang
terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah (Christopher Vinnard, 2015).
Tubercolusis paru suatu penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis akan menyebar ke paru paru dan organ lainnya. Penyakit menyebar ketika
penderita TBC mengeluarkan bakteri ke udara dalam bentuk percikan dahak atau doplet.
Kuman yang di keluarkan pederita dapat hidup dalam waktu yang lama di ruang yang tertutup
atau lingkungan yang atau barang barang yang sudah terpakai oleh pesien penderita TBC.(
WHO, 2018).
B. ETIOLOGI
Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman berbentuk batang yang berukuran
dengan panjang 1-4 mm dan dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar komponen M.
tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta
sangat tahan dengan zat kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yaitu
menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di
daerah apeks paru-paru yang dimana terdapat kandungan oksigen yang tinggi. Daerah tersebut
menjadi daerah yang kondusif untuk penyakit Tuberkulosis (Somantri, 2008).
Tuberculosis disebabkan oleh bakteri tahan asam yang menyerang organ paru-paru dan
hampir seluruh organ tubuh lainnya yang disebut bakteri Mycobacterium Tuberculosis (
Nurafif, 2015).
Penyebab tuberkulosis paru menurut Patrick Dawson, 2016 adalah sebagai mana telah
diketahui, tuberkulosis paru disebabkan oleh basil TB (mycobacterium tuberculosis humanis).
1. Mycobacterium tuberculosis termasuk family mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai
genus, satu diantaranya adalah mycobacterium, salah satu speciesnya adalah M.
tuberculosis.
2. Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humani
(kemungkinan infeksi type bovinus saat dapat diabaikan, setelah hygiene peternakan makin
di tingkatkan
3. Basil tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam basa. Karena itu,
kuman disebut pula Basil Tahan Asam (BTA)
4. Karena pada umumnya mycobacterium tahan asam, secara teoritis Basil Tahan Asam (BTA)
belum tentu identik dengan basil tuberculosis, mungkin saja Basil Tahan Asam (BTA) yang
ditemukan adalah mycobacterium atipik yang menjadi penyebab mycobacteriosis.
5. Kalau bakteri – bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit sampai 20 menit untuk
mitosis, basil tuberculosis memerlukan waktu 12 sampai 24 jam.
6. Basil tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit
saja akan mati. Basil tuberculosis juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena
alcohol 70 % atau lisol 5% (Patrick Dawson, 2016).
Kuman ini tahan pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman pada saat itu berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit dari tidurnya dan menjadikan tuberculosis
aktif kembali. Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran nafas (droplet infection)
sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyerang kelenjar getah
bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke), keduanya ini dinamakan
tuberculosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan.
Tuberculosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik
terhadap basil mikobakterium. Tuberculosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun.
Sedangkan yang disebut tuberculosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru
oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik
terhadap basil tersebut (Abdul, 2013).
Apeks dari paru-paru mencapai daerah tepat diatas clavicula dan dasarnya
bertumpu pada diaphragma. Kedua paru-paru dibagi kedalam lobus, yang kanan dibagi
tiga, yang kiri dibagi dua. Nutrisi dibawa pada jaringan paru-paru oleh darah melalui arteri
bronkial; darah kembali dari jaringan paru-paru melalui vena bronkial.
Paru-paru juga mempunyai suatu sirkulasi paru-paru yang berkaitan dengan
mengangkut darah deoksigenasi dan oksigenasi. Paru-paru disuplai dengan darah
deoksigenasi oleh arteri pulmonalis yang datang dari ventrikel kanan. Arteri membagi diri
dan membagi diri kembali dalam cabang yang secara progresif menjadi lebih kecil,
berpenetrasi pada setiap bagian dari paru-paru hingga akhirnya mereka membentuk
anyaman kapiler yang mengelilingi dan terletak pada dinding dari alveoli. Dinding dari
alveoli maupun kapiler sangat tipis dan disinilah terjadi pertukaran gas pernapasan. Darah
yang dioksigenasi kembali kedalam atrium dengan empat vena pulmonalis.
(Aziz Alimul Hidayat, 2006)
2. Fisiologi
Fisiologi Pernafasan Menurut Aziz Alimul Hidayat (2006) meliputi tiga tahapan
yaitu:
a. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke
dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Dalam proses ventilasi ini terdapat
beberapa hal yang mempengaruhi, di antaranya adalah perbedaan tekanan antara
atmosfer dengan paru. Semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah.
Demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan udara semakin tinggi. Hal lain
yang mempengaruhi proses ventilasi kemampuan thoraks dn paru pada alveoli dalm
melaksanakan ekspansi atau kembang kempisnya, adanya jalan napas yang dimulai
dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom, terjadinya rangsangan simpatis dapat
menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf
parasimpatis dapat menyebabkan konstriksi sehingga dapat menyebabkan
vasokonstriksi atau proses penyempitan, dan adanya refleks batuk dan muntah juga
dapat mempengaruhi adanya proses ventilasi, adanya peran mukus siliaris yang sebagai
penangkal benda asing yang mengandung interveron dapat mengikat virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah komplians (complience) dan recoil
yaitu kemampuan paru untuk berkembang yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan permukaan dan masih ada sisa udara sehingga tidak terjadi
kolaps dan gangguan thoraks atau keadaan paru itu sendiri. Surfaktan diproduksi saat
terjadi peregangan sel alveoli. Surfaktan disekresi saat klien menerik napas; sedangkan
recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan CO2 atau kontraksi atau menyempitnya
paru. Apabila complience baik akan tetapi recoil terganggu maka dapat menyebabkan
depresi pusat pernapasan
b. Difusi Gas
Merupakan pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan CO 2
kapiler dengan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhinya, diantaranya, pertama, luasnya permukaan paru. Kedua, tebal
membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan intertisial
keduanya. Ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan.
Ketiga, perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini dapat terjadi seperti O2 dari
alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi
dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis ( masuk dalam darah secara berdifusi )
dan pCO2 dalam arteri pulmunalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli. Keempat,
afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb.
c. Transportasi Gas
Merupakan transportasi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan
tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, O2 akan berikatan dengan Hb membentuk
Oksihemoglobin ( 97% ) dan larut dalam plasma ( 3% ). Kemudian pada transportasi
CO2 akan berkaitan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin ( 30% ), dan larut
dalm plasma ( 5% ), kemudian sebagian menjadi HCO3 berada pada darah ( 65% ).
Pada transportasi gas terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, di
antaranya curah jantung ( cardiac output ) yang dapat dinilai melalui isi sekuncup dan
frekuensi denyut jantung. Isi sekuncup ditentukan oleh kemampuan otot jantung untuk
berkontraksi dan volume cairan. Frekuensi denyut jantung dapat ditentukan oleh
keadaan seperti over load atau beban yang dimiliki pada akhir diastol. Pre load atau
jumlah cairan pda akhir diastol, natrium yang paling beperan dalam menentukan
besarnya potensial aksi, kalsium berperan dalma kekuatan kontraksi dan relaksasi.
Faktor lain dalam menentukan proses transportsi adalah kondisi pembuluh darah,
latihan/olahraga ( exercise ), hematokrit ( perbandingan antara sel darah dengan darah
secara keseluruhan atau HCT/PCV ), Eritrosit, dan Hb.
D. MANIFESTASI KLINIS
Tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yang artinya suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik (Muttaqin, 2012).
Gejala klinik Tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala
respiratorik dan gejala sistemik :
1. Gejala Respiratorik, meliputi
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-
produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian
setelah timbul peradangan kemudian menjadi produktif (menghasilkan sputum) ini
terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan yang selanjutnya adalah batuk darah (hemoptoe)
karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
b. Batuk darah
Pada saat baruk darah yang dikeluarkan yaitu dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat
ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan apabila terjadi
kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti
efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada Tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritic yang ringan.
2. Gejala nyeri dada ini timbul apabila system persarafan di pleura terkena.
a. Gejala Sistemik, meliputi
1) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Namun kadang-kadang
panas bahkan dapat mencapai 40-41ºC. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore hari dan
malam hari mirip dengan deman influenza, hilang timbul dan semakin lama
semakin panjang serangannya sedangkan masa bebas serangan semakin pendek.
Gejala sistemik lainnya adalah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise (gejala malaise sering ditemukan berupa : tidak nafsu makan,
sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll). Timbulnya gejala ini biasanya berangsur-
angsur dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi penampilan akut
dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai
gejala pneumonia (Naga, S , 2012).
E. KLASIFIKASI
Berikut klasifikasi tuberculosis paru, yaitu :
1. Tuberculosis Primer
Tuberculosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bateri TB terhirup dari udara melalui saluran pernafasan dan
mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernafasan, maka bakteri akan ditangkap dan
dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveoli. Jika pada proses ini, bakteri ditangkap
oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makrofag
yang lemah itu dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan kemotaksik
yang menarik monosit (makrofag) dari aliran darah membentuk tuberkel. Sebeelum
menghancurkan bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebih sahulu oleh limfokin yang
dihasilkan limfosit T, Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang
sama. Ada makrofag yang berfungsi sebagai pembunuh ,pencerna bakteri, dan peransang
limfosit. Beberapa makrofag menghasilkan protease, elastase, kolagenae, serta colony
stimulating factor untuk merangang produksi monisit dan granuloit, pada sumsum tulang.
Bakteri TB menyebar melalui saluran pernafasan ke monosit ke kelenjar getah bening
regional (hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral
sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar
2-4 inggu dan akan terlihat pada tes tuberculin. Hipersensitivitas seluler terlihat sebagai
akumulasi dari limfosit dan makrofag, Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk
focus local, sedangkan focus inisial bersama-sama dengan limdafenopati bertempat di hilus
(komplek primer ranks)dan disebut juga TB primer. Focus primer paru biasanya bersifat
unilateral dengan subpleura terletak di atas atau di bawah fisura interlobaris, atau di bagian
basal dari lobus inferor. Balteri menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah
dan akan tersangkut pada berbagai organ. Jadi TB primer merupakan infeksi yang bersifat
sistemis (Muttaqin, 2015).
2. Tuberculosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih hidup
dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% diantaranya tidak mengalami
kekambuhan. Reaktifitas penyakit TB terjadi bila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme,
keganasan, slikosis, diabetes mellitus, dan AIDS.
Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ
lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokasi. Reaksi imonologis terjadi dengan
adanya pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB primer. tetapi, nekrosis
jaringan lebih menyolok dan menghasilkan lesi kaseosa (pengkijauan ) yang luas dan
disebut tuberkuloma. Protease yag dikeluarkan oleh akrofag aktif akan meyebabkan
pelunakan bahan kaseosa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa terbentuknya kavitas dan
manifiestasi lainnya dari TB sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yag dikenal sebagai
hipersesitivitas seluler (Mutaqqin, 2015).
Klasifikasi menurut American Thoracic Society:
1. Kategori 0: Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes
tuberculin negative.
2. Kategori 1: Terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi, riwayat kontak positif,
tes tuberculin negative.
3. Kategori 2: terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberculin positif, radilogis dan
sputum negative.
4. Kategori 3: terinfeksi tuberculosis dan sakit (Huda, 2015)
F. PATHOFISIOLOGI
Basil tuberkel yang mengcapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai suatu unit
yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung
tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit, setelah berada dalam ruang
alveolus (biasanya di bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil
tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit polimorfunuklear tampak pada
tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari
– hari pertama maka lekosit diganti oleh magrofat (Wijaya, 2013).
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia
akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20 hari. Nekrosis bagian
sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut
nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya
yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang
mengelingi tuberkel (Wijaya, 2013).
Lesi primer paru –paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami
perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram
rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan dimana bahan cair lepas
ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tubercular yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada
bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah Bila peradangan mereda
lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan
perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat
tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus
dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau
pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan memcapai
aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain (ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut
yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vascular dan tersebar ke
dalam sistem vaskuler ke organ – organ tubuh ( Wijaya, 2013).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nurafif, 2015 ada beberapa pemeriksaan penunjang pada klien dengan
dengan tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu :
1. Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberkulosis pada stadium aktif.
2. Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA.
3. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi postif (area indurasi 10 mm atau
lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama
dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.
4. Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian paru paru, deposit
kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang
mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
5. Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk kumbah lambung, urin dan CSF, serta biopsi kulit):
positif untuk M. Tuberkulosis.
6. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang
mengindikasikan nekrosis.
7. Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi misalnya
hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru-paru lanjut kronis.
8. ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru paru.
9. Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkhus atau
kerusakan paru-paru karena TB.
10. Darah: leukositosis, LED meningkat.
11. Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat, dan
menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim
paru-paru dan penyakit pleura. ( Nurafif, 2015 )
H. PENATALAKSANAAN
1. Secara Keperawatan
a. Berdasarkan jurnal Effect of Inhalation of Aromatherapy Oil on Patients with Perennial
Allergic Rhinitis: A Randomized Controlled Trial Pemberian inhalasi minyak aroma
terapi ini dapat memberikan kualitas tidur dan kelelahan menjadi berkurang, pada
penelitiannya ini sangat signifikan peningkatan TNSS terutama pada sumbatan pada
hidung.
b. Berdasarkan jurnal Vitamin D, cod liver oil, sunshine, and phototherapy: Safe, effective
and forgotten tools for treating and curing tuberculosis infections — A comprehensive
review Secara historis, minyak hati ikan kod pada tahun 1840-an, fototerapi pada tahun
1890-an, sinar matahari pada tahun 1890-an dan 1930-an, vitamin D oral dalam dosis
100.000-150.000 unit internasional sehari pada tahun 1940-an, dan vitamin D suntik
dalam Semua tahun 1940-an terbukti mampu mengobati TBC dengan aman.
Mycobacterium tuberculosis
Saluran pernapasan
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
bronkodiator,ckspektoran,
mukolitik, jika perlu
10. Pemantauan respirasi
Tgl/
Jam SDKI SLKI SIKI
Terapeutik
Edukasi
Somantri I. 2008. Keperawatan Medikal Medah : Asuhan Keperawatan pada Pasien Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Mutaqqin A. 2015. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernafasan. Jakarta:
Salemba Medika.
Mutaqqin A. 2011. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernafasan. Jakarta:
Salemba Medika.
World Health Organization. 2013. Global Strategy and Targets For Tuberculosis Prevention Care
Dan Control. World Helath Organ Exec Board.
Alimul Hidayat, A. Azis. 2015. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta: Diva Press
Smeltzer, S. C. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth. Edisi 12. Jakarta:
Kedokteran EGC.