Anda di halaman 1dari 34

CASE REPORT STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER BANGSAL ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PADANG PANJANG

“TUBERKULOSIS (TB) PARU”

Perseptor:

dr. Yunira Yunirman, Sp.A


apt. Mutia Permata Sari, S.Farm

Disusun oleh :
NissaPifia Aprila, S.Farm (2030122044)
Putry Rihaadatul Aisy, S.Farm (2030122048)
Ravi Putra Mukhni, S.Farm (2030122055)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


ANGKATAN XXVIII
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum warrahmatullahi wabbarakatuh

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Study Bangsal

Anak mengenai penyakit Tb Laten yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah

Padang Panjang pada tanggal 13 Juli 2021 – 24 Juli 2021. Laporan ini dibuat

untuk melengkapi tugas-tugas bagi mahasiswa Profesi Apoteker Universitas

Perintis Indonesia Yayasan Perintis Padang dan ditulis berdasarkan teori serta

hasil pengamatan selama melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA).

Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan, bimbingan, arahan,

serta masukan dari berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan

laporan studi kasus ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik

dalam segi penyusunan maupun tata bahasanya sehingga penulis berharap saran,

kritikan dan masukannya demi kesempurnaan laporan studi kasus ini.Semoga

laporan studi kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Padang Panjang, Juli 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,

terutama paru-paru. Penyakit ini apabila tidak diobati atau pengobatannya tidak

tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. Tuberkulosis

(TB) diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum Masehi, namun

kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit tuberkulosis (TB) baru

terjadi dalam dua abad terakhir (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan

RI, 2016). Kejadian TB anak merupakan faktor penting di negara berkembang

karena jumlah anak berusia < 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah populasi.

Penelusuran TB pada anak dilakukan apabila terdapat tanda dan gejala klinis yang

sugestifmenderita TB (passive case finding) atau melalui investigasi kontak

(active case finding).

Penyebaran penyakit TB bersumber dari orang ke orang melalui udara,

ketika orang dengan TB paru batuk, bersin atau meludah sehingga mendorong

kuman TB ke udara bebas. Seseorang dapat terinfeksi penyakit TB hanya dengan

menghirup kuman TB masuk ke dalam paru-paru. Penelitian tentang TB pediatri

menunjukkan adanya peningkatkan sebesar dua kali lipat dari perkiraan pada

tahun-tahun sebelumnya. Anak yang terinfeksi akan berdampak berkembang

menjadi kasus infeksi laten TB yang di masa depan dapat terjadi reinfeksi (infeksi

kembali) atau reaktivasi jika tidak diobati sampai tuntas, sehingga meningkatkan

kejadian kasus baru TB paru dewasa (CDC: TB in Children, 2013). Infeksi TB


pada anak perlu dilakukan penanganan dan pengobatan segera dan cepat, karena

selain paru-paru, otak juga dapat terinfeksi bakteri TB sehingga menyebabkan

gangguan pada tumbuh kembang anak.

Untuk menangani permasalahan TB anak telah diterbitkan berbagai

panduan pencegahan TB anak tingkat global. TB pada anak saat ini merupakan

salah satu komponen penting dalam pengendalian TB, dengan pendekatan pada

kelompok risiko tinggi, salah satunyaadalah anak mengingat TB merupakan salah

satu penyebab utama kematian pada anak dan bayi di Negara endemis TB

termasuk Negara Indonesia yang menduduki peringkat keempat dengan beban

kasus TB tertinggi (Kemenkes RI, 2013).

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Tuberkulosis Paru serta

bagaimana cara penanganannya.

2. Untuk mengetahui tanda-tanda gejala dan penyebab terjadinya

Tuberkulosis Paru.

3. Untuk mengetahui penatalaksanaan Tuberkulosis Paru.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit radang parenkim paru yang disebabkan

Mycobacterium tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh terserang, tapi

paling banyak adalah paru-paru (Padila, 2013). Tuberkulosis adalah penyakit

menular langsung yang disebabkan oleh infeksi kuman (basil) yang bernama

Mycobacterium tuberculosa. Kuman tuberkulosis pertama kali ditemukan oleh

Robert Koch pada tanggal 24 maret 1982. Kuman tuberkolosis terdiri dari lemak

dan protein (Aditama, 2011). Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung

disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian

besar kuman tuberkulosis menyerang paru-paru, tetapi juga mengenai organ tubuh

lainnya

2.2. Etiologi

Penyebab Tuberkulosis adalah Bakteri Mycobacterium tuberculosis dan

Mycobacterium brovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0.5-4 mikron x 0.3-

0.6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus, atau agak bengkok, bergranular atau

tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari

lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat

bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol , sehingga sering

basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap bahan kimia dan fisik.

Kuman tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat

dorman dan aerob (Widoyono, 2008). Bakteri Tuberkulosis ini mati pada

pemanasan 1000C selama 5-10 menit atau pada pemanasan 600C selama 30
menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama

1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan),

namun tidak tahan terhadap sinar dan aliran udara. Data pada tahun 1993

melaporkan bahwa udara mendapatkan 90% udara bersih dari kombinasi bakteri

memelurkan 40 kali pertukaran udara per jam.

2.3. Patofisiologi

Infeksi diawali karena seseorang mengirup hasil Myobacterium

tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu

berkembang biak dan terlihat menumpuk. Perkembangan Myobacterium

tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus

atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh

lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas).

Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memerikan respons dengan melakukan reaksi

inflamasi. Neutrofil dan makrofga melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),

sementara limfosit spesifik tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan

jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat

dalam alveoli yang menyebabkan bronko pnemonia. Infeksi awal biasanya timbul

dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri (Somantri, 2012).

Setelah infeksi awal, jika respon imun tidak adekuat maka penyakit akan

menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi tulang

atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini,

ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa

didalam bronkhus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan

membentuk jaingan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang


mengakibatkan timbulnya bronkopnemonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.

Pnemonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya (Somantri, 2012). Proses ini

berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembak biak didalam sel makrofag

yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu

membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan

10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang

dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menmbulkan respons berbeda,

kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh

tuberkel.

2.4. Gejala klinis

Keluhan yang sering dirasakan antara lain adalah sebagai berikut : demam

(40-41°C) hilang timbul, batuk timbul dalam jangka waktu lama lebih dari3

minggu, sesak nafas, nyeri dada, malaise, sakit kepala, nyeri otot, serta

berkeringat pada malam hari tampa sebab.

Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit

Dalam (2006) dapat bermacam-macam antara lain :

a. Demam

Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-41°C, keadaan ini sangat dipengaruhi

oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang

masuk.

b. Batuk

Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang

produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan

setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak).


Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat

pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada

dinding bronkus.

c. Sesak nafas

Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas

akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah

setengah bagian paru-paru.

d. Nyeri dada

Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura,

sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.

e. Malaise Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise

sering ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang,

nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang

timbul secara tidak teratur.

2.5. Cara penularan

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk

atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak

(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam

waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar

matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama

beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang

penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya

(Aditama, 2011). Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Faktor yang kemungkinkan seseorang terpajan kuman

TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup

udara tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan

dahak.

2.6. Pemeriksaan penunjang Tuberkulosis

Menurut Kemenkes (2014) ada beberapa pemeriksaan penunjang yang

perlu diperhatikan. Yakni:

1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung

a. Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara

mikroskopis langsung, terduga pasien TB diperiksa contoh uji dahak SPS

(sewaktu – pagi – sewaktu).

b. Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 dari pemeriksaan contoh uji

dahak SPS hasilnya BTA positif.

2. Pemeriksaan dahak

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung Pemeriksaan dahak berfungsi untuk

menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi

penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan

mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan

yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):

 S (sewaktu) : dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang

berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien membawa

sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.
 P (Pagi) : dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di

fasyankes.

 S (sewaktu) : dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi.

b. Pemeriksaan Biakan Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium

tuberculosis (M.tb) dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada

pasien tertentu, misal:

a) Pasien TB ekstra paru.

b) Pasien TB anak.

c) Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA

negatif.

Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya.

Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang

direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk

memanfaatkan tes cepat tersebut.

3. Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya

resistensi M. TB terhadap OAT. Untuk menjamin kualitas hasil pemeriksaan, uji

kepekaan obat tersebut harus dilakukan oleh laboratorium yang telah tersertifikasi

atau lulus uji pemantapan mutu/QualityAssurance (QA). Hal ini dimaksudkan

untuk memperkecil kesalahan dalam menetapkan jenis resistensi OAT dan

pengambilan keputusan paduan pengobatan pasien dengan resistan obat. Untuk

memperluas akses terhadap penemuan pasien TB dengan resistensi OAT,

Kemenkes RI telah menyediakan tes cepat menyediakan tes cepat yaitu Gen
expert ke fasilitas kesehatan (laboratorium dan RS) diseluruh provinsi (Kemenkes,

2014).

2.7. Cara pencegahan

a. Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette Guerin) Pemberian vaksinasin BCG

meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi tanpa menyebabkan kerusakan.

Imunitas timbul 6-8 minggu setelah pemberian BCG. Umumnya diberikan setelah

lahir atau sedini mungkin

b. Melaksanakan kebisaan hidup sehat

1) Makanan yang bergizi

2) Bagi penderita TB : menutup mulut saat bersin atau batuk.

3) Bagi orang lain : hindari penderita yang sedang batuk atau bersin.

4) Usahakan cukup sinar matahari dan udara yang segar masuk kekamar

tempat tidur penderita

5) Istirahat yang cukup

2.8. Pengertian Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama

menyerang penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel

yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan

membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat

menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan

menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara dan saat

seseorang dengan Tb aktif pada paru mengalami batuk, bersin atau bicara.

 Tuberkulosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :

1) Tuberkulosis Paru BTA (+)

Kriteria hasil dari tuberkulosis paru BTA positif adalah Sekurang-

kurangnya 2 pemeriksaan dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

(+) atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada

menunjukan gambaran tuberkulosis aktif.

2) Tuberkulosis Paru BTA (-)

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen

dada menunjukan gambaran Tuberkulosis aktif. TBC Paru BTA (-),

rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu

bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgan dada

memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.


2.9. Diagnosis Tuberkulosis Paru

Keterangan :

*) Dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan sputum

**) Kontak TB paru dewasa dan kontak TB paru anak terkonfirmasi

bakterologi

***) Evaluasi respon pengobatan. Jika tidak ada respon dengan pengobatan

adekuat, evaluasi ulang diagnosis TB dan adanya komorbiditas atau

rujuk
 Keluhan pasien datang dengan gejala dan tanda penyakit TB paru seperti

batuk berdahak ≥ 2 minggu dan dapat disertai sedikitnya salah satu dari

gejala berikut: Lokal respiratorik: dapat bercampur darah atau batuk darah,

sesak nafas, dan nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila disertai

peradangan pleura).

 Sistemik: nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam

tanpa kegiatan fisik, demam meriang, badan lemah dan malaise.

•Riwayat kontak dan riwayat pengobatan sebelumnya

•Faktor risiko penurunan daya tahan tubuh (HIV, DM, dan lain sebagainya)

2.10. Pemeriksaan penunjang Tuberkulosis

Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :

a. Pemeriksaan Diagnostik

b. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman

BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak

dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu

kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan

mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan

perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali

positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.

c. Test Mantoux

Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :

1) indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil negative


2) indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan

3) indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif

4) indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat

5) reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan

berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan

antara antibody dan antigen tuberculin

e. Rontgen dada

Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium

dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan

perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.

2.11. Patofisiologi Tuberkulosis Paru

M. tuberculosis terkandung di dalam droplet ketika penderita TB batuk,

bersin atau berbicara. Droplet akan meninggalkan organisme yang cukup kecil

untuk terdeposit di dalam alveoli ketika dihirup. Ketika berada di dalam alveoli,

sistem imun akan merespon dengan mengeluarkan sitokin dan limfokin yang

menstimulasi monosit dan makrofag. M. tuberculosis mulai berkembang biak di

dalam makrofag. Dari beberapa makrofag. Beberapa dari makrofag tersebut

meningkatkan kemampuan untuk membunuh organisme, sedangkan yang lainnya

dapat dibunuh oleh basil. Setelah 1 – 2 bulan pasca paparan, di paru – paru terlihat

lesi patogenik yang disebabkan oleh infeksi.


2.13. Penatalaksanaan Farmakologi OAT Tuberkulosis Pada Anak

Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat

Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari

kombinasi 3 dan 2 jenis obat dalam satu tablet (2HRZ/4HR 3). Dosisnya

disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket

untuk satu pasien.

 Kombinasi dosis tetap (KDT) atau Fixed Dose Combination (FDC)

Untuk mempermudah pemberian OAT dan meningkatkan keteraturan

minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC.

Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan.

Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R)

75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase

lanjutan, yaitu (R) 75 mg dan (H) 50 mg dalam satu paket. Dosis yang
dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut. Pada kondisi tertentu

Etambutol dapat ditambahkan bersamaan dengan KDT yang

diberikan.

Keterangan:

R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid

1) Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam

bentuk KDT dan sebaiknya dirujuk ke RS

2) Apabila ada kenaikan BB maka dosis atau jumlah tablet yang

diberikan disesuaikan dengan berat badan saat itu

3) Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan Berat Badan

ideal (sesuai umur).

4) OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan

tidak boleh digerus)

5) Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum

(chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).

6) Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam

setelah makan

7) Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, dosis INH tidak boleh

melebihi 10 mg/kgBB/hari
8) Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua

obat tidak boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer

2.14. Non Farmakologi

- Konseling mengenai Tuberkulosis Paru faktor, resiko, cara

penularan,pencegahan.

- Konseling untuk melakukan kontrol rutin dan mengambil obat di Rumah

Sakit jika obatnya habis.

- Konseling mengenai jadwal pemeriksaan dahak.

- Diet tinggi kalori dan tinggi protein.

- Konseling untuk mengalihkan stress psikososial dengan halhal bersifa

positif.

- Edukasi mengenai gaya hidup sehat dan fungsi dari ventilasi rumah.
BAB III

TINJAUAN KHUSUS

3.1 Identitas Pasien

No MR 811***

Nama Pasien AN. FB

Jenis Kelamin Perempuan

Umur 9 tahun 11 bulan

Agama Islam

Ruangan Poli Anak

Dokter yang merawat dr. Yunira Yunirman, Sp.A

Farmasis apt. Wenna Syukri Yenni, S.Farm

Mulai Perawatan

3.2 Riwayat Penyakit

a. Riwayat penyakit sekarang

- Pasien batuk

- Demam turun naik

b. Riwayat Penyakit Sebelumnya

Asma

3.3 Pemeriksaan Fisik

a. Tanda vital
Keadaan umum Sedang

Kesadaran Compos mentis

Nadi -
Pernafasan -

Suhu -

Berat Badan 27 kg

a. Status Generalis

Tanggal Pemeriksaan Fisik Hasil Keterangan

17/7/2021 Kepala Normal

Mata Normal

THT Normal

Leher Normal

Dada Tidak Normal

Punggung Normal

Abdomen Normal

Urogenital Normal

Ekstermitas atas Normal

Ekstermitas bawah Normal

Status Neurologi Normal

Kulit Normal

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan


Kimia Klinik
20/05/2021 Hb 13,0 14-18 g/dL Rendah
Leukosit 6.380 (5.000-10.000) Normal
Hematokrit 39 (37-43) Normal
Trombosit 396.000 (150-400.000) Normal
Basofil 0 0-1% Normal
Eusinofil 10 1-3% Tinggi
Limfosit 44 20-40% Tinggi
Monosit 7 2-8% Normal
N segmen 39 50-70 Rendah
LED 15/1 jam 0-15 mm/jam Normal

3.5 Diagnosis
Diagnosa utama : Tb Laten
3.6 Penatalaksanaan

N NAMA OBAT PEMAKAIAN

O 20Mei 2021 21Mei 2021 27 Mei 2021 18Juni 2021 16 Juli 2021

1 INH 1 x 200 mg √ √ √ √

2 Vit b6 √ √ √

3 Bromheksin √

4. Prednison √

5. Fluimucil √

3.7 Follow up

Nama : AN. FB Diagnosa utama : Tb laten Dokter : dr. Yunira Yunirman, Sp.A

Umur : 9 tahun 10 bulan Ruangan : Poli anak Apoteker : apt. Wenna Syukri Yenni, S.Farm
Tanggal S O A P
21 Mei - Pasien dengan − BB : 26 kg - Tidak ada DRP - Konseling pada pasien
2021 batuk − LED : 15 mm/jam mengenai penggunaan dan
konsisten − Thorax : Ronchi kepatuhan minum obat
- Sesak nafas − Abdomen : Distensi
− Terapi :
INH 1 x 250 mg
Vit B6 2 x 1
27 Mei - Sesak nafas − Thorax : Wheazing + - Interaksi INH + Prednison yaitu INH - Memantau respon pasien
2021 - Batuk − Terapi : akan meningkatkan efek dari terhadap INH selama terapi
INH 1 x 250 mg prednison dengan mempengaruhi kortikosteroid.
Prednison 3x 5 mg metabolisme hati/usus.
Bromheksin 2 x 4 mg

18 juni − Pasien − Abdomen : Distensi - Konseling pada pasien


- Tidak ada DRP
2021 kontrol tb − Terapi : mengenai penggunaan dan
− Sesak nafas INH 1 x 250 mg kepatuhan minum obat
− Batuk Vit B6 2 x1

16 Juli - Batuk Terapi : - Tidak ada DRP - Konseling pada pasien


2021 INH 1 x 250 mg mengenai penggunaan dan
Vit B6 kepatuhan minum obat
3.8 Drug Related Problem

No. Drug TherapyProblem Check Rekomendasi


List

1. Terapi obat yang tidak diperlukan

Terdapat terapi tanpa Pasien telah


indikasi medis mendapatkan terapi
- sesuai dengan indikasi
medis.

Pasien mendapatkan terapi Pasien tidak


tambahan yang tidak - mendapatkan terapi
diperlukan tambahan.

Pasien masih - Makanan yang bergizi


memungkinkan menjalani - Usahakan cukup sinar
terapi non farmakologi √ matahari dan udara yang
segar masuk kekamar
tempat tidur penderita

Terdapat duplikasi terapi - Tidak terdapat duplikasi


terapi

Pasien mendapatkan Tidak ada penanganan,


penanganan terhadap efek karena tidak terjadinya
samping yang seharusnya - efek samping
dapat dicegah

2. Kesalahan obat
Bentuk sediaan tidak tepat - Bentuk sediaan obat sudah tepat.

Terdapat kontraindikasi Tidak terdapat kontraindikasi


-
pada terapi obat.

Kondisi pasien tidak dapat Kondisi pasien dapat


disembuhkan oleh obat disembuhkan dengan obat
-
apabila pasien teratur minum
obat

Obat tidak diindikasikan Semua obat sesuai dengan


-
untuk kondisi pasien kondisi pasien.

Terdapat obat lain yang Pemberian obat yang kepada


-
lebih efektif pasien belum efisien .

3. Dosis tidak tepat

Dosis terlalu rendah - Dosis pada terapi obat sudah


tepat.
Dosis terlalu tinggi - Dosis sudah tepat

Frekuensi penggunaan tidak Frekuensi penggunaan obat


-
tepat sudah tepat.

Penyimpanan tidak tepat Penyimpanan sudah tepat karena


disimpan pada suhu ruangan dan
- sudah diberikan informasi pada
saat penyerahan obat kepada
pasien.

Durasi penggunaan tidak Durasi penggunaan obat sudah


-
tepat tepat.

Terdapat interaksi obat √ Terdapat interaksi

- Interaksi INH + Prednison


yaitu INH akan meningkatkan
efek dari prednison dengan
mempengaruhi metabolisme
hati/usus.

4. Reaksi yang tidak


diinginkan

Obat tidak aman untuk Obat aman untuk pasien karena


pasien pasien tidak ada mengeluhkan
- tentang reaksi alergi ataupun
adanya efek yang tidak
diinginkan.

Terjadi reaksi alergi Tidak terdapat reaksi alergi yang


-
ditunjukkan oleh tubuh pasien.

Terjadi interaksi obat Terdapat interaksi

- Interaksi INH + Prednison

√ yaitu INH akan meningkatkan


efek dari prednison dengan
mempengaruhi metabolisme
hati/usus.

Dosis obat dinaikkan atau


-
diturunkan terlalu cepat

Muncul efek yang tidak Tidak ada muncul efek yang


diinginkan - tidak diinginkan jadi tidak ada
permasalahan.

Administrasi obat yang tidak - Administrasi obat sudah tepat.


tepat

5. Ketidaksesuaian kepatuhan pasien


Obat tidak tersedia - Semua obat tersedia di apotek.

Pasien tidak mampu Pasien dibantu keluarga untuk


-
menyediakan obat menyediakan semua obat.

Pasien tidak bisa menelan Pasien masih bisa menelan obat


-
atau menggunakan obat dengan baik.

Pasien tidak mengerti Pasien dibantu oleh orang tua


intruksi penggunaan obat dalam meminum obat dan orang
-
tua sudah mengerti dengan cara
penggunaan obat untuk pasien.

Pasien tidak patuh atau Pasien patuh dalam


memilih untuk tidak - menggunakan obat setiap
menggunakan obat diberikan obat.

6. Pasien membutuhkan terapi tambahan

Terdapat kondisi yang tidak Semua kondisi pasien telah


-
diterapi diberikan terapi obat.

Pasien membutuhkan obat Pasien sudah mendapatkan obat


-
lain yang sinergis yang sinergis.

Pasein membutuhkan terapi Tidak ada terapi profilaksis


-
profilaksis
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada tanggal 20 Mei 2021, An. FB (9 tahun) datang ke RSUD Kota

Padang Panjang. Pasien mengeluhkan kondisi gangguan rasa nyaman,

batuk yang konsisten dan nafas terasa sesak. Pasien memiliki riwayat

penyakit asma sebelumnya. Dilakukan pemeriksaan fisik umum

didapatkan kondisi kesadaran pasien compos mentis dan BB 27 kg.

Pemeriksaan fisik dada tidak normal. Pemeriksaan penunjang pasien

menunjukkan Hb 13,0 g/dL, Leukosit 6.380 ml3, Trombosit 396.000 ml3,

Hematokrit 39 %, Eusinofil 10 %, Limfosit 44%, Monosit 7%, N Segmen

39 dan LED (laju endap darah) 15/1 jam,

Pasien didiagnosa Tuberkolosis laten (TB laten). Infeksi

tuberkulosis laten (ITBL) adalah kondisi respons imun persisten terhadap

stimulasi antigen Mycobacterium tuberculosis tanpa ada bukti klinis TB

aktif, kelainan radiografik, dan bakteriologis. Risiko reaktivasi TB

diperkirakan sebesar 5-10%, dengan mayoritas menjadi TB aktif dalam

lima tahun pertama setelah terinfeksi kuman TB. Faktor risiko terpenting

dalam perkembangan TB aktif adalah status imunologis. Identifikasi risiko

berkembangnya ITBL menjadi penyakit TB dibagi menjadi dua, yaitu

orang yang memiliki peningkatan kemungkinan paparan terhadap orang

dengan penyakit TB dan orang dengan kondisi klinis atau faktor lain yang

berhubungan dengan peningkatan risiko progresi ITBL menjadi penyakit

TB. Pada tanggal 20 Mei 2021 ditegakkannya diagnosa pada pasien


dengan melakukan pemeriksaan kimia klinik, kemudian didapat hasil

bahwa pasien mengalami tuberkolosis laten.

Isoniazid (INH) bekerja dengan cara menghambat sintesis asam

mikolik, yaitu suatu komponen esensial dinding sel bakteri. Mekanisme

inilah yang nantinya akan menimbulkan efek terapi obat yang bersifat

bakterisid terhadap organisme Mycobacterium tuberculosis yang aktif

bertumbuh secara intraseluler dan ekstraseluler. Pada tuberkulosis paru

aktif, INH diindikasikan untuk pengobatan tuberkulosis aktif yang

disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yang masih sensitif

terhadap INH. Selain itu, pada tuberkulosis laten, INH digunakan untuk

pengobatan pasien asimtomatik yang terinfeksi Mycobacterium

tuberculosis. Pada penderita tuberkolosis laten yang tidak terinfeksi HIV,

dapat diberikan Isoniazid (INH) dosis 5 mg/kgBB sekali sehari selama 6

bulan, maksimum 300 mg/dosis. Atau, dapat diberikan 15 mg/kgBB dua

kali seminggu selama 6 bulan, maksimum 900 mg/dosis. Pada penderita

yang terinfeksi HIV, dimana juga menjalani terapi antiretroviral, dapat

diberikan 5 mg/kgBB sekali sehari selama 9 bulan, maksimum 300

mg/dosis. Atau dapat diberikan 15 mg/kgBB dua kali seminggu selama 9

bulan, maksimum 900 mg/dosis.

Vitamin B6 atau piridoksin adalah zat yang berfungsi sebagai

nutrisi esensial dalam tubuh dan berperan dalam keseimbangan

metabolisme tubuh. Obat ini sering digunakan dalam tata laksana

defisiensi vitamin B6, anemia sideroblastik, serta profilaksis neuropati

perifer. Pemberian obat INH biasanya juga disertai oleh pemberian


vitamin B6 atau pyridoxine untuk mencegah terjadinya efek samping

tertentu seperti masalah saraf. Pasalnya, obat ini memang diketahui sering

menimbulkan efek samping berupa kerusakan saraf perifer atau neuropati

perifer. Kondisi kerusakan saraf akan menyebabkan rasa kesemutan di

area tubuh.

Pada tanggal 27 Mei 2021 pasien mengalami batuk berdahak

konsisten. Pasien diberikan terpai Bromhexine. Bromhexine adalah obat

yang diberikan untuk mengatasi batuk disertai dahak. Obat ini tergolong

dalam jenis ekspektoran atau mukolitik. Cara kerja obat ini adalah

meredakan batuk berdahak dengan mengencerkan atau menipiskan dahak

di saluran pernapasan. Dosis pemberian Bromhexine pada anak 5-10

tahun: 1/2 tablet atau 5 mL sirup 3 kali sehari.

Pasien mengeluhkan sesak nafas pada tanggal 27 Mei 2021 saat

melakukan rawat jalan. Kemudian diberikan Prednison untuk mengurangi

gangguan pada pernafasan pasien. Prednisone merupakan obat yang

digunakan sebagai antiradang atau pengobatan imunosupresan. Obat ini

juga digunakan untuk terapi berbagai kondisi seperti alergi, ulseratif kolitis

(radang usus besar), arthritis (radang sendi), lupus, psoriasis (radang kulit),

atau gangguan pernapasan. prednison dengan dosis 2 mg/kg/ hari, sampai

4 mg/kg/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60 mg/hari

selama 4 minggu. Tappering off dilakukan secara bertahap setelah 2

minggu pemberian kecuali pada TB meningitis pemberian selama 4

minggu sebelum tapering off .


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Dari hasil diagnosa dokter pasien mengalami penyakit Tuberkolosis (TB)

Laten.

2. Untuk pemberian terapi obat sudah tepat dengan kondisi dan diagnosa

penyakit pasien.

5.2 Saran

Pemantauan terapi obat, efek samping obat, interaksi obat dan waktu

pemberian obat sebaiknya dicatat secara rutin.


DAFTAR PUSTAKA

Hirsch-Moverman Y, Daftary A, Franks J, Colson PW. Adherence to treatment


for latent tuberculosis infection: Systematic review of studies in the US
and Canada. IntJ Tuberc Lung Dis Off J Int Union Tuberc Lung Dis.
2008;12(11):1235–54.

Houben RMGJ, Dodd PJ. The global burden of latent tuberculosis infection: A re-
estimation using mathematical modelling. Metcalfe JZ, editor. PLOS
Med. 2016;13(10):e1002152.

Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana TB anak.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016.

Mack U, Migliori GB, Sester M, Rieder HL, Ehlers S, Goletti D, et al. LTBI:
Latent tuberculosis infection or lasting immune responses to M.
tuberculosis? A TBNET consensus statement. Eur Respir J.
2009;33(5):956–73.

Rieder H. Epidemiologic basis of tuberculosis control. Paris: International Union


Against Tuberculosis and Lung Disease; 1999.

World Health Organization. Guidelines on the management of latent tuberculosis


infection: the end TB strategy. Geneva: World Health Organization;
2015.

World Health Organization. Global tuberculosis report 2017. Geneva: World


Health Organization; 2017.

Anda mungkin juga menyukai